Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nani Tulou
Jakarta: Pusat Bahasa, 2000
899.2 NAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas, 2002
499.221 MED (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983
499.25 SIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Keraf, Gregor
Abstrak :
Dalam bahasa Gorontalo tjukup banjak terdapat morfem2 terikat jang produktif. Morfem2 terikat jang tidak produktif hanja merupakan residu2 jang terdapat pada kata2 tertentu sadja. Morfem2 dasar bisa mengalami perubahan karena mendapat imbuhan, atau karena hubungannja dengan morfem lain dalam tutur. Susunan suatu segmen dalam bahasa Gorontalo adalah urutan K.V. Akibat struktur segmennja tidak terdapat juncture antar segmen, tetapi setjara pontensil terdapat interlude...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1962
S10895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beby Sintia Dewi Banteng
Abstrak :
Fenomena yang berkembang di masyarakat Provinsi Gorontalo sekarang ini, menjadi alasan untuk meneliti tentang apa sebenarnya persepsi masyarakat terhadap program unggulan yang sedang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Gorontalo. Fenomena tersebut adalah adanya anggapan masyarakat terhadap belum maksimalnya program unggulan Provinsi Gorontalo menaikkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat, serta pada tingkat pelayanan. Fenomena lainnya secara positif memandang pembangunan Provinsi Gorontalo lewat Program Unggulan membawa dampak baik dan peningkatan kesejahteraan serta pelayanan. Karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat apa persepsi masyarakat terhadap program unggulan Provinsi Gorontalo yang terdiri dari program peningkatan sumber daya manusia (SDM), agropolitan dan etalase perikanan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Dengan pengumpulan data lewat cara : kuisioner pada masyarakat dan wawancara berpedoman atau focus discusion kepada Pemerintah Daerah, DPRD dan LSM. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata tidak terdapat perbedaan persepsi dan pengetahuan terhadap program unggulan Provinsi Gorontalo pada masyarakat perkotaan dan perdesaan. Secara umum persepsi masyarakat terhadap program unggulan ini sangat bagus, karena 107 responden dari 201 responden atau 53,2% menyatakan dengan adanya program unggulan ini etos kerja masyarakat Provinsi Gorontalo meningkat dan 53 responden atau 26,4 % menyatakan etos kerja masyarakat jadi lebih baik. Namun di sisi lain pemahaman masyarakat terhadap konsep program unggulan masih sangat dangkal. Jika program ini akan terus dilakukan, maka sosialisasi program harus lebih mendalam pada tingkat konsep dan pencapaian ukuran/standar keberhasilan dan target program jangka pendek, menengah dan jangka panjang perlu disesuaikan antara masyarakat dan pemerintah, agar bisa mengakomodir kepentingan semua pihak, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Gorontalo. Daftar Pustaka : 35 (1978-2003) ......There were growing perception in some part of Gorontalo communities that current leading programs of Gorontalo government did not live up to its expectation. The communities perceived that the prosperity and income of the people of Gorontalo were still in the lower side. In contrast, some other communities thought that these programs gave benefit and increase the service and wealthy. The aim of this study is to clear up that conflicting perception on those leading programs, which were developing human resource, agropolitan and fishery. The study used qualitative and quantitative methods. Data collected using questioner to the communities, government officials, staffs of non-government organization and the local legislative representatives. The study found that in our samples, there was no different perception and understanding to the Government program between urban and rural communities. Most of the people perceived that the program was in excellent shape. Half of them stated that the program could increase the mood of the people. One fourth of them said that community spirit became better. However, while the people understood on the program as the Gorontalo brand, the substances underlying the concept were not understood. The study recommends that to sustain the program, socialization of concept must be carried out. People should understand the concepts. Standard achievement should be clearly spelled for the short term, the middle term and the long-term period. Bibliography: 35 (1978-2003)
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Mozin
Abstrak :
ABSTRAK
\ minoritas group kerap kali menimbulkan persoalan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam pengalaman Gorontalo selama menjadi bagian dari propinsi Sulawesi Utara, diskriminasi akibat dominasi etnis ini berwujud dalam rekruitmen politik dalam jabatan ? jabatan public, distribusi anggaran, pembangunan dan sector lainnya. Persoalan diskriminasi ini menjadi salah satu faktor penting yang memicu terjadinya tuntutan pembentukan propinsi Gorontalo dengan memanfaatkan momentum pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pengalaman Gorontalo, pembentukan propinsi Gorontalo yang lepas dari propinsi induk, Sulawesi Utara tidak hanya syarat - syarat administratif yang diatur dalam UU, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh proses politik baik yang diperjuangkan oleh masyarakat setempat baik di tingkat lokal maupun nasional. Proses politik inilah yang akan memberikan penekanan tersendiri bagi para pengambil keputusan politik di tingkat nasional, apakah akan menyetujui pembentukan Propinsi Gorontalo atau justru menetapkan Gorontalo sebagai bagian dari wilayah Propinsi Sulawesi Utara dengan status daerah otonom kabupaten/kota. Merujuk deskripsi diatas, maka penelitian ini selanjutnya akan memfokuskan pada sejumlah permasalahan penelitian sebagai berikut :Pertama, bagaimana latar belakang pembentukan propinsi Gorontalo sehingga terpisah dari propinsi Sulawesi Utara yang merupakan daerah induk? Kedua, bagaimanakah peranan kelompok etnis Gorontalo dalam perjuangan politik pembentukan Propinsi Gorontalo? Ketiga, bagaimanakah perkembangan Propinsi Gorontalo pasca pemekaran? Penelitian ini bertujuan; mengetahui faktor ? faktor yang menjadi latar belakang gagasan pembentukan propinsi Gorontalo, peranan politik kelompok etnis Gorontalo dalam memperjuangkan pembentukan propinsi Gorontalo dan dinamika politik yang berlangsung selama proses politik pembentukan propinsi Gorontalo Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana penulisan penelitian ini menggunakan metode penulisan deskriptif dan eksplanasi. Yang dimaksud dengan deskriptif adalah metodologi yang menemukan pengetahuan tentang objek research pada suatu masa tertentu dengan cara mengumpulkan data berupa kata ? kata, gambar dan bukan angka ? angka. Pendekatan teoritik yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah teori partisipasi politik, teori otonomi daerah dan desentralisasi, serta teori konflik dominasi etnis. Hasil penelitian adalah sebagai berikut; Pertama, bahwa terdapat sejumlah faktor yang menjadi latar belakang tuntutan masyarakat atas pembentukan propinsi Gorontalo, pertama, isu desentralisasi dan otonomi daerah sebagai instrumen peningkatan partisipasi dan pembangunan daerah telah mendorong masyarakat untuk mengekspresikan tuntutan politiknya, kedua, diskriminasi dalam rekruitmen politik jabatan ? jabatan strategis dalam pemerintahan. Ketiga, ketimpangan distribusi anggaran dan pembangunan di Gorontalo. Peran politik etnis Gorontalo ini diwujudkan dalam bentuk; pertama, penggalangan dukungan dan mobilisasi politik baik di lingkup lokal maupun nasional, kedua, pembentukan organisasi persiapan guna mengorganisir seluruh kegiatan politik, dan ketiga, pembentukan pemerintahan persiapan propinsi Gorontalo. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, pertama, terjadi dominasi etnis Minahasa atas etnis Gorontalo selama pemerintahan propinsi Sulawesi Utara. Kedua, redistribusi kekuasaan menjadi resolusi konflik akibat konflik antara Minahasa sebagai dominan group dan Gorontalo sebagai minoritas group. Ketiga, peran politik etnis Gorontalo diwujudkan dalam bentuk partisipasi politik otonom. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah pertama, dalam konteks pembentukan propinsi Gorontalo maka konflik politik akibat diskriminasi politik yang dilakukan oleh dominan group tidak selamanya memicu ketegangan sosial di tingkat massa akar rumput, temuan penelitian justru memperlihatkan karakteristik etnis Minahasa dan Gorontalo terutama di level elit mampu melakukan mediasi konflik secara efektif dengan mendukung proses redistribusi kekuasaan melalui pembentukan struktur politik baru berupa propinsi Gorontalo. Redistribusi kekuasaan sebagai resolusi konflik dalam pembentukan propinsi Gorontalo merupakan penjelasan teoritik yang efektif dalam memediasi konflik kekuasaan. Kedua, merujuk pada bentuk partisipasi politik etnis Gorontalo maka merupakan partisipasi politik otonom yang dilakukan oleh masyarakat yang memang memiliki kesadaran sejarah dan visi tentang kemampuan mereka dalam membangun Gorontalo jika berdiri sebagai propinsi tersendiri sebagai penerapan prinsip otonomi daerah. Dengan demikian, teori partisipasi politik dan desentralisasi dapat memadai untuk menjelaskan proses politik pembentukan propinsi Gorontalo
2007
T 23850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Hercahyani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peraturan-peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pembentukan kabupaten Gorontalo hingga menjadi propinsi Gorontalo serta peran masyarakat Gorontalo dalam proses pembentukan propinsi Gorontalo. Tahun 1953 dijadikan sebagai batas awal dengan pertimbangan berdasarkan peraturan pemerintah dan perundangan yang berlaku dalam hubungannya dengan pemerintahan daerah. Wilayah Gorontalo pada tahun 1953 merupakan tempat kedudukan pemerintahan daerah Sulawesi Utara dan menjadi daerah otonom (Swapraja Gorontalo). Tahun 2000 menjadi batas akhir dengan pertimbangan propinsi Gorontalo terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 2000. Sistem otonomi daerah mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam konteks bentuk Negara di Indonesia dibagi atas daerah propinsi yang dibagi lagi atas kabupaten dan kota dan diatur dengan Undang-undang. Daerah-daerah tersebut diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Adanya sistim otonomi daerah, implementasinya adalah muncul daerah-daerah baru hasil pemekaran daerah. Pada kasus sulawesi Utara terjadi pemekaran wilayah yaitu menjadi propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Gorontalo. Pembentukan propinsi Gorontalo merupakan perjalanan sejarah yang panjang, sejak Gorontalo berbentuk kabupaten berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi. Berdasarkan tinjauan historis, Gorontalo merupakan daerah yang pernah memproklamirkan kemerdekaan pada tangga 23 Januari 1942 oleh Nani Wartabone, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Selain itu, secara geografis, luas wilayah Gorontalo ditunjang dengan potensi Sumber Daya Alam (hutan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan pertambangan) serta perdagangan dan transportasi sangat mendukung untuk terbentuknya propinsi Gorontalo. Tanggal 22 Desember 2000, dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 38 tahun 2000 tentang pembentukan propinsi Gorontalo, maka resmi Gorontalo menjadi propinsi terpisah dari propinsi induknya yaitu propinsi Sulawesi Utara.
The research aims to explain about the public regulations from the installation of the Gorontalo regency to the setting up of Gorontalo Province, and roles that local people played. The year 1953 is a first in temporal scope because in that year, the first public regulation was made on the local government. Gorontalo territory in that year was one of important towns in North Sulawesi Province and had an autonomy (self-rule Gorontalo). The year 2000 is a last in temporal scope because in the year Gorontalo Province was installed on the ground of UU 2000 no. 38. Local autonomy in governmental system in Indonesia is divided into governmental level of province, and then sub-divided into more regencies and cities. All of this was hold in national regulation. As a result of local autonomy, many special areas elevated. In North Sulawesi, some new areas were formed namely Province of North Sulawesi and Province of Gorontalo. The forming of Gorontalo Province has a long historical background. It began from Gorontalo Regency that installed by UU 1959 no. 29, on local government of regency in Sulawesi. From historical background, Gorontalo was a territory that proclaimed her independence on January 23th, 1942 by Nani Warotabone, before Indonesian independence on August 17th, 1945. Geographically, Gorontalo has a natural potentials resources (forest, cultivation, farming, fishery, and mining) beside her transportation and trading. The potentials support to the elevation of Gorontalo Province. In December 22nd, 2000, Gorontalo was given a status of province formally, based on UU 2000 no. 38.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T22712
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
499.21 KEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembanga Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981
499.27 GEO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud, 1983
499.25 STR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>