Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silitonga, Mariana
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T27154
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S6716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ronal Ridho`i
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu tujuan ideal dari perubahan tata guna lahan adalah pembangunan dan pemerataan wilayah. Tujuan tersebut diupayakan dalam program Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Gerbangkertosusila di Jawa Timur. Program tersebut seharusnya dapat mengembangkan wilayah-wilayah di sekitar Kota Metropolitan Surabaya. Kenyataannya, program ini belum mencapai tujuan dan banyak menimbulkan permasalahan bagi daerah terdampak program, salah satunya Sidoarjo. Tulisan ini dimaksud untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan dan dampak industrialisasi di Sidoarjo akibat implementasi program SWP Gerbangkertosusila. Dengan mengambil studi kasus SWP Gerbangkertosusila dan menggunakan metode penelitian sejarah (melalui pembacaan arsip, surat kabar, dan berbagai literatur), tulisan ini membuktikan bahwa SWP Gerbangkertosusila memang tidak memeratakan daerah sekitar Surabaya. Tulisan ini menunjukkan bahwa program tersebut malah membuka eksploitasi lahan di sekitar Kota Metropolitan Surabaya sebagai pusat perkembangan di Jawa Timur. Berdasarkan tulisan ini, pemangku kebijakan diharapkan mampu lebih menitikberatkan perencanaan penggunaan lahan bagi pembangunan wilayah Sidoarjo dan sekitarnya di masa yang akan datang.
Kalimantan: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2018
900 HAN 2:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Christi Pangesti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan flexploitation yang merupakan keadaan yang memaksa pekerja untuk tunduk saat tereksploitasi. Berbeda dengan eksploitasi biasa, flexploitation terjadi di kalangan pekerja dengan kondisi kerja yang flexible seperti pekerja lepas. Studi-studi sebelumnya mengkaji bagaimana pekerja seni turut melanggengkan serta menormalisasi kondisi rentan mereka. Namun, studi-studi sebelumnya belum secara khusus berfokus membahas perempuan pekerja seni. Masih minimnya pembahasan mengenai topik tersebut membuat peneliti berargumen bahwa perempuan pekerja seni mengalami kondisi kerentanan yang khas karena adanya kerugian atas lingkungan kerja yang buruk, diskriminasi gender, timpang dan adanya beban ganda. Penelitian ini menggunakan konsep flexploitation untuk membantu menjelaskan kerentanan yang terjadi pada perempuan pekerja seni visual. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perempuan pekerja seni terjebak dalam flexploitation. Flexploitation terhadap perempuan pekerja seni terlihat pada penerimaan terhadap kondisi eksploitasi dalam sistem kerja flexible dan menyebabkan normalisasi kerentanan. Kerentanan ini dinormalisasi berupa ketidakamanan pendapatan, jam kerja yang tidak menentu, kontrak kerja yang tidak mengikat, ketiadaan jaminan sosial, dan ketidakpastian jenjang karir. Kemungkinan flexploitation terjadi lebih besar pada perempuan pekerja seni visual karena perempuan dianggap tidak memiliki tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah dan perempuan dapat memiliki keleluasaan untuk dapat mengurus rumah tangga. ......This study aims to describe flexploitation which is a condition that forces workers to submit when exploited. In contrast to ordinary exploitation, flexploitation occurs among workers with flexible working conditions such as casual workers. Previous studies examined how arts workers helped perpetuate and normalize their vulnerable condition. However, previous studies have not specifically focused on women arts workers. The lack of discussion on this topic has led researchers to argue that women arts workers experience unique conditions of vulnerability due to the disadvantages of a bad working environment, gender discrimination, inequality and a double burden. This study uses the concept of flexploitation to help explain the vulnerability that occurs in female visual arts workers. The research findings show that women arts workers are trapped in flexploitation. Flexploitation of women arts workers can be seen in the acceptance of conditions of exploitation in a flexible work system and causes the normalization of vulnerabilities. This vulnerability is normalized in the form of income insecurity, erratic working hours, non-binding work contracts, lack of social security, and uncertain career paths. The possibility of flexploitation to occur is greater for women visual arts workers because women are considered not to have the main responsibility as breadwinners and women can have the freedom to be able to manage the household
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Firdaus
Abstrak :
Makalah ilmiah akhir ini membahas situasi kerja yang tidak ideal dalam praktik magang yang saya alami di Galeri Seni. Tidak naif untuk diungkapkan bahwa praktik magang di Galeri Seni telah memberikan saya pengalaman berharga, khususnya dalam Bidang Kurasi Karya Seni—misalnya mampu mengembangkan keterampilan menulis, melatih menginterpretasikan makna dalam suatu karya seni, dan mengasah kemampuan riset. Pendekatan apprenticeship menjadi basis sentral dalam menggambarkan posisi pemagang sebagai pendatang baru yang hendak melakukan pembelajaran dengan menjadi bagian dari Galeri Seni. Namun, berdasarkan temuan dan analisis yang dilakukan, praktik magang tidak hanya tertuju pada pemerolehan keuntungan dengan mengeksplorasi berbagai hal. Tanpa disadari, praktik magang juga berpotensi membawa pada fenomena eksploitasi sehingga menyudutkan pemagang pada situasi kerja yang tidak ideal—seperti ketidaksesuaian kesepakatan kerja, kontrol berlebihan, ketimpangan relasi, dan lain sebagainya. Pendekatan apprenticeship menjadi kerangka antropologis yang mampu memproyeksikan fenomena eksplorasi dan eksploitasi yang berkelindan dan mampu menjangkau lebih detail dalam melihat fenomena persimpangan serta ketegangan dalam praktik magang di Galeri Seni. ......This final scientific paper discusses the non-ideal working situation in the apprenticeship I experienced at the Art Gallery. It would not be naive to say that my apprenticeship at an art gallery has given me valuable experience, especially in the field of curating works of art—for example, being able to develop my writing skills, practice interpreting meaning in works of art, and hone my research skills. The “apprenticeship approach” is the central basis for describing the position of apprentices as newcomers who want to do learning by becoming part of the Art Gallery. However, based on the findings and analysis conducted, apprenticeship practices are not only aimed at gaining profits by exploring various things. Unknowingly, the practice of apprenticeship also has the potential to lead to the phenomenon of exploitation, thereby cornering apprentices in non-ideal work situations—such as discrepancies in work agreements, excessive control, unequal relations, and so on. The “apprenticeship approach” becomes an anthropological framework that is able to project the intertwined phenomena of exploration and exploitation and is able to reach in more detail in viewing the phenomena of intersection and tension in the practice of apprenticeship at the Art Gallery.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Medan: Koalisi Nasional Penghapusan ESKA, 2008
R 362.7 Ins
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pada tgl 21 Juli 2008 yang lalu Biro sumber daya manuia (SDM) Bappenas menyelenggarakan diskusi bertema"Eksploitasi Sumber Daua Alam kapan Dominasi Asing Berakhir?"...
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bediona Philipus
Abstrak :
Birokrasi dan kebijakan pemerintahan merupakan dua pranata masyarakat modern yang semakin rnendominasi kehidupan masyarakat di Indonesia. Keberadaan dan peran birokrasi pemerintahan berkembang sejalan dengan peran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Keberhasilan pembangunan ekonomi telah menempatkan birokrasi pada posisi yang dominan. Dominasi birokrasi pemerintahan terwujud dan terekspresi terutama dalam kebijakan yang dihasilkannya. Kebijakan merupakan instrumen yang digunakan secara luas dan intensif oleh birokrasi pemerintahan dalam melakukan pengaturan-pengaturan atas berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sifat pengaturanpengaturan tersebut bervariasi sesuai dengan visi, pandangan yang dianut, dan missi yang diemban oleh birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Bervariasinya bentuk dan sifat pengaturan-pengaturan yang dikeluarkan birokrasi melahirkan akibat dan risiko yang juga bervariasi pada masyarakat. Eratnya kaitan antara birokrasi dan kebijakan yang dihasilkannya memberikan inspirasi pada penelitian ini, bahwa kebijakan dapat dijadakan ?jendela? untuk memandang, mempelajari organisasi birokrasi. Kajian terhadap substansi dan proses kebijakan dapat mengungkapkan apa dan bagaimana kebudayaan birokrasi. Kebudayaan birokrasi dimaksudkan sebagai nilai, visi, pandangan dan persepsi yang melandasi praktik-praktik birokrasi, hubungan kekuasaan, kontrol dan kompetisi antara birokrasi dengan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Kebijakan pengelolaan Cendana di NTT merupakan suatu bentuk kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya hutan yang melahirkan dampak sosial ekonomi yang tidak menguntungkan kehidupan masyarakat lokal di Timor, dan dampak ekologis yang mengancam kelestarian Cendana Kebijakan pengelolaan Cendana menempatkan masyarakat lokal sekedar sebagai pekerja upahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Cendana Satu-satunya hak masyarakat lokal yang diakui adalah hak atas upah, danlatau bagi basil. Sebaliknya Birokrasi Pemerintahan Daerah NTT diberi kewenangan yang lugs, baik sebagai penguasa dan pemilik tunggal atas Cendana, maupun sebagai satu-satunya pengusaha dalam proses produksi dan distribusi Cendana. Kecenderungan ke arah monopoli pengelolaan Cendana dilatari oleh pertirnbangan ekonomi-politik dan sosial. Penempakan diri Pemda sebagai penguasa dan pengusaha tunggal dalam pengelolaan Cendana, di samping berakar pada sejarah pengelolaan cendana masa raja-raja Timor dan pemerintah kolonial Belanda, juga digerakkan oleh keinginan Birokrasi Pemda untuk mendapatkan sumber keuangan tetap bagi pembiayaan pembangunan daerah. Keterbatasan sumber dan potensi keuangan Birokrasi dalam membiayai pembangunan daerah pada satu sisi, dan besarnya pemasukan daerah yang bersumber dari Cendana pada sisi lain melahirkan keengganan birokrasi menanggalkan "priveleze" ekonomi politik atas Cendana. Ketidakpercayaan Birokrasi terhadap kemampuan masyarakat lokal mengembangkan pengelolaan Cendana secara lestari merupakan alasan lain mengapa Birokrasi tetap mempertahankan monopoli pengelolaan dan pemanfaatan Cendana. Model pengelolaan Cendana ini memberikan gambaran hipotetis tentang nilai-nilai yang melandasi praktik-praktik hubungan kekuasaan antara birokrasi pemerintah dan masyarakat, serta nisi, pandangan, dan persepsi Birokrat tentang masyarakat lokal, sumberdaya hutan (Cendana) dan hubungan antara masyarakat dengan sumberdaya hutan. Pertama, masih kuatnya pola hubungan "atasan dan bavvahan", atau "patron dan klien" antara birokrat dengan masyarakat. Birokrat cenderung memposisikan dirinya sebagai "atasan" atau "patron" yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan penuh pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat lokal ditempatkan dalam posisi sebagai "bawahan" atau "Klien", yang secara mullah dapat dikendalikan, dirnobilisasi, dan dimanfaatkan demi kepentingan birokrasi. Pola hubungan seperti seperti ini menggambarkan hubungan kekuasaan yang tidak berimbang antara birokrasi pemerintahan daerah dan masyarakat. Sentrainya kedudukan Birokrasi dalam proses pengambilan keputusan memberikan peluang kepada Birokrat melahirkan kebijakan pengelolaan Cendana yang menjawabi aspirasi dan kepentingan birokrat. Kontrol Birokrasi Pusat melalui mekanisme Peraturan Daerah tidak efektif. Terjadi semacam negosiasi implisit. Birokrasi Pusat membiarkan berlangsungnya praktik monopoli Cendana sebagai "politik jaian damai" untuk mengamankan sumber-sumber penerimaannya sendiri yang menyebar di daerah. Kedua, Kuatnya inkrementalisme dan konservatisme dalam birokrasi kebijakan pengelolaan Cendana. Hampir tidak terjadi perubahan kebijakan yang berarti dalam 40-an tahun sejarah kebijakan pengelolaan Cendana di NTT. Birokrat enggan untuk melakukan perubahan serta pambaruan terhadap kebijakan yang telah mapan secara ekonomi dan politik. Orientasi kepada kemapanan inilah yang ikut melemahkan keinginan Birokrat melakukan pembaruan kebijakan. Kondisi ini menjadi petunjuk tentang cenderung diabaikannya dampak serta implikasi ekologis, sosial dan ekonomis dari kebijakan pengelolaan Cendana, dan rendahnya komitanen birokrasi daerah terhadap konservasi dan pelestarian Cendana, serta kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal. Ketiga, Inkonsistensi Birokrasi dalam mengembangkan manajemen pengelolaan Cendana yang efisien dan lestari. Kepentingan Birokrasi menjadikan Cendana sebagai summer keuangan daerah masih berorientasi ke masa kini (terbatas pads ekstraksi Cendana slam) dan kurang berorientasi ke masa depan (menjadikan Cendana sebagai sumber penerimaan yang lestari). Inkonsistensi sikap Birokrasi dalam mengembangkan efisiensi pengelolaan Cendana terlihat dalam prioritas-prioritas yang dibuat Birokrasi. Birokrasi cenderung lebih mengutamakan eksploiitasi daripada konservasi. Kepentingan konservasi sering dikalahkan oleh kepentingan eksploitasi. Penetapan jatah tebang tahunan sering lebih mengacu kepada target penerimaan daerah (PAD) daripada mengacu kepada data basil inventarisasi Cendana. Demikianpun monopoli birokrasi dalam pengelolaan Cendana, meskipun berdampak disinsentif terhadap pengembangan Cendana secara lestari Birokrasi tetap enggan untuk meninggalkannya.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Rahma Utami
Abstrak :
Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan hal tersebut sebagai potensi pada sektor pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu penyumpang devisa negara di Indonesia karena baik jumlah wisatawan lokal maupun internasional yang berkunjung, terus mengalami peningkatan berdasarkan statistik. Namun, selain dampak positif terdapat efek negatif dari berkembangnya pariwisata Indonesia, yakni terjadinya fenomena yang disebut dengan Pariwisata Seks Anak (Child Sex Tourism). Child Sex Tourism adalah salah satu bentuk eksploitasi seksual komersial anak yang terja  di di daerah wisata. Meskipun peraturan nasional maupun internasional telah melindungi anak dari bahaya eksploitasi seksual, namun pada kenyatannya upaya perlindungan hukum maupun non-hukum belum mampu melindungi anak dari segala praktik kejahatan seksual. Penelitian ini akan menjawab beberapa permasalahan seputar; pertama, kajian pustaka child sex tourism; kedua, peristiwa child sex tourism di Indonesia; dan ketiga, upaya penegakan hukum child sex tourism. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan data sekunder, dengan didukung oleh data primer serta dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Selain menggunakan pendekatan konseptual dan perundang-undangan yang menjadi ciri penelitian hukum normatif, dilakukan pula pendekatan historis dan komparatif. Hasil dari penelitian ini ialah; pertama, pariwisata seks anak bukan merupakan suatu tindak pidana, melainkan turunan dari tindak pidana perlindungan anak, tindak pidana perdagangan orang dan pornografi; kedua, faktor penyebab terjadinya pariwisata seks anak antara lain factor keluarga, ekonomi, lemahnya penegakan hukum, adanya permintaan, dan digitalisasi perdagangan anak melalui sosial media yang memudahkan akses pariwisata seks anak; ketiga, upaya yang dapat ditingkatkan dalam upaya penegakan hukum pariwisata seks anak antara lain menempatkan ESKA dalam satu bab khusus yang menguraikan definisi dan bentuk-bentuk ESKA secara jelas. Kemudian mengoptimalkan kinerja aparat penegak hukum dengan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak yang berkepentingan. ......Indonesia as an archipelagic country makes this a potential in the tourism sector. Tourism is one of the contributors to foreign exchange in Indonesia because both the number of local and international tourists visiting continues to increase based on statistics. However, apart from the positive impacts, there are negative effects from the development of Indonesian tourism, namely the occurrence of a phenomenon called Child Sex Tourism. Child Sex Tourism is a form of commercial sexual exploitation of children that occurs in tourist areas. Although national and international regulations have protected children from the dangers of sexual exploitation, in reality, legal and non-legal protection measures have not been able to protect children from all sexual crimes. This research will answer several problems regarding; first, literature review on child sex tourism; second, the incident of child sex tourism in Indonesia; and third, efforts to enforce the law on child sex tourism. This research is a normative research that uses secondary data, supported by primary data and analyzed descriptively-qualitatively. In addition to using a conceptual approach and legislation that characterizes normative legal research, historical and comparative approaches are also carried out. The results of this research are; first, child sex tourism is not a crime, but a derivative of child protection crimes, trafficking in persons and pornography; second, the factors that cause child sex tourism include family factors, the economy, weak law enforcement, demand, and the digitization of child trafficking through social media that facilitates access to child sex tourism; third, efforts that can be improved in law enforcement and child sex efforts include placing CSEC in a special chapter that clearly outlines the definitions and forms of CSEC. Then optimize the performance of law enforcement officers by coordinating and collaborating with interested parties.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>