Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suparmin
"Akta pemberian hak guna bangunan (HGB) di atas tanah hak milik, merupakan salah satu dari delapan akta, diakui dalam hukum tanah positif dan pendaftaran tanah, yang pejabat pembuat akta tanah (PPAT) berwenang membuatnya. Jaminan kepastian hukum, selain akta, bagi si pemegang HGB adalah sertifikat HGB diatas tanah hak milik, sedangkan bagi si pemilik tanah hak milik, tidak kehilangan kepemilikan tanahnya, karena pemberiaannya, dibatasi oleh jangka waktu, yang diatur menurut peraturan perundangundangan.
Kaidah hukum data formil yang diatur Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, memberikan panduan bagi seorang PPAT dalam membuat akta tanah, persoalannya adalah bagaimana orang perorangan dan perseroan terbatas memperoleh tanah dan bangunan dengan status kepemilikan hak guna bangunan di atas tanah hak milik orang termasuk dapat dialihkan kembali hak yang diperoleh kepada pihak ketiga, juga untuk dijaminkan dengan hak tanggungan, tanpa si pemilik tanah kehilangan hak miliknya atas tanah tersebut? dan bagaimana pengaturan pedoman pembuatan akta pemberian HGB atas tanah hak milik dengan adanya Peraturan KBPN No. 1 Tahun 2006, yang menentukan adanya suatu data formil?.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif, yang merupakan penelitian kepustakaan, terhadap data sekunder di bidang hukum, didasari atas sistematika hukum positif atau sistematika peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemudian pengolahan, analisa dan konstruksi datanya dilakukan secara kualitatif, tipologi penelitiannya problem identification ditelusuri dengan jalan preskriptif-eksplanatoris. Atas dasar demikian, dalam pembuatan akta pemberian HGB diatas tanah hak milik merupakan penerapan asas pemisahan horizontal, dalam pembebanan hak atas tanah tertentu, yaitu tanah hak milik dalam konstruksi hukum adat, sumber hukum tanah nasional. Karenanya data formil didasari hak milik, hak atas tanah, yang merupakan turun-temurun, terpenuh dan terkuat. Pemberian HGB diatas tanah hak milik wajib didaftarkan dan mempunyai sertifikat HGB di atas tanah hak milik, untuk pembuktian kepemilikan dan kepentingan pihak ketiga. Peralihan hak (termasuk kewenangan untuk memindahkan hak) kepada pihak ketiga, haruslah dengan jelas dinyatakan di dalam akta pemberian HGB, sehingga mengikat di antara pemberi hak (pemegang hak milik) dan penerima hak (pemegang HGB). Datadata formil dalam pembuatan akta adalah harus terpenuhinya seluruh dokumen-dokumen dan atau bukti-bukti secara formil mengenai sudah terdaftarnya tanah hak milik yang akan diberikan HGB.

Bestow deed of building rights use right (HGB) above personal land right, representing one of the eight deed, acknowledge by positive law land and land registry regime, which is officer for land deed has authorization to form that such deed, according to law and regulation. It is true can be told, this deed is less popular, even almost society do not know, even pertained is not quite never utilize it, including among officer for land deed (PPAT), in running their practice. Besides the deed which giving certainty of law to the owner of HGB is certificate of land of HGB above personal right of land, while to the land owner, do not lose the ownership of its land because of its bestowed, limited by duration, arranged according to law and regulation.
Principle of formal data Regulated by KBPN No. 1 Year 2006, the problems are how individual people and limited liability obtaining real property with status of its ownership of rights utilize building above land property is including can be transferred again obtained rights to third party, also to vouch for with responsibility rights, without the land owner losing of its land? and how arrangement of guidance of making of bestow deed of HGB of private property with existence of Regulation of KBPN No. 1 Year 2006, determining the existence of a formal data.
Observed with methodologies of normative law research, representing research of bibliography, of secondary data in law area, constituted of positive law systematic way or law and regulation systematic way in Indonesia. Then processing, analyzing and constructing the data done with qualitative, this type of research is problem identification traced by prescriptive-explanatory. On the basis of that method, in forming the bestow deed of HGB above personal land of right represent applying of land dissociation of horizontal principle, in encumbering of certain land right, that is personal land of right in customary law construction, which is the source of national land law. Hence formal data constituted by personal land of right, the right of land which is the right that, can be inherit generation to generation, the most supreme and vigorous. Bestow deed of HGB is obliged to be registered and have certificate of HGB above land (of) property, for verification of ownership of and importance of third party. Formal data in making of deed have to fulfill entire documents and or evidence formally regarding enlisted property to be given by HGB. All important Matter to be paid attention in making of the deed of HGB above land is authority and efficiency of giver subject and receiver of rights."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T23492
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila
"HGB yang sudah kedaluwarsa seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai objek
warisan. Namun dalam putusan MA No. 1771 K/PDT/2019, tanah sengketa yang
bersertipikat HGB kedaluwarsa dapat diwariskan kepada para ahli warisnya. Adapun
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum
berakhirnya jangka waktu HGB bagi ahli waris berdasarkan UUPA; serta akibat
hukumnya bagi ahli waris terkait kasus putusan MA No. 1771 K/Pdt/2019. Untuk
menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan kualitatif. Tipologi penelitiannya merupakan penelitian problemidentification.
Hasil penelitian yang didapat adalah habisnya jangka waktu HGB bagi ahli
waris mengakibatkan HGB menjadi hapus sehingga status tanahnya kembali pada status
asal dari tanah tersebut. Apabila berasal dari tanah Negara, maka kembali menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara. Apabila dari tanah Hak Pengelolaan, maka tanah
kembali dikuasai oleh pemegang Hak Pengelolaan. Apabila dari tanah Hak Milik, maka
tanah kembali dikuasai pemegang Hak Milik. Terkait tanah dalam kasus putusan MA No.
1771 K/Pdt/2019, dikarenakan faktanya keluarga Pewaris telah menempati objek tersebut
sejak lama sampai sekarang maka terhadap mereka melekat hak prioritas untuk
mendapatkan hak warisnya dari tanah tersebut. Meskipun tidak ada aturan yang tegas,
namun eksistensi hak prioritas dalam hukum tanah nasional tetap diakui. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya putusan dan penetapan pengadilan terkait hak prioritas.
Untuk prosedurnya, oleh karena jangka waktu HGB telah habis, maka yang harus
dilakukan bukanlah perpanjangan hak, melainkan ‘permohonan hak atas tanah’. Saran
yang diberikan, Pemerintah diharapkan dapat membuat aturan secara eksplisit mengenai
hak prioritas supaya dapat timbul kepastian hukum bagi masyarakat.

An expired Building Rights Title shouldn’t be an inherited object. However, in the
Supreme Court decision number 1771 K/PDT/2019, it can be inherited to its heirs. The
issues in this research are the legal consequences of the expiration of building rights
period for heirs based on the Agrarian Law; as well as the legal consequences for the
heirs regarding the Supreme Court decision number 1771 K/Pdt/2019. This is a
normative juridical research with a qualitative approach. The typology of the research is
problem-identification. The result is that the legal consequence of the expiration of the
Building Rights period for the heirs is that the Building Rights is deleted so that the land
status returned to their original status. Regarding land in the case of the Supreme Court
decision number 1771 K/Pdt/2019, due to the fact that the family of the heir has occupied
the object for a long time until now, they are attached with priority rights to obtain their
rights from the inheritance. Although there are no clear rules, the existence of priority
rights in the national land law is still recognized. This is evidenced by the number of court
decisions regarding priority rights. As for the procedure, because the Building Rights has
expired, what must be done is not an extension of the right, but an "application for land
rights". The suggestion given is that the government is expected to make rules related to
priority rights so that it can provide legal certainty for everyone.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Octavia
"Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut. Prosedur yang harus ditempuh dalam pengadaan tanah adalah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah selain cara tersebut adalah dengan cara jual-beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Substansi ketentuan ini bersifat keperdataan yang meliputi ketentuan pasal 1320 jo. 1338 KUH Perdata, yang berarti harus memenuhi syarat-syarat sahnya kesepakatan dan persetujuan dan dilaksanakan oleh para pihak dengan itikad baik. Pengadaan tanah ini biasanya diperuntukan bagi proyek pembangunan untuk kepentingan umum. Sedangkan pengadaan tanah diperuntukan bagi proyek pembangunan untuk kepentingan umum oleh pihak swasta dikenal dengan perolehan tanah. Perolehan tanah dapat dilakukan dengan cara pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah. Pemerintah melaksanakan pembebasan, untuk proyek pemerintah atau proyek fasilitas umum seperti kantor pemerintah, jalan raya, pelabuhan laut/udara dan sebagainya. Sedangkan tujuan pembebasan dilakukan oleh pihak swasta dipergunakan untuk pembangunan berbagai fasilitas umum yang bersifat komersil misalnya, pembangunan perumahan/real estate, pusat-pusat perbelanjaan/shoping center, pembangunan jalan bebas hambatan dan lain-lain. Proses pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktek pelaksanaan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah selalu menimbulkan masalah hukum. Jika terjadi sengketa biasanya antara rakyat dan pemerintah atau rakyat dan pihak swasta adalah berkisar tentang bentuk dan besarnya ganti rugi atau terjadinya manipulasi harga tanah serta proses musyawarah yang dilakukan perubahan menjadi intimidasi baik secara fisik dan psikis terhadap pemilik tanah. Ketentuan-ketentuan mengenai pelepasan hak-hak atas tanah masyarakat harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau Rencana Pembangunan Daerah serta disinkronisasikan dengan Undang-undang Lingkungan Hidup, Undang-undang Perumahan dan Pemukiman, dan lain-lain. Proses pelepasan atau peyerahan hak atas tanah memang dirasa sulit pelaksanaannya, dan akan menjadi lebih kacau lagi apabila ditangani secara sembrono dan tidak dialasi dengan etika pertanggung-jawaban yang semestinya. Maka, diharapkan dalam hal ini semua pihak menyadari, bahwa lembaga hukum penyerahan atau pelepasan hak atas tanah adalah diciptakan untuk mendukung pemerintah dalam usahanya menyelenggarakan pembangunan Negara dan bangsa.

Procurement of land is any activity to gain ground by way compensation to those entitle to the land. Procedures to be followed in the procurement of land is by way of of release or transfer of land rights. Other than land acquisition is by way of sale, exchange, or otherwise voluntary agreed by the parties concerned. The substance of this provision is covering the civil provisions of article 1320 jo. 1338 Civil Code, which means it must meet the terms of legitimacy and consent agreement and execute by the parties in good faith. This land acquisition for development projects are usually intended for public use, while the procurement of land intended for development projects in public interest by the private parties with the acquisition of land know. Land acquisition can be done by way of revocation, redemption and release of rights to land. For government projects or public facilities project such as government offices, road, sea/airport and so on. While the goal of liberation conducted by private parties are used for for the construction of public facilities of a commercial character, for example, housing construction/real estate, shopping malls/shopping centers, highway construction and others. The process of release or transfer of land rights is an activity of releasing the legal relationship between the holders of land rights to the land under his rule, by providing indemnification on the basis of deliberation. It is inevitable that in practice the implementation of the release or transfer of land rights laws are always causing trouble. If a dispute is usually between people and their government or the people and private parties are ranged about the form and amount of indemnification or manipulation of land prices and deliberative process that was change into intimidation both physical and psychic to the landowner. The provisions regarding the release of rights of public land shall be in accordance with the Spatial Plan or Local Development Plan and is synchronized with the Environmental Law, Law of Housing and Settlements, and others. The process of release or transfer of land rights are considered difficult implementation, and will become more chaotic again when handle carelessly and not covered by ethics proper accountability. Thus, it is expected in this case all parties recognize, that the legal institutions surrender or waiver of land was created to support the government in an attempt to hold the state and nation building."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T29441
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Richardo
"ABSTRAK
Sistem pendaftaran tanah yang dianut Indonesia adalah sistem pendaftaran
hak dengan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif,
apabila ada pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertipikat atas
tanah, dapat mengajukan pembatalan. Permasalahannya adalah
bagaimanakah tata cara atau mekanisme pembatalan penguasaan tanah
yang telah terdaftar dalam sertipikat HGB dan HPL? Kemudian apakah
Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan sudah
membereskan hak atas tanah milik Susuna Dewi sebelum diterbitkannya
sertipikat HPL No. 1/Kuningan Barat kepada PD. Pembangunan Sarana
Jaya DKI Jakarta, sertipikat HGB No. B119/Kuningan Barat kepada PT.
Bimantara Sarana Perkasa, dan sertipikat HGB No. 198/Kuningan Barat
kepada PT. Fajar Surya Shakti (Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 89/PK/TUN/2008 jo. Putusan
Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 75K/TUN/2008 jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta No.
178/B/2007/PT.TUN.JKT jo. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta No. 14/G/2007/PTUN.JKT)? Metode penelitian yang digunakan
adalah tipe penelitian yuridis normatif dari data sekunder yang dianalisis
secara kualitatif dalam bentuk preskriptif.

ABSTRACT
Land registration system applied by Indonesia is land registration system
with a negative publicity which is contain positive elements, if any parties
feel harmed by the issuance of land certificate, can file cancellation. The
problem is how the procedures or mechanism cancellation of land tenure
that has been registered in HGB dan HPL? Then, if Head of the Municipal
Land Office of South Jakarta has settled the right of land belongs to
Susuna Dewi before the issuance of the Certificate of HPL Number
1/Kuningan Barat to PD. Pembangunan Sarana Jaya DKI Jakarta,
Certificate of HGB Number B119/Kuningan Barat to PT. Bimantara
Sarana Perkasa, and Certificate of HGB Number 198/Kuningan Barat to
PT. Fajar Surya Shakti (Study Case of the Decision of Judicial Review by
the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number
89/PK/TUN/2008 as amended to the Decision of Cassation by the
Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 75K/TUN/2008 as
amended to the Decision of State Administrative High Court of the Special
Capital City Region of Jakarta Number 178/B/2007/PT.TUN.JKT as
amended to the Decision of Jakarta State Administrative Court Number
14/G/2007/PTUN.JKT)? The Research method that is used is a judicial
normative research type from secondary data that is analyzed qualitatively
in the form of prescriptive. The case of such cancellation is submitted to
PTUN and is proceed through regular procedure examination."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library