Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Allagan, Tiurma Mangihut Pitta
Abstrak :
Perkawinandalam UU Perkawinan di Indonesia dinyatakan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Definisi ini merefleksikan bahwa perkawinan di Indonesia merupakan perkawinan pasangan yang heteroseksual. Namun pertanyaan muncul apakah lelaki atau perempuan yang disebutkan mencakup definisi lelaki atau perempuan yang sebelumnya merupakan pasien berkelamin ganda, interseks atau saat ini dikenal sebagai manusia “Disorder of Sexual Development (DSD)”? Kasus AH yang dibatalkan perkawinannya oleh Mahkamah Agung pada tahun 2014 yang tidak menganggap dia adalah seorang lelaki, semakin memperjelas bahwa pertanyaan ini menjadi penting untuk menilai kapasitas seseorang untuk melaksanakan perkawinan. Penulisan ini menggunakan metode penelitiannormatif dimana penelitian kepustakaan atas hokum dan peraturan yang berlaku dilaksanakan. Penetapan pengadilan atas revisi atau perubahan jenis kelamin dan dasar hokum putusannya akan dianalisis dan menjadi bahan diskusi. Metode perbandingan juga dipergunakan untuk membandingkan persyaratan perkawinan antara hukum Indonesia dengan hokum Singapura dan Hong Kong. Hasil analisis dan diskusi dari topic tersebut di atas akan dipergunakan untuk menutup tulisan ini sebagai kesimpulan dan saran (jika ada). ...... The Indonesian Marriage Law states that marriage is a physical and spiritual relationship between a man and a woman as husband and wife in order to create an eternal happy family based on the Almighty God. This definition reflects that marriages in Indonesia must be between heterosexual couples. However, a question appears as to whether a man or a woman mentioned thereof includes a man and a woman who were hermaphrodite, intersex, or nowadays known as a person with Disorder of Sexual Development (DSD)? The case of AH whereby his marriage was cancelled by the Supreme Court in 2014 for since he was not considered as a man, confirms that this question is important to value the capacity of a person to marry. This writing will apply normative research as well as literature research methods upon the positive rules and regulations. The decisions of district courts upon the revision or change of gender and its legal basis will be analyzed and be the topic of discussion. The comparison will then be applied to compare the marriage requirements between Indonesian Law, Singaporean Law and Hong Kongese Law. The results of analysis and discussion will be the closure of the writing, as conclusions and advice, if any.
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Ayu Desti Saputra
Abstrak :
Posisi strategis Indonesia menjadikannya sebagai salah satu negara transit bagi pengungsi di Kawasan ASEAN. Namun, keterbatasan kuota resettlement yang disediakan oleh negara ketiga membuat Indonesia menjadi rumah yang tidak disengaja bagi para pengungsi. Sebagian pengungsi terpaksa untuk menetap di Indonesia dalam waktu lama yang kemudian menimbulkan interaksi sosial antara pengungsi dengan masyarakat Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, fenomena perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia menjadi suatu hal yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Keadaan pengungsi sebagai kelompok rentan tidak dapat membatasi hak asasi manusia dari pengungsi untuk menikah dan berkeluarga. Namun, sebagai negara bukan pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara komprehensif mengenai pengungsi sebagai subjek hukum dalam melakukan suatu perkawinan campuran. Keadaan ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan hukum terkait legalitas perkawinan dan implikasinya. Banyaknya pengungsi dengan latar belakang orang tidak berdokumen yang sulit untuk membuktikan kewarganegaraannya membuat beberapa pengungsi di Indonesia kesulitan dalam memenuhi persyaratan formil dan materiil perkawinan yang kemudian berdampak kepada tidak dapatdicatatkannya perkawinan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas mengenai legalitas perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia ditinjau dari hukum perdata internasional Indonesia dan hukum perkawinan Indonesia. Tulisan ini akan meninjau lebih jauh mengenai kemungkinan penerapan prinsip habitual residence untuk menentukan hukum yang berlaku bagi pengungsi dalam melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia di tengah kekosongan hukum yang mengatur mengenai orang dengan keadaan kewarganegaraan tertentu di Indonesia. Penerapan itsbat nikah pada perkawinan campuran antara warga negara Indoonesia dengan pengungsi di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencatatkan perkawinan akan turut dibahas pada penelitian ini. Sebagai perkawinan campuran yang sulit untuk dicatatkan, perlindungan hukum bagi para pihak dari perkawinan tersebut perlu diutamakan dengan mempertimbangkan itikad baik dari para pihak. 


Indonesia's strategic position makes it one of the transit countries for refugees in the ASEAN region. However, limited resettlement quotas provided by third countries have made Indonesia an accidental home for refugees. Some refugees are forced to stay in Indonesia for a long time, which then creates social interactions between refugees and Indonesian people in their daily activities. As a result, the phenomenon of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia is something that is often found in society. The situation of refugees as a vulnerable group cannot limit their human rights to marry and have a family. However, as a country that is not a party to the 1951 Convention on the Status of Refugees, Indonesia does not yet have a legal protection that regulates refugees as legal subjects in a mixed marriage comprehensively. This situation then gave rise to various legal issues related to the legality of marriage and its implications. The large number of refugees with undocumented backgrounds who find it difficult to prove their citizenship makes it difficult for some refugees in Indonesia to fulfil the formal and material requirements of marriage, which then has an impact on not being able to register the marriage. By using a juridical-normative method, this research will discuss the legality of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia from the perspective of Indonesian private international law and Indonesian marriage law. This paper will examine further the possibility of applying the principle of habitual residence to determine the law that applies to refugees who marry Indonesian citizens in the absence of laws governing people with certain citizenship conditions in Indonesia. The application of itsbat nikah in mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia as a solution to register marriages will also be discussed in this study. As mixed marriages that is difficult to register, legal protection for the parties to the marriage needs to be prioritized by considering the good faith of the parties.

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library