Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"Telah dilakukan penelitian mengenai efek antikandida in vitro dengan menggunakan ekstrak segar bawang putih baik jenis jantan umbi tunggal maupun jenis betina (umbi bergerombol). Bawang putih diperoleh secara acak dari beberapa pasar dan pasar swalayan. Pembuktian dilakukan dengan menggunakan metoda tabung pengenceran dan metode difusi "disc agar" untuk menetapkan kadar hambat minimal (Minimal Inhibitory Concentration = MIC) dan kadar bunuh minimal (Minimal Lethal Concentration = MLC ). Dengan metoda tabung pengenceran, MIC dan MLC bawang jantan pada inkubasi 370 C selama 24 jam berturut-turut adalah 0,98 mg/mL dan 3,91 mg/mL, sedangkan bawang putih betina : 0,245 mg/mL dan 31,25 mg/mL. Dengan metoda difusi "disc agar" hanya ditentukan MIC dengan adanya zona hambatan di sekitar kertas cakram (diameter 8 mm). Zona hambatan kedua jenis bawang mulai tampak jelas pada kadar 31,25 mg/mL sebesar 13,7 mm (bawang jantan) dan 12,6 mm (bawang betina). Secara statistik hasil tersebut tidak dapat dibandingkan dengan flukonazol sebagai kontrol.

Anticandidal effect study of freshly garlic extract both male type and female type of garlic has been carried out in vitro. The garlic was taken randomly from market and supermarket. By using the tube dilution method and the diffusion disc-agar method to asses Minimal Inhibitory Concentration (MIC) and Minimal Lethal Concentration ( MLC ). With tube dilution method, MIC and MLC of the male type of garlic extract is 0.98 mg/mL and 3.91 mg/mL respectively, while the female type of garlic extract is 0.245 mg/mL and 31.25 mg/mL respectively ( on 24 hour incubation at 370 C ). By using diffusion disc-agar method, the extract of garlic both male and female type of garlic as well has just shown inhibition zone around the paper disc ( 8 mm in diameter ) at 31.25 mg/mL concentration. The inhibition zone diameters are 13.7 mm for male type and 12.6 mm for female type of garlic. Statistically it is not possible to compare this result with fluconazole as a control drug.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Conny Riana Tjampakasari
"Ruang lingkup dan Metodologi : Penyebab utama kasus kandidosis adalah Candida albicans. Penanggulangan penyakit ini biasanya dikaitkan dengan pengobatan. Pada umumnya antimikotik yang sering digunakan untuk pengobatan adalah antimikotik golongan azol yaitu ketokonazol dan flukonazol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketokonazol dan flukonazol terhadap pertumbuhan Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Macrodilution/Tube Method. Pengujian terhadap ketokonazol dilakukan dengan konsentrasi antara 0,25 µg/ml sampai dengan konsentrasi terendah 128 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam dalam waktu pengamatan 24 dan 48 jam. Pengujian terhadap flukonazol dilakukan dengan konsentrasi antara 0,1 µg/ml sampai dengan konsentrasi 51,2 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam, 2 x 24 jam dan 3 x 24 jam, dalam waktu pengamatan 24 dan > 48 jam.
Hasil dan Kesimpulan : Ketokonazol berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan membunuh pada konsentrasi 32 µg/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam dan bersifat menghambat pertumbuhannya pada konsentrasi 8 ug/ml dengan waktu pemaparan 1 x 24 jam. Flukonazol berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans dengan membunuh pada konsentrasi 12,8 µg/ml dengan waktu pemaparan 2 x 24 jam dan konsentrasi 6,4 ug/ml dengan waktu pemaparan 3 x 24 jam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ketokonazol bersifat menghambat dan membunuh pertumbuhan Candida albicans dan flukonazol bersifat membunuh pertumbuhannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Reynalzi Yugo
"Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur Candida, dimana spesies yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Candida albicans. Saat ini insidens kandidiasis meningkat, terkait semakin luasnya penggunaan antibiotik spektrum luas dan semakin banyaknya infeksi HIV pada manusia. Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans terhadap antijamur flukonazol dan itrakonazol secara in vitro dari bahan klinik yang masuk ke Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI periode 2010-2011.
Uji kepekaan pada flukonazol menunjukkan dari 232 sampel Candida albicans didapatkan 226 sampel (97,42%) sensitif, tiga sampel (1,29%) SDD dan tiga sampel (1,29%) resisten. Sedangkan uji kepekaan terhadap itrakonazol menunjukkan dari 232 sampel tersebut, didapatkan 202 sampel (87,07%) sensitif, 20 sampel (8,62%) SDD, dan 10 sampel (4,31%) resisten. Berdasarkan uji kemaknaan statistik, didapatkan pola kepekaan Candida albicans terhadap obat antijamur flukonazol lebih baik dibandingkan itrakonazol secara in vitro.

Candidiasis is a fungal infection caused by Candida fungus, which species are most likely to cause infection is Candida albicans. Current increased incidence of candidiasis related to the wider use of broad-spectrum antibiotics and the increasing number of HIV infections in humans. The purpose of this study is to determine the susceptibility profile of antifungal sensitivity of Candida albicans to fluconazole and itraconazole in vitro of the clinical materials that were sent to the Mycology Laboratory of the Department of Parasitology Faculty of Medicine University of Indonesia 2010-2011 period.
Test showed sensitivity to fluconazole obtained 232 samples of Candida albicans of which 226 samples (97.42%) sensitive, three samples (1.29%) SDD and three samples (1.29%) were resistant. While testing showed sensitivity to itraconazole of 232 samples, of which 202 samples (87.07%) sensitive, 20 samples (8.62%) SDD, and 10 samples (4.31%) were resistant. Based on the statistical significance test, Candida albicans susceptibility profile to the antifungal drug fluconazole better than itraconazole in vitro."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeva Rosana
"Latar belakang. Kandidiasis orofaring adalah infeksi oportunistik ketiga terbanyak pada pasien HIV/AIDS di Indonesia. Penggunaan flukonazol yang luas sebagai pengobatan standar untuk kandidiasis orofarings, mengakibatkan terjadinya masalah resistensi. Untuk memahami mekanisme terjadinya resistensi C. albicans terhadap flukonazol diperlukan pemahaman mutasi genetik ERG11 dan overekspresi gen ERG11, CDR1, CDR2, dan MDR1, sebagai dasar pengembangan strategi kebijakan pengobatan.
Tujuan. Untuk mendapatkan peran mutasi gen ERG11 dan overekspresi gen ERG11, CDR1, CDR2, MDR1 dalam mekanisme resistensi C. albicans isolat pasien terinfeksi HIV di Jakarta terhadap flukonazol.
Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan cara deskriptif analitik untuk mendapatkan mekanisme pola genetik resistensi C. albicans isolat pasien terinfeksi HIV di Jakarta terhadap flukonazol. Penelitian dilakukan bulan Mei 2009 sampai dengan Maret 2013 di FKUI dan RSCM. Analisis mutasi gen ERG11 dilakukan dengan metode sekuensing. Analisis overekspresi gen CDR1, CDR2, MDR1, ERG11 dengan metode real time RT-PCR.
Hasil Penelitian. Didapatkan 17 isolat C. albicans yang resisten terhadap antijamur azol, dari 92 spesies C. albicans yang berhasil diisolasi dari 108 subjek sumber isolat pasien terinfeksi HIV di RSCM. Resistensi C. albicans (n = 92) terhadap flukonazol ditemukan sebanyak 13 %. Ditemukan 30 mutasi nukleotida gen ERG11 yang menyebabkan perubahan asam amino pada enam posisi yaitu D116E, S153E, I261V, E266D, V437I, V488I yang berada pada area hot spot yang dilaporkan oleh Marichal dkk., yaitu asam amino pada posisi 105-165, 266–287, dan 405–488. Pola substitusi asam amino kombinasi 1). D116E, D153E, E266D; 2). D116E, I261V, E266D, V437I; 3). E266D, V437I; 4). E266D, V488I berhubungan dengan resistensi C. albicans terhadap flukonazol. Substitusi asam amino I261V gen ERG11 yang ditemukan pada penelitian ini, masih mungkin berhubungan dengan resistensi flukonazol karena berada pada rantai b heliks yang diduga sebagai tempat terikatnya flukonazol. Selain itu, perubahan asam amino isoleusin (I) yang berukuran besar menjadi valin (V) yang berukuran kecil, diduga akan menghalangi masuknya flukonazol. Mekanisme overeskpresi lebih diperankan oleh overekspresi CDR2 pada isolat C. albicans multiresisten terhadap flukonazol dan overekspresi gen ERG11 pada isolat C. albicans resisten terhadap flukonazol tunggal. Kombinasi mutasi dan overekspresi ditemukan saling memengaruhi pada resistensi C. albicans terhadap flukonazol
Simpulan. Kombinasi substitusi asam amino yang ditemukan, berhubungan dengan resistensi C. albicans terhadap flukonazol. Struktur tiga dimensi substitusi asam amino I261V gen ERG11 yang ditemukan pada penelitian ini dan belum pernah dilaporkan, masih mungkin berhubungan dengan resistensi flukonazol. Overeskpresi gen CDR2 dan ERG11 berperan pada isolat C. albicans yang resisten terhadap flukonazol. Kombinasi mutasi gen ERG11 dan overekspresi CDR2 dan ERG11 berperan pada isolat C. albicans resisten terhadap flukonazol.

Background: Oropharyngeal candidiasis is the third opportunistic infection in HIV / AIDS patients in Indonesia. Extensive use of fluconazole as a standard treatment for candidiasis orofarings results in the emerging of resistance problem. Understanding the genetic mutations ERG11 and ERG11, CDR1, CDR2, and MDR1 gene overexpression are required to identify the mechanism of the resistance of C. albicans to fluconazole, as it can contribute to determining treatment policy.
Objective. To analyze the role of mutations in ERG11 gene and ERG11, CDR1, CDR2, MDR1 gene overexpression as a genetic mechanisms of C. albicans resistance to fluconazole isolated from HIV patients in Jakarta.
Method. This study is a cross-sectional study with descriptive analytical method to determine the genetic mechanisms of C. albicans resistance to fluconazole isolated from HIV patients in Jakarta. The study was conducted from May 2009 until March 2013. ERG11 gene mutation analysis was performed by sequencing methods, while over expression of ERG11, CDR1, CDR2, and MDR1 genes were analyzed by real-time RT-PCR method.
Results. In this study, 17 isolates out of 92 species of C. albicans isolated from 180 HIV patients in RSCM were found to be resistant to azole antifungal. Candida albicans (n ??= 92) resistant to fluconazole was found in 13 % isolates. Thirty (30) nucleotide mutations of ERG11 genes were observed that caused amino acid changes in six positions at D116E, S153E, I261V, E266D, V437I, V488I, which is located in the hot spot area reported by Marichal et al. at positions 105-165 , 266-287, and 405-488. Combinations of amino acid substitution pattern 1). D116E, D153E, E266D; 2). D116E, I261V, E266D, V437I; 3). E266D, V437I; 4). E266D, V488I are associated with resistance of C. albicans to fluconazole. Amino acid substitution at I261V due to ERG11 gene mutation identified in this study is probably associated with fluconazole resistance, since it is located at the ? helical chain as a binding site of fluconazole. Moreover, the subtitution of the large size isoleucine (I) amino acid to small size valine (V) hinders the entry of fluconazole. Resistant C. albicans isolates of HIV-infected patients in Jakarta was alleged mainly to be caused by CDR2 gene over expression, detected in all isolates of C. albicans multiresistant to fluconazole, and to ERG11 gene over expression that played a role in isolates of C. albicans resistant to single fluconazole. The combination of amino acid substitutions due to mutations in ERG11 gene and over expression of CDR2 and ERG11 can occur in C. albicans isolates resistant to fluconazole.
Conclusion. Combinations of amino acid substitution pattern in this study are associated with C. albicans resistance to fluconazole. Three-dimensional structure of the amino acid substitution I261V ERG11 genes was identified in this study, and is probably associated with fluconazole resistance. CDR2 and ERG11 genes over expression play a role in C. albicans resistant to fluconazole. The combination of mutations in ERG11 gene and over expression of CDR2 and ERG11 play a role in C. albicans isolates resistant to fluconazole.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Rozaliyani
"Ruang lingkup dan cara penelitian:
Sejak awal 90an frekwensi kandidosis sistemik meningkat tajam, mortalitasnya mencapai 40-60%. C. albicans masih menjadi penyebab terbanyak, meskipun dilaporkan terjadinya pergeseran profil infeksi oleh spesies lain. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi dan profil infeksi, faktor risiko yang diduga berperan, prevalensi resistensi dan profil sensitivitas resistensi Candida spp yang diisolasi dari darah neonatus dengan dugaan kandidemia terhadap flukonazol dan itrakonazol, serta hubungan antara clinical outcome dengan hasil uji resistensi. Hasil penelitian bermanfaat dalam menentukan panduan pencegahan dan penanganan infeksi. Penelitian ini bersifat cross sectional. Sampel penelitian adalah 68 isolat berbagai spesies Candida dan Trichosporon dan darah 52 neonatus dengan kondisi sepsislberpotensi sepsis di Sub-bagian Perinatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPNCM dan merupakan koleksi Bagian Parasitologi FKUI yang telah diidentifikasi. Uji resistensi dilakukan dengan metode Etest.
Hasil dan kesimpulan:
Prevalensi kandidemia pada neonatus dengan kondisi sepsislberpotensi sepsis dalam penelitian ini mencapai 62,96%. Profit infeksi memperlihatkan C. tropicalis sebagai penyebab terbanyak (48,5%), diikuti T. variabile (19,1%), C. guilliermondii (14,7%), C. albicans (11,8%), C. glabrata (4,4%) dan C. lusitaniae (1,5%). Faktor risiko pasti kandidemia belum dapat dijawab dalam penelitian ini. Faktor risiko yang diduga berperan antara lain kelahiran prematur dan/BBLR, penggunaan kateter intravenalinfus, antibiotik sistemik, underlying diseases, kemungkinan infeksi dari petugas kesehatan dan adanya sumber infeksi dari berbagai peralatan kesehatanlperalatan penunjang lain. Prevalensi resistensi terhadap flukonazol lebih rendah (3,8%) dibandingkan terhadap itrakonazol (9,6%). Secara in vitro sensitivitas Candida spp terhadap flukonazol lebih baik dibandingkan terhadap itrakonazol. Clinical outcome dart hasil pemeriksaan resistensi Candida spp. Tidak menunjukkan hubungan bermakna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan
"Pendahuluan: Kandidiasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur jenis Candida sp. Beberapa jenisnya adalah Candida albicans, spesies Candida sp. yang menjadi etiologi terbanyak kasus kandidiasis dan Candida krusei, spesies Candida sp. yang memiliki resistensi tertinggi terhadap flukonazol. Dewasa ini, kejadian kandidiasis semakin meningkat disebabkan tingginya insidens HIV dan semakin maraknya penggunaan antibiotika spektrum luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans dan Candida krusei terhadap antifungal flukonazol secara in vitro di Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional in vitro menggunakan data sekunder hasil uji kepekaan difusi cakram kultur Candida albicans dan Candida krusei yang didapat dari spesimen klinik yang masuk ke Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia periode 2013-2018. Setiap spesimen dimasukkan cakram antifungal flukonazol dan dilakukan interpretasi hasil kepekaan sesuai panduan dari CLSI yang terdiri atas sensitif, peka tergantung dosis, dan resisten. Hasil: Uji kepekaan Candida albicans terhadap flukonazol menunjukkan dari 1554 isolat Candida albicans didapatkan 1545 isolat (99,421%) sensitif, 4 isolat (0,257%) peka tergantung dosis, dan 5 isolat (0,322%) resisten. Sementara itu, uji kepekaan Candida krusei terhadap flukonazol menunjukkan dari 191 isolat Candida krusei, didapatkan 96 isolat (50,262%) sensitif, 4 isolat (2,094%) peka tergantung dosis, dan 91 isolat (4,31%) resisten. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pola kepekaan Candida albicans dan Candida krusei terhadap antijamur flukonazol secara in vitro (p <0,001). Kesimpulan: Candida krusei memiliki presentase resistensi terhadap flukonazol yang lebih tinggi dibandingkan Candida albicans.

Introduction: Candidiasis is an infectious disease caused by a fungus type Candida sp. Several types of them are Candida albicans, species of Candida sp. which became the most etiological cases of candidiasis and Candida krusei, species of Candida sp. which has the highest resistance to fluconazole. Nowadays, the incidence of candidiasis is increasing due to the high incidence of HIV and the increasingly widespread use of broad-spectrum antibiotics. The purpose of this study was to determine the pattern of sensitivity of Candida albicans and Candida krusei to antifungal fluconazole in vitro in Indonesia. Method: This study was an in vitro observational study using secondary data from the diffusion sensitivity test of Candida albicans and Candida krusei culture discs obtained from clinical specimens that entered the Laboratory of the Department of Parasitology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2013-2018. Each specimen was inserted fluconazole antifungal discs and interpreted the sensitivity results according to the guidelines of CLSI which consisted of sensitive, dose-dependent, and resistant. Result: Candida albicans sensitivity to fluconazole showed that from 1554 Candida albicans isolates of which 1545 isolates (99.421%) were sensitive, 4 isolates (0.257%) were susceptible dose dependent (SDD), and 5 isolates (0.322%) were resistant. Meanwhile, Candida krusei sensitivity to fluconazole showed that from 191 Candida krusei isolates of which 96 isolates (50.262%) were sensitive, 4 isolates (2.094%) were susceptible dose dependent (SDD), and 91 isolates (4.31%) were resistant. Statistical test results showed that there were significant differences between the sensitivity patterns of Candida albicans and Candida krusei to fluconazole antifungals in vitro (p <0.001). Conclusion: Candida krusei has a higher percentage of resistance to fluconazole than Candida albicans."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Zanira
"Kandidiasis oral merupakan infeksi pada lidah dan rongga mulut yang disebabkan oleh genus Candida, terutama Candida albicans. Terapi kandidiasis oral yang paling sering digunakan adalah agen antijamur seperti nistatin dan flukonazol. Namun, penggunaan agen antijamur seringkali digunakan dalam jangka panjang dan ekstensif yang dapat memicu peningkatan resistensi terhadap agen antijamur. Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt.) merupakan salah satu alternatif alami penghasil minyak atsiri yang memiliki aktivitas antikandida. Minyak atsiri pala memiliki aktivitas dalam menghambat pembentukan biofilm C. albicans, serta apabila dikombinasikan dengan flukonazol dapat menimbulkan efek sinergis dan meningkatkan aktivitas antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur minyak atsiri pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap infeksi jamur C. albicans pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) dengan kandidiasis oral, ditinjau dari pemeriksaan kultur dan perubahan nilai CT qPCR pada hari ke-14 setelah induksi kandidiasis oral, hari ke-1, 5, 10, dan 15 setelah terapi. Hasil pemeriksaan kultur menunjukkan m. fragrans oil 50% (P3), m. fragrans oil 100% (P4) serta kombinasi flukonazol 5 mg/kgBB dan m. fragrans oil 12,5% (P5) menunjukkan pola inhibisi pertumbuhan C. albicans yang sama dengan flukonazol 5 mg/kgBB (P1) pada hari ke-10 dan hari ke-15 setelah terapi. Hasil pemeriksaan qPCR menunjukkan m. fragrans oil 100% (P4) menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dibandingkan dengan flukonazol 5 mg/kgBB (P1) pada hari ke-5, hari ke-10, dan hari ke-15 setelah terapi, serta kombinasi flukonazol 5 mg/kgBB dan m. fragrans oil 12,5% (P5) menunjukkan peningkatan nilai Ct yang tinggi sejak hari ke-1 setelah terapi.

Oral candidiasis is an infection of tongue and oral cavity caused by the genus Candida, especially Candida albicans. The most commonly used therapy for oral candidiasis is antifungal agents such as nystatin and fluconazole. However, the use of antifungal agents is often used long term and extensively which can lead to increased resistance to antifungal agents. The nutmeg plant (Myristica fragrans Houtt.) is one of the natural alternatives for producing essential oils that have anticandida activity. Nutmeg essential oil has activity in inhibiting the formation of C. albicans biofilm, and when combined with fluconazole can have a synergistic effect and increase antifungal activity. This study aims to determine the antifungal activity of nutmeg essential oil (Myristica fragrans Houtt.) against C. albicans fungal infection in wistar strain male white rats (Rattus norvegicus) with oral candidiasis, in terms of culture examination and changes in CT qPCR values on day 14 after induction of oral candidiasis, day 1, 5, 10, and 15 after therapy. The results of the culture examination showed that m. fragrans oil 50% (P3), m. fragrans oil 100% (P4) and combination of fluconazole 5 mg/kgBB and m. fragrans oil 12.5% (P5) showed the same C. albicans growth inhibition pattern as fluconazole 5 mg/kgBB (P1) on day 10 and day 15 after therapy. The results of qPCR examination showed that m. fragrans oil 100% (P4) showed insignificant differences compared to fluconazole 5 mg/kgBB (P1) on day 5, day 10, and day 15 after therapy, and the combination of fluconazole 5 mg/kgBB and m. fragrans oil 12.5% (P5) showed a high increase in Ct value from day 1 after therapy."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library