Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Rudiatin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas bentuk-bentuk dan fungsi jaringan sosial yang terwujud sebagai akibat kompetisi dalam mendapatkan sumber daya, yang berada dalam rangkaian kegiatan usaha nasional, berdasarkan suatu penelitian pada masyarakat nelayan di kampung nelayan Muara Angke, Pantai Utara Jakarta. Penelitian terhadap bentuk dan jaringan sosial nelayan ini menggunakan pendekatan jaringan sosial, yang merupakan pengembangan dari pendekatan struktur. Pendekatan struktur dalam menjelaskan proses perubahan sosial, memandang perubahan masyarakat dengan mengamati perubahan struktur di dalamnya. Pendekatan jaringan sosial memandang struktur dalam masyarakat adalah jaringan social itu sendiri, sehingga dengan menguraikan hubungan-hubungan yang berlangsung di dalamnya, seorang peneliti dapat menganalisa dan menggambarkan suatu proses sosial. Oleh karena itu model jaringan mengarah pada penjelasan proses tidak hanya bentuk.
Pembentukan berbagai jaringan sosial nelayan, merupakan upaya mendapatkan akses ke sumber daya dalam kerangka strategi untuk dapat bertahan hidup di kota. Jaringan sosial yang sudah terbentuk tersebut pun perlu dipertahankan, dengan maksud agar tetap berada dalam suatu jaringan usaha perikanan, karena sekali keluar belum tentu bisa lebih baik lagi atau bahkan dapat masuk lagi dalam usaha perikanan yang berkompetisi tinggi tersebut. Selain itu jaringan sosial juga difungsikan atau digunakan sebagai alat memfleksibelkan kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan.
Jaringan sosial yang dibentuk oleh nelayan, merupakan perilaku ekonomi mereka berdasarkan seleksi terhadap kebudayaan mereka, yaitu mempertahankan hubungan koperatif dengan nilainilai kesetiaan dan kepercayaan di dalamnya. Nilai inilah kelak melanggengkan hubungan-hubungan mereka, sehingga jaringan sosial. nelayan bersifat relatif stabil dan menetap. Dengan demikian kestabilan jaringan sosial nelayan tersebut merupakan refleksi dari kelanggengan hubungan nelayan dan pedagang yang umum ditemukan pada masyarakat nelayan manapun di dunia. Hubungan tersebut langgeng, disebabkan pinjaman--pinjaman jangka panjang. Walaupun relatif stabil, eksistensi suatu jaringan masih bergantung pada seorang patron atau perantara yang dapat mendekatkan jaringan kepada sumber daya. Seorang patron di sini harus memiliki akses besar terhadap sumber daya tersebut. Pada umumnya yang bertindak sebagai patron atau perantara adalah pedagang atau pengusaha besar.
Pembentukan jaringan sosial nelayan banyak dilandaskan pada hubungan kekerabatan,. dimana dasar kekerabatan dalam hubungan nelayan merupakan suatu proses enkulturasi. Hubungan kekerabatan tersebut dijadikan sumber manfaat atau mata pencaharian, sehingga untuk menjamin hari depan mereka dilakukan melalui jaringan kekerabatan.
Dari penelitian terhadap jaringan sosial nelayan ini ditemukan pula bahwa, nelayan di Muara Angke tidak terpaku dalam lingkungan kemiskinan yang identik dengan dirinya, karena bertahan dalam suatu jaringan merupakan usaha nelayan untuk memperoleh peluang atau kesempatan, agar dapat keluar dari kemiskinan atau bertahan hidup. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa, begitu banyaknya faktor-faktor sosial-ekonomi bahkan budaya yang saling berkaitan dalam hubungan-hubungan nelayan, terutama hubungannya dengan pedagang, sehingga untuk mematahkan hubungan ketergantungan tersebut kehadiran pranata formal belumlah merupakan pemecahannya."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sutedja-Liem
"In the Dutch colonial literature of the mid nineteenth century, the njai (Asian
concubine) is the symbol of degeneration and of undermining colonial society in
the Dutch Indies. Opposed to this portrayal, in Malay literature the image of the
njai is on the whole positive: she is faithful and loyal to her partner, intelligent,
and economical. However, she easily falls victim to external powers, which is
often the masculine power of the society she belongs to. In many Malay texts
she is represented as ready to fight back, primarily for the sake of the future of
her offspring(s) or herself. Sometimes she succumbs, sometimes she triumphs.
Examples can be found in texts like Tjerita Njai Dasima (1896), Tjerita Nji Paina
(1900), Seitang Koening (1906), Hikajat Raden Adjeng Badaroesmi (1901-1903), Tjerita
Njai Isah (1904), and Boenga roos dari Tjikembang (1927). These texts represent a
re-evaluation of the njai and stand in opposition to nineteenth century Dutch
colonial literature"
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library