Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Betty Tiominar
"Kerangka kerja ekologi politik feminis bisa digunakan untuk melihat konstruksi ruang dan gender dalam suatu wilayah terkait penguasaan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pertanian dan hutan. Pada masyarakat yang memiliki pola ladang gilir balik, fungsi dan pemanfaatan ruang sumber daya pertaniannya bisa berbeda pada waktu-waktu tertentu dan ini tidak mudah untuk digambarkan dalam kartografi karena itu perlu narasi untuk menjelaskannya. Berdasarkan aturan adat masyarakat Meratus, tidak ada perbedaan hak antara perempuan dan laki-laki terkait dengan penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan sumber daya pertanian dan hutan. Terkait pembagian peran dan kerja dalam keluarga dan masyarakat, posisi perempuan bisa berbeda. Di dalam keluarga, perempuan berperan untuk mengurus rumah dan anak, sementara untuk laki-laki adalah mencari nafkah. Di dalam kegiatan bersama di dalam balai adat, saat pelaksaan aruh, posisi perempuan dan laki-laki adalah sama. Mereka bekerja sama untuk mempersiapkan semua keperluan perlengkapan aruh dan sajian yang akan dimakan bersama-sama. Domestikasi peran perempuan dalam keluarga membuat perempuan sulit menjadi pemimpin atau menempati posisi penting dalam kelembagaan adat.
......The feminist political ecology framework can be used to look at the spatial and gender constructions in an area related to the control, use, and management of agricultural and forest resources. In a society that has a pattern of shifting cultivation, the function and spatial use of agricultural resources can be different at certain times and this is not easy to describe in cartography therefore it needs a narrative to explain it. Based on the customary rules or the adat law of the Meratus community, there is no difference in rights between women and men regarding the control, utilization, and management of agricultural and forest resources. Regarding the division of roles and work in the family and society, the position of women can be different. In the family, women have a role to take care of the house and children, while for men it is to earn a living. In joint activities in the traditional hall, during the implementation of aruh, the position of women and men is the same. They work together to prepare all the necessities of spirit equipment and dishes that will be eaten together. Domestication of women's roles in the family has made it difficult for women to become leaders or occupy important positions in customary institutions"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Els Tieneke Rieke Katmo
"Fokus penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana perempuan Kamoro beradaptasi terhadap perubahan lingkungan berdasarkan kajian terhadap pengalaman individu perempuan Kamoro dengan budayanya yang matriarkhal dalam interaksiya dengan kondisi ekologisnya yang rusak. Kerangka analisis yang dipakai adalah politik ekologi feminis. Metode penelitian ini adalah studi kasus feminis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan observasi.
Hasil analisis memberikan kesimpulan tiga hal yakni: pertama, perempuan Kamoro memiliki cara beradaptasi tertentu terhadap perubahan ekosistimnya. Cara beradaptasi itu mengacu pada gendered knowledge, gendered environmental rigths and responsibilities dan gendered environmental grass roots political activism. Kedua, cara pandang tentang dan memperlakukan alam dan perempuan sebagai objek telah mengganggu relasi dan peran laki-laki, perempuan, dan alam. Akibatnya adalah kerusakan ekologi dan ketidakberdayaan perempuan. Ketiga, relasi perempuan dan alam adalah sebuah relasi yang penting.
Penelitian ini menyarankan: pertama, pemerintah perlu kaji kembali paradigma pembangunan, pemerintahan yang demokratis dan transparansi sehingga memungkinkan kontrol masyarakat, dalam era otonomi ada bagi kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan. Kedua, PTFI perlu mempertimbangkan prinsip keadilan gender yang proposional dan berperspektif gender dalam program pemberdayaan masyarakat dan mengacu pada cara perempuan Kamoro melakukan adaptasi atas perubahan ekosistimnya. Ketiga, perempuan Kamoro berhenti melakukan internalisasi nilai sebagai pencari nafkah, mengkaji kembali bentuk-bentuk penindasan bagi perempuan Kamoro dalam budaya, untuk melahirkan kembali cara pandang baru tentang relasi perempuan, alam, dan laki-laki yang lebih harmonis, serta perempuan Kamoro membangun kekuatan kolektif yang independen dan mengembangkan jaringan dengan berbagai pihak.
......The focus of the research is to explain how Kamoro women adapt to the environmental changes based on a study on the individual daily life experiences of Kamoro women with their matriarchal culture in interaction with the damaged ecological condition. The research method used is a Feminist Political Ecology. The data are collected by conducting in-depth interview, involved supervision, and observation.
The result of the analysis suggests three conclusions. First, Kamoro women possess a certain method of condition to face the changes in the ecosystem. This method of adaptation refers to the gender knowledge, gendered environmental rights and responsibilities as well as gendered environmental grassroots political activism. Second, the view point on and the treatment toward nature and women as the subject have disrupted the relation and the role of men, women, and nature. It results in the damaged ecology and powerlessness in women. Third, relation between women and nature is an important relation.
The research proposes a number of suggestions: First, the government needs to review the paradigm of development, the democratic and transparent government, so that the community control can be carried out, and in the area of regional autonomy the local wisdom is considered in the management of environment. Second, PTFI needs to consider the principle of gender justice which is proportional and has gender perspective in the community development program and which refers to the method used by Kamoro women to adapt to the changes in the ecosystem. Third, Kamoro women cease to do the value internalization as a financial provider, review the kinds of oppression against Kamoro women in the area of culture, in order to relive a new viewpoint on a more harmonious relation among women, nature, and men, and Kamoro women should build an independent, collective power and develop their network with various parties."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24305
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
An Nisa Tri Astuti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses terbentuknya aktivisme perempuan tani dalam gerakan perlawanan petani lokal terhadap pembangunan pabrik semen dan eksploitasi karst di Pegunungan Karst Kendeng Utara, Jawa Tengah. Tulisan ini berargumen bahwa pengalaman lokal berbasis gender dalam bentuk pengetahuan untuk bertahan hidup dan pengelolaan sumber daya ekonomi dalam rumah tangga membentuk kepentingan berbasis gender yang berpengaruh pada terbentuknya kesadaran kritis mengenai krisis sosial-ekologi yang terjadi di Pegunungan Kendeng Utara. Kesadaran kritis tersebut berperan untuk mendorong perempuan terlibat dan mengartikulasikan kepentingannya melalui gerakan perlawanan. Untuk melihat permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan konsep Politik Ekologi Feminis untuk meninjau dimensi gender dalam gerakan perlawanan petani, dan bagaimana pengalaman lokal berbasis gender membentuk perspektif pengelolaan sumber daya alam yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Identitas organik tersebut dimobilisasi melalui simbol Ibu Bumi yang digunakan untuk melegitimasi gerakan perlawanan mereka. Untuk memahami bagaimana gerakan tolak semen memobilisasi simbol dan narasi untuk mengartikulasikan identitas dan kepentingan mereka, penelitian ini menggunakan pendekatan gerakan sosial baru GSB dan struktur kesempatan politik.

ABSTRACT
This study aims to explain the formation of peasant women activism in a collective resistance against the construction of cement factory and karst exploitation in North Kendeng Mountains, Central Java. This paper argues that the resistance is gendered and there are two factor that influences the process the form of local knowledge for survival and economic resource management that shapes critical awareness about socio ecological crisis in North Kendeng Mountains. These awareness encourages peasant women to be involved in and articulate their interests through the resistance movement. This research uses the concept of Feminist Political Ecology to understand the gendered response in social and ecological change, and how gendered local experiences shapes gender differentiated perspective in natural resource management. These organic identities are mobilized through feminine notion of Mother Earth which they uses to legitimise their resistance against environmental destruction. To understand how the movement mobilize symbol and narrative to articulate their identities and interests mdash rather than struggle over social and economic factor mdash this research uses New Social Movement NSM framework and political opportunity structure. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library