Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gonxales, Manuel Pedro
Havana : Center of Studies on Marti , 1961
923 GON j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Castillo, Teofilo del
Manila: Associated Authors Company, 1949
920 CAS s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rene Escalante
Abstrak :
here is one issue in Jose Rizal’s life that historians have debated on several occasions but remains unsettled. That issue is whether Rizal, on the eve of his death, re-embraced the Catholic faith and disassociated himself from Masonry. The matter is controversial because parties on both sides are affiliated with an organization that promotes moral values and the pursuit of truth. The pro-retraction camp is represented by the Jesuits, the archbishop of Manila, and a few other members of the Catholic hierarchy. Since they are all ordained priests, they are assumed to be truthful in their pronouncements. Their opponents are the members of Masonry, an organization that promotes brotherhood, integrity, decency, and professionalism. This paper resurrects the retraction controversy in the light of the emergence of another primary source that speaks about what happened to Rizal on the eve of his death. This document was never considered in the history of the retraction controversy because it was made available to researchers only in the past decade. The author of the report is a credible eyewitness because he was physically present in the vicinity of where Rizal was detained. His narrative is lucid and contains details that cast doubt on the credibility and reliability of earlier primary sources on which previous narratives were based. This document needs serious consideration and should be included in the discourse on Rizal’s retraction.
Kyoto : Nakanishi Printing Company, 2019
050 SEAS 8:3 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Putri Prameswari
Abstrak :
Tujuan dari studi ini adalah untuk memahami peranan Jose Rizal bersama kelompok reformasi selama berlangsungnya gerakan propaganda pada 1882?1896. Saat itu Filipina berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Spanyol dan hal tersebut menjadi sebab utama dari terlaksananya kampanye propaganda yang diadakan di Eropa. Terdapat hubungan tak terpisahkan antara bruder Spanyol dan pemerintah kolonial di mana banyak terjadi ketidakadilan dan korupsi di Flilipina oleh karena bruder Spanyol mempunyai kekuasaan yang besar. Oleh karena itu, Jose Rizal menyumbangkan peranan penting bagi gerakan propaganda. Ia menulis dua buah novel yaitu Noli Me Tangere dan El Filibusterismo ketika ia berada di Eropa. Kedua novel itu menebar kritik di antara para bruder Spanyol. Hal tersebut memicu perang melalui tulisan antara kelompok propaganda dengan bruder Spanyol.Akhirnya pemerintah kolonial mencekal kedua novel itu akibatnya hal itu berdampak pada keberadaan kelompok propaganda. Studi ini akan melihat kontribusi pemikiran Jose Rizal dan juga memberikan proses bagaimana ia mempengaruhi Filipino dengan tulisannya. Usaha Jose Rizal membuahkan hasil meskipun ia ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Spanyol, pemikirannya diteruskan oleh kelompok revolusi menuju Filipina Merdeka. Hal tersebut menandakan gerakan propaganda telah sukses.
The purpose of this study is to comprehend Jose Rizal?s role together with propaganda group during reform movement which took place during the final quarter of nineteenth century. In that time Philippines was under Spanish colonial rule and it became main reason for them to conduct propaganda campaign in Europe. There were interdependent relationship between Spanish friars and colonial government that caused many injustices and corrupt in Philippines. In that time, Spanish friars had been possessed a great power. Therefore, Jose Rizal contributed important role to propaganda movement. He wrote two phenomenal novels, Noli Me Tangere and El Filibusterismo when he was in Europe. Those novels scattered criticism among the Spanish friars. It had been triggered dynamic quarrel through writings between propagandists and Spanish friars. Finally, Spanish colonial government censored his novels and it brought one of the effect to the propagandists itself. This study will investigate the contributions of Jose Rizal's ideas and giving process how he influence through his writings to Filipino people without decreasing the role among other reform group members.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim Garuda Nusantara
Abstrak :
Since the end of World War II. international tow of human rights have a rapid and significant improvement so that Us become the primary source of law wte» state, international organization, and individual faces the human rights problems in all over the world. Efforts from the world community to improve the system of human rights protection achieve its culmination point when the UN diplomatic conference agreed the Rome Statute about International Criminal Court. Indonesia does not ratify that convention because Indonesia already has the law of human rights that is in the Law Number 26 Year 2000, This regulation applied to several cases of human rights violation in Indonesia such as Abilio Jose Osorio Soares case. Soedjarwo case, and G. M. Timbul Sitaen, In those cases, the definition of "a systematic and widespread attack" becomes the main discussion. The Rome Statute applies the principle of "non-retroactive" while the Indonesian human rights law applies the principle of "retroactive ".
2004
JHII-1-4-Juli2004-755
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
T.M. Sjahriar Halim
Abstrak :
Dalam menelusuri pemikiran fenomenologik Ortega Y Gasset di bidang estetika, kita jumpai bahwa pada awalnya ia berpijak pada batu loncatan epistemologik yaitu bahwa yang dicari filsafat maupun ilmu pengetahuan adalah kebenaran. la menemukan bahwa metode yang cocok untuk mencapai kebenaran adalah metode fenomenologik dengan gagasan intuisi tetapi ia menolak lembaga reduksi eiditis karena ia menyadari bahwa ia berhaluan anti-idealistis. Metode fenomenologik mencakup struktur unsur-unsur subjek dan objek yang selalu berada dalam hubungan saling berkaitan, memerlukan, dan kerja sama, tetapi dua ini tidak pernah dan tidak mungkin melebur jadi satu. Jadi kebenaran tergantung dari kebenaran hubungan-hubungan tadi. Demikian dalam tinjauan fenomenologiknya tentang estetika yang mencakup seni ia mengemukakan terus menerus unsur-unsur kerja sama antara subjek kreatif dan objek estetik. Hakekat sesuatu ia temukan melalui kegiatan rasio atau berpikir yaitu melalui berpikir secara dialektik yang sekaligus merupakan berpikir fenomenologik, dengan ini ia artikan bahwa objek itu yang akan memimpin pikiran kita ke benda pada dirinya. Karena Ortega y Gasset mengutamakan realitas hidup,ia menghargai dan mencintai kemajemukan dan keanekaragaman. Bukan begitu saja, ia menghargai secara tersendiri setiap unsur yang tampil kepada subjek dalam realitas hidup itu, dengan sendirinya ia menghargai juga setiap sudut pandangan. Sudut pandangan ini bergantung pada keadaan seseorang, maka keadaan seseorang berperan sangat besar dalam kehidupan seseorang. Jika kita melihat lebih dekat keadaan itu, maka ternyata bahwa keadaan dari setiap bagian dalam keadaan itu terikat pada banyak hal yang tak dapat terlepas darinya. Setiap bagian dikelilingi pula oleh suatu keadaannya. Begitulah suatu benda terikat secara sambung-menyambung dan secara kait-berkaitan dengan banyak hal dan benda lain dalam keseluruhan yang karenanya terus menerus berubah-ubah. Tak mungkinlah melihat suatu benda atau hal secara terisolir dari keadaannya, secara fragmentaris. Mungkin yang dimaksud Ortega y Gasset: harus ditanggapi secara holistik atau seperti dalam teori Gestalt. Setiap objek berada dalam dialektika dari benda-benda nyata. Bukan dalam dialektika teoritis dari satu konsep ke konsep lain dalam kesadaran. Juga bukan dalam perenungan dan perumusan belaka dalam rasio murni. Demikian juga dalam bidang estetika, dengan berpikir dialektik dari pihak subjek (sebagai kesadaran yang aktif dalam kehidupan praktis), subjek ini menemukan konsep objek estetik; dalam tahap kedua konsep dalam kesadaran subjek, menimbulkan keinginan pada subjek untuk mengekspresikannya dalam satu ujud kebendaan; akhirnya ia mengkreasi suatu karya seni. Kiranya tahapan-tahapan ini sejajar dengan tahapan-tahapan cipta, rasa, karsa. Dalam satu dialektika dari benda-benda nyata, mungkin saja subjek kreatif sendiri ikut serta di sini, begitu juga subjek pemirsa dan penilai, karena semua memang berada dalam satu masyarakat yang saling mengakibatkan gerak secara praktis. Yang paling berperan dalam proses kreativitas ialah jarak antara subjek kreatif dan objek estetik yang menimbulkan jarak pula antara karya seni dan subjek pemirsa. Jarak ini dapat mengakibatkan terjadi keterasingan cirri-ciri manusiawi dalam seni yaitu, subjek kreatif tidak berhasil membawakan ciri-ciri manusiawi melalui karya seninya kepada subjek pemirsa. Ortega Y Gasset juga mengemukakan persoalan jarak agar kepada subjek pemirsa dapat diterapkan predikat nilai memirsa dengan sikap estetis, dimana ada dua patokan memirsa, yaitu secara tanpa pamrih dan secara tanpa prasangka atau terjarak. Ortega y Gasset berulang kali menekankan bahwa patokan-patokan untuk sikap estetis berlaku pula untuk sikap etis. Yang dipersoalkan dalam estetika adalah dialog antara unsur subjek kreatif dan objek estetik maupun karya seni dan subjek pemirsa dan menyangkut keindahan. Yang dipersoalkan etika adalah subjek pelaku dan menyangkut kebaikan. Dan memang, sebagai mana di Timur ada pendapat-bahwa yang indah itu baru indah jika baik dan yang baik itu baru baik jika indah, maka apa yang berlaku untuk yang indah berlaku juga untuk yang baik, bahkan sekaligus berguna. Dan karena pengalaman estetik adalah sejajar dengan pengalaman religius, maka sikap yang seharusnya dikejar adalah satu sikap dimana sikap estetis, sikap etis dan sikap religius berdialektika dengan kesamaan hak. Hal ini memang wajar karena wilayah seni, etika maupun religiusitas, bahkan kegunaan, berada dalam keadaan kait-berkaitan, saling memerlukan dan saling menunjang secara keseluruhan dalam realitas yang disebut kehidupan manusia. Contohnya: fenomena dehumanisasi dalam seni oleh angkatan muda, kita harus hadapi dengan tanpa pamrih dan dengan jangan terjarak terhadap anak muda, tanpa marah dan dengan pengertian, serta menghargai anak muda yang ingin bergaya memberi satu kejutan, dan membimbingnya melihat nilai-nilai luhur dalam kehidupan nyata melalui seni. Demikianlah Ortega Y Gasset memperlihatkan bagaimana Subjek kreatif, Objek estetik dan Subjek pemirsa merupakan tiga unsur yang selalu berada dalam dialektika di bidang estetika, dan bahwa subjek kreatif dengan objek estetik, dan karya seni dengan subjek pemirsa selalu berdialog dalam satu fenomena seni.
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Craib, Raymond B.
Abstrak :
On the morning of September 29, 1920, a young poet died in Santiagos asylum, where he had recently been moved after nearly two months in police custody. Why and how did Jose Domingo Gómez Rojas end up in a prison, an asylum, and a cemetery? This book is an effort to answer that question. It is not a biography of Jose Domingo Gomez Rojas, although he figures prominently in its pages. It is, rather, a book about the context within which his arrest, imprisonment, and death unfolded and about the experiences of a number of the men he counted as friends and comrades. Covering a four-month period of 1920 in Santiago, it is a book about anarchists and aristocrats, students and teachers, poets and prosecutors, and cops and Wobblies. While narrative in form, the book has a number of analytical threads. It pays close attention to university students and the radicalization and disidentification they experienced over the course of the 1910s as well as the close relationships they forged with working people at the time. The book also stresses the importance of anarcho-communism in Chile in the first two decades of the twentieth century. The narrative is structured around the lives and labors of agitators and organizers who spent most, if not all, of their lives in Santiago and thus emphasizes the importance of place to radical politics. This is, in sum, a story of individuals and the collective struggles they waged, futures they imagined, and worlds they occupied.
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470134
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nobutaka︎, Suzuki
Abstrak :
Mindanao, a large tract of fertile, unexplored land with abundant natural resources in the southern Philippines, attracted much attention from American capitalists and entrepreneurs as well as Filipino policymakers and settlers beginning in 1898. However, little is known about how it attracted Christian Filipino settlers in the early twentieth century. It remains unclear how the government-led national settlement project of 1939 evolved and was implemented following the Cotabato agricultural colony project. This paper, focusing on the vital role of Filipino technocrats, aims to explore their contribution to the planning of Mindanao’s settlement and the motives behind their drafting of related bills in the Philippine legislature. The technocrats, taking their inspiration from California’s State Settlement Land Act of 1917, drafted bills to promote a similar project—yet their plans had little chance of being enacted, as they were enormously expensive. The settlement plan materialized as the Quirino-Recto Colonization Act of 1934, in response to American concerns that the growing Japanese community in Mindanao threatened the Philippines’ national security. Depicted as a national security issue, the plan became increasingly divorced from its original aims of increasing food production and promoting population redistribution. Further, American intervention both altered Mindanao’s development plans and overlooked indigenous people’s rights.
Kyoto : Nakanishi Printing Company, 2023
050 SEAS 12:3 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library