Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erichma Azhari
"ABSTRAK
Kelahiran bayi BBLR, baik KMK maupun SMK mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kematian dan kesakitan perinatal, serta dapat menimbulkan gejala sisa atau handicap di kemudian harinya (WHO,19S6).
Faktor penyebab kel'ahiran bayi BBLR ini sangat kompleks dan saling berkaitan serta belum diketahui dengan pasti. Hanya sepertiga kelahiran bayi BBLR dapat di prakirakan pada waktu antenatal (Galbraith dkk.,1979). Beberapa faktor predisposisi, dikenal . mempunyai kaitan dengan bayi BBLR. Faktor risiko tersebut dapat berasal dari ibu, pi as en ta ataupun dari janin sendiri £ Renfield,1975; Lin dan Evans,1984).
Bayi BBLR saat ini masih merupakan masalah penting di berbagai negara, karena prevalensinya yang masih tinggi dan penyebab utama kematian dan kesakitan pada masa perinatal, neonatal dan di masa kanak-kanak (Jones dan Roberton,1986). Dengan pengenalan dini faktor risiko di atas, dapat dilakukan intervensi dini terhadap bayi baru lahir dalam upaya menurunkan tingkat kematian dan kesakitan bayi BBLR.
Bayi berat lahir r en dan ini terdiri dari bayi- BBLR keci 1 untuk masa kehamilan,. sesuai untuk masa kehamilan dan besar untuk masa kehamilan ( BBLR-KMK, BBLR-SMK dan 3BLR-BMK). Secara keseluruhan tingkat kematian perinatal bay I KMK masih di bawah tingkat kematian bayi BBLR-SMK, namun lebih tinggi daripada tingkat kematian bayi NCB-SMK (Ren-f ield, 1975) . Jones dan Roberton (19S6) mengutip Buttler dan Bonham (1963), melaporkan bahwa dari suatu survai kematian perinatal didapat angka kematian BBLR-KHK B kali lebih sering daripada NCB-SMK. Kejadian kematian dan kesakitan bayi BBLR tictak sama pada tiap negara, dan diprakirakan lebih tinggi di negara berkembang (Nelson dkk.jlS'SS; Hutchison, 19B4; Jones dan Raberton,19B6). DI Amerika Serikat Usher (1970) menemukan
pada bayi BBLR-KMK, angka lahir mati sebesar 14 '/. dan
j kematian neonatal 6 .'/.. Sarwono (1977) di RS DR Sutomo
Surabaya menemukan kematian neonatal bayi KMK sebesar 10,2 '/..
Kejadian bayi BBLR-KMK di negara maju di bawah 5 "/. (Renf ield,1975; Perry dkk.,1976) dan lebih kurang ^epertiga dari bayi BBLR (Lubcheirco, 1976; Lin dan Evans, 1984) . Di negara berkembang kemungkinan akan didapat perbandingan yang sebaliknya, dimana bayi BBLR tersebut =,ebagian besarnya akan terdiri dari bayi KMK. Di Indonesia kelahiran bayi KMK ini memang lebih tinggi. Sarwono (1977) melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya hampir setengah bayi BBLR yang diselid Ikinya adalah bayi KMK.
Walaupun pada dekade terakhir tingkat kematian. perinatal dan neonatal sudah dapat diturunkan, yaitu dengan adanya perbaikan perawatan antenatal, perawatan intensif neonatus (NICU), dan pelayanan obstetrik yang bertambah baik.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kejadian kelahiran, kematian dan kesakitan bayi BBLR, serta mencari faktor yang mungkin mempengaruhi kejadian tersebur, dan untuk melihat perbedaan antara bayi BBLR-KMK dan BBLR-SMK."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derallah Ansusa Lindra
"ABSTRAK
Latar belakang : Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengukur volume
paru pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta untuk mengetahui
prevalens peningkatan nilai volume paru pada pasien PPOK stabil.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional
study) pada pasien PPOK stabil yang berkunjung di Poliklinik Asma-PPOK
RSUP Persahabatan Jakarta. Dilakukan uji volume paru dengan menggunakan gas
dilusi MBNW pada pasien PPOK stabil yang diambil secara konsekutif antara
bulan Februari-Maret 2016.
Hasil : Uji Spirometri dan Volume paru dilakukan pada 36 subjek didapatkan 3
subjek (8.3%) termasuk kedalam PPOK Grup A, 10 subjek (27.8%) PPOK Grup
B, 9 subjek (25%) PPOK Grup C dan 14 subjek (8.9%) PPOK Grup D. Usia <60
tahun 9 subjek (25%) dan ≥60 tahun 27 subjek (75%). Rerata VEP1 % prediksi
47.81%, rerata nilai KRF 2476.39 ml, rerata nilai VR % 76.16%, rerata nilai
VR/KPT 42.03% dan nilai rerata KRF/KPT 59.09%. Peningkatan VR pada Grup
PPOK C-D dibanding Grup PPOK A-B, peningkatan juga terjadi pada VR/KPT
dan KRF/KPT pada Grup C-D masing-masing 62.9% dan 71.4%. Nilai VR/KPT
mempunyai hubungan bermakna dengan skala MmRC, Uji jalan 6 menit dan
eksaserbasi dalam 1 tahun, namun nilai KRF/KPT berhubungan bermakna dengan
skala MmRC dan skala CAT.
Kesimpulan : Nilai VR/KPT mempunyai hubungan bermakna dengan skala
MmRC, Uji jalan 6 menit dan eksaserbasi dalam 1 tahun, namun nilai KRF/KPT
berhubungan bermakna dengan skala MmRC dan skala CAT.

ABSTRACT
Background: This is a preliminary study to measure lung volume in patients with
stable COPD in RSUP Persahabatan Jakarta to determine the prevalence of the
increasing value of the lung volume in patients with stable COPD.
Method: This study used a cross-sectional study design of outpatiens with stable
COPD who visited Asthma-COPD clinic Persahabatan Hospital, Jakarta. The
Lung volume test using a gas dilution MBNW taken consecutively from February
to March 2016.
Results: Test Spirometry and Lung volumes performed on 36 subjects. There
were 3 subjects (8.3%) the COPD group A, 10 subjects (27.8%) COPD Group B,
9 subjects (25%) COPD Groups C and 14 subjects (8.9%) COPD Group D. At the
age <60 years of 9 there were subjects (25%) and ≥60 years of 27 subjects (75%).
The result of FEV1% 47.81%, of FRC 2476.39 ml, of RV% 76.16%, of RV / TLC
42.03% and of FRC / TLC 59.09%. The measurement of VR were in Group C-D
COPD, the increase also occurred in RV / TLC and FRC / TLC in Group C-D
respectively 62.9% and 71.4%. Value RV / TLC has a significant relationship
with the MmRC scale, a 6-minutes walking test and exacerbation within one year,
however of FRC / TLC significantly associated with MmRC scale and CAT scale.
Conclusion: Value RV / TLC has a significant relationship with the MmRC scale,
a 6-minutes walking test and exacerbation within one year, however of FRC /
TLC significantly associated with MmRC scale and CAT scale."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Praborini
"Latar Belakang Masalah
Perdarahan peri-intraventrikular pada bayi baru lahir merupakan salah sau penyebab kematian pada neonatus. Keadaan ini juga dapat menimbulkan gejala sisa berupa kelainan neurologis di kemudian hari.
Perdarahan dimulai dari jaringan pembuluh darah yang terdapat pada matriks germinal di lapisan subependimal (Volpe, 1981-1; Volpe, 1981-2; Allan dan Volpe, 1986). Matriks germinal merupakan tempat berproliferasi neuron dan glia yang kelak akan bermigrasi ke lapisan-lapisan korteks otak. Hal ini terjadi pada bulan ketiga dan bulan kelima masa janin.
Matriks germinal ini berangsur-angsur berkurang dan menghilang setelah janin cukup bulan (Kirks dan Bowie, 1986; Volpe, 1981-2). Dengan demikian semakin muda usia janin, semakin besar kemungkinan timbul perdarahan peri-intraventrikular pada bayi.
Neonatus dengan masa gestasi kurang dari 32 minggu dan berat lahir kurang dari 1500 gram, 40 sampai 45% akan menderita perdarahan peri-intraventrikular (Papile dkk., 1978; Ahmann dkk., 1980). Baerts di Belanda (1984) yang meneliti neonatus kurang dari 37 minggu mendapatkan angka 40% .
Perdarahan dapat timbul pada usia 12 jam sampai 7 hari setelah lahir, terbanyak pada hari kedua dan ketiga dengan rata-rata pada usia 38 jam (Tsiantos dkk., 1978).
Di Indonesia belum diketahui dengan jelas berapakah frekuensi .perdarahan peri-intraventrikular pada neonatus kurang bulan. Belum Pula diketahui bagaimana karakteristik bayi-bayi tersebut. Padahal angka prematuritas di Indonesia cukup tinggi, yaitu berkisar antara 13,9% - 25% (Sarwono, 1977; Alisyahbana, 1977; Monintja, 1979; Kosim dkk., 1984; Ramelari, 1989).
Fasilitas untuk mendeteksi adanya perdarahan peri-intraventrikular yaitu ultrasonografi, telah ada di sebagian besar Rumah-rumah Sakit di Indonesia. Ketepatan diagnostik alat ini mencapai 85 - 97% (Szymonowicz dkk., 1984).
Rumusan Masalah
Berapakah kekerapan perdarahan peri-intraventrikular pada neonatus kurang bulan di RSCM Jakarta dan bagaimana karakteristik bayi-bayi tersebut?
Tujuan Penelitian
Umum :
mendapatkan angka proporsi perdarahan peri-intraventrikular pada neonatus kurang bulan di RSCM Jakarta dan mengetahui karakteristik bayi-bayi tersebut (dibandingkan dengan bayi tanpa perdarahan)?"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wijaya
"ABSTRAK
Latar belakang: Hemoglobin A1c HbA1c menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap tuberkulosis, mulai dari gejala klinis ,derajat keparahan dan respon terhadap terapi . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar HbA1c terhadap lama konversi dan perbaikan gejala klinis pada fase intensif pengobatan pasien TB paru kasus baru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BBKPM Bandung pada tahun 2015 Metode: Penelitian ini menggunakan metode kohort prospektif yang dilakukan pada bulan April 2015 hingga September 2015 di BBKPM Bandung . Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah pasien TB paru kasus baru berusia ge; 15 tahun dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menandatangani surat persetujuan . Kriteria eksklusi penelitian ini adalah pasien TB paru dengan diabetes mellitus dan kehamilan Hasil Penelitian:Jumlah subjek yang didiagnosis sebagai kasus baru TB paru bakteriologis dan klinis, kasus baruadalah 123 pasien, terdiri dari 63 51,2 perempuan dan 60 48,8 laki-laki . Pasien dengan nilai HbA1c < 6.5 sebanyak 111 subjek 90,2 dan HbA1c ge; 6,5 sebanyak 12 subjek 9,8 . Subjek dengan BTA positif di 69 56,1 dan BTA negatif sebanyak 54 subyek 43,9 . Pada subjek TB paru bakteriologis dengan nilai HbA1c ge; 6,5 dan waktu konversi sputum BTA lebih dari 2 bulan adalah 54,5 sedangkan subjek dengan HbA1c < 6.5 adalah 45,5 . Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa prevalens DM pada pasien TB kasus baru adalah 9,8 dan kejadian waktu konversi lebih dari 2 bulan pada subjek TB paru kasus baru dengan HbA1c ge; 6,5 adalah 10 kali lebih tinggi dibandingkan pada pasien TB paru kasus baru dengan HbA1c < 6,5 . Nilai HbA1c tidak menunjukan hubungan yang bermaknaterhadap perubahan klinis pada pasien TB paru kasus baru setelah pengobatan fase intensif . Kata kunci: HbA1c, konversi sputum, perubahan gejala klinis, tuberkulosis

ABSTRACT
Background Haemoglobin A1c HbA1c causes increased susceptibility to tuberculosis, as well as clinical symptoms, severity, and response to therapy. This study aims to determine the influences of HbA1c levels toward sputum conversion time and clinical symptoms in a new case pulmonary tuberculosis new cases with intensive phase of TB treatment at the Community Center for Lung Health BBKPM Bandung in 2015.Methods A prospective cohort study was conducted in April 2015 until September 2015 at BBKPM Bandung. Inclusion criteria for this study is a new case of pulmonary TB patients aged ge 15 years and willing to participate in the study by signing a letter of approval. The exclusion criteria of this study are pulmonary TB patients with diabetes mellitus and pulmonary TB with pregnancy. This study used Chi square test to find relative risk of all variable which evaluated.Results The number of subjects who diagnosed as new cases of pulmonary TB were 123 patients, consists of 63 female and 60 male. Patients with HbA1c levels "
2016
T55705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Azka Adriansyah
"Skabies adalah penyakit kulit yang sering dijumpai di pesantren. Untuk meningkatkan kewaspadaan, santri perlu diberikan pengetahuan mengenai skabies. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penyuluhan mengenai penyebab dan gejala klinis skabies pada santri pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain pre-post study. Data diambil tanggal 10 Juni 2012 dengan kuesioner berisi 10 pertanyaan mengenai penyebab dan gejala klinis scabies. Data diolah menggunakan SPSS versi 20; dianalisis dengan uji chi-square dan marginal homogeneity.
Dari 181 responden, sebagian besar berusia <15 tahun (64,6%), laki-laki (60,8%), pendidikan tsanawiyah (60,8%), informasi skabies dari 3 sumber informasi (43,1%), dan pengetahuan paling berkesan dari dokter (71,4%). Sebelum penyuluhan 10,5% santri berpengetahuan baik, 59,1% berpengetahuan sedang, dan 30,4% berpengetahuan buruk untuk penyebab skabies. Sebanyak 24,9% santri berpengetahuan baik, 53,6% berpengetahuan sedang, dan 21,5% berpengetahuan kurang untuk gejala klinis skabies.
Uji chi square menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai penyebab dan gejala klinis dengan jenis kelamin dan sumber informasi (p>0,05) namun berbeda bermakna pada usia dan pendidikan (p<0,05). Uji marginal homogeneity memperlihatkan perbedaan bermakna pada tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan (p<0,05). Disimpulan tingkat pengetahuan santri umumnya tergolong sedang dan penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan santri mengenai penyebab dan gejala klinis skabies.

Scabies is a common disease in boarding school. To increase the students awareness, they need to have knowledge on scabies. Objective of this research is to find out effectiveness of health promotion on etiology and clinical features of scabies on X boarding school students. This research design was pre-post study. Data collected on 10 June 2012 using 10 questions on etiology and clinical features of scabies. Data was analyzed using SPSS 20th version using chi-square and marginal homogeneity.
From 181 respondents most students are <15 years old (64.6%), male (60.8%), tsanawiyah (60.8%), 3 information sources of scabies (43.1%), and most memorable information from doctor (71.4%). Before the health promotion, students knowledge level are 10.5% good, 59.1% moderate, and 30.4% poor on scabies etiology and 24.9% good, 53.6% moderate, and 21.5% poor on clinical features of scabies.
Statistical result found that there is no significant result on gender and information sources (p>0.05) but significantly different on age and level of education (p<0.05). Marginal homogeneity shows there is significant difference between before and after health promotion (p<0.05). In conclusion that mostly students have moderate knowledge and the health promotion is effective to increase students? knowledge on etiology and clinical feature of scabies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Pratomo Putra
"Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, antara lain di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Bayah tentang gejala klinis malaria setelah mendapatkan penyuluhan. Jenis penelitian adalah survei dengan metode cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 16-18 Oktober 2009 dengan mewawancarai responden menggunakan kuesioner berisi pertanyaan mengenai gejala klinis malaria.
Hasilnya menunjukkan tidak ada responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai gejala klinis malaria (0%), 5 orang dengan tingkat pengetahuan cukup (4,7%), dan 101 orang memiliki tingkat pengetahuan kurang (95,3%). Mayoritas karakteristik responden adalah : berusia 18-34 tahun yaitu 80 orang (75,5%), perempuan sebanyak 88 orang (83%), berpendidikan rendah sebanyak 96 orang (90,6%), tidak bekerja sebanyak 66 orang (62,3%), dan mendapatkan informasi mengenai malaria hanya dari 1 sumber yaitu sebanyak 84 orang (79,2%).
Hasil analisis menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05) antara tingkat pengetahuan dengan karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sumber informasi). Kesimpulannya adalah tingkat pengetahuan gejala klinis malaria masyarakat Bayah tergolong kurang dan tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan.
Malaria is still a major health problem in Indonesia, for example in Bayah District, Lebak Resident, Banten Province. This research aims to determine knowledge level of people in Bayah regarding clinical manifestations on malaria after getting health promotion. The design of this research is cross-sectional method. Data was taken on October 16th-18th 2009 by interviewing respondents using questionnaire filled with questions about clinical manifestations on malaria.
The result shows that nobody has a good knowledge level about clinica manifestations on malaria (0%), 5 people with moderate knowledge level (4,7%), and 101 people with poor knowledge level (95,3%). The majority of respondents? characteristics are : 80 people are in the age of 18-34 years old (75,5%), 88 people are women (83%), 96 people have low education level (90,6%), 66 people are not working (62,3%), and 84 people gain information about malaria only from 1 source (79,2%).
Analytic result shows that there is no significant difference (p > 0,05) between knowledge level and respondent?s characteristics (age, sex, education level, profession, and source of information). As a conclusion, knowledge level regarding clinical manifestations on malaria of people in Bayah is poor and has no relation with age, sex, education level, profession, amount of source of information, and the most memorable source of information.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Prabawati
"ABSTRAK
Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena memiliki angka kematian tinggi dan sering terjadi kejadian luar biasa antara lain di Kecamatan Bayah, Provinsi Banten. Untuk mengatasi masalah tersebut, masyarakat perlu mengetahui gejala malaria. Malaria sering menyerang anak usia sekolah, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan santri Pondok Pesantren Modern Daar El-Kutub mengenai gejala klinis malaria. Desain penelitian adalah cross-sectional. Data diambil pada tanggal 14 Agustus 2009 dengan mewawancarai 52 murid yang dipilih secara total sampling. Hasil Penelitian menunjukkan hanya 1,9% responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 19,3% memiliki pengetahuan cukup dan 78,8% memiliki pengetahuan kurang. Mayoritas mendapatkan informasi dari 2 sumber (30,8%), sumber informasi paling berkesan adalah petugas kesehatan (55,8%), usia < 13 tahun 78,8% dan >13 tahun 21,2%. Aktivitas responden pada malam hari mengaji dan bermain. Uji chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara tingkat pengetahuan santri pesantren mengenai gejala klinis malaria dengan usia. Uji fisher?s exact menunjukkan tidak ada perbedaan bermankna (p>0,05) antara pengetahuan santri pesantren mengenai gejala klinis dengan jenis kelamin, jumlah sumber informasi serta sumber informasi yang paling berkesan. Disimpulkan tingkat pengetahuan santri mengenai gejala klinis malaria tidak berhubungan dengan karakteristik mereka.

ABSTRACT
Malaria is a public health problem because of its high mortality rate and often outbreak occurred in Lebak District one of Bayah sub-district. To overcome the problem, public has to be aware about the symptoms of the disease. Malaria often attacks school-aged children, so the objective of this study was to find out the knowledge level of Daar El-Kutub Islamic Boarding School students about malaria symptoms. This cross-sectional study use total sampling method was conducted on August 14th 2009 by interviewing 52 students. The results showed that only 1,9% students were classified as good, 19,3% fair and 78,8% were bad.Students consists of 24 girls (46,2%), 28 boys (53,8%), 78,8% below 13 years old, got information from two sources (30,8%) and the most impressive source was health care provider (55,8%). All respondents reading Holy Qur?an and playing with friends at night. Chi-square test showed there was no significant differences (p>0,05) between knowledge level with age. Fisher?s exact test showed there were no significant differences (p>0,05) between sex, number of information sources and the most impressive information source . It was concluded that there were no associations between knowledge level of malaria clinical symptoms with their characteristics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fenida
"Hipertensi adalah salah satu penyakit sistim kardiovaskuler dengan prevalensi tinggi di masyarakat dan dapat menimbulkan berbagai gangguan organ vital tubuh dengan akibat kelemahan fungsi organ, cacat maupun kematian.
Banyak faktor yang mempengaruhi hipertensi tidak terkendali, namun demikian faktor mana yang paling dominan, berapa besar hubungannya belum terungkap sepenuhnya. Hal ini akan diungkapkan pada penelitian ini dengan menggunakan jenis disain kasus kontrol dimana kasus dan kontrol diambil dari pengunjung poliklinik Ginjal - Hipertensi RSUPNCM dengan besar sampel 200 untuk kasus dan 200 untuk kontrol.
Sebelum dilakukan analisis ditentukan terlebih dahulu " Cut off Point " dari variabel independen. Pada analisis bivariat ternyata variabel yang menunjukkan hubungan bermakna dengan hipertensi tidak terkendali (HTT) adalah lntensitas Terapi (IT), usia dan Body Mass Index (BMI), sedangkan variabel yang menunjukkan hubungan tidak bermakna yaitu merokok dan jenis kelamin, selanjutnya dilakukan analisis multivariat untuk menentukan model, temyata variabel yang dapat dimasukkan kedalam model adalah IT, usia dan BMI.
Untuk mengurangi risiko HTT, penderita hipertensi sebaiknya menjalani terapi nonfarmakologi (penurunan berat badan bila obesitas, latihan fisik secara teratur, mengurangi makan garam menjadi < 2,3 g Natrium atau < 6 g NaCL sehari, makan Ca, K dan Mg yang cukup dan diet, membatasi asupan alkohol , kafein, kopi, teh, berhenti merokok) dan terapi farmakologi dengan sebaik mungkin.
......Hypertension is a cardiovascular disease with high prevalence in the society. The disease is able to distress vital organ function even worst death. There are two kinds of hypertension; control and uncontrolled.
Uncontrolled hypertension is influenced by many factors but the significant factors and their relationship can't be determined yet. Through this research. I would try to reveal the significant factors and their relationship. The research is used the control case design with 400 sample; case and control are taken from the visitors at the Polyclinic Ginjal-Hipertensi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo.
Cut off point is determined from independent variables before we do analysis. Based on bivariat analysis, Define Daily Doses (DDD), age, and Body Mass Index (BMI) are significant variables for uncontrolled hypertension. On the other hand, gender and smoking are insignificant variables. Furthermore, model is determined by doing multivariate analysis. DDD, age, and BMI are variables that in fact can be input to the model.
To reduce the risk of uncontrolled hypertension, nonpharmacology and pharmacology should be treated to patients simultaneously."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan Apriani
"Program Pemberantasan TB Paru bertujuan untuk memutuskan rantai penularan penyakit TB Paru. Salah satu upaya dalam pemutusan rantai penularan adalah menemukan dan mengobati penderita BTA (+) sampai sembuh, dengan menggunakan obat yang adekuat dan dilakukan pengawasan selama penderita minum obat.
Kegiatan pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kabupaten Donggala telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan atau memang dimasyarakat TB Paru masih banyak ditemukan.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Donggala. Jenis disain yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan 2 jenis kontrol. Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+), kontrol-1 yang merupakan kontrol yang berasal dari sarana pelayanan kesehatan yaitu adalah tersangka TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA (-) dan tidak diobati dengan obat anti tuberkulosis serta pada saat wawancara tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih dan kontrol-2 berasal dari masyarakat yaitu tetangga kasus dengan criteria tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 270 kasus dan 540 kontrol.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-1 adalah umur, adanya sumber penular, cahaya matahari dalam rumah, kepadatan penghuni rumah, interaksi antara sumber penular dan cahaya matahari dalam rumah, dan sumber penular tidak berobat.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-2 adalah jenis kelamin, status vaksinasi BCG, keeratan kontak, lama kontak, sumber penular tidak berobat dan kepadatan penghuni rumah.
Dari basil penelitian ditemukan bahwa adanya kontak dengan penderita TB yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian TB, sehingga disarankan untuk meningkatkan penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin hingga penderita sembuh dan dilakukan penyuluhan secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar segera mencari pengobatan.
......The objective of Pulmonary Tuberculosis Control Programme is to reduce TB transmission. In order to reduce the transmission, the first priority is to decrease the risk of infection by case finding, treatment and cure of AFB (+) tuberculosis patients with adequate regimens and proper supervision during the treatment.
TB Control Programme activities with DOTS strategy in Donggala District has been implemented since 1995. Due to the increasing of case finding of new AFB (+) patients, tuberculosis still remain as public health problem. This is caused by the awareness of community to get the treatment or the existence of Pulmonary Tuberculosis in the community.
The research aim is to identify the related factors to Pulmonary Tuberculosis in Donggala District. The case-control method had been used with two different controls. The case is the new AFB (+) tuberculosis patients while the first control is the TB suspect with the result of the examination is negative as facilities based control and the second is the neighbor of cases as community based control. Both controls were not coughing for last 3 weeks at the time of the interview. 270 cases and 540 control had been interviewed as the respondents.
The result of the research reveals that related factors to Pulmonary Tuberculosis with facilities based control are age, source of infection, house lighting, house density, interaction of house lighting and source of infection, and the source of infection who were not treated.
Related factors to the incidence of Pulmonary Tuberculosis with community based control are sex, BCG vaccination status, contact closeness, duration of contact, the source of infection who were not treated and house density.
Based on the result of the study, it is identified that a contact with TB patients who were not treated is the risk factor that closely relates to the Tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, early treatment and cure the patients. In addition, it is necessary to provide continuous health education in order to improve the awareness of community to seek the treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Satria Bakti
"ABSTRAK
Latar belakang: Tuberkulosis TB adalah penyakit yang masih merupakan masalah global dan dapat melibatkan seluruh organ, termasuk organ-organ gastrointestinal. Insidensi dan angka kesakitan dari TB abdomen terus meningkat pada dekade terakhir, namun penegakkan diagnosa TB abdominal seringkali menemui kendala.Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif potong lintang dengan menggunakkan rekam medis penderita dengan diagnosa TB abdomen yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional RSUPN Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Fatmawati periode Januari 2011 hingga Desember 2013.Hasil: Ada 48 pasien, dengan kisaran umur 1-85 tahun, dengan pasien perempuan lebih banyak rasio laki-laki banding perempuan= 1:1,4 . Mayoritas pasien berkisar antar usia 25-44 tahun 47,9 , dengan keluhan utama tersering adalah nyeri abdomen. Hanya 15 penderita 31,25 yang memiliki gambaran rontgen TB paru. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil yang cukup beragam. Kesimpulan: Mendiagnosis TB abdominal masih sering terkendala karena tidak adanya keluhan dan gejala yang khas serta tidak ada pemeriksaan penunjang yang memiliki nilai diagnostik yang tinggi. Sehingga, kombinasi dari anamnesis, pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosa TB abdomen.Kata kunci: TB abdomen, gambaran klinis

ABSTRACT
Introduction Abdominal Tuberculosis TB is a global burden and can infect many organs, including gastrointestinal organs. There has been an increase in the incidence and morbidity rate of abdominal TB. However, there are still some hurdles in diagnosis abdominal TB.Methods This study is a descriptive cross sectional study using medical records of patients diagnosed with abdominal TB that are hospitalized in RSUPN Cipto Mangunkusumo and RSUP Fatmawati from January 2011 to December 2013.Results There was a total of 48 patients included in this study whose age ranges from 1 85 years old, and predominantly were female male to female ratio 1 1,4 . Majority of the patients were in 25 44 years old 47,9 with the most common chief complaint was abdominal pain. Only 15 patients 31,25 had radiographical findings suggestive of pulmonary TB. Laboratory tests results were varied.Conclusion Diagnosing abdominal TB is often difficult due to the wide array of signs and symptoms, and also the unavailability of auxillary examinations with high diagnostic value. Therefore, a combination of anamnesis, physical examination, and supporting examinations are needed to diagnose abdominal TB.Keywords Abdominal TB, clinical presentation"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>