Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andromeda Windra Ciptadi
"Indo-pasifik merupakan sebuah konstruksi geopolitik baru dalam konsep geografis meliputi kawasan samudera hindia dan samudera pasifik. Paradigma baru dalam menyikapi fenomena geopolitik"
Jakarta: Seskoal Press, 2019
023.1 JMI 7:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Reza Tri Satriakhan
"Pasca Perang Dingin, Tiongkok muncul sebagai ancaman baru bagi hegemoni AS, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer. Persaingan AS-Tiongkok di Asia Pasifik menimbulkan gejolak pada stabilitas global. Intensitas Aliansi Quad (AS, Australia, Jepang, India) dalam melakukan ekspedisi militer gabungan di Samudera Hindia dan agresivitas Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan yang bersengketa dengan 5 negara (Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, Taiwan) mengancam keamanan ASEAN yang berada pada konvergensi persaingan tersebut. Rivalitas AS-Tiongkok semakin intens sejak Presiden Donald Trump mengemukakan gagasan Free and Open Indo-Pacific (FOIP) ketika kunjungan pertamanya sebagai Presiden AS ke Asia pada 10 November 2017. Hal ini kemudian direspon oleh Pemerintah Tiongkok dengan meningkatkan anggaran militernya sebesar USD 22,09 miliar di tahun 2018 dari yang biasanya hanya sekitar USD 2-12 miliar. Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN dengan letak geografis yang strategis di antara 2 benua (Asia, Australia) dan 2 samudera (Hindia, Pasifik) mendorong ASEAN agar merumuskan konsepsi Indo-Pasifik yang berorientasi pada prinsip sentralitasnya. Atas inisiatif Indonesia, akhirnya ASEAN membentuk ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) pada KTT ASEAN ke-34 di Bangkok tanggal 22 Juni 2019. Pada kajian lainnya belum ada yang secara spesifik menjelaskan tujuan strategis Indonesia mendorong ASEAN untuk membentuk AOIP dalam merespon geopolitik AS-Tiongkok. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena tersebut dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan Role Theory dari K. J. Holsti (1970). Berdasarkan hasil riset, peran Indonesia dalam pembentukan AOIP meliputi regional protector, regional-subsystem collaborator, dan mediator-integrator. Peran tersebut didorong oleh prinsip “Bebas Aktif” dan program “Poros Maritim Dunia” oleh Presiden Jokowi dalam rangka memperkuat potensi middle power Indonesia, meningkatkan peran ASEAN, dan menghadirkan kerja sama Indo-Pasifik.

After the Cold War, China emerged as a new threat to US hegemony, especially in the political, economic, and military fields. The US-China rivalry in the Asia Pacific region disrupts global stability. The intensity of the Quad Alliance (US, Australia, Japan, India) in conducting joint military expeditions in the Indian Ocean and China's aggressiveness in the South China Sea in a dispute with 5 countries (Vietnam, Malaysia, Brunei, Philippines, Taiwan) threaten the security of ASEAN, which is at the convergence of the competition. The US-China rivalry has intensified since President Donald Trump put forward the idea of a ​​Free and Open Indo-Pacific (FOIP) during his first visit to Asia as US President on November 10, 2017. Then the Chinese government responded by increasing its military budget by USD 22,09 billion in 2018, up from the usual range of USD 2-12 billion. Indonesia, as one of the founders of ASEAN with a strategic geographical location between 2 continents (Asia, Australia) and 2 oceans (Indian, Pacific), encourages ASEAN to formulate an Indo-Pacific concept that is oriented to the principle of centrality. Because of Indonesia's initiative, ASEAN finally established the ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) at the 34th ASEAN Summit in Bangkok on June 22, 2019. In other studies, no one has specifically explained Indonesia's strategic objectives to encourage ASEAN to form an AOIP in response to US-China geopolitics. Thus, this study aims to analyze this phenomenon using qualitative methods and the Role Theory approach of K. J. Holsti (1970). Based on the research results, Indonesia's roles in the formation of the AOIP are regional protector, regional-subsystem collaborator, and mediator-integrator. These roles are motivated by the "Free Active” principle and President Jokowi’s "Global Maritime Fulcrum" program in order to strengthen Indonesia's middle power potential, enhance ASEAN's role, and present Indo-Pacific cooperation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Suparman
"Penelitian ini menganalisis kebijakan luar negeri Inggris dalam pembentukan aliansi keamanan AUKUS pada tahun 2021. Analisis ini mengidentifikasi beberapa faktor yang mendasari keputusan Inggris untuk terlibat dalam aliansi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis data yang berpusat pada causal process tracing. Metode ini digunakan untuk melacak dan memahami proses kausal yang mengarah pada keterlibatan Inggris dalam AUKUS. Dengan menggunakan Teori Peran K.J. Holsti (1970) sebagai kerangka analisis, penelitian ini menemukan faktor-faktor pendorong bagi Inggris untuk membentuk aliansi keamanan AUKUS tahun 2021. Faktor tersebut terdiri dari konsepsi peran nasional Inggris (Peran Tradisional Inggris/Global Britain; Kapabilitas Militer Inggris; dan Kepentingan Ekonomi Inggris), serta Preskripsi Peran Terhadap Inggris (Sistem Struktur Internasional/Peningkatan Kekuatan Militer China di Kawasan Indo-Pasifik; dan Prinsip-Prinsip Umum yang legal/Konsepsi Indo-Pasifik bagi Inggris). Berdasarkan perangkat analisis tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri Inggris membentuk AUKUS tahun 2021 adalah didasarkan pada kepentingan nasionalnya untuk berperan sebagai aktor utama keamanan global khususnya dengan kehadirannya kembali di kawasan Indo-Pasifik. Hal ini juga diartikan sebagai pencapaian penting setelah Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) pada 31 Januari 2020.

This research analyses British foreign policy in the formation of the AUKUS security alliance in 2021. This analysis identifies several factors underlying the UK's decision to be involved in the alliance. This research uses a qualitative method with data analysis techniques that focus on causal process tracing. This method is used to trace and understand the causal processes that led to the UK's involvement in AUKUS. By using Role Theory K.J. Holsti (1970) as an analytical framework, this research finds the driving factors for Britain to form the AUKUS security alliance in 2021. These factors consist of the conception of Britain's national role (Traditional Role of Britain/Global Britain; British Military Capabilities; and British Economic Interests), as well as Role Prescriptions for Britain (International Structure System/Increasing China's Military Power in the Indo-Pacific Region; and Legal General Principles/Conception of the Indo-Pacific for Britain). Based on these analytical tools, the author concludes that British foreign policy in establishing AUKUS in 2021 is based on its national interest to act as a major global security actor, especially with its presence again in the Indo-Pacific region. This is also interpreted as an important achievement after the UK left the European Union (Brexit) on January 31 2020."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supartono
"Kawasan Pelabuhan Bitung memiliki sejumlah potensi yang dapat berdampak pada struktur keamanan nasional dan pertahanan negara karena memiliki konsep gesotrategi bagi Kawasan Indo – Pasifik. Kawasan Pelabuhan Bitung sebagai international hub port, tertuang dalam Kepmenhub Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan teknik analisis data menggunakan interactive of model analysis. Penelitian ini menganalisis konsep Geostrategi Kawasan Pelabuhan Bitung sebagai bagian dari strategi keamanan nasional guna penguatan pertahanan negara berdasarkan sisi keamanan maritim Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum analisis geostrategi kawasan Pelabuhan Bitung dalam kajian keamanan maritim untuk keamanan nasional dan pertahanan negara, menunjukan beberapa hal: 1) kondisi strategis kawasan Pelabuhan Bitung perlu didukung dengan kebijakan strategis dan terintegrasi antara pemerintah Pusat dengan Provinsi Sulawesi Uatara dan pemerintah Kota Bitung; 2) pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memerlukan akselerasi pelaksanaan kebijakan secara berkelanjutan dan dukungan penuh dari sisi anggaran, untuk memperkuat basis kewilayahan dalam konsep geostrategi; dan 3) perlu ada upaya pendekatan terhadap masyarakat dalam mendukung terwujudnya wilayah strategis Kota Bitung, Sulawesi Utara. Terpenuhinya persyaratan tersebut, menjadikan kawasan Pelabuhan Bitung mampu mendukung geostrategi melalui kajian keamanan maritim yang strategis dan implikasi ekonomi, karena berada di Kawasan Indo – Pasifik sebagai pusat pertahanan politik dan ekonomi sehingga mampu memperkuat keamanan nasional dan Pertahanan negara."
Bogor: Universitas Pertahanan, 2020
355 JDSD 10:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ranny Rachmadhani
"ABSTRAK
Kemunculan istilah Indo-Pasifik sebagai sebuah konsep geopolitik memberikan dampak yang signifikan bagi dinamika kekuatan di Asia, terutama setelah digunakannya istilah Indo-Pasifik sebagai haluan kebijakan strategis AS dalam pidato Donald Trump di Asia pada November 2017. Konsep Indo-Pasifik kemudian menarik perhatian para akademisi untuk dikaji lebih lanjut. Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka terhadap perkembangan literatur akademis mengenai konsep Indo-Pasifik. Tinjauan pustaka ini akan mengidentifikasi lima tema besar yang muncul dalam literatur akademis. Pertama, adanya peralihan definisi konsep Indo-Pasifik dari konsep geografis menjadi konsep geopolitik sebagai upaya negara berkepentingan untuk membendung pengaruh Tiongkok. Kedua, bagaimana kepentingan serta kebijakan negara The Quad dalam mempromosikan perkembangan dari konsep Indo-Pasifik. Ketiga, tulisan ini akan memaparkan perspektif negara non-The Quad serta implikasi kebijakan dari perkembangan konsep Indo-Pasifi. Keempat, unsur katalis yang memicu upaya pembentukan pengaturan keamanan di Indo-Pasifik. Kelima, bentuk distribusi kekuatan yang terjadi di Indo-Pasifik. Berdasarkan analisis yang dilakukan, tinjauan pustaka ini pada akhirnya memandang konsep Indo-Pasifik sebagai sebuah konsep yang masih rentan dan diperdebatkan. Tidak adanya definisi rigid terhadap konsep ini memberikan ruang bagi aktor berkepentingan untuk memberikan definisinya sendiri terhadap konsep ini. Secara fungsional, penggunaan konsep Indo-Pasifik sendiri merupakan bentuk perubahan dan kontinuitas dari tatanan regional yang sudah ada sebelumnya, yaitu Asia Pasifik. Akibatnya, penggunaan kedua konsep ini seringkali tumpang tindih antar satu dengan yang lainnya. Pada akhirnya, penggunaan konsep Indo-Pasifik di kawasan sangat bergantung pada kepentingan apa atau siapa yang mendasarinya.

ABSTRACT
The emergence of the Indo-Pacific term as a geopolitical concept has a significant impact on the dynamics of power in Asia, especially after the use of the Indo-Pacific term as the US strategic policy direction in Donald Trump's speech in Asia on November 2017. The concept of Indo-Pacific has attracted the attention of academics for further study. This literature review will identify five major themes that appear in academic literature. First, the transition of the Indo-Pacific concept definition from the geographical concept into the concept of geopolitics as an effort of the state concerned to stem China's influence. Second, how about the interests and policies of The Quad in promoting the development of the Indo-Pacific concept. Third, this paper will present the perspective of the non-The Quad country and the policy implications of the development of the Indo-Pasifi concept. Fourth, the catalyst element that triggered efforts to establish security arrangements in the Indo-Pacific. Fifth, the form of power distribution that occurs in the Indo-Pacific. Based on the analysis carried out, this literature review ultimately looked at the Indo-Pacific concept as vulnerable and contested concept. The absence of a rigid definition of this concept provides space for interested actors to give their own definitions of this concept. Functionally, the use of the Indo-Pacific concept itself is a form of change and continuity from the pre-existing regional order, namely the Asia Pacific. As a result, the use of these two concepts often overlaps with one another. In the end, the use of the Indo-Pacific concept in the region depends very much on what interests or who underlies it."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Calista
"Jepang sejak pasca Perang Dunia dikenal sebagai negara pasifis. Hal ini terkait Pasal 9 Konstitusi Jepang yang menjadi dasar identitas Jepang. Kebijakan luar negeri Jepang tampak berfokus pada instrumen dan kebijakan ekonomi dalam mencapai kepentingan nasional. Semenjak Shinzo Abe menjabat sebagai Perdana Menteri di tahun 2012, literatur dan media menyoroti perubahan dalam kebijakan luar negeri Jepang yang diawali oleh pengajuan revisi Abe terhadap Pasal 9 sebagai tonggak identitas Jepang. Selain itu, kepemimpinannya turut disoroti sebagai Perdana Menteri dengan masa jabat terlama di Jepang. Untuk menelaah dinamika kebijakan luar negeri Jepang di era kedua Abe, tulisan ini memetakan 44 literatur dalam bentuk artikel jurnal dengan metode taksonomi yang dikategorisasikan ke lima tema utama, yaitu (1) elemen domestik dalam kebijakan luar negeri, (2) hubungan luar negeri Jepang, (3) isu keamanan dalam kebijakan luar negeri Jepang, (4) isu ekonomi dalam kebijakan luar negeri Jepang, dan (5) isu sosial budaya dalam kebijakan luar negeri Jepang. Dari tinjauan kelima tema utama ini, penulis memetakan konsensus, perdebatan, refleksi, dan sintesis untuk menelaah dan memaknai temuan dari persebaran literatur. Literatur-literatur utamanya memperlihatkan kontra terhadap pandangan negatif media massa dan literatur lainnya terhadap Jepang di era kepemimpinan Shinzo Abe. Penulis menemukan bahwa dinamika perubahan yang terjadi dalam kebijakan luar negeri Jepang di era Abe pada periode 2012-2020 dapat dijelaskan oleh faktor geopolitik dan signifikansi Abe sebagai pemimpin negara yang terletak pada peran pengatur proses pembentukan kebijakan luar negeri dalam politik domestik Jepang. Dari temuan tersebut, tulisan ini merekomendasikan beberapa analisis lanjutan dan pentingnya untuk tidak terfokus hanya pada unit analisis struktur ataupun individu, tetapi faktor domestik menjadi signifikan pula untuk dieksplorasi dalam analisis kebijakan luar negeri.

Japan has been known as a pacifist country since the post-World War II period, largely due to Article 9 of the Japanese Constitution, which serves as the foundation of Japan's identity. Japan's foreign policy appears to prioritize economic instruments and policies to pursue national interests. Since Shinzo Abe assumed the position of Prime Minister in 2012, literature and media have highlighted changes in Japan's foreign policy, initiated by Abe's proposal to revise Article 9 as a cornerstone of Japan's identity. Additionally, his leadership has been noted for being the longest-serving Prime Minister in Japan. To examine the dynamics of Japan's foreign policy in Abe's second era, this paper maps 44 literature pieces in the form of journal articles, using a taxonomy method categorized into five main themes: (1) domestic elements in foreign policy, (2) Japan's foreign relations, (3) security issues in Japan's foreign policy, (4) economic issues in Japan's foreign policy, and (5) socio-cultural issues in Japan's foreign policy. From the review of these five main themes, the author identifies consensus, debates, reflections, and syntheses to analyze and interpret the findings from the distribution of literature. The main literature shows contrasting views against the negative perceptions of mass media and other literature towards Japan during Shinzo Abe's leadership. The author finds that the dynamics of change in Japan's foreign policy during Abe's era from 2012 to 2020 can be explained by geopolitical factors and Abe's significance as a leader shaping foreign policy processes in Japan's domestic politics. Based on these findings, this paper recommends several further analyses and emphasizes the importance of not solely focusing on structural or individual units of analysis, but also exploring domestic factors in foreign policy analysis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Sania
"Tulisan ini membahas perubahan kebijakan pertahanan Australia melalui 2020 Defence Strategic Update yang merumuskan strategi pertahanan Australia khususnya sebagai upaya menghadapi konflik persaingan strategis di Indo-Pasifik. Indo-Pasifik merupakan jalur maritim strategis yang sarat akan kepentingan bagi berbagai negara. Australia pun menjadi salah satu negara yang memiliki kepentingan baik secara strategis maupun ekonomi di wilayah tersebut. Namun, terjadinya konflik persaingan strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah mengakibatkan terancamnya perdamaian dan keseimbangan kekuatan di kawasan Indo-Pasifik. Sebagai negara yang berada di kawasan Indo-Pasifik, menjadi penting bagi Australia untuk menjaga stabilitas di kawasan tersebut agar kepentingannya menjadi tidak terganggu. Dengan demikian, sebagai upaya untuk menghadapi tantangan keamanan yang terus berkembang tersebut Pemerintah Australia pun menerapkan strategi pertahanan baru yang bertujuan untuk memperkuat kemampuan Angkatan Pertahanan Australia/Australia Defence Force (ADF) melalui kebijakan pertahanan terbarunya, yakni 2020 Defence Strategic Update. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan studi pustaka, tulisan ini berupaya untuk menganalisis perubahan strategi pertahanan dalam 2020 Defence Strategic Update dengan menggunakan konsep negara middle power (kekuatan menengah) dan teori balance of power (keseimbangan kekuatan). Temuan dari penelitian ini adalah Australia sebagai negara dengan kekuatan menengah telah menerapkan berbagai strategi perimbangan kekuatan dalam upaya menjaga keseimbangan kekuatan di Indo-Pasifik. Secara internal strategi perimbangan kekuatan Australia dilakukan dengan meningkatkan kekuatan militernya. Kemudian, secara eksternal strategi perimbangan kekuatan Australia dilakukan dengan memperkuat hubungan aliansi dengan sekutunya, yakni Amerika Serikat, serta meningkatkan hubungan regional dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik.

This paper discusses changes in Australia's defense policy through the 2020 Defense Strategic Update which formulates Australia's defense strategy specifically as an effort to deal with strategic competitive conflicts in the Indo-Pacific. The Indo-Pacific is a strategic maritime route that is full of interests for various countries. Australia is also a country that has both strategic and economic interests in the region. However, the occurrence of a strategic competition conflict between the United States and China has resulted in threats to peace and the balance of power in the Indo-Pacific region. As a country in the Indo-Pacific region, it is important for Australia to maintain stability in the region so that its interests are not disturbed. Thus, as an effort to deal with the evolving security challenges, the Australian Government has implemented a new defense strategy aimed at strengthening the capabilities of the Australian Defense Force (ADF) through its newest defense policy, namely the 2020 Defense Strategic Update. By using qualitative research methods and literature, this paper seeks to analyze changes in defense strategy in the 2020 Defense Strategic Update using the concept of a middle power state and balance of power theory. The findings of this study are that Australia as a middle power country has implemented various power balance strategies in an effort to maintain the balance of power in the Indo-Pacific. Internally, Australia's balance of power strategy is carried out by increasing its military strength. Then, externally, Australia's balance of power strategy was carried out by strengthening alliance relations with its ally, namely the United States, as well as increasing regional relations with countries in the Indo-Pacific region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library