Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ohoiwutun, Martinus Guntur
Depok: Rajawali Pers, 2023
342.09 OHO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adin Dahuri
"ABSTRAK
Gambaran mengenai efektivitas Dinas Pendapatan Daerah diperoleh dengan melihat keberhasilan Dinas Pendapatan Daerah dalam menghimpun dana yang tercermin dalam realisasi penerimaan serta proses penanganan pekerjaan yang berlangsung di dalam Dinas Pendapatan Daerah itu sendiri. Mengingat kendaraan bermotor merupakan obyek yang potensial maka pemekaran unsur pelaksana Wilayah, yang ditandai dengan dibentuknya Unit Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dilakukan untuk lebih mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari kendaraan bermotor. Di lain pihak, pelangsingan unsur staf dilakukan agar penanganan pekerjaan menjadi lebih sederhana. Karena volume pekerjaan memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat maka dilakukan penambahan jumlah pegawai. Tetapi karena penambahan jumlah pegawai tidak dapat dilakukan setiap saat maka diberiakukan prosedur kerja yang lebih menitikberatkan pada pemerataan beban kerja kepada seluruh Sub Dinas yang ada, sehingga penanganan pekerjaan dapat dilakukan dengan baik, Hal ini oerlu mendapat perhatian karena proses pelaksanaan pekerjaan berkaitan secara langsung dengan realisasi penerimaan yang berhasil dihimpun yang ditunjukkan oleh koefisien determinasi r2=0,96, yang berarti 95% realisasi penerimaan berasal dari pajak retribusi Daerah. Dengan memperhatikan pengaruh struktur orgadan nisasi, pegawai, prosedur kerja yang berlaku serta jumlah wajib pajak dan remribusi yang ditangani terhadap efektivitas Dinas Pendapatan Daerah tampak bahwa pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap usana untuk menghimpun dana yang sebesar-besarnya lebih menonjol daripada pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap proses penangenan pekerjaan di dalam Dinas Pendapatan Daerah itu sendiri. Dengan memperhatikan keadaan sebagaimana telah dikemukakan di atas maka agar tercipta Dinas Pendapamsn Daerah yang efektif, dalam artian mampu menghimpun dana yang sebesar-besarnya dengan proses penanganan pekerjaan yang baik maka perlu dilakukan pembenahan kondisi intern Dinas Pendaratan Daerah dengan memperhatikan kesesuaian proses pelaksanaan pekerjaan dengan prosedur kerja yang berlaku serta keseimbangan penambahan jumlah pegawai dengan peningkatan volume pekerjaan yang ditangani."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Ananda
"ABSTRAK
Pembentukan daerah otonomi khusus atau daerah yang bersifat istimewa, sekiranya perlu dimuat dan menjadi suatu landasan dalam menerjemahkan Pasal 18B ayat (1) UUD Tahun 1945. Aceh, Papua, Yogyakarta, dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mempresentasikan pola desentralisasi asimetrik, namun pengaturan mengenai pembentukan daerah khusus di Indonesia tidaklah pernah diatur secara eksplisit sepanjang sejarah terbitnya berbagai macam aturan mengenai Pemerintahan Daerah baik pada era setelah kemerdekaan hingga saat reformasi. Ide-ide pembentukan yang ditinjau dari negara lain seperti Hong Kong dan Basque, dapat dijadikan suatu pijakan untuk menelaah lebih lanjut terhadap norma yang seperti apa yang dapat membentuk suatu daerah khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan daerah khusus dan istimewa melalui landasan hukum pembentuknya dengan melakukan perbandingan terhadap beberapa daerah secara historis dan beberapa daerah di negara lain, serta memberikan pandangan terhadap kemungkinan atas dibentuknya daerah khusus yang baru. Penelitian hukum ini dilakukan dengan menggunakan kajian kepustakaan dan perundang-undangan yang kemudian dikaji secara sistematis dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti. Landasan hukum bagi terbentuknya Daerah Khusus dan Istimewa di Indonesia di dasarkan pada pengaturan mengenai Pemerintahan Daerah dalam UUD Tahun 1945, Undang Undang Pemerintahan Daerah sebagai pelaksana Konstitusi Indonesia, serta Undang Undang khusus dan istimewa yang dimiliki Daerah Khusus dan Istimewa di Indonesia. Aceh, Papua, DKI Jakarta, serta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan empat daerah desentralisasi asimetrik di Indonesia yang terbentuk melalui faktor religi-etno politik, sosial-buadaya dan sejarah hukumnya. Sedangkan Hong Kong dan Basque memiliki ciri yang hampir serupa denan daerah asimetrik di Indonesia menjadikan sejarah hukum sebagai faktor pembentukan desentralisasi asimetrik yang kemudian dikukuhkan dalam beberapa instrumen hukum. Dilihat secara teori dan peraturan undang-undang, pembentukan daerah khusus dan istimewa dapat terjadi. Pembentukan daerah khusus dan istimewa sebaiknya tidak diberikan sertamerta dikarenakan ancaman akan disintegrasi dan menambahnya beban anggaran negara dalam pengelolaan dana khusus, akan tetapi daerah tersebut dapat dijadikan ?kawasan khusus? berdasarkan Pasal 360 UU No. 23 Tahun 2014.

ABSTRACT
The establishment of special autonomous regions or special areas, should be made into a norm to interprate Article 18B paragraph (1) Constitution of 1945. Aceh, Papua, Yogyakarta and Jakarta has presented a pattern of asymmetric decentralization, but the arrangements regarding formation special areas in Indonesia is never explicitly regulated in the history of the publication of a wide variety of rules on good regional government in the era after independence until the reform. Ideas formation are reviewed from other countries such as Hong Kong and Basque, can be used as a sample model of asymmetric for further studying of the norm as to what may establish a special area. This study aims to determine the formation of a Spesial Autonomous Region and Special Area through its constituent legal basis to do a comparison of some areas historically and several regions in other countries, as well as provide insight into the possibility of the establishment of new specialized areas. Legal research was done by using study literature and legislation that then systematically studied and drawn conclusions in relation to the matter being investigated. The legal basis for the establishment of the Spesial Autonomous Region and Special Area in Indonesia is based on the setting of the Local Government in the 1945 Constitution, the Local Government Act as executor of the Indonesian Constitution, and the Law of spesial autonomous region and special area in Indonesia. Aceh, Papua, Jakarta and Yogyakarta Special Region is the fourth area of asymmetric decentralization in Indonesia formed through based ethno-religious of political, social-culture and legal history factor. While Hong Kong and Basque have almost identical characteristics with asymmetric regions in Indonesia made legal history as a factor in the formation of asymmetric decentralization which later confirmed in several legal instruments. Based on the theory and rule of law, the establishment of spesial autonomous region and special area can be made. The establishment of spesial autonomous region and special area should not be given because it built by legal-history factors, so the other area which had a special authorities can be used as a "special region" under Article 360 of Law No. 23, 2014.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afdal Faisal
"ABSTRAK
Di Indonesia, program pembangunan khususnya penanggulangan kemiskinan pada dasarnya merupakan upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual. Upaya ini dilaksanakan secara sistemis melalui kegiatan yang disebut Pelita, yang merupakan agenda formal pembangunan, disamping langkah non formal untuk mempercepat tercapainya tujuan pemerataan sebagaimana peran yang dijalankan program Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Pada dekade 1970-an, berdasarkan kondisi ketimpangan pemerataan yang ada, muncul kesadaran perlunya perbaikan dan perhatian khusus terhadap kondisi kemiskinan masyarakat, terutama menyangkut persepsi pemerintah dan swasta dalam menangani masalah kemiskinan. Implementasi konsepsi tersebut teraktualisasi dalam program IDT.
Secara konseptual, program IDT dapat dikatakan bukanlah program yang baru, bila dilihat dari program fungsional yang dilaksanakan oleh berbagai instansi, khususnya Departemen Sosial yang aksinya lebih menekankan pada visi pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan berbagai potensi pembangunan. Program ini menjadi fokus dan aktual manakala berbagai pihak diminta untuk memberikan perhatian khusus terhadap pelaksanaan dan metode pemberdayaan masyarakat miskin itu sendiri. Konsepsi ini telah mendorong subjek untuk melakukan penelitian Hubungan Persepsi Masyarakat Miskin Dengan Pengetahuan Penanggulangan Kemiskinan.
Penelitian ini bertujuan: (1) Melihat intensitas hubungan kausalitas persepsi masyarakat miskin dengan pengetahuan penanggulangan kemiskinan dan berupaya menarik kesimpulan hubungan yang bagaimanakah yang dapat menunjang program penangulangan kemiskinan (2) Melihat signifikansi hubungan kausalitas dimaksud, apabila dikontrol oleh sub variabel penelitian dengan cara "mengesampingkan" dan "mengaktifkan" beberapa variabel (3) Melihat signifikansi hubungan persepsi masyarakat dengan pengetahuan penanggulangan kemiskinan sebelum dan setelah dikontrol partisipasi masyarakat.
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru, Daerah Khusus lbukota Jakarta. Objek penelitian adalah warga masyarakat penerima IDT yang bermukim pada 7 (tujuh) Rukun Warga (RW), dari 90 Pokmas yang aria, melalui teknik penarikan sampel stratifikasi maka ditetapkan 50 Kepala Keluarga sebagai sampel dengan perbandingan untuk masing-masing strata (Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota) adalah 1:1:1:17. Pengurnpulan data primer diiakukan dengan kuesioner sedangkan data skunder diperoleh dari berbagai literatur umum, khusus dan dinas instansi terkait. Data yang telah dihimpun selanjutnya ditabulasi untuk dianalisis dengan formula product moment maupun korelasi parsial dengan varians test signifikansi.
Hasil analisis baik dengan teknik univariate, bivariate dan multivariate menunjukkan hasil yang cukup signifikan dengan hipotesis dan asumsi dasar, artinya seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan utama dan sampingan sangat berpengaruh dalam proses pembentukan persepsi penanggulangan kemiskinan, masyarakat miskin.
Dilihat dari intensitas nilai korelasi, baik bivariate dan multi variate menunjukkan nilai yang sangat signifikan yaitu rid = 0,7512 dan 18 responden atau 36 persen berada pada strata "sedang" bila dianalisis dengan tabel silang, untuk pesepsi dengan pengetahuan serta = 0,6429 untuk persepsi, pengetahuan dan partisipasi. Besarnya nilai r dan kecilnya nilai p merupakan indikasi hubungan yang signifikan, sebagaimana ditunjukkan oleh besarnya nilai F test daripada nilai kritik F pada tabel product moment. Artinya bahwa apabila terjadi peningkatan bobot satu diantara tiga variabel, maka akan memberikan dampak positif pada dua variabel lainnya.
Berdasarkan kenyataan diatas, maka dapat diinterpretasikan bahwa terdapat korelasi yang sangat menyakinkan Hubungan Persepsi Masyarakat Miskin dengan Pengetahuan Penanggulangan Kemiskinan baik "dengan" dan "tanpa" mengikutsertakan Partisipasi Masyarakat Miskin."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover