Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novi Lestari
Abstrak :
Capsaicin topikal dengan konsentrasi tinggi (8%) efektif dalam pengobatan nyeri pada pasien Post-Herpetic Neuralgia (PHN) dan HIVAssociated Distal Sensory Polyneuropathy (HIV-DSP), namun penggunaan capsaicin ini masih menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan pada tempat aplikasi. Penelitian ini bertujuan memformulasikan dan mengkarakterisasi capsaicin transfersom konsentrasi tinggi pada sediaan gel serta melihat hasil uji histologinya pada jaringan kulit tikus putih jantan Sprague Dawley. Formula optimum transfersom dihasilkan oleh campuran fosfolipid (Phospholiphon 90G®) dan tween 80 rasio 80:20 dengan indeks polidispersitas 0,389±0,08, ukuran partikel 183,03±25,95 nm, potensial zeta -33,87±0,83 mV, dan efisiensi penjerapan 71,58+0,12 %. Formula terpilih transfersom dibentuk ke dalam suatu sediaan gel kemudian dibandingkan dengan gel non-transfersom untuk melihat penetrasinya ke dalam kulit melalui uji sel difusi Franz. Selanjutnya, dianalisa menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 281 nm. Berdasarkan uji sel difusi Franz, didapatkan jumlah kumulatif gel capsaicin transfersom sebesar 7572,19 ng/cm2 dan gel capsaicin non-transfersom sebesar 20326,66 ng/cm2. Nilai fluks Capsaicin transfersom adalah 329,12 ng.cm-2jam-1 and capsaicin non-transfersom adalah 760,08 ng.cm-2jam-1. Kemudian dilakukan studi histologi jaringan kulit menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dengan melihat ketebalan lapisan epidermis, dermis, dan jumlah sel radang per 100x100 μm2. Uji histologi menunjukkan bahwa capsaicin transfersom memberikan gambaran keadaan sel yang lebih baik dibandingkan capsaicin non transfersom. Dapat disimpulkan bahwa komposisi Phospholiphon 90G® dan tween 80 dengan rasio 80:20 menghasilkan formula optimum dari transfersom capsaicin konsentrasi tinggi. Gel capsaicin transfersom memiliki kemampuan penetrasi yang lebih lambat dibandingkan capsaicin non transfersom. Capsaicin yang dienkapsulasi dalam transfersom dapat mengurangi toksisitas capsaicin terhadap kulit. ......Topical capsaicin with high concentrations (8%) is effective in the treatment of pain in patients with Post-Herpetic Neuralgia (PHN) and HIVAssociated Distal Sensory Polyneuropathy (HIV-DSP), but the used of capsaicin causes unintended drug reactions at the site of application. This study aimed to formulate and characterize the transfersome with high concentration capsaicin in a gel dosage form and see its histology study on skin tissue of Sprague Dawley male white rats. The optimum transfersome formula used a mixture of phospholipid (Phospholiphon 90G®) and tween 80 (80:20) with polydispersity index 0,389±0,08, particle sized 183,03±25,95 nm, zeta potential -33,87±0,83 mV, and entrapment efficiency 71,58±0,12 %. The selected transfersome formula was formed into a gel, then compared with non-transfersome gel to see the penetration into the skin through the Franz diffusion cell test. Then analyzed using spectrophotometry UV-Vis method with a wavelength 281 nm. Based on the Franz diffusion cell test, the cumulative amount of capsaicin from transfersome gel was 7572,19 ng/cm2 and non-transfersome capsaicin gel was 20326,66 ng/cm2. Flux value for transfersome capsaicin was 329,12 ng.cm-2hour-1 and nontransfersome capsaicin was 760,08 ng.cm-2hour-1. Then a histology study of skin tissue was carried out using Hematoxylin-Eosin (HE) staining by looking at the thickness of the epidermal layer, dermis layer, and the amount of inflammatory cells per 100x100 μm2. Histology study showed that transfersome capsaicin gave a better condition of skin tissue than non-transfersome capsaicin. It could be concluded that the composition of Phospholiphon 90G® and tween 80 with a ratio of 80:20 resulted in the optimum formula of transfersome with high concentration capsaicin. Transfersome capsaicin gel has a slower penetration than nontransfersome capsaicin. Capsaicin encapsulated in transfersomes can reduce the toxicity of capsaicin to the skin.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whinanda Chalista
Abstrak :
Kafein merupakan senyawa alkaloid metilxantin yang tersebar luas penggunaannya dalam bidang kosmetik sebagai anti selulit. Kafein bersifat hidrofilik dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kafein sulit berpenetrasi ke dalam kulit yang sebagian besar tersusun oleh lipid. Pada penelitian ini, kafein dibuat dalam bentuk emulsi dan mikroemulsi tipe air dalam minyak yang kemudian dimasukkan ke dalam sediaan berbentuk stik dengan komponen penyusun yang bersifat lipofilik untuk mengatasi permasalahan penetrasi. Tujuan penelitian ini adalah memformulasikan stik yang mengandung zat aktif serbuk kafein stik kontrol, emulsi kafein stik emulsi, dan mikroemulsi kafein stik mikroemulsi serta membandingkan penetrasi diantara ketiganya. Uji penetrasi dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan membran kulit tikus betina galur Sprague-Dawley selama 12 jam. Berdasarkan hasil uji penetrasi, jumlah kumulatif kafein yang terpenetrasi dari stik kontrol, stik emulsi, dan stik mikroemulsi berturut-turut adalah 306,42 34,92 g/cm2, 927,75 57,38 g/cm2, dan 2408,68 81,65 g/cm2 dengan persentase sebesar 5,90 0,67, 12,76 0,78, dan 35,23 1,19. Selain itu, dilakukan uji stabilitas fisik dan kimia pada penyimpanan selama 8 minggu di suhu kamar 29±2°C, suhu dingin 4±2°C, dan suhu panas 40±2° C. Ketiga stik tidak stabil secara fisik dan kimia dengan parameter organoleptis, homogenitas, dan pengukuran kadar kafein setiap 2 minggu. ......Caffeine is a methylxanthin alkaloid compound that has been widely used in cosmetics products as anticellulite. Caffeine has a hydrophilic characteristics and it indicates that caffeine will be difficult to penetratre into the skin that is mostly composed by lipids. In this study, caffeine will be made in the form of water in oil emulsions and microemulsions then form into a sticks shaped with lipophilic constituent component to overcome the penetration problem. The aims of this study were to formulate sticks containing active substances of caffeine control sticks, caffeine emulsions emulsion sticks, and caffeine microemulsions microemulsion sticks and compare the penetration between them. The penetration test was performed using a Franz diffusion cell with a Sprague dawley rat skin for 12 hours. Based on results, the cumulative amount of caffeine from control sticks, emulsion sticks, and microemulsion sticks were 306.42 34.92 g cm2, 927.75 57.38 g cm2, and 2408.68 81.65 g cm2 respectively, with a percentage 5.90 0.67, 12.76 0.78, and 35.23 1.19. In addition, physical and chemical stability tests were performed for 8 weeks at room temperature 29±27deg;C, cold temperature 4±2°C, and hot temperature 40±2°C. The three sticks showed physical and chemical unstability with organoleptic, homogeneity, and measurement parameters of caffeine content every 2 weeks.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69720
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Iswandana
Abstrak :
Kurkumin telah banyak digunakan dan masih terus diteliti pada pemakaian topikal karena mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Pada dasarnya untuk mendapatkan efek yang optimal dari sediaan topikal, zat berkhasiat yang ada dapat terpenetrasi melalui lapisan kulit teratas. Oleh karena itu, dibuat tiga bentuk sediaan guna membandingkan perbedaan jumlah kurkumin yang terpenetrasi, yaitu krim, salep, dan gel. Daya penetrasinya diuji secara in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sprague-Dawley. Jumlah kumulatif kurkumin yang terpenetrasi dari sediaan salep, krim, dan gel secara berturut-turut adalah sebanyak 192,22 ± 2,25 μg/cm², 69,18 ± 2,79 μg/cm², dan 32,26 ± 4,63 μg/cm². Persentase jumlah kurkumin yang terpenetrasi dari sediaan salep, krim, dan gel secara berturut-turut adalah 0,53 ± 0,01%, 0,20 ± 0,01%, dan 0,09 ± 0,01%. Selain itu juga dilakukan uji stabilitas fisik melalui cycling test, uji mekanik dan pengamatan pada penyimpanan selama 8 minggu di suhu kamar, suhu hangat (40° ± 2°C), dan suhu dingin (4° ± 2°C). Ketiga sediaan menunjukkan kestabilan fisik dengan parameter kestabilan di ketiga suhu yaitu organoleptis, pH, diameter globul rata-rata, dan konsistensi. ......Curcumin has been used and still being researched in topical use because it has antioxidant and antiinflammation activities. Basically, to get the optimum effect from topical preparation, drug should be penetrated through top skin layer. Therefore, three kinds of preparation were made to measure the total cumulative penetration of curcumin, i.e. cream, ointment, and gel. Penetration ability through skin was examined by in vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin as membrane diffusion. Total cumulative penetration of curcumin from ointment, cream, and gel preparations measured were 192.22 ± 2.25 μg/cm², 69.18 ± 2.79 μg/cm², and 32.26 ± 4.63 μg/cm², respectively. The percentage of penetrated curcumin from ointment, cream and gel preparations were 0.53 ± 0.01%, 0.20 ± 0.01%, and 0.09 ± 0.01%, respectively. Besides that, it also done stability test including cycling test, mechanical test, and the storage for eight weeks at room temperature, warm temperature (40° ± 2°C), and cold temperature (4° ± 2°C). The three dosage forms showed physical stability w ith stability parameters in the three temperatures were organoleptic observation, pH, globule diameter, and consistency.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S32695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shaqila Maharani
Abstrak :
Kapsaisin (8-methyl-N-vanillyl-trans-6-nonenamide) merupakan senyawa aktif utama pada ekstrak cabai genus Capsicum yang diketahui memiliki aktivitas terapeutik sebagai analgesik dan anti-inflamasi. Pada aplikasinya, kapsaisin seringkali dikombinasikan dengan minyak esensial seperti eucalyptus oil yang mengandung senyawa terpen. Namun, minyak esensial telah dilaporkan memiliki kemampuan dalam meningkatkan penetrasi suatu obat sehingga dapat mempengaruhi kadar kapsaisin yang terpentrasi melalui kulit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh eucalyptus oil terhadap penetrasi Gliserosom-Kapsaisin. Preparasi Gliserosom-Kapsaisin dilakukan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Gliserosom-Kapsaisin yang dihasilkan berbentuk sferis, memiliki struktur unilamellar dengan ukuran partikel sebesar 60,42±0,131 nm, PDI 0,133±0,002, dan zeta potensial sebesar -33,9±0,153 mV. Uji penetrasi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan membran kulit abdomen tikus terhadap Gliserosom-Kapsaisin tanpa eucalyptus oil dan Gliserosom-Kapsaisin dengan penambahan eucalyptus oil pada konsentrasi 0,25%; 0,5%; dan 0,75%. Hasil uji menunjukkan bahwa konsentrasi eucalyptus oil berkorelasi positif dengan jumlah kumulatif dan fluks obat. Konsentrasi eucalyptus oil 0,75% memiliki jumlah kumulatif dan fluks yang paling tinggi. ......Capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-trans-6-nonenamide) is the main active compound in chili extract which is known to have therapeutic activity as an analgesic and anti-inflammatory. In its application, capsaicin is often combined with essential oils such as eucalyptus oil that contain terpene compounds. However, essential oils have been reported to have the ability to increase the penetration of a drug so that it can influence the levels of capsaicin that penetrate through the skin. This study was conducted to examine the influence of eucalyptus oil on Glycerosome-Capsaicin penetration. Glycerosome-Capsaicin preparation was carried out using the thin layer hydration method. The resulting Glycerosome-Capsaicin is spherical in shape, has a unilamellar structure with a particle size of 60,42±0,131 nm, PDI of 0,133±0,002, and zeta potential of -33,9±0,153 mV. Drug penetration test was carried out in vitro using Franz diffusion cells with rat abdominal skin membrane. The cumulative amount of penetrated drug and flux of Glycerosome-Capsaicin without eucalyptus oil and Glycerosome-Capsaicin with the addition of eucalyptus oil at a concentration of 0,25%; 0,5%; and 0,75% were evaluated. Results showed that the concentration of eucalyptus oil tended to correlate positively with the cumulative amount of penetrated drug and transdermal flux. Eucalyptus oil at 0,75% exhibited highest cumulative amount of penetrated drug and transdermal flux.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Azizah
Abstrak :
ABSTRAK
Kapsaisin merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat pada tanaman cabai. Kapsaisin memiliki khasiat sebagai analgesik, antioksidan, antikanker, dan antiobesitas. Untuk meningkatkan penetrasi kapsaisin dalam kulit, kapsaisin dibuat ke dalam bentuk vesikel transetosom. Transetosom adalah suatu vesikel yang terdiri dari fosfatidilkolin, surfaktan, dan etanol. Pada penelitian ini, kapsaisin dibuat dalam vesikel transetosom dalam dua metode pembuatan, yaitu pembuatan transetosom secara langsung dan hidrasi lapis tipis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari metode pembuatan transetosom terhadap karakterisasi dari transetosom dan melakukan uji penetrasi transetosom dalam sediaan gel. Pembuatan transetosom dengan metode lapis tipis memiliki karakteristik yang lebih baik dengan ukuran partikel 174,9 ± 2,02 nm dan efisiensi penjerapan 84,85 ± 1,15 %. Kemudian suspensi transetosom diformulasikan kedalam sediaan gel menggunakan karbomer 1 %. Uji penetrasi in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen kulit tikus dari gel transetosom kapsaisin dibandingkan dengan gel kapsaisin. Jumlah kumulatif kapsaisin yang terpenetrasi dari sediaan gel transetosom dengan gel kapsaisin secara berturut-turut adalah 1549,68 ± 49,6 μg/cm2 dan 846,05 ± 10,1 μg/cm2. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan gel mengandung transetosom dapat meningkatkan penetrasi kapsaisin di kulit.
ABSTRACT
2016
S65694
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Masbagusdanta
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan formulasi sediaan krim bromelain dari pemurnian parsial bonggol nanas untuk penggunaan topikal sebagai agen antiinflamasi. Optimasi sediaan krim dilakukan pada 3 formula berbeda untuk mendapatkan formula sediaan krim yang paling stabil. Selama masa penyimpanan selama 4 minggu, formula I yang menggunakan campuran surfaktan Olivem 1000 dan Tween 60, memiliki bentuk yang paling baik dan stabilitas emulsi yang terjaga dibandingkan dengan 2 formula lainnya, dengan nilai pH pada 27°C sebesar 5,40 ± 0,00 dan 5. 71 ± 0,008. Pada penelitian ini bromelain yang digunakan sebagai bahan aktif dalam formulasi krim formula 1 merupakan hasil isolasi dan pemurnian parsial ekstrak bonggol nanas (Ananas comusus [L.] Merr) melalui metode fraksinasi menggunakan amonium. sulfat dan dilanjutkan dengan proses dialisis yang memiliki aktivitas spesifik. sebesar 155,58 U/mg. Hasil evaluasi aktivitas bromelain pada sediaan krim yang dioptimalkan menunjukkan aktivitas proteolitik sebesar 0,52 U/mL. Uji penetrasi bromelain dalam sediaan krim dilakukan melalui biomembran kulit tikus berdasarkan metode Franz Diffusion Cell. Hasil uji penetrasi selama 8 jam, jumlah kumulatif bromelain dalam sediaan krim yang terpenetrasi adalah 793,45 g/cm2. Hasil uji anti inflamasi metode HRBC pada sediaan krim yang mengandung bromelain komersial, bromelain terisolasi, dan aspirin dengan konsentrasi yang sama (2%), menunjukkan persentase stabilitas masing-masing 34,41%; 32,06%; 37,82%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang mengandung bromelain dari kumbang penggerek memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi.
ABSTRACT
The purpose of this study was to optimize the formulation of bromelain cream preparations from partial purification of pineapple weeds for topical use as an anti-inflammatory agent. Optimization of cream preparations was carried out on 3 different formulas to get the most stable cream formulation formula. During the storage period of 4 weeks, formula I which used a mixture of surfactants Olivem 1000 and Tween 60, had the best shape and maintained emulsion stability compared to the other 2 formulas, with a pH value at 27°C of 5.40 ± 0.00 and 5. 71 ± 0.008. In this study bromelain which was used as the active ingredient in the formulation of cream formula 1 was the result of isolation and partial purification of the extract of pineapple weevil (Ananas comusus [L.] Merr) through the fractionation method using ammonium. sulfate and followed by a dialysis process which has a specific activity. of 155.58 U/mg. The results of the evaluation of bromelain activity in the optimized cream preparation showed a proteolytic activity of 0.52 U/mL. Penetration test of bromelain in cream preparation was carried out through rat skin biomembrane based on the Franz Diffusion Cell method. The results of the penetration test for 8 hours, the cumulative amount of bromelain in the cream preparation that penetrated was 793.45 g/cm2. The results of the anti-inflammatory HRBC method on cream preparations containing commercial bromelain, isolated bromelain, and aspirin with the same concentration (2%), showed the percentage of stability was 34.41%, respectively; 32.06%; 37.82%. Thus, it can be concluded that cream preparations containing bromelain from the weevils have the ability as anti-inflammatory.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Zahra Nooraisha
Abstrak :
Ekstrak plasenta dapat digunakan sebagai pengobatan dan kosmetika, seperti produk perawatan kulit dan menghambat penuaan kulit. Ekstrak Plasenta mengandung komponenkomponen seperti asam amino yang dapat meningkatkan produksi kolagen pada fibroblast kulit. Vitamin C merupakan antioksidan yang paling sering dijumpai dan memiliki peran dalam biosintesis kolagen sehingga memiliki fungsi antiaging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penetrasi serum ekstrak plasenta dengan keberadaaan Vitamin C. Ekstrak Plasenta diformulasikan ke dalam bentuk sediaan serum untuk kulit dikombinasikan dengan Vitamin C dengan kadar 5% dan 10% (Formula C2 dan C3) dan diamati kemampuan penetrasinya ke dalam kulit dibandingkan dengan serum ekstrak plasenta tanpa Vitamin C (Formula C1) menggunakan Sel Difusi Franz selama 6 (enam) jam. Diperoleh hasil uji penetrasi Serum C1 sebesar 113,69 mg/cm2 dengan fluks sebesar 15,7 mg/cm2.jam, Serum C2 sebesar 97,52 mg/cm2 dengan fluks sebesar 11,6 mg/cm2.jam, dan Serum C3 sebesar 80,26 mg/cm2 dengan fluks sebesar 9,5 mg/cm2.jam. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa keberadaan vitamin C pada formulasi serum ekstrak plasenta dapat menurunkan kemampuan penetrasinya, yang disebabkan oleh sifat hidrofilisitasnya. ......Placenta extract can be used as a treatment and cosmetics, such as skin care products, and inhibit skin aging. Placenta extract contains components such as amino acids that can increase collagen production in skin fibroblasts. Vitamin C is the most commonly found antioxidant and has a role in collagen biosynthesis so that it has an antiaging function. This study aims to determine the serum penetration profile of placental extract with the presence of Vitamin C. Placenta extract was formulated into serum dosage form for the skin combined with Vitamin C with levels of 5% and 10% (Formula C2 and C3) and observed its penetration ability into the skin compared to serum of placenta extract without Vitamin C (Formula C1) using Franz Diffusion Cells for 6 (six) hours. The results of penetration test for Serum were 113,69 mg/cm2 with a flux of 15,7 mg/cm2.hr for Serum C1, 97,52 mg/cm2 with a flux of 11,6 mg/cm2.hr for Serum C2, and 80,26 mg/cm2 with a flux of 9,5 mg/cm2.hr for Serum C3. This study concluded that the presence of Vitamin C in the serum formulation of placenta extract can reduce its penetration ability, which is due to its hydrophilicity properties.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisi Praista
Abstrak :
Natrium diklofenak merupakan obat golongan NSAID yang sering digunakan untuk mengatasi osteoartritis dengan persentase sebesar 55,88% di Indonesia. Pemberian peroral natrium diklofenak memiliki efek samping gangguan pada saluran cerna dan memiliki waktu paruh singkat. Untuk mengatasi hal tersebut, dibuat sediaan mikroemulsi dengan sistem penghantaran transdermal. Namun, dalam penghantaran sistem transdermal stratum korneum dapat menghalangi absorpsi obat melewati kulit karena stratum korneum tersusun dari sel mati dan pipih yang tersusun dari keratin kaya protein. Mentol merupakan peningkat penetrasi yang dapat meningkatkan absorpsi obat melewati kulit dengan cara meningkatkan permeabilitas kulit. Mikroemulsi merupakan sistem dua fase yang terdiri dari dari minyak dan air serta distabilkan oleh surfaktan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi optimum mentol yang dapat menghasilkan penetrasi yang tinggi. Mikroemulsi natrium diklofenak dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode titrasi fase. Mikroemulsi jernih dan stabil didapatkan dengan konsentrasi tween 80 20%, propilen glikol 30%, minyak 3%, dan mentol (0%, 1%, 3%, dan 5%). Evaluasi sediaan mikroemulsi yang dilakukan adalah pengukuran pH, ukuran globul dan zeta potensial, bobot jenis, viskositas, tegangan permukaan, uji sentrifugasi, uji stabilitas, dan cycling test. Uji penetrasi obat melewati kulit dilakukan secara in vitro dengan metode Sel Difusi Franz. Hasil penelitian menunjukkan persen jumlah kumulatif terpenetrasi pada F1, F2, F3, dan F4 sebesar 9,2581%, 9,5114%, 28,1514%, dan 13,3155% dan keempat formulasi stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu. Formulasi dengan mentol 3% memiliki penetrasi yang lebih tinggi dibandingkan formulasi dengan mentol 0%, 1%, dan 5%. ......Diclofenac sodium is one of NSAID group often used to treat osteoarthritis with percentage of 55,88% in Indonesia. Oral administration sodium diclofenac gives side effect on gastrointenstinal tract and has short half-life. To overcome this problem, diclofenac sodium was prepared by microemulsion with transdermal administration. However, on transdermal delivery system stratum corneum can inhibit drug absorption because stratum corneum consist of a dead and flatted cells that rich of protein. Menthol is one of penetration enhancer which can increase drug absorption through the skin by increasing skin permeability. Microemulsion is double phase system consisting of water and oil stabilized by surfactant. The aim of this study was to determine optimum concentration of menthol that can produce high penetration. Microemulsion of diclofenac sodium in this study was prepared by phase titration method. Clear and stable microemulsion were obtained with concentration of tween 80 20%, propylene glycol 30%, oil 3%, and menthol (0%, 1%, 3%, and 5%). Evaluation of microemulsion done by measuring pH, diameter of globul and zeta potential, density, viscosity, surface tension, stability testing, and cycling test. In Vitro drug penetration test was conducted using Franz Diffusion Cell menthod. The result show percent cumulative in F1, F2, F3, and F4 were 9,2581%, 9,5114%, 28,1514%, and 13,3155% and four formulation physically stable during storage 12 weeks. The formulation with 3% menthol had higher penetration that the formulation with 0%, 1%, and 5% menthol.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sopiyatul Marwa
Abstrak :
Meloksikam adalah salah satu obat anti inflamasi non-steroid (AINS) yang memiliki kelarutan rendah dan menyebabkan terjadinya iritasi lambung. Oleh karena itu, untuk menghindari efek tersebut meloksikam dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan transdermal. penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi yang stabil serta mengetahui pengaruh konsentrasi mentol terhadap jumlah kumulatif meloksikam yang terpenetrasi. konsentrasi mentol yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2,5-5%. Kemampuan penetrasi sediaan mikroemulsi melalui kulit diuji secara in-vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus galur Sparague-Dawley. Dari hasil uji jumlah kumulatif meloksikam yang terpenetrasi selama 8 jam dari sediaan mikroemulsi formula 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 67,7600 µg/cm2 ± 15,0743%, 126,6567 µg/cm2 ± 25,8984% dan 130,5000 µg/cm2 ± 25,0126%. Sedangkan jumlah fluks meloksikam dalam sediaan mikroemulsi formula 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 23,2043 µg/cm2.jam ± 43,6386, 40,1221 µg/cm2.jam ± 31,7465% dan 41,2888 µg/cm2.jam ± 32,0791%. Dari hasil uji penetrasi dapat disimpulkan bahwa penambahan mentol 2,5% dan 5% dapat berpengaruh pada jumlah kumulatif dan jumlah fluks meloksikam dalam sediaan. ......Meloxicam is a non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID) which has low solubility and causes gastric irritation. Therefore, to avoid this effect, meloxicam can be formulated in a transdermal dosage form. This study aims to make a stable microemulsion preparation and to determine the effect of menthol concentration on the cumulative amount of meloxicam penetrated. The concentration of menthol used in this study was 2.5-5%. Penetration ability through skin was examined by in-vitro Franz diffusion cell test using Sprague-Dawley rat abdomen skin. From the test results, the cumulative amount of meloxicam that penetrated for 8 hours from the microemulsion formulations formulas 1, 2 and 3 were 67.7600 g/cm2 ± 15.0743%, 126.6567 g/cm2 ± 25.8984% and 130.5000 g/cm2 ± 25.0126%. Meanwhile, the amount of meloxicam flux in the microemulsion formula 1, 2 and 3 was 23.2043 g/cm2.hour ± 43.6386, 40.1221 g/cm2.hour ± 31.7465% and 41.2888 g/cm2.hours ± 32.0791%. From the results of the penetration test, it can be concluded that the addition of menthol 2.5% and 5% can affect the cumulative amount and the amount of meloxicam flux in the preparation.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurika Lanimarta
Abstrak :
Kurkumin merupakan komponen bahan alam yang berasal dari kunyit dan memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, dan antitumor. Akan tetapi, kurkumin memiliki kelarutan yang buruk dalam air dan bioavaibilitas yang rendah. Untuk meningkatkan bioavaibilitasnya, kurkumin dibuat kedalam bentuk nanopartikel menggunakan Dendrimer PAMAM G-4 dengan berbagai perbandingan molar ditiap formula, yaitu formula I dengan perrbandingan molar kurkumin : dendrimer PAMAM G4 (1 : 0,2), formula II (1 : 0,02), dan formula III ( 1: 0,002). Tujuan dari penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi nanopartikel kurkumin-dendrimer PAMAM G4 dan melakukan uji penetrasi nanopartikel dalam sediaan gel. Formula 1 (1 : 0,2) memiliki ukuran partikel 10.91 ± 3,02 nm dengan efisiensi penjerapan 100 % merupakan formula dengan karakteristik paling baik. Formula 1 kemudian diformulasikan ke dalam sediaan gel menggunakan Karbopol 940 1%. Uji penetrasi in vitro dengan alat sel difusi Franz menggunakan membrane abdomen kulit tikus dari gel nanopartikel kurkumin dibandingkan dengan gel kurkumin. Gel nanopartikel kurkumin menunjukkan presentase penetrasi kurkumin lebih besar dari gel kurkumin. Gel nanopartikel memiliki jumlah kumulatif kurkumin terpenetrasi sebesar 19,58 ± 1,44 μg/cm2 dan presentase kumuliatif terpenetrasi sebesear 57,26 ± 4,22 %. ......Curcumin is a natural compound found in turmeric and possesses antioxidant, anti-inflammatory and anti-tumor ability. But Curcumin is poorly soluable in water and has lower bioavaibility. In other to improve the bioavaibility of curcumin, Curcumin formed into nanoparticle used dendrimer PAMAM G4 in various molar rasio, which is formula I with molar ratio (1 : 0,2) of curcumin : dendrimer PAMAM G4, formula II (1:0,02), and formula III (1 : 0,002). The aim of this study is to prepare and to characterize nanoparticle curcumin-dendrimer PAMAM G4 and to know skin permeation of curcumin. Formula 1 showed the best characteristic with particle size 10.91 ± 3,02 nm and 100% entrapment efficiency. Formula 1 then formulated into a gel dosage form with Carbopol 940 1%. In vitro penetration study of Nanoparticle curcumin gel compared with curcumin gel was determined with Franz diffusion cell using rat abdominal membrane. Nanoparticle curcumin gel showed greater permeation of curcumin through rat skin as compared to curcumin. Nanoparticle curcumin gel had its cumulative total 19,58 ± 1,44 μg/cm2 and its cumulative percentage 57,26 ± 4,22 %.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S43353
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>