Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfian
"Super Duplex Stainless Steel (SDSS) adalah material yang dibentuk oleh kombinasi unik fasa ferit (alfa) dan austenit (gamma) yang idealnya memiliki jumlah fraksi volum yang sama besar yang menawarkan kombinasi yang menarik dari sifat mekanik dan ketahanan korosi. Pengelasan TIG atau GTAW adalah jenis pengelasan yang paling umum digunakan dalam material DSS dan SDSS di berbagai industri. Pemanasan cepat dan siklus pendinginan yang terjadi dalam proses pengelasan dapat mengganggu keseimbangan fasa alfa / gamma.
Banyak penelitian telah dilakukan terkait dengan perubahan struktur mikro akibat adanya proses pengelasan dalam material SDSS yang berdampak pada sifat mekanik dan ketahanan korosi. Namun, studi dan referensi terkait dampak pengelasan berulang pada material SDSS masih sangat jarang. Padahal dalam praktiknya, karena sulitnya mendapatkan kualitas hasil lasan yang baik pada material SDSS, perbaikan pengelasan sering dilakukan.
Dalam penelitian ini, spesimen dievaluasi untuk mensimulasikan siklus pengelasan berulang yang terdiri dari lasan asli (OW), Perbaikan- 1 (R1), Perbaikan- 2 (R2) dan Perbaikan- 3 (R3). Perubahan struktur mikro diamati melalui mikroskop elektron optik, fasa intermetalik diperiksa dengan SEM- EDS. Sementara itu, ketahanan korosi sumuran diselidiki dengan menggunakan uji korosi gravimetri, uji polarisasi potensio- dinamik dan uji potensio- statik suhu sumuran kritis (CPT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa endapan nitrida, karbida dan oksida mulai muncul di area terpapar panas (HAZ) pada spesimen R- 2 dan R-m3. Berdasarkan uji korosi gravimetri, uji polarisasi potensio- dinamik dan uji potensio- statik CPT menunjukkan bahwa ketahanan korosi sumuran menurun dengan meningkatnya jumlah pengulangan atau proses perbaikan pengelasan. Penurunan ketahanan korosi secara signifikan mulai terjadi pada spesimen R- 2.

Super Duplex Stainless Steel (SDSS) is a material that is formed by a unique combination of ferrite and austenite microstructure that ideally has the same large volume fraction that offers an interesting combination of mechanical properties and corrosion resistance. TIG Welding or GTAW is the most common type of welding used in DSS and SDSS materials in various industries. Rapid heating and cooling cycles in the welding process can interfere with the alfa / gamma phase balance.
Many studies have been carried out related to changes in microstructure due to the welding process in SDSS materials which have an impact on mechanical properties and corrosion resistance. However, the studies and references in repeated welding cycles of SDSS materials are infrequently. In fact, because of the difficulty in obtaining quality welds of SDSS material, repaired welding is often carried out.
In this study, the specimens were evaluated to simulate repeated welding cycles consist of the original weld (OW), Repair- 1 (R1), Repair- 2 (R2) and Repair- 3 (R3). The microstructural evolutions were observed through optical electron microscope, intermetallic phases were examined by SEM EDS. Meanwhile, pitting corrosion resistance were investigated by means of gravimetric corrosion test, electrochemical potentio- dynamic polarization and potentio- static critical pitting temperature (CPT).
The result show that the nitride, carbides and oxide precipitates starts appear in R- 2 and R- 3 welding cycles heat- affected zone. Based on gravimetric corrosion test, potentiodynamic polarization test and CPT test show that the pitting corrosion resistance decreased significantly in repair 2 and repair 3 specimens. The more repetitions in the welding process will reduce pitting corrosion resistance. The significant reduction of corrosion resistance started in R-2 specimens.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antony Salim
"Spesimen Al-5Zn-0,5Cu-xLa dan Al-5Zn-1Cu-xLa (x = 0,1; 0,3; 0,5 wt%) dibuat melalui proses pengecoran sebagai spesimen kandidat anoda korban tegangan rendah. Ternary alloy Al-5Zn-0,5Cu dan Al-5Zn-1Cu yang digunakan sebagai master alloy diperiksa komposisi kimianya dengan menggunakan Optical Emission Spectroscopy (OES). Struktur mikro spesimen dianalisis dengan melakukan pengujian Optical Microscopy (OM), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), dan Electron Probe Microanalysis (EPMA). Properti elektrokimia dan perilaku korosi spesimen dianalisis dengan melakukan pengujian Open Circuit Potential (OCP), Cyclic Potentiodynamic Polarization (CPP), dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). OES menunjukkan bahwa komposisi kimia ternary alloy layak untuk digunakan sebagai master alloy dalam pembuatan spesimen. Penambahan tembaga dan lantanum menyebabkan menurunnya nilai SDAS sehingga diduga tembaga dan lantanum memiliki efek penghalusan butir dengan nilai SDAS terendah ditemukan pada Al-5Zn-1Cu-0,5La sebesar 27,8205 μm. Berdasarkan hasil EDS dan EPMA, diprediksi fasa yang terbentuk pada matriks aluminium adalah α-Al dan η-Zn, sedangkan pada presipitat adalah La3Zn22, Al2LaZn2, dan α-Cu. Nilai OCP tertinggi ditemukan pada Al-5Zn-0,5Cu-0,5La yaitu sebesar -1.014,2 mV. Penambahan lantanum menyebabkan penurunan drastis pada laju korosi. Laju korosi terbesar ditemukan pada Al-5Zn-1Cu-0,1La yaitu sebesar 0,05697 mm/tahun dan laju korosi terkecil ditemukan pada Al-5Zn-0,5Cu-0,5La yaitu sebesar 0,0025 mm/tahun. Penambahan lantanum menyebabkan lapisan pasif pada permukaan spesimen menjadi lebih rapat dan tebal sehingga meningkatkan nilai resistansi transfer ion terhadap lingkungannya. Kemudian, dibutuhkan waktu yang lama untuk logam paduan direndam di dalam larutan elektrolit untuk menimbulkan produk korosi yang memecah lapisan pasif dan menurunkan nilai resistansinya. Penambahan lantanum pada paduan Al-Zn-Cu menyebabkan paduan dinilai tidak cocok digunakan sebagai anoda korban karena meningkatkan resistansi transfer ion pada lapisan pasif sehingga menyebabkan resistansi korosi. Sehingga, diperlukan uji efisiensi untuk memastikan apakah spesimen memiliki efisiensi yang mumpuni untuk digunakan sebagai anoda korban.

Specimen Al-5Zn-0.5Cu-xLa and Al-5Zn-1Cu-xLa (x = 0.1; 0.3; 0.5 wt%) were made by casting process as candidate for low voltage sacrificial anode. Ternary alloy Al-5Zn-0.5Cu and Al-5Zn-1Cu which were used as master alloy were checked by Optical Emission Spectroscopy (OES) to ensure they achieve the desirable chemical composition. The microstructure of the specimens was analyzed by conducting Optical Microscopy (OM), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), and Electron Probe Microanalysis (EPMA). Electrochemical properties and corrosion behavior of the specimens were checked by conducting Open Circuit Potential (OCP), Cyclic Potentiodynamic Polarization (CPP), and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). OES showed that the chemical composition of ternary alloy was sufficient to be used for casting specimens. The copper and lantanum addition cause SDAS value to be lower hence it was assumed that copper and lantanum have grain refinement effect. The lowest SDAS was found at Al-5Zn-1Cu-0.5La which is 27.8205 μm. According to EDS and EPMA, it was predicted that the phase at aluminium matrix is α-Al and η-Zn. Meanwhile, the predicted phase at precipitate is La3Zn22, Al2LaZn2, and α-Cu. The highest OCP was found in Al-5Zn-0.5Cu-0.5La, which is -1014.2 mV. The lantanum addition causes the massive drop in corrosion rate. The highest corrosion rate is 0.05697 mm/year at Al-5Zn-1Cu-0.1La. Meanwhile, the lowest corrosion rate is 0.0025 mm/year at Al-5Zn-0.5Cu-0.5La. The presence of lantanum causes the passive layer on the surface to be thicker hence enhancing the charge transfer resistance value. Furthermore, longer time of immersion in electrolyte solution is needed to breakdown the passive layer and lower the resistance value. The lantanum addition in Al-Zn-Cu alloy is considered to be insufficient to be used as low voltage sacrificial anode as it increases the charge transfer resistance at the passive layer hence enhancing the corrosion resistance. Therefore, efficiency testing is needed to ensure the efficiency value of specimen as sacrificial anode."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antony Salim
"Spesimen Al-5Zn-0,5Cu-xLa dan Al-5Zn-1Cu-xLa (x = 0,1; 0,3; 0,5 wt%) dibuat melalui proses pengecoran sebagai spesimen kandidat anoda korban tegangan rendah. Ternary alloy Al-5Zn-0,5Cu dan Al-5Zn-1Cu yang digunakan sebagai master alloy diperiksa komposisi kimianya dengan menggunakan Optical Emission Spectroscopy (OES). Struktur mikro spesimen dianalisis dengan melakukan pengujian Optical Microscopy (OM), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), dan Electron Probe Microanalysis (EPMA). Properti elektrokimia dan perilaku korosi spesimen dianalisis dengan melakukan pengujian Open Circuit Potential (OCP), Cyclic Potentiodynamic Polarization (CPP), dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). OES menunjukkan bahwa komposisi kimia ternary alloy layak untuk digunakan sebagai master alloy dalam pembuatan spesimen. Penambahan tembaga dan lantanum menyebabkan menurunnya nilai SDAS sehingga diduga tembaga dan lantanum memiliki efek penghalusan butir dengan nilai SDAS terendah ditemukan pada Al-5Zn-1Cu-0,5La sebesar 27,8205 μm. Berdasarkan hasil EDS dan EPMA, diprediksi fasa yang terbentuk pada matriks aluminium adalah α-Al dan η-Zn, sedangkan pada presipitat adalah La3Zn22, Al2LaZn2, dan α-Cu. Nilai OCP tertinggi ditemukan pada Al-5Zn-0,5Cu-0,5La yaitu sebesar -1.014,2 mV. Penambahan lantanum menyebabkan penurunan drastis pada laju korosi. Laju korosi terbesar ditemukan pada Al-5Zn-1Cu-0,1La yaitu sebesar 0,05697 mm/tahun dan laju korosi terkecil ditemukan pada Al-5Zn-0,5Cu-0,5La yaitu sebesar 0,0025 mm/tahun. Penambahan lantanum menyebabkan lapisan pasif pada permukaan spesimen menjadi lebih rapat dan tebal sehingga meningkatkan nilai resistansi transfer ion terhadap lingkungannya. Kemudian, dibutuhkan waktu yang lama untuk logam paduan direndam di dalam larutan elektrolit untuk menimbulkan produk korosi yang memecah lapisan pasif dan menurunkan nilai resistansinya. Penambahan lantanum pada paduan Al-Zn-Cu menyebabkan paduan dinilai tidak cocok digunakan sebagai anoda korban karena meningkatkan resistansi transfer ion pada lapisan pasif sehingga menyebabkan resistansi korosi. Sehingga, diperlukan uji efisiensi untuk memastikan apakah spesimen memiliki efisiensi yang mumpuni untuk digunakan sebagai anoda korban.

Specimen Al-5Zn-0.5Cu-xLa and Al-5Zn-1Cu-xLa (x = 0.1; 0.3; 0.5 wt%) were made by casting process as candidate for low voltage sacrificial anode. Ternary alloy Al-5Zn-0.5Cu and Al-5Zn-1Cu which were used as master alloy were checked by Optical Emission Spectroscopy (OES) to ensure they achieve the desirable chemical composition. The microstructure of the specimens was analyzed by conducting Optical Microscopy (OM), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), and Electron Probe Microanalysis (EPMA). Electrochemical properties and corrosion behavior of the specimens were checked by conducting Open Circuit Potential (OCP), Cyclic Potentiodynamic Polarization (CPP), and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). OES showed that the chemical composition of ternary alloy was sufficient to be used for casting specimens. The copper and lantanum addition cause SDAS value to be lower hence it was assumed that copper and lantanum have grain refinement effect. The lowest SDAS was found at Al-5Zn-1Cu-0.5La which is 27.8205 μm. According to EDS and EPMA, it was predicted that the phase at aluminium matrix is α-Al and η-Zn. Meanwhile, the predicted phase at precipitate is La3Zn22, Al2LaZn2, and α-Cu. The highest OCP was found in Al-5Zn-0.5Cu-0.5La, which is -1014.2 mV. The lantanum addition causes the massive drop in corrosion rate. The highest corrosion rate is 0.05697 mm/year at Al-5Zn-1Cu-0.1La. Meanwhile, the lowest corrosion rate is 0.0025 mm/year at Al-5Zn-0.5Cu-0.5La. The presence of lantanum causes the passive layer on the surface to be thicker hence enhancing the charge transfer resistance value. Furthermore, longer time of immersion in electrolyte solution is needed to breakdown the passive layer and lower the resistance value. The lantanum addition in Al-Zn-Cu alloy is considered to be insufficient to be used as low voltage sacrificial anode as it increases the charge transfer resistance at the passive layer hence enhancing the corrosion resistance. Therefore, efficiency testing is needed to ensure the efficiency value of specimen as sacrificial anode."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septia Berliany Kristi
"Paduan Magnesium merupakan paduan yang biokompatibel sebagai material implant mampu luruh dikarenakan memiliki sifat biokompatibilitas yang sesuai dan sifat mekanik yang mirip dengan tulang manusia, namun untuk aplikasinya penting untuk mengatur laju degradasinya dikarenakan magnesium memiliki potensisal yang rendah sehingga laju korosi yang tinggi. Proses pencanaian dingin dengan variable jumlah pass serta perlakuan panas rekristalisasi pada suhu 250ºC selama 30 menit dilakukan untuk menginvestigasi pengaruh dari penghalusan butir terhadap sifat mekanik dan korosi magnesium murni. Penghalusan butir dengan butir awal sebesar 621.42 µm sampai 6.8 µm tercapai setelah pencanaian dingin dan perlakuan panas rekristalisasi. Penghalusan butir pada magnesium murni menunjukkan pengaruh signifikan pada sifat mekanik dan sifat korosi yang diamati dari uji tarik dan imersi. Laju degradasi yang rendah sebesar 0.4 mm/year didapatkan pada magnesium murni setelah proses pencanaian dan rekristalisasi, dihitung dari volume evolusi hydrogen serta massa magnesium yang hilang dihasilkan dari proses perendalam dalam larutan 0.9% NaCl pada suhu 37°C selama 7 hari.

Magnesium alloy is a suitable alloy as biodegrable because it has suitable biocompatibility and mechanical properties similar to human bone, but for its application it is important to control the degradation rate of magnesium alloy because it has a high corrosion rate. In the present study, pure magnesium alloy were processed by cold rolling with number of passes variable and annealing at 250ºC for 30 minutes to investigate the effect of grain refinement on mechanical properties and corrosion behavious of pure magnesium. Grain refinement from a starting size of 621.42 µm to 6.8 µm was achieved after cold rolling and recrystallization heat treatment. Grain refinement on pure magnesium showed a significant effect on the mechanical properties and corrosion behaviour observed from the tensile and immersion tests. The low degradation rate of 0.4 mm/year was found in pure magnesium after cold rolling and recrystallization, calculated from the volume of hydrogen evolution and the mass of magnesium lost from the immersion process in 0.9% NaCl solution at 37°C for 7 days."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library