Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Rega Tri Juanda
"Skripsi ini membahas prasasti Turunhyang B 966 S merupakan salah satu prasasti Mapanji Garasan. Prasasti Turunhyang B 966 S di tuliskan pada sisi belakang Prasasti Turunhyang A. Prasasti Turunhyang B dimulai pada baris ke-13 pada sisi belakang Prasasti Turunhyang A, yang dimulai dengan penyebutan prasasti Mapanji Garasan. Prasasti Turunhyang A dan B tidak utuh lagi. Turunhyang B berangka tahun 966 S dikeluarkan oleh Mapanji Garasan untuk memberikan anugrah sima kepada desa Turunhyang, karena telah membantu raja dalam berperang melawan Haji Panjalu. Garasan adalah salah satu raja Janggala. Kerajaan Janggala terbentuk karena Airlangga mempunyai beberapa orang anak, karena itu ia membagi dua kerajaan agar keturunannya tidak memperebutkan tahta. Dua kerajaan hasil pembagian itu adalah kerajaan Janggala dan Panjalu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11618
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Sri Ambarwati Kusumadewi
"Dalam sejarah Indonesia Kuna ada satu periode yang belum lengkap gambarannya, yaitu yang biasa disebut jaman Kadiri. Jaman ini dimulai sejak Airlangga membagi dua kerajaannya menjadi kerajaan Janggala di sebelah utara dan kerajaan Pangjalu di sebelah selatan. Prasasti Garaman yang dikeluarkan oleh Mapanji Garasakan dari kerajaan Janggala ditemukan pada bulan Mei 1985. Prasasti yang berangka tahun 975 8aka (1053 Masehi) berisi anugerah dari Mapanji Garasakan kepada penduduk desa Garaman atas bantuan mereka ketika raja melawan Haji Pangjalu, musuh dan kakaknya sendiri. Prasasti ini secara jelas mendukung keberadaan kerajaan Janggala dan Pangjalu yang semula merupakan satu kerajaan di bawah pemerintahan Airlangga. Juga memberitahu bahwa antara raja Janggala dan raja Pangjalu ada hubungan kekeluargaan yaitu kakak beradik, dimana Mapanji Garasakan adalah anak laki--laki tertua Airlangga dan adik Sanggramawijaya, putri tertua Airlangga. Keduanya lahir dari permaisuri. Sedangkan Haji Pangjalu adalah anak Samarawijaya dan tutu Dharmmawangsa Teguh. Karena kedua anak laki-laki ini merasa berhak atas tahta kerajaan, maka Airlangga terpaksa membagi dua kerajaannya agar tidak ada usaha perebutan tahta. Pembagian ini terjadi pada tahun 974 Saka. Tetapi peperangan antara dua raja ini tidak terelakkan. Pada tahun itu pula terjadi peperangan antara kedua raja tersebut. Prasasti Garaman rupanya juga memperingati pecahnya perang antara Mapanji Garasakan dari Janggala dengan Haji Pangjalu dari Pangjalu."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S12003
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library