Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adi Nugroho Tantry
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang akibat hukum dan kedudukan suami istri yang telah
bercerai, kemudian satu sama lain melakukan perkawinan ulang berdasarkan Pasal
232a KUHPerdata. Pasal 232a KUHPerdata mengatur bahwa, apabila suami dan
istri yang telah dicerai, satu sama lain melakukan perkawinan ulang, maka demi
hukum hiduplah kembali segala akibat perkawinan seolah-olah tak pernah ada
perceraian, namun hal itu tidak boleh mengurangi akan terus berlakunya
perbuatan-perbuatan perdata terhadap pihak ketiga yang telah dilakukan kiranya
dalam tenggang antara perceraian dan perkawinan ulang. Kemudian cara
menghitung pembagian harta peninggalan suami/istri (pewaris) dalam perkawinan
ulang. Serta akibat hukum terhadap harta benda perkawinan dalam perkawinan
ulang.

ABSTRACT
This thesis study about the legal consequences and status of divorced spouses,
who remarried to each other based on Indonesian Civil Code Verse 232a.
Indonesian Civil Code Verse 232a states that, if the divorced spouses, who
remaried to each other, then by virtue of the law all results of the marriage will be
revived as if there had been no divorce, but such cannot withstand the validity of
the civil actions on the third party that has been performed between the period of
the divorce and the remarry. Furthermore, it also encompasses the method of
calculating the division of material possessions as well as calculating the
inheritance from the remarried husband/wife (heir). Moreover, the legal
consequences towards marital material possessions in remarriage"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirsal Bahar
Universitas Indonesia, 1987
page 73
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Aldiana
"Perbankan sebagai salah satu bidang ekonomi telah memberikan jasanya kepada masyarakat dengan mengeluarkan suatu alat pembayaran yang praktis yaitu Credit Card, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa perbankan. Pemberian credit card juga merupakan salah satu cara penyediaan fasilitas kredit yang mana merupakan pemupukan modal dari masyarakat, sehingga perlu sarana ditingkatkan
agar dapat turut serta menunjang pembangunan yang sekarang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh Pemerintah.
Penyediaan fasilitas kredit untuk nasabah didasari oleh suatu perjanjian kredit, di mana aspek hukum sangat berperanan dalam perjanjian kredit yang dimaksud. PerjanJian kredit merupakan inti dan dasar hukum diterimanya dana fasilitas kredit oleh nasabah dari bank, karenanya perjanjian kredit juga sebagai wadah titik tolak terciptanya hubungan hukum antara kedua belah .pihak. "
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Herbumi
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Ishadiniti P.
"ABSTRACT
This thesis discussed about the lawsuit filed by the Minister of
Environment of Republic of Indonesia to PT Kalista Alam, which in the lawsuit
contained the principle of strict liability as part of a lawsuit filed by the plaintiff in
Unlawful Act (PMH). The theory used in this thesis is about absolute liability in
Article 88 and article 1365 in Indonesian Civil Code. Article 88 UUPLH is the
specification or lex specialists from article 1365 in Indonesian Civil Code
regulating the Unlawful Act. It?s called lex specialist because perpetrators under
article 88 different UUPLH with responsibility under article 1365 in Indonesian
Civil Code.

ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai gugatan yang diajukan oleh Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia kepada PT. Kalista Alam, dimana dalam
gugatannya terdapat asas tanggung jawab mutlak (strict liability) sebagai bagian
gugatan yang diajukan oleh Penggugat dalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah mengenai tanggung jawab mutlak
yang ada di dalam Pasal 88 UUPLH dan Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal 88
UUPLH merupakan kekhususan atau lex specialis dari Pasal 1365 KUHPerdata
yang mengatur mengenai Perbuatan Melawan Hukum. Dikatakan lex specialist
karena pertanggungjawaban pelaku berdasarkan pasal 88 UUPLH berbeda dengan
pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata."
2016
S63975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivone Nurul Fu`adah
"Masalah perkawinan beda agama memang tidak banyak muncul kepermukaan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat UUP). Setelah ditetapkannya UUP yang menyatakan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum dan tatacara agamanya dan kepercayaannya masing-masing. Menurut negara sah apabila menurut agamanya sah. UUP tidak mengatur perkawinan beda agama. Pada kenyataannya ada terjadi perkawinan beda agama. Sebelum berlakunya UUP perkawinan beda agama diatur dengan Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken, St. 1898 No. 158) selanjutnya disingkat GHR dan Ordonansi Perkawinan Orang-orang Indonesia-Kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon (Huwelijksordonnantie Christen-Indonesiers Java, Minahasa en Amboina, St. 1933 No. 74) atau disingkat HOCI. Perkawinan beda agama dengan cara penundukan diri pada aturan hukum pihak perempuan. Penundukan diri pada hukum perempuan ini dibuat dengan suatu akta otentik. Akta otentik harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan pejabat umum dalam pasal tersebut adalah notaris. Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta. Hal ini diatur dalam Pasal 1 juncto Pasal 15 ayat 1 UUJN. Metode penelitian yang dipakai adalah kepustakaan penelitian hukum (legal research) yang bersifat yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dan analisis data dengan pendekatan kualitatif. Adapun tujuan penulisan ini untuk mengetahui sejauh mana perkawinan beda agama yang teijadi di Indonesia dikaitkan dengan pembuatan akta pernyataan tunduk ke KUHperdata pada perkawinan beda agama dan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan perkawinan beda agama tersebut. Hasil penelitian ternyata perkawinan beda agama teijadi dan dimungkinkan dilakukan mengacu pada aturan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 66 UUP, Pasal 35 huruf a berserta penjelasannya UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan dan yurisprudensi MA No. 1400 K/Pdt/1986.
......The problem is the difference between religious marriage is not much appear before the introduction of Law Number 1 Year 1974 on Marriage (hereinafter abbreviated UUP). After UUP which States that marriage is considered legitimate when carried out according to legal procedure religious of each. According to the valid State when the legitimate reiigion. UUP does not set the different religious marriage. In fact, there occurred the marriage is religious. Before the introduction of UUP religious marriage is regulated by intermarriage (Regeling op de Gemengde Huwelijken St. No. 1898. 158) and then truncated GHR ordinance Perkawinan The Indonesian Christians in Java, Minahasa and Ambon (Huwelijksordonnantie Christen-Indonesiers Java, Minahasa en Amboina, St. No. 1933. 74) or abbreviated HOCI. Marriage is religious in a way bending the rules of law on women. Bending the law on women is made with an authentic letter. Authentic letter must meet the conditions stipulated in article 1868 KUHPerdata. The definition of public official in the notary clause. Notary is a public official who has the authority to make of authentic letter. Notary is a public official who has the authority to make of authentic letter. This is stipulated in Article 1 juncto Article 15 paragraph 1 UUJN. Research method used is literature study law (legal research) of juridical normative, a descriptive analytical, and data analysis with a qualitative approach. The purpose of writing is to know the extent to which marriage is a religious place in Indonesia is associated with the making of a statement of authentic letter to KUHperdata on the subject of marriage is religious and regulations related to marriage are different religions. Results of research that religious marriage is going on and made possible to the rules Switching Rules Article I of the 1945 Constitution, Article 66 UUP, Article 35 letter a with explanation of Law No. 23 Year 2006 about administration of residence and jurisprudence of MA No. 1400 K/Pdt/1986."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26042
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ivone Nurul Fu`adah
"ABSTRAK
Masalah perkawinan beda agama memang tidak banyak muncul kepermukaan
sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(selanjutnya disingkat UUP). Setelah ditetapkannya UUP yang menyatakan bahwa
perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum dan tatacara agamanya
dan kepercayaannya masing-masing. Menurut negara sah apabila menurut agamanya
sah. UUP tidak mengatur perkawinan beda agama. Pada kenyataannya ada teijadi
perkawinan beda agama. Sebelum berlakunya UUP perkawinan beda agama diatur
dengan Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken, St.
1898 No. 158) selanjutnya disingkat GHR dan Ordonansi Perkawinan Orang-orang
Indonesia-Kristen di Jawa, Minahasa dan Ambon (Huwelijksordonnantie Christen-
Indonesiers Java, Minahasa en Amboina, St. 1933 No. 74) atau disingkat HOCI.
Perkawinan beda agama dengan cara penundukan diri pada aturan hukum pihak
perempuan. Penundukan diri pada hukum perempuan ini dibuat dengan suatu akta
otentik. Akta otentik harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 1868
KUHPerdata. Yang dimaksud dengan pejabat umum dalam pasal tersebut adalah
notaris. Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta.
Hal ini diatur dalam Pasal 1 juncto Pasal 15 ayat 1 UUJN. Metode penelitian yang
dipakai adalah kepustakaan penelitian hukum (legal research) yang bersifat yuridis
normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dan analisis data dengan pendekatan
kualitatif. Adapun tujuan penulisan ini untuk mengetahui sejauh mana perkawinan
beda agama yang teijadi di Indonesia dikaitkan dengan pembuatan akta pernyataan
tunduk ke KUHperdata pada perkawinan beda agama dan peraturan perundangundangan
yang terkait dengan perkawinan beda agama tersebut. Hasil penelitian
ternyata perkawinan beda agama teijadi dan dimungkinkan dilakukan mengacu pada
aturan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 66 UUP, Pasal 35 huruf a berserta
penjelasannya UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan dan
yurisprudensi MA No. 1400 K/Pdt/1986.

ABSTRACT
The problem is the difference between religious marriage is not much appear
before the introduction of Law Number 1 Year 1974 on Marriage (hereinafter
abbreviated UUP). After UUP which states that marriage is considered legitimate
when carried out according to legal procedure religious of each. According to the
valid state when the legitimate religion. UUP does not set the different religious
marriage. In fact, there occurred the marriage is religious. Before the introduction of
UUP religious marriage is regulated by intermarriage (Regeling op de Gemengde
Huwelijken St. No. 1898. 158) and then truncated GHR ordinance Perkawinan The
Indonesian Christians in Java, Minahasa and Ambon (Huwelijksordonnantie
Christen-Indonesiers Java, Minahasa en Amboina, St. No. 1933. 74) or abbreviated
HOCI. Marriage is religious in a way bending the rules of law on women. Bending
the law on women is made with an authentic letter. Authentic letter must meet the
conditions stipulated in article 1868 KUHPerdata. The definition of public official in
the notary clause. Notary is a public official who has the authority to make of
authentic letter. Notary is a public official who has the authority to make of authentic
letter. This is stipulated in Article 1 juncto Article 15 paragraph 1 UUJN. Research
method used is literature study law (legal research) of juridical normative, a
descriptive analytical, and data analysis with a qualitative approach. The purpose of
writing is to know the extent to which marriage is a religious place in Indonesia is
associated with the making of a statement of authentic letter to KUHperdata on the
subject of marriage is religious and regulations related to marriage are different
religions. Results of research that religious marriage is going on and made possible to
the rules Switching Rules Article I of the 1945 Constitution, Article 66 UUP, Article
35 letter a with explanation of Law No. 23 Year 2006 about administration of
residence and jurisprudence of MA No. 1400 K/Pdt/1986."
2009
T37554
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indi Millatul Aula
"Pembatalan perjanjian secara sepihak terjadi karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa kelalaian salah satu pihak dalam memenuhi kewajibannya, tidak otomatis batal melainkan pihak lainnya harus mengajukan pembatalan kepada hakim melalui pengadilan. Pencantuman klausul pengesampingan Pasal 1266 KUHPerdata dalam sebuah perjanjian menimbulkan perbedaan penafsiran dan pandangan oleh para ahli hukum. Pada dasarnya pengaturan mengenai hal itu tidak terdapat penjelasannya dalam KUHPerdata, sehingga pokok permasalahan dari penelitian ini adalah mengenai pendapat para ahli hukum di Indonesia terhadap pembatalan perjanjian secara sepihak akibat wanprestasi, dan membandingkannya dengan pengaturan yang terdapat di Negara-Negara Civil law. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan data-data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini bahwa terdapat perbedaan pandangan di kalangan ahli hukum mengenai dapat atau tidaknya mengesampingkan Pasal 1266 KUHPerdata dalam suatu perjanjian. Sehingga ahli hukum di Indonesia dapat mengacu pada pengaturan hukum perjanjian di Negara-Negara Civil Law, yakni Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia, yang lebih spesifik mengatur pembatalan perjanjian secara sepihak akibat wanprestasi. Sebagian ahli hukum dan hakim di Indonesia berpandangan bahwa pembatalan perjanjian secara sepihak tidak dapat dilakukan, karena ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata mengatur pembatalan harus dimintakan kepada hakim (dwingend), sebagiannya berpandangan bahwa ketentuan tersebut hanya melengkapi (aanvullend), artinya Pasal 1266 KUHPerdata dapat untuk dikesampingkan. Sedangkan dalam pengaturan Negara Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia, pembatalan perjanjian secara sepihak dapat dilakukan dengan menilai beberapa faktor, seperti mengklasifikasikan kesalahan yang dilakukan salah satu pihak tersebut sehingga ia wanprestasi, mengklasifikasikan besarnya kerugian akibat wanprestasi, dan faktor-faktor lainnya, di mana setiap negara masing-masing memiliki klasifikasi terendiri.
......Unilateral termination of contract occurs due to default by one of the parties. Article 1266 of the Indonesian Civil Code stipulates that the failure of one party to perform its obligations does not automatically terminate the contract, but the other party must legal claim termination to the judge through the court. The inclusion of the override clause of Article 1266 of the Indonesian Civil Code in contract raises differences in interpretation and views by legal experts. Basically, there is no explanation regarding this matter in the Indonesian Civil Code, so the main issues discussed in this research are the opinions of legal experts in Indonesia regarding the unilateral termination of contract due to default, and comparing it with the arrangements found in Civil Law Countries. This research is a normative juridical research with data collected through library research. The result of this research is that there are different views among legal experts regarding whether or not Article 1266 of the Indonesian Civil Code can be overridden in a contract. Therefore, Indonesian lawyers can refer to the regulation of contract law in Civil Law Countries, such as France, Germany, the Netherlands and Italy, which more specifically stipulates the unilateral termination of contract due to default. Some jurists and judges in Indonesia are of the view that unilateral termination of the contract cannot be done, because the provisions of Article 1266 of the Indonesian Civil Code stipulates that the termination must be requested to the judge (dwingend), some are of the view that these provisions only complement (aanvullend), meaning that Article 1266 of the Indonesian Civil Code can be overridden. Whereas in the regulation of France, Germany, the Netherlands, and Italy, unilateral termination of the contract can be done by assessing several factors, such as classifying the mistakes made by one of the parties so that he defaults, classifying the amount of loss due to default, and other factors, where each country has its own classification."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library