Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Scheltema, A.M.P.A.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985
331.216 SCH dt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Graaf, Hermanus Johannes de, 1899-1984
Djakarta : Bhratara , 1971
907.2 GRA n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hellwig, Tineke
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007
305.409 598 HEL c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Baay, Reggie
Depok: Komunitas Bambu, 2017
959.8 BAA n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stevens, Th.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004
366.109 598 STE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siswantari
"Penelitian ini merupakan studi tentang birokrasi pemerintahan Hindia Belanda khususnya membahas tentang jabatan Demang yang merupakan struktur bawah dari birokrasi pemerintahan. Fokus permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kehidupan Demang di wilayah Bekasi, dengan mengambil studi kasus Demang Moedjimi yaitu seorang Demang yang memerintah di wilayah Bekasi.
Demang kedudukannya sama dengan kepala distrik yang mempunyai kedudukan dan peran membawahi kepala desa Demang mengawasi tugas dan kewajiban kepala desa Dalam melaksanakan tugasnya ada Demang yang melaksanakan tugasnya secara baik, namun ada juga Demang yang melaksanakau tugasnya yang melakukan tindakan yang menentang atau melanggar- ketentuan yang telah ditetapkan sehingga dia dipecat oleh pemerintah dan diajukan ke pengadilan. Hal ini dialami oleh Demang Moedjimi, dimana dia telah melangar tugasnya dan diajukan ke pengadilan.
Moedjimi bekas Demang Bekasi sangat ditakuti di .jamannya, ketika perkaranya - masih diperiksa oleh polisi, Moedjimi sudah dimasukkan di dalam penjara yaitu dipertempatkan buat sementara waktui di teloek Betoeng, sebab orang kuatir saksi-saksi tidak dapat memberikan keterangan yang sebenar-benarnya sebab takut akan pembalasan Moedjimi jika ia mengetahui.
Menurut surat dakwaan pada Moedjimi sudah dipersalahkan menyalahgunakan jabatannya sebagai seorang Demang meskipun ia masih memegang jabatan ambtenaar, kesalahan yang dilimpahkan kepadanya adalah menyalah gunakan jabatannya dengan meminta dan menerima uang dari orang lain yang terlibat dalam kejahatan atau tidak, dengan perjanjian akan dibebaskan dari penjara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Siswantari
"Penelitian ini membahas tentang birokrasi pemerintahan Hindia Belanda pada tingkat wijkmeester untuk periode abad XIX; yang dikenal oleh masyarakat Betawi (dengan sebutan Bekmeester atau Bek. Kedudukan Wijkmeesters/bek dalam birokrasi pemerintahan menduduki posisi yang paling bawah, yang mempunyai tugas untuk menarik pajak, menjaga keamanan dan ketertiban serta- kebersihan wilayahnya. Dalam posisi demikian Wijkmeesters/bek berperan sebagai perantara yang menjembatani antara pemerintah dengan masyarakat. Seluruh kebijakan pemerintah harus diterjemahkan oleh pejabat ini agar dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya. Dalam hal wewenang wijkmeesters boleh dikatakan tidak berhak memutuskan suatu kebijakan dari persoalan yang ada di masyarakatnya, setiap persoalan yang ada harus dilaporkan pada pejabat yang berada diatasnya yaitu Ajudan dan Komandan. Mereka inilah yang menentukan keputusan yang harus dilaksanakan oleh Wijkmeesters.
Jabatan wijkmeesters/bek meskipun tidak mendapatkan gaji melainkan hanya mendapatkan 8% dari pajak yang dapat ditarik dari masyarakatnya, cukup banyak diminati oleh masyarakat di Batavia, terbukti dari banyaknya surat lamaran yang diajukan untuk diangkat menjadi wijkmeester oleh pemerintah Hindia Belanda- Posisi jabatan wijkmeester di masyarakat cukup dihormati. umumnya para wijkmeester merupakan orang yang mampu/kaya, hal itu tercermin dari gaya hidup dan rumah tinggalnya. Dalam menjalankan perannya sebagai wijkmeester ada tindakan-tindakan yang menyimpang yang membuat wijkmeester tersebut dilepaskan dui jabatannya. Penyimpangan itu biasanya karena rnengelapkan uang pajaka yang diterimanya, dui tidak mampu mengatur ronda atau menjaga keamanan wilayahnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muharam E
"Pemerintah Hindia-Belanda pada masa kolonial, tahun 1900-1942, atas tuntutan para tokoh perempuan pribumi (Raden Ajeng Kartini dan Raden Dewi Sartika), dalam usaha mengangkat derajat dan harkat kaum perempuan serta melepaskan dari ikatan adat dan kebiasaan yang merugikan, diminta agar membuka sekolah khusus bagi kaum perempuan. J.H. Abendanon dengan alasan lain, seperti kecilnya jumlah anak perempuan pribumi yang bersekolah, dan hambatan adat yang melarang anak perempuan bersekolah bersama (ko-edukasi) dengan anak laki-laki pada usia dewasa, meminta agar pemerintah membuka sekolah khusus bagi kaum perempuan pribumi, agar mereka tidak "terbelakang". Tetapi pemerintah belum dapat mengabulkan tuntutan dan permintaan tersebut karena waktunya belum tepat. Dewi Sartika atas prakarsa dan swadaya, pada tahun 1904 mendirikan "sekolah isteri" sekolah pertama untuk kaum perempuan pribumi. Usaha ini diikuti oleh masyarakat lainnya sehingga penyelenggaraan sekolah perempuan meningkat jumlahnya. Tetapi walaupun telah ada usaha masyarakat tersebut, masalah keterbelakangan dan kemiskinan kaum perempuan pribumi belum teratasi. Masyarakat mengharapkan Pemerintah mengulurkan tangan melalui pendidikan, memberi bekal pada kaum perempuan untuk bisa mandiri. Langkah pertama yang dilakukan Pemerintah adalah memberikan subsidi pada sekolah-sekolah perempuan yang ada, kemudian menata program pada sekolah dasar umum, selanjutnya membuka kesempatan bagi kaum perempuan untuk menjadi guru, dengan membuka sekolah guru perempuan, dan akhirnya membuka sekolah dasar khusus bagi perempuan pribumi yang sekaligus digunakan untuk latihan oleh murid sekolah guru. Hasil kebijaksanaan tersebut, cukup memuaskan, karena selain meningkatnya jumlah murid perempuan pada sekolah umum, juga jumlah sekolah perempuan meningkat lagi. Dari segi prestasi siswa perempuan yang lulus dari sekolah tidak mengecewakan sehingga diterima di masyarakat untuk menduduki jabatan tertentu, seperti guru, perawat, pemegang buku dan lainnya, sehingga kebijaksanaan tersebut juga mengakibatkan mobilitas dan perubahan sosial, ekonomi serta kebudayaan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernas Sobari
"Pembahasan mengenai partai politik campuran di Hindia Belanda: PEB (1919-1929) ditujukan untuk melengkapi penelitian mengenai sejarah Indonesia pada masa pergerakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam masa pergerakan terdapat perkumpulan campuran yang terdiri dari bermacam ras, agama, dan suku bangsa, yang ingin mempertahankan Hindia Belanda dengan negeri Belanda. Dalam perkembangannya, PEB sebagai partai politik campuran telah mewarnai jalannya pergerakan nasional. Dengan mempelajari PEB, dapat diketahui tujuan dan program partai tesebut dalam bidang pendidikan, pemerintahan, dan kesehatan. Selain itu dapat juga diketahui tentang sikap partai ini terhadap golongan nasionalis maupun kaum komunis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12232
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
""Uang kebon" (money which is used in "plantation) is a special type of currency issued and used in Deli area of plantation ,east of Sumatera. As a medium of exchange, money used by contract workers for the sale and purchase transaction where the money they normally receive as wages in the early and mid of the month. "Uang kebon" or token money is often referred to using the unit of dollars and cents with the variaty of shapes and sizes according to the taste of plantation owners. "Uang kebon" is one of tools to bind the contract workers so they cannot escape from the plantation area."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>