Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Gathmyr
Abstrak :
Latar Belakang: Acute Kidney Injury pada COVID-19 merupakan komplikasi penting dan dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian diduga diperantarai kondisi inflamasi dan disregulasi imun, baik di awal maupun selama perawatan. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara IL-6, IL-10, TNF-" dengan AKI dan memprediksi perburukan hematuria, dan kejadian AKI Metode: Studi potong lintang dan prospektif kohort melibatkan 43 pasien COVID-19 derajad sedang dan berat yang dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat di Jakarta, Indonesia dari bulan November 2020 hingga Januari 2021. Selama observasi dilakukan pemeriksaan darah lengkap, serum kreatinin, urinalisis, kadar IL-6, IL-10, TNF-" pada hari pertama dan hari ketujuh pengobatan atau sebelum hari ketujuh jika pasien meninggal atau dipulangkan, dan perubahannya di analisis. Insiden AKI ditentukan ketika perubahan serum kreatinin dan urin output memenuhi kriteria pedoman Kidney Disease Improving Global Outcomes. Uji korelasi dilakukan terhadap peningkatan sitokin dengan perubahan hematuria dan kreatinin. Uji Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar sitokin diantara status albuminuria. Selanjutnya dilakukan uji Receiver Operator Characteristic untuk melihat kemampuan prediksi IL-6, IL-10, TNF-" terhadap perburukan hematuria dan kejadian AKI, menggunakan AUC minimal 0,7 dengan batas bawah IK 95% lebih dari 0,5 dan nilai p <0,05 Hasil: Terdapat korelasi antara peningkatan kadar serum IL-10 dengan perubahan serum kreatinin (r= -0,343; p 0,024) tetapi tidak pada perubahan IL-6 dan TNF-a. Perubahan hematuria tidak berkorelasi dengan peningkatan ketiga kadar sitokin. Juga tidak ada perbedaan dalam kadar sitokin di antara kelompok albuminuria. Kadar serum TNF-" dihari pertama perawatan dapat memprediksi AKI pada hari ke tujuh, AUC 85%; p=0,045 (IK 0,737-0,963), tetapi tidak dapat memprediksi perburukan hematuria Kesimpulan: Terdapat korelasi antara peningkatan IL-10 dengan perubahan serum kreatinin. TNF-! pada hari pertama perawatan dapat memprediksi kejadian AKI di hari ketujuh perawatan pasien COVID-19 derajat sedang dan berat. ......Background: Acute Kidney Injury is an important complication and is associated with increased risk of death in COVID-19 due to inflammatory conditions and immune dysregulation, both at the beginning and during treatment. Aim: To determine the relationship between IL-6, IL-10, TNF-α with AKI and their ability to predict the worsening of hematuria, and the incidence of AKI. Methods: 43 moderate and severe COVID-19 patients treated from November 2020 to January 2021 at Pertamina Central Hospital in Jakarta, Indonesia were included in this cross-sectional and prospective cohort study. During observation, tests including complete blood count, serum creatinine, urinalysis, levels of IL-6, IL-10 and TNF-α were performed on the first and seventh day of treatment, or before day 7 if the patient died or was discharged, and the changes were analyzed. The incidence of AKI is determined when changes in serum creatinine and urine output meet the criteria in the Kidney Disease Improving Global Outcomes guidelines. Correlation test was performed on increased cytokines with changes in hematuria and creatinine. Wilcoxon test was performed to obtain differences in cytokine levels among albuminuria status. Receiver Operator Characteristic test was then carried out to see the predictive ability of IL-6, IL-10, TNF- α on the worsening of hematuria and the incidence of AKI. Results: There was a correlation between increased serum IL-10 levels with changes in serum creatinine (r= -0.343; p 0.024), but not in IL-6 and TNF-a levels. On the other hand, changes in hematuria did not correlate with an increase in the levels of the three cytokines. There was also no significant difference in the levels of cytokines among albuminuria groups. Serum TNF-! levels on the first day of treatment were able to predict AKI on the seventh day (AUC 85%; p=0.045; 95%CI 0.737-0.963), but did not predict the worsening of hematuria. Conclusion: There was a correlation between increased serum IL-10 with changes in serum creatinine. TNF-! on the first day of treatment can predict the incidence of AKI on the seventh day of treatment for moderate and severe COVID-19 patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Meidy Kaseger
Abstrak :
Pendahuluan: Penggunaan nitrox bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit dekompresi pada penyelaman. Namun saat ini terdapat kontroversi mengenai efek nitrox-2 dengan komposisi oksigen 36 yang lebih besar daripada udara yang dapat menginduksi pembentukan reactive oxygen species ROS sehingga meningkatkan risiko terjadi stres oksidatif yang akan mempengaruhi pembentukan sitokin anti-inflamasi IL-10. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar IL-10 pada penyelaman tunggal dekompresi dengan media napas udara dan nitrox-2. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimen pada penyelam laki-laki terlatih dengan desain tersamar acak tunggal yang menggunakan randomisasi dalam pengalokasian sampel sebanyak 17 orang pada kelompok udara dan 17 orang pada kelompok nitrox-2. Kedua kelompok melakukan penyelaman tunggal dekompresi 28 msw dengan bottom time 50 menit dalam RUBT. Kadar IL-10 diukur sebelum dan sesudah penyelaman dengan menggukan teknik ELISA. Hasil: Terdapat peningkatan kadar IL-10 yang tidak bermakna pada kelompok udara p = 0,469 dan juga pada kelompok nitrox-2 p = 0,081 . Tidak terdapat perbedaan selisih rerata kadar IL-10 yang signifikan antara kedua kelompok p = 0,658. Kesimpulan: Disimpulkan bahwa perbedaan penggunaan media napas tidak mempengaruhi perubahan kadar IL-10. ...... Background : The use of nitrox aims to reduce the risk of decompression sickness for divers. However, there are still controversies over the effects of nitrox 2 with a greater oxygen composition 36 than compressed air that can induce the formation of reactive oxygen species ROS , increasing the risk of oxidative stress affecting the formation of IL 10 as an anti inflammatory cytokine. Therefore, this study aims to determine the difference in IL 10 levels in single decompression dives with compressed air and nitrox 2. Method : s This was an experiment study design on trained male divers with randomized allocation of 17 samples in the air group and 17 in the nitrox 2 group. Both groups performed a single 28 msw decompression dive with 50 minutes bottom time in hyperbaric chamber. IL 10 levels were measured before and after dive using ELISA technique. Results : There is non significant changes of IL 10 level in both groups, air p 0.469 and nitrox 2 p 0.081. There is no difference in IL 10 levels changes between the two groups p 0.658. Conclusion : It is conclud that there is no different in IL 10 levels changes between compressed air and nitrox 2 in single 28 msw decompression dive bottom time 50 minutes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayla Putri Zahari
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian sel punca mesenkim (SPM) asal tali pusat yang diduga dapat menurunkan TGF- β1 dan meningkatkan interleukin-10 serta menurunkan derajat fibrosis hati dengan skoring fibrosis NAFLD, menggunakan blok parafin hati tikus dari penelitian sebelumnya. Tikus diberi 2AAF/CCl4 untuk menimbulkan model fibrosis, dosis CCl4 2mg/kgBB, 2AAF 10mg/kgBB dan SPM 1x106. Kelompok dibagi menjadi tiga yaitu kelompok I kontrol tidak diberi perlakuan, kelompok II diberikan 2AAF/CCl4, dan kelompok III diberikan 2AAF/CCl4 serta SPM asal tali pusat manusia. Ekspresi sitokin interleukin-10 dan TGF- β1 diperiksa dengan menggunakan pulasan imunohistokimia. Kuantifikasi pemeriksaan imunohistokimia dengan menghitung jumlah sel kupffer positif warna coklat pada sinusoid lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan sel kemudian dikali seratus persen pada sepuluh lapang pandang. Terdapat perbedaan signifikan ekspresi TGF- β1 antara kelompok tanpa SPM dibanding dengan kelompok kontrol (p=0.02) dan kelompok SPM (p=0.04). Terdapat peningkatan bermakna ekspresi interleukin-10 antara kelompok SPM dengan kelompok kontrol (p=< 0.00) dan tanpa kelompok SPM (p=0.005). Terdapat korelasi positif TGF- β1 dengan peningkatan skoring NAFLD (r=0.39,p=0.035) dan tidak ada korelasi IL-10 dengan skoring NAFLD. Pemberian SPM dapat menurunkan ekspresi TGF-β1 dan meningkatkan ekspresi interleukin-10 pada jaringan hati tikus yang diinduksi oleh 2-AAF/CCl4 dan memperbaiki fibrosis dengan menurunkan skoring NAFLD. ......This study aims to look at the effect of mesenchymal stem cell (SPM) originating from the umbilical cord which is thought to reduce TGF-β1 and increase interleukin-10 and reduce the degree of liver fibrosis by scoring NAFLD fibrosis, using rat liver paraffin blocks from previous studies. Mice were given 2AAF / CCl4 to cause fibrosis model, 2 mg / kgBB of CCl4 dose, 2AAF 10mg / kgBB and 1x106 SPM. The group was divided into three namely control group I was not given treatment, group II was given 2AAF / CCl4, and group III was given 2AAF / CCl4 and SPM from human umbilical cord. Interleukin-10 and TGF-β1 cytokine expressions were examined using immunohistochemical smear. Quantification of immunohistochemical examination by counting the number of brown positive kupffer cells in sinusoids and then divided by the total number of cells and then multiplied one hundred percent in ten fields of view. There was a significant difference in TGF-β1 expression between the groups without SPM compared to the control group (p = 0.02) and the SPM group (p = 0.04). There was a significant increase in the expression of interleukin-10 between the SPM group and the control group (p = <0.00) and without the SPM group (p = 0.005). There was a positive correlation of TGF-β1 with increased NAFLD scoring (r = 0.39, p = 0.035) and there was no IL-10 correlation with NAFLD scoring. Giving SPM can reduce TGF-β1 expression and increase the expression of interleukin-10 in rat liver tissue induced by 2-AAF / CCl4 and improve fibrosis by decreasing NAFLD scoring.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Vania Salsabella
Abstrak :
Pendahuluan: Kondisi permukiman dapat mempengaruhi tingkat pajanan mikroorganisme penduduknya. Penduduk yang tinggal di daerah kumuh memiliki risiko lebih tinggi untuk terpajan mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi IFN-γ dan IL-10 pada whole blood culture (WBC) penduduk daerah kumuh dan nonkumuh yang distimulasi oleh phytohemagglutinin (PHA). Metode: Penelitian potong-lintang dilakukan untuk menentukan perbedaan kadar IFN-γ dan IL-10 pada WBC yang berasal dari subjek daerah kumuh dan nonkumuh yang distimulasi dengan mitogen PHA. Data sitokin merupakan data sekunder yang didapatkan dari penelitian utama yaitu “Regulasi Respons Imun Subyek di Permukiman Kumuh: Studi Imunitas Seluler pada Kultur Sel Darah yang Distimulasi Malaria, BCG dan LDL”. Hasil: Kadar IFN-γ pada kondisi basal ditemukan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok nonkumuh daripada kelompok kumuh (15,25 [5,00 – 225,00] dan 3,25[2,00 – 11,50] dengan p=0,004). Kadar IL-10 pada kondisi basal secara signifikan lebih tinggi pada kelompok nonkumuh daripada kelompok kumuh (117,75 [88,00 – 191,00] dan 4,00 [3,00 – 121,50] dengan p=0,002). Pascastimulasi PHA, tidak ditemukan perbedaan signifikan pada kadar IFN-γ (8269,31±1679,96 untuk kumuh dan 6906,60±1074,03 untuk nonkumuh, p=0,488), sedangkan kadar IL-10 pascastimulasi PHA secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kumuh dibandingkan nonkumuh (1121,20±169,39 dan 335,06±59,54 dengan p=0,001). Rasio IFN-γ terstimulasi/IFN-γ basal secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kumuh dibandingkan nonkumuh (2211,97±1698,36 dan 462,14±332,75 dengan p=0,010) dan rasio IL-10 terstimulasi/IL-10 basal juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok kumuh dibandingkan nonkumuh (259,75±214,70 dan 2,67±1,53 dengan p=0,004). Potensi inflamasi dinilai dengan rasio keseimbangan IFN-γ terhadap IL-10, didapatkan potensi inflamasi yang secara signifikan lebih tinggi pada daerah nonkumuh dibandingkan daerah kumuh (2,159±0,49 dan 1,178±0,63 dengan p=0,002). Kedua sitokin menunjukkan korelasi positif yang cukup kuat dan signifikan, terutama terlihat pada kelompok kumuh (R=0,642 dan p=0,002). Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar sitokin IFN-γ dan IL-10 pada kelompok kumuh dan nonkumuh pada kondisi basal. Pascastimulasi PHA perbedaan hanya terlihat pada kadar IL-10. Rasio keseimbangan kedua sitokin di kedua kelompok berbeda, menunjukkan potensi inflamasi kelompok nonkumuh lebih kuat dibandingkan kelompok kumuh. Terdapat korelasi positif antara sitokin IFN-γ dan IL-10 dimana peningkatan IFN-γ akan diikuti dengan peningkatan IL-10, terutama terlihat pada kelompok kumuh.
Introduction: Living conditions might affect the pathogenic exposure of its population. People that live in rural areas have a higher risk of being exposed to pathogens from their environment. This study aims to determine differences in the expression of IFN-γ and IL-10 in whole blood culture (WBC) of rural and urban dwellers stimulated by phytohemagglutinin (PHA). Method: A cross-sectional study is conducted to define the different expression of IFN-γ and IL-10 in whole blood culture from rural and urban areas stimulated with phytohemagglutinin (PHA). The data were obtained from previous study “Regulation of immune response to people living in the slum area: a study of cellular immunity on Whole Blood Cultures stimulated malaria, BCG and LDL”. Result: The expression of IFN-γ in the condition before stimulation was found to be higher in the urban group than in the rural group (15.25 [5.00—225.00] and 3.25 [2.00— 11.50], p=0.004). Interleukin-10 levels in basal conditions were also found to be higher in the urban group than in the rural group (117.75 [88.00—191.00] and 4.00 [3.00— 121.50], p=0.002). Post-stimulation with PHA, IFN-γ levels were not different in the rural and urban group (8269.31 ± 1679.96 and 6906.60 ± 1074.03, p=0.488), however IL-10 levels were higher in rural group (rural: 1121.20 ± 169.39 and urban: 335.06 ± 59.54, p=0.001). The ratio of each cytokine after stimulation to basal was performed and IFN-γ levels were higher in the rural group compared to urban group (2211.97 ± 1698.36 and 462.14 ± 332.75, p=0.010), IL-10 levels were also higher high in the rural compared to urban groups (259.75 ± 214.70 and 2.67 ± 1.53, p=0.004). The inflammatory potential was assessed by calculating the ratio of IFN-γ to IL-10, a higher inflammatory potential was found in urban areas compared to rural (2.159 ± 0.49 and 1.178 ± 0.63, p=0.002). Both cytokines showed a strong positive correlation, especially seen in the rural group (r=0.642, p=0.002). Conclusion: There are differences in IFN-γ and IL-10 expressions in rural and urban subjects spontaneuosly. After stimulation with PHA, a difference was only seen on IL-10 level. The balanced ratio between IFN-γ and IL-10, which depicts the inflammation potency, is stronger in urban subjects when compared to rural subjects. There is a positive correlation between IFN-γ and IL-10, wherein an increase of IFN-γ will be followed by an increase of IL-10, which shown better in rural subjects.
Depok: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Yasmin
Abstrak :
Pendahuluan: Imunoregulasi yang terjadi pada kehamilan menyebabkan ibu hamil lebih rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi parasit. Salah satu parasit intestinal yang paling sering ditemukan di negara berkembang adalah Blastocystis-terutama banyak dijumpai pada populasi imunosupresi. Belum diketahui apakah infeksi Blastocystis dapat memengaruhi respon imun seluler terhadap infeksi patogen lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan infeksi Blastocystis pada kehamilan dengan respon imun seluler terhadap infeksi tuberkulosis, yang dimodelkan dengan stimulasi purified protein derivative (PPD). Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan data yang bersumber dari penelitian utama yang telah dilakukan di daerah endemik Blastocystis. Sebanyak 98 ibu hamil trimester ketiga menjadi sampel dalam penelitian ini. Status infeksi Blastocystis ditetapkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis sampel feses. Respon imun seluler yang dinilai adalah kadar sitokin proinflamasi IFN-γ dan sitokin antiinflamasi IL-10 yang diambil dari kultur darah subjek dan diukur dengan Luminex assay. Hasil: Kadar IFN-γ dan IL-10 setelah stimulasi PPD lebih tinggi pada kelompok ibu hamil sehat dibandingkan ibu hamil terinfeksi Blastocystis, tetapi perbedaan kadar ini tidak signifikan untuk IFN-γ (p=0,356) dan signifikan untuk IL-10 (p=0,001). Perbandingan kadar sitokin setelah stimulasi PPD dengan basal yang dihitung dalam bentuk rasio menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada kelompok ibu hamil sehat baik untuk IFN-γ dan IL-10, tetapi keduanya tidak bermakna secara statistik (p=0,428 untuk rasio IFN-γ dan p=0,564 untuk rasio IL-10). Rasio keseimbangan sitokin proinflamasi-antiinflamasi (rasio IFN-γ/rasio IL-10) pascastimulasi PPD lebih tinggi pada kelompok terinfeksi Blastocystis, meskipun tidak signifikan secara statistik (p=0,741). Kesimpulan: Infeksi Blastocystis pada ibu hamil tidak menunjukkan perbedaan respons imun terhadap stimulasi PPD dibandingkan dengan ibu hamil sehat.
Introduction: Predominant immunoregulatory state in pregnancy is associated with higher risk of infection, including parasitic infection. One of the most common intestinal parasites found in developing country is Blastocystis-which mainly found in immunocompromised population. It is not yet known whether Blastocystis infection could influence cellular immune response to other pathogens. Therefore, this research aims to discover the association between Blastocystis infection in pregnancy with cellular immune response to tuberculosis infection, which is modelled by purified protein derivative (PPD) stimulation. Method: This is a cross-sectional study which uses data from primary research that has been done in a Blastocystis-endemic area. Study samples consist of 98 pregnant women in their third trimester. Blastocystis infection was determined from microscopic examination of stool specimen. The cellular immune response is assessed by measuring serum level of IFN-γ and IL-10 as pro- and anti-inflammatory cytokine, respectively. The serum is obtained from a whole blood culture, and its cytokine level will further be measured with Luminex assay. Result: IFN-γ and IL-10 level with PPD-stimulation is higher in healthy pregnant women compared to Blastocystis-infected subjects, but this difference is not statistically significant for IFN-γ (p=0.356) and significant for IL-10 (p=0.001). The PPD-stimulated/basal ratio of both IFN-γ and IL-10 is also higher in healthy pregnant women, but it is not statistically significant (p=0.428 for IFN-γ ratio and p=0.564 for IL-10 ratio). Although not statistically significant, the pro- and anti-inflammatory cytokine balance (IFN-γ ratio/IL-10 ratio) after PPD stimulation is higher in pregnant women infected with Blastocystis (p=0.741). Conclusion: There is no difference in the cellular immune response to PPD stimulation in pregnant women infected with Blastocystis compared to healthy pregnant women.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Angelica
Abstrak :
Latar Belakang Peningkatan konsumsi diet tinggi fruktosa kolesterol (DTFK) pada masa ini telah memicu obesitas yang menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Pada kondisi obesitas, Interleukin-10 (IL-10) merupakan mediator inflamasi yang akan mengalami penurunan di jaringan adiposa. Tanaman Acalypha indica (Ai) merupakan salah satu tanaman yang terbukti memiliki beberapa senyawa yang menghambat inflamasi yang terjadi dalam kondisi obesitas. Penelitian ini menganalisis senyawa dalam akar Ai yang memiliki ikatan dengan IL-10 menggunakan metode molecular docking dan mengukur kadar IL-10 di jaringan adiposa viseral tikus obesitas. Metode Studi molecular docking dilakukan pada 17 senyawa ekstrak akar Ai untuk membuktikan afinitasnya dengan IL-10 (PDB: 2H24) sebagai protein target. Kemudian, studi eksperimental dilakukan pada 23 ekor tikus Sprague-Dawley jantan yang dibagi ke dalam empat kelompok, yakni kelompok diet normal, kelompok DTFK (kontrol negatif), DTFK+Ai, dan kelompok DTFK+Gemfibrozil (kontrol positif). Setelah 28 hari, tikustikus tersebut diterminasi dan diukur kadar IL-10 pada jaringan adiposa viseral menggunakan ELISA dan Bradford Protein Assay. Hasil Hasil studi molecular docking menunjukkan bahwa keseluruhan senyawa memiliki ikatan terhadap IL-10 dengan afinitas tertinggi dimiliki oleh stigmasterol (ΔG: -7,95 kkal/mol; Ki: 1,49 mikromolar) dan stigmast-5-en-3-ol (ΔG: -6,86 kkal/mol; Ki: 9,31 milimolar). Pemberian Ai terbukti memberikan hasil peningkatan kadar IL-10 sebesar 3x terhadap kelompok DTFK (DTFK = 0,157+0,041; DTFK+Ai = 0,485+0,021) yang berbeda bermakna (p<0,05). Kesimpulan Pemberian ekstrak akar Ai dapat meningkatkan kadar IL-10 pada jaringan adiposa viseral tikus obesitas yang diperkirakan melalui interaksi utama ligan stigmasterol dan stigmast- 5-en-3-ol dalam senyawa Ai. ......Introduction Increasing consumption of a high fructose corn syrup (DTFK) diet during this period has triggered obesity, which causes various health problems. In obesity-related diseases, Interleukin-10 (IL-10) is an inflammatory mediator that decreases in adipose tissue. The Acalypha indica (Ai) plant is one that has been proven to have several compounds that inhibit inflammation that occurs in obesity-related conditions. This study analyzed compounds in Ai roots that bind to IL-10 using the molecular docking method and measured IL-10 levels in the visceral adipose tissue of obese mice. Method Molecular docking was performed on 17 ligands of Ai root extract to prove their affinity with IL-10 (PDB: 2H24) as a target protein. Then, an experimental study was conducted on 23 male Sprague-Dawley rats, which were divided into four groups: normal diet, DTFK (negative control), DTFK+Ai, and DTFK+ Gemfibrozil (positive control). After 28 days, these rats were terminated and IL-10 levels were measured using ELISA and Bradford Protein Assay. Results The results of molecular docking studies show that all compounds bind to IL-10 with the highest affinity in stigmasterol (ΔG: -7.95 kcal/mol; Ki: 1.49 micromolar) and stigmast- 5-en-3-ol (ΔG: -6.86 kcal/mol; Ki: 9.31 millimolar). The administration of Ai was proven to increase 3x IL-10 levels in the DTFK group (DTFK = 0.157+0.041; DTFK+Ai = 0.485+0.021), which was significantly different (p<0.05). Conclusion Administration of Ai root extract can increase IL-10 levels in visceral adipose tissue of obese mice which is thought to be through the main interaction of the stigmasterol and stigmast-5-en-3-ol ligands in the Ai compound.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris Rizqhilmi
Abstrak :
Latar belakang: Perkembangan global yang cepat di seluruh dunia meningkatkan rerata angka harapan hidup manusia, hal ini mendorong peningkatan jumlah populasi lanjut usia. Penuaan dapat meningkatkan resiko penyakit terkait usia. IL-10 adalah sitokin antiinflamasi yang memainkan peran penting dalam menginhibisi proses inflamasi kronik yang disebabkan oleh proses penuaan. Masalah kesehatan yang muncul karena penuaan, salah satunya penyakit kardiovaskular dapat bersifat debilitatif dan fatal. Oleh karena itu, upaya preventif menjadi prioritas utama agar kualitas hidup dapat terjaga. Centella asiatica secara umum diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi terutama di negara-negara dengan jumlah tanaman obat yang berlimpah seperti Indonesia Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek dari Centella asiatica sebagai tanaman obat yang sudah dikenal luas, terhadap kadar IL-10 di jantung. Metode: Subjek yang diteliti adalah tikus Sprague-Dawley (SD) yang dibagi kedalam kelompok kontrol pembanding yang berisi tikus muda (8-12 minggu) dan tiga kelompok lainnya yang berisi tikus SD tua (20-24 bulan) terdiri dari kontrol negatif yang diberi placebo, kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol CA 300 mg/kgBB, dan kelompok kontrol positif yang diberikan vitamin E 6 IU. Setelah 28 hari, tikus-tikus tersebut diterminasi dan diukur kadar IL-10 di jantung menggunakan ELISA. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan uji parametrik one-way ANOVA. Hasil: Administrasi CA memberikan hasil berupa peningkatan kadar IL-10 di jantung (16.33 ± 2.71 pg/mg pada kelompok perlakuan CA vs 10.81 ± 0.75 pg/mg di pada kontrol negatif) meskipun tidak signifikan secara statistik (p = 0,106) Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa Centella asiatica tidak mempengaruhi kadar IL-10 di jantung tikus SD tua secara bermakna. ......Background: Rapid global improvement across the world have increased the average life expectancy of people, thus drives the increasing number of elderly population. Aging could increase the risk of age-related disease. IL-10 is an anti-inflammatory cytokine that plays an important role in inhibiting the chronic inflammatory process that occurs due to aging. The resulting health problems caused by aging, including cardiovascular diseases could be debilitative and fatal. Therefore, preventive measures are a primary priority so that quality of life can be maintained. Centella asiatica (CA) are known to have anti-inflammatory activity, especially in countries with abundant medicinal plants such as Indonesia. Objective: Present study aimed to investigate the effect of Centella asiatica as a widely-known medicinal plant to IL-10 level in the heart. Methods: Subjects were old Sprague-Dawley rats divided into comparison control using young rats (8-12 weeks age) and three other groups of aged SD rats (20-24 months age) consisting of negative control (placebo), treatment group was given 300 mg/kgBW CA ethanolic extract, and positive control group was given 6 IU vitamin E. After 28 days, the rats were terminated then measured the concentration of IL-10 in the heart by ELISA. The data obtained were then analyzed using the one-way ANOVA test. Results: CA administration resulted an increase in heart IL-10 concentration (16.33 ± 2.71 pg/mg in treatment group vs 10.81 ± 0.75 pg/mg in negative control) although insignificant statistically (p = 0,106). Conclusion: Present study showed that Centella asiatica did not affect IL-10 level in the heart of aged Sprague-Dawley rats
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitya Elvira
Abstrak :
Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun dengan penyebab multifaktorial. Ketidakseimbangan sitokin Th17 (Interleukin-17; IL- 17) dan T-regulator (Transforming Growth Factor-; TGF- and Interleukin-10; IL-10) diduga terlibat dalam patogenesis LES yang mempengaruhi aktivitas penyakit. Tujuan: Penelitian dilakukan untuk menguji perbedaan rerata IL-17, TGF- dan IL-10 dengan aktivitas penyakit LES dan menguji korelasi sitokin Th17/T-regulator. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang melibatkan 68 pasien LES berdasarkan kriteria inklusi MEX-SLEDAI <2 untuk LES inaktif dan >=2 untuk LES aktif. Kriteria eksklusi adalah pasien LES dengan riwayat autoimun lain, inflamasi kronik; infeksi akut secara klinis; serta asma bronkial, dermatitis atopi dan urtikaria didasarkan pada catatan rekam medis. Serum IL-17, TGF-, IL-10 diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisis dengan perangkat lunak SPSS 20 menggunakan uji-T independen untuk data berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney untuk data tidak normal. Hasil: Rerata IL-17 serum adalah 19,67 (1,299) pg/ml. Median TGF- dan IL-10 adalah 175,02 (132-396) pg/ml dan 2,96 (0-11) pg/ml. Tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan dari kadar IL-17, TGF- dan IL-10 serum pasien LES aktif dan tidak aktif. Didapatkan korelasi positif sedang yang signifikan antara IL-17 dan IL-10 (p<0,005; r=0,529) dan korelasi yang tidak signifikan antara IL-17 dan TGF- (p>0,005; r=- 0,142). Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan rerata yang signifikan sitokin Th17/Treg pasien LES aktif dan inaktif. Terdapat korelasi positif signifikan sedang antara IL-17 dan IL- 10, sementara tidak terdapat korelasi signifikan antara IL-17 dan TGF-. Penelitian lanjutan dengan disain kohort prospektif diperlukan untuk mengkonfirmasi peran sitokin jalur Th17/Treg ini pada pasien LES aktif dan inaktif. ......
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library