Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Appleton, Richard
London : Martin Dunitz, 1998
616.853 APP e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2009
616.853 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Priguna Sidharta, 1924-2003
Jakarta: Gaya Favorit Press, 1986
616.853 PRI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Raven Press, 1983
616.853 061 CRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mustamira Sofa Salsabila
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak pengetahuan mengenai aspek medis dan aspek sosial epilepsi dan persepsi akan stigma epilepsi terhadap pengungkapan diri terkait diagnosis epilepsi pada remaja dan dewasa awal dengan epilepsi. Pengetahuan mengenai aspek medis dan aspek sosial epilepsi diukur menggunakan Epilepsy Knowledge General-Profile kepada 87 Orang Dengan Epilepsi ODE , yang terdiri dari remaja 17-20 tahun berjumlah 42 partisipan dan dewasa awal 25-30 tahun berjumlah 45 partisipan. Persepsi akan stigma epilepsi diukur menggunakan Epilepsy Stigma Scale. Pengungkapan diri terkait diagnosis epilepsi diukur menggunakan Disclosure Management Scale. Hasil penelitian menemukan bahwa persepsi akan stigma epilepsi dan usia berdampak sebesar 54,8 terhadap pengungkapan diri terkait diagnosis epilepsi. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan mengenai epilepsi dan pengungkapan diri terkait diagnosis epilepsi.
ABSTRACT
This study learnt about the effect of medical and social aspects knowledge about epilepsy and perception of epilepsy stigma towards self disclosure related to the diagnosis of epilepsy in adolescents and early adults with epilepsy. Knowledge about medical and social aspects of epilepsy was measured using Epilepsy Knowledge General Profile to 87 people with epilepsy. They consist of 42 adolescents 17 20 years and 45 early adults 25 30 years . Perception of epilepsy stigma was measured using Epilepsy Stigma Scale. Self disclosure related to the diagnosis of epilepsy was measured using Disclosure Management Scale. This study found that perception of epilepsy stigma and age had an impact as much as 54.8 toward self disclosure related to diagnosis of epilepsy. There was no relation between the knowledge of epilepsy and self disclosure related to the diagnosis of epilepsy.
2016
T47360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freeman, John M.
Baltimore: The Johns Hopkins University Press , 1997
618.92 FRE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia , 2016
618.92 EPI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oxley, Jolyon
London: Faber and Faber, 1991
R 616 853 OXL e
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Tetti Agustin
Abstrak :
Pendahuluan: Prevalensi psikosis pada epilepsi (PPE) 15 kali lebih tinggi dibandingkan psikosis pada populasi umum. Gambaran klinis PPE berupa halusinasi dan waham yang dominan dengan hendaya. Faktor risiko PPE antara lain onset dini epilepsi, epilepsi yang tidak terkontrol, riwayat status epileptikus, fokus epileptogenik di temporal kiri, sklerosis hipokampus, dan riwayat psikosis dalam keluarga. PPE sendiri sering dihubungkan dengan gangguan fungsi psikososial dan kesejahteraan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian PPE pada epilepsi fokal, gambaran klinis serta faktor-faktor yang berkaitan. Metode: Studi ini bersifat deskriptif dengan metode potong lintang pada pasien epilepsi fokal di Poliklinik Neurologi RSCM. Subjek yang bersedia ikut serta dalam penelitian kemudian dilakukan wawancara menggunakan MINI-ICD 10 bagian psikotik untuk menapis gejala psikotik dan dilakukan konfirmasi hasil dengan dokter spesialis kesehatan jiwa untuk mendiagnosis PPE. Hasil: Jumlah subjek yang didapatkan sebanyak 34 subjek. Dari MINI ICD-10 bagian psikotik, terdapat 10 subjek mengalami gejala psikotik dan hendaya dialami 2 subjek. Angka kejadian PPE didapatkan sebesar 5,9%. Gambaran klinis psikosis berupa halusinasi (auditori dan visual), waham (paranoid dan bizzare), dan hendaya. Kedua subjek PPE memiliki jenis kelamin perempuan, awitan epilepsi usia muda, durasi epilepsi ke psikosis selama 6 dan 23 tahun, frekuensi kejang yang belum terkontrol, riwayat status epileptikus, memiliki sindrom epilepsi lobus temporal dan sklerosis hipokampus dengan lateralisasi fokus bilateral dan kiri serta keduanya menggunakan politerapi. Kesimpulan: Angka kejadian PPE pada epilepsi fokal sebesar 5,9% dengan waham yang muncul berupa waham paranoid dan bizzare. Halusinasi yang muncul adalah halusinasi visual dan auditorik. Penelitian ini tidak dapat mencari faktor resiko yang berhubungan dengan PPE. ......Background: The prevalence of psychosis in epilepsy (PPE) is 15 times higher than general population. The clinical features of PPE are hallucinations and dominant delusions with disability. Risk factors for PPE include early onset of epilepsy, uncontrolled epilepsy, history of status epilepticus, left temporal epileptogenic focus, hippocampal sclerosis, and family history of psychosis. PPE often associated with impaired psychosocial functioning and patient well-being. This study aims to determine the incidence clinical features and related factors of PPE in focal epilepsy. Method: This study is a descriptive cross-sectional in patients with focal epilepsy at the RSCM Neurology outpatient clinic. Subjects are focal epilepsy patient who willing to participate then interviewed using the MINI-ICD 10 psychotic section to screen for psychotic symptoms. Results are confirmed by psychiatrist to diagnose PPE. Results: The number of subjects obtained was 34 subjects. From the psychotic section of the MINI ICD-10, there were 10 people who experienced psychotic symptoms and 2 subjects experienced disability. The prevalence of PPE was 5.9%, with clinical features of psychosis are hallucinations (auditory and visual) and delusions (paranoid and bizzare). Both PPE subjects had female gender, young onset of epilepsy, duration of epilepsy to psychosis for 6 and 23 years, uncontrolled seizure frequency, history of status epilepticus, temporal lobe epilepsy syndrome and hippocampal sclerosis with focal lateralization to bilateral and left as well as use of polytherapy. Conclusion: The incidence of PPE was 5.9% with delusions in the form of paranoid and bizzare. The hallucinations that manifest are visual and auditory hallucinations. This study was unable to look for risk factors associated with PPE.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi
Abstrak :
Sebagian anak epilepsi akan mengalami epilepsi intractabledengan berbagai dampak jangka pendek dan panjang yang dapat menyertainya. Salah satu pilihan terapi epilepsi intractableadalah pemberian obat antiepilepsi (OAE) lini II, namun tidak semua pasien mendapatkan luaran positif berupa terkontrolnya kejang. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang menilai faktor-faktor prediktor terkontrolnya kejang pada anak dengan epilepsi intractable. Penelitian ini bertujuan untuk menilai luaran klinis serta faktor prediktor terkontrolnya kejang pada anak dengan epilepsi intractableyang mendapatkan OAE lini II. Penilitian ini merupakan penelitian kasus-kontrol dengan menggunakan data retrospektif. Sebanyak 60 pasien anak epilepsi intractable yang terkontrol OAE lini II selama enam bulan (kelompok kasus) dibandingkan dengan 60 pasien yang tidak terkontrol (kelompok kontrol) yang telah dilakukan matchingterhadap usia. Sebanyak 29% dari seluruh anak epilepsi mengalami epilepsi intractabledan hanya 43% di antaranya yang terkontrol dengan OAE lini II. Ada empat faktor prediktor yang dinilai yaitu tipe kejang, frekuensi kejang, perkembangan motorik kasar, serta gambaran electroencephalogram(EEG) awal. Hanya gambaran EEG awal yang memberikan hasil signifikan sebagai prediktor terkontrolnya kejang dalam analisis bivariat dan multivariat dengan nilai rasio odds(OR) 4,28 (95% interval kepercayaan=1,48-12,41) dan p=0,007. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa gambaran EEG awal yang normal merupakan faktor prediktor positif terhadap terkontrolnya kejang pada pasien anak dengan epilepsi intractable. ......Children with epilepsy might have short- and long-term complications if they progress into intractable epilepsy. Seizure remission in intractable epilepsy are sometimes not achieved even after administering second line anti-epileptic drugs (AED). To this day, there were no studies that evaluate the predicting factors of seizure control in children with intractable epilepsy. This research aimed to evaluate the clinical outcomes and predictors factor of seizure control in children with intractable epilepsy who received second line AED. This research is a case-control study with retrospective data. Sixty children with intractable epilepsy patients who had controlled seizure with second line AED for six months (case group) compared with sixty patients who had uncontrolled seizure (control group) with age-matched selection. There were four factors analyzed include type of seizure, frequency of seizure, gross motoric development, and initial electroencephalogram (EEG) feature. Initial EEG feature had significant result in bivariate and multivariate analysis with odd ratio (OR) 4,28 (95% confident interval 1,48-12,41) and p value 0,007. We can conclude that normal initial EEG feature is a positive predicting factor of seizure control in children with intractable epilepsy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>