Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemulung di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Bandung , dipandang dari segi ekonomi dan sosial, sebagian besar tergolong masyarakat miskin.
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Yulianti
Abstrak :
Pertumbuhan penduduk terutama di daerah perkotaan, selain menambah jumlah ketersediaan tenaga kerja serta meningkatkan aktifitas perekonomian, juga menimbulkan konsekuensi pada makin bertambahnya timbulan sampah.

Sampah perkotaan yang tidak dikelola dengan baik, sering mengakibatkan masalah besar. Terjadinya banjir akibat tersumbatnya saluran air dan sungai oleh timbunan sampah yang dibuang di sembarang tempat merupakan peristiwa rutin di kota-kota besar; menumpuknya sampah di pinggir jalan, di perumahan maupun di TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) sering sekali terjadi karena keterlambatan pengangkutan ke TPA.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feri Haldi
Abstrak :
Gerakan tanah merupakan bencana alam yang banyak menimbulkan kerugian harta benda, korban jiwa maupun luka-luka, kerusakan properti dan juga infrastruktur. Salah satu cara untuk mengurangi kerugian tersebut adalah dengan melakukan pemetaan potensi bencana gerakan tanah (slide hazard zonation). Pemetaan potensi bencana gerakan tanah dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan frekuensi keterjadian gerakan tanah yang tinggi. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pada penelitian ini digunakan 15 faktor pemicu terjadinya gerakan tanah, yaitu sudut lereng, arah lereng, kelas lereng, elevasi, elevasi relatif, Stream Power Index (SPI), Topographic Wetness Index (TWI), Normalized Differential Vegetation Index (NDVI), kerapatan liniasi, jarak terhadap liniasi, litologi, jenis tanah, curah hujan, kerapatan sungai, dan juga jarak terhadap sungai. Sedangkan faktor risiko gerakan tanah berupa penggunaan lahan, kerapatan bangunan, dan juga jarak terhadap jalan. Kabupaten Bandung Barat secara umum memiliki potensi kerentanan gerakan tanah moderate dengan persentase area sebesar 17,37%. Sedangkan kelas very low menyusun sekitar 15,97% luas daerah penelitian, low 16,96%, moderately high 16,75%, high 16,73%, dan juga very high 16,19%. Sedangkan untuk risiko gerakan tanah Kabupaten Bandung Barat didominasi area dengan tingkat moderately high dengan persentase area sebesar 22,36%. Sedangkan kelas very low menyusun sekitar 15,95% luas daerah penelitian, low 16,79%, moderate 18,70%, high 15,57%, dan juga very high 10,59%. Untuk potensi bencana gerakan tanah, Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh tingkat moderate dengan persentase area sebesar 18,41%. Sedangkan kelas very low menyusun sekitar 15,22% luas daerah penelitian, low 15,20%, moderately high 16,88%, high 17,14%, dan juga very high 17,12%. ......Landslide is a natural disaster that causes a huge loss in properties, fatalities, and public utilities. One of the ways to decrease those loss is by mapping the landslide susceptibility area (landslide hazard zonation). The landslide susceptibility mapping was applied in West Bandung Regency because the area has high landslide occurence frequency. The method used in this research is the Analytical Hierarchy Process (AHP). There are 15 landslide triggering factors considered in this research, such as: slope angle, slope aspect, slope curvature, elevation, relative elevation, Stream Power Index (SPI), Topographic Wetness Index (TWI), Normalized Differential Vegetation Index (NDVI), lineaments density, distance to lineaments, lithology, soil types, rainfall intensity, drainage density, and distance to drainage. As for the risk triggering factors, there are land use, building density, and distance to roads. In general, landslide hazard in West Bandung Regency is in moderate class with 17,37% total area. The very low class is about 15,97% of total area, low 16,96%, moderately high 16,75%, high 16,73%, and very high 16,19%. Besides, the landslide risk in West Bandung Regency dominated by moderately high class with 22,36% total area. The very low class is about 15,95% total area, low 16,79%, moderately 18,70%, high 15,57%, and very high 10,59%. Finally, the landslide susceptibility in West Bandung Regency dominated by moderate class with 18,41% total area. The very low class is about 15,22% total area, low 16,20%, moderately high 16,88%, high 17,14%, and very high 17,12%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Arison
Abstrak :
PLTP Wayang Windu yang berlokasi di bagian selatan kabupaten Bandung telah berhasil memproduksikan energi listrik dari hasil sumber energi panasbumi tanggal 8 Juni 2000 dengan kapasitas pembangkit 1 x 110 MW. Pengembangan PLTP ini bertujuan untuk mendukung upaya memenuhi kebutuhan energi listrik di masa depan sebagai alternatif energi yang bersifat dapat diperbaharui (renewable) serta ramah lingkungan. Pengembangan sumber daya panasbumi telah menjadi suatu kebijakan pemerintah dalam diversifikasi energi sejalan dengan antisipasi semakin menipisnya jumlah cadangan dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi. Salah satu sumber energi panasbumi yang potensial adalah PLTP Wayang Windu dengan besar potensi 460 MW dan telah berhasil dieksploitasi sebesar 197,7 MW. Sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, akan memberikan dampak peningkatan terhadap penggunaan energi listrik. Kebutuhan energi listrik terbesar adalah dari sektor industri dengan laju pertumbuhan yang diperkirakan sekitar 7,18% per tahun. Proses industrialisasi merupakan jalan yang ditempuh oleh Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Secara tidak langsung dengan kemajuan sektor industri akan berdampak terhadap kebutuhan energi listrik dari sektor rumah tangga dan sektor non industri lainnya akan meningkat. Selain dari memenuhi kebutuhan akan energi listrik, pengembangan sumber daya panasbumi juga berfungsi terhadap peningkatan penerimaan pemerintah dari sistem bagi hasil yang ditetapkan melalui kebijakan pemerintah. Perolehan atas bagi hasil tersebut merupakan komponen pembentuk APBN maupun APBD. Melalui kebijakan pemerintah telah ditetapkan besarnya perolehan pemerintah 34% dari hasil keuntungan tahunan. Selain itu juga Pertamina sebagai kuasa pemerintah dalam mengelola usaha pengembangan sumber daya panasbumi berhak mendapat upah produksi sebesar 4% dari keuntungan tahunan. Pembayaran ini akan dilaksanakan setelah tercapainya NOI (net operating income). Bersamaan dengan telah terselenggaranya program otonomi daerah dimana setiap daerah diberikan wewenang yang luas dalam upaya mengembangkan potensi yang ada. Prinsip dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemerataan pembangunan sesuai dengan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999. Pemerintah Daerah dalam hal ini berkewajiban untuk menggali segala potensi yang ada untuk mendapatkan penerimaan terhadap daerah dalam mendukung pembentukan APBD. Salah satu objek sangat penting saat ini adalah potensi sumber daya alam (SDA) yang dapat memberikan devisa bagi daerah yang cukup besar. Menurut UU No. 25/1999 tentang dana perimbangan ditetapkan sistem bagi hasil antara pemerintah Pusat dan Daerah atas pengusahaan SDA, tetapi tidak termasuk sumber daya panasbumi. Oleh karena itu dalam upaya mengetahui besarnya kontribusi yang diberikan atas pengusahaan energi panasbumi PLTP Wayang Windu terhadap penerimaan daerah kabupaten Bandung, di akhir tesis ini dibuat suatu simulasi tentang sistem pembagian terhadap pemerintah daerah berdasarkan kategori masing-masing SDA sesuai UU No. 25/1999. Simulasi itu memberikan gambaran kategori SDA yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan daerah adalah dengan menggunakan formula bagi hasil terhadap pertambangan umum walaupun secara karakteristik berbeda dengan panasbumi. Walaupun saat ini dampak pengembangan PLTP Wayang Windu belum dapat dirasakan oleh masyarakat kabupaten Bandung, tetapi setidaknya setelah tercapai titik NOI pada tahun 2007 hal ini akan memberikan jaminan kepastian sumber penerimaan daerah yang dapat meningkatkan APED. Melalui Keputusan Presiden No.76/2000 hendaknya juga pemerintah daerah berupaya ikut serta dalam mengembangkan PLTP Wayang Windu unit berikutnya agar diperoleh penerimaan daerah yang lebih besar untuk merangsang pertumbuhan ekonomi kabupaten Bandung.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Adityo
Abstrak :
Perubahan luas hutan menjadi hal yang aktual saat ini. Perlu adanya perhatian mengenai kawasan hutan yang beralih menjadi fungsi lain, karena berdampak pada keseimbangan lingkungan. Kabupaten Bandung Barat memiliki relief yang relative berbukit dan hampir seluruh wilayahnya terletak pada rata-rata ketinggian di atas 1000 mdpl memberikan kontribusi sebagai wilayah resapan dan wilayah yang memiliki potensi pergerakan tanah. Maka tujuan penelitian ini adalah mebangun model spasial deforestasi kawasan hutan dari tahun 2001, 2013 yang selanjutnya digunakan prediksi hingga tahun 2029 dengan menggunakan skenario bebas dan RTRW 2029 sebagai acuan. Model spasial dalam penelitian ini menggunakan pendekatan spasial dinamik, pendekatan keruangan dan pendekatan kuantitatif dengan analisa regresi. Faktor pendorong deforestasi dihasilkan berdasarkan hasil analisis dari ke tiga pendekatan tersebut adalah tingkat kelerengan, jarak dari jalan, jarak dari waduk, jarak dari sungai, jarak dari permukiman, jarak dari pertambangan, ketinggian dan kepadatan penduduk. Berdasarkan analisa regresi logistik faktor pendorong berpengaruh terhadap laju deforestasi. Pertambahan deforestasi tahun 2013 hingga perkiraan deforestasi tahun 2029 sebesar 77% sedangkan peruntukan hutan hingga pola ruang sebesar 86% hutan terkonversi. Hal ini menunjukan telah terjadi deforestassi di Kabupaten Bandung Barat. ......Changes in forest area became an actual thing today. There needs to concern regarding the forests are switching became another function, because the impact on the balance of the environment. West Bandung District has a relatively the hilly relief and almost all of region is located at an average of altitude of be above 1000 meters above sea level as the contributing catchment areas and area having the potential for ground movement. So the purpose this research is building a spatial model of forest areas deforestation from 2001, 2013, which then used until 2029 the prediction using the free and spatial scenarios in 2029 as the reference. Spatial model in this study using a spatial approach is dynamic, spatial approach is and quantitative approach is to the regression analysis. Driving factors behind deforestation resulting based on the analysis from the the three approaches are level of slope, distance from the roads, distance from the reservoir, distance from the river, distance from the settlements, the distance from the mining, height and density of population. Based on logistic the regression analysis the driving factors of deforestation effect on deforestation increment in 2013 to estimates of deforestation by 77% by 2029 while the spatial pattern of forest allocation up by 86% forest converted. This indicated deforestation there has been in West Bandung regency.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri N. Ardiansyah
Abstrak :
ABSTRAK
Terjadinya tanah longsor di Kabupaten Bandung telah menimbulkan resiko kerugian yang tidak sedikit, sehingga penelusuran tentang kejadian tanah longsor dapat digunakan untuk tujuan mitigasi bencana. Pendugaan potensi longsor dapat digunakan dengan metode SINMAP yang selanjutnya dikaitkan dengan lokasi kejadian longsor untuk mengkaji keakuratan. Kerentanan kependudukan di wilayah rawan longsor didasarkan pada penduduk usia rentan . Resiko bencana tanah longsor dikaji dengan mengaitkan nilai kerugian baik harga rumah dan nilai kerugian yang diderita pada lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 33 kejadian titik longsor terdapat 20 kejadian longsor yang berada di atas wilayah potensi longsor pemodelan SINMAP. Dengan rincian 9 kejadian yang menimpa lahan permukiman dan sisanya 11 kejadian yang menimpa lahan pertanian. Kerentanan penduduk di wilayah rawan longsor ditemukan sekitar 2 lokasi di kaki Gunung, 6 lokasi di sekitar kaki Gunung Malabar, dan sebanyak 3 lokasi ditemukan di kaki Gunung Waringin. Resiko bencana di permukiman terdapat 3 lokasi di kaki Gunung Wayang, 2 lokasi di kaki Gunung Patuha dan 5 lokasi di kaki Gunung Malabar. Kerugian di lahan pertanian ditemukan 2 lokasi di kaki Gunung Patuha, 7 lokasi di kaki Gunung Malabar dan satu lokasi di Gunung Kencana.
Abstract
The occurrence of landslides in Bandung Regency has raised the risk of loss is not small, so a search on the incidence of landslides can be used for disaster mitigation purposes. Estimation of potential landslides can be used with method SINMAP to further landslides associated with the scene to assess the accuracy. Population vulnerability in landslide prone area on a basic of vulnerable population ages. The risk of landslides assessed by relating the value of losses both house prices and the value of losses suffered on the farm. The results showed that of 33 events there are 20 point landslide landslide occurrence in the upper area of potential landslide SINMAP modeling. With details of what happened to 9 land settlement and the remaining 11 events that befall farmland Vulnerability of people in landslide prone areas are found around 2 at the foot of Mount, 6 location points around the foot of Mount Malabar, and as many as 3 point locations are found at the foot of Mount K.. Disaster risk in the settlement, there are 3 point location at the foot of Mount Wayang, two point locations in Patuha and 5 point location at the foot of Mount Malabar. Losses on farms found 2 at the foot of Mount Patuha, 7-point location at the foot of Mount Malabar and a single location in Mount Kendeng
2011
T29817
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayunita Khairunnisa
Abstrak :
Selama enam tahun terkahir, BNPB menunjukan kejadian banjir merupakan proporsi tertinggi yaitu 31,6 di Indonesia. Banjir di Jawa Barat merupakan intensitas ketiga tersering setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Permasalahan banjir yang saling bersangkutan berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Metode yang digunakan ialah cross-sectional, lokasi penelitian tempat pengungsian wilayah Kecamatan Baleendah dan Dayeuhkolot. Populasi penelitian yaitu 514 jiwa, dengan sampel 80 jiwa. Pengambilan data dengan kuesioner yang disintesiskan dari WHO QOL-BREF dan penelitian banjir di Bojonegoro oleh Sudaryo et.al 2007. Hasil univariate merupakan kelompok yang paling besar proporsinya yaitu rata-rata usia 38,56 tahun, wanita 62,5, masjid PLN 43,8, menikah 81,3, memiliki > 2 anak 50, SMA/sederajat 37,5, rumah permanen 80, tidak bekerja 52,5, Suku Sunda 96,3. Sedangkan, distribusi data kualitas hidup pada kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan ditunjukan dalam rata-rata sebesar 48,7; 52,9; 49,2; 47,7. Kesimpulan dari penelitian ini adalah determinan yang berhubungan antara umur, jenis tempat tinggal, jumlah anak, pekerjaan, dan kejadian ISPA dengan kualitas hidup. ......In the last six years, BNPB showed flood had the highest intensity 31,6 in Indonesia. Intensity of flood mostly happened in Central Java, East Java, and West Java, where in West Java the highest frequency happened in Kabupaten Bandung. All impacts caused by flood lead into lower quality of life on victims. This research used cross sectional, located in shelter around Baleendah and Dayeuhkolot. Population of this study is 514 people, and the sample was 80 respondents. Data was collected by questionnaire, from WHO QOL BREF and Sudaryo et.al 2007 about health impact assessment on flood in Bojonegoro. Univariate analysis showed by highest proportion among its group, mean of age is 38,56, woman 62,5 , masjid PLN 43,8, married 81,3, had 2 children 50, SMA sederajat 37,5, permanent house 80, unemployed 52,5, Sunda Ethnicity 96,3. Distribution quality of life showed by mean in each domain physical health, psychological, social relationships, and environment were 48,7 52,9 49,2 47,7. The result of this study are relationship that significantly between age, home, number of children, occupation, and ARI and quality of life.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S66661
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldi Pratama Aji
Abstrak :
Artikel ini membahas sepak terjang dari kelompok masyarakat sistematis yang menginginkan terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia. Salah satu daerah sebagai hasil dari praktik pemekaran wilayah adalah Kabupaten Bandung Barat. Dalam sejarahnya, pihak yang sangat vokal memperjuangkan usaha tersebut adalah Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat atau KPKBB. Meninjau kembali perjuangan KPKBB penting karena komite tersebut adalah “legalisasi” dari semua aspirasi dan pergerakan masyarakat yang menuntut pemekaran wilayah ketika itu. Dalam rangka merekonstruksi gejala yang dimaksud, digunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam tahapan heuristik, selain studi pustaka yang mengandalkan buku teks terbitan pemerintah setempat serta tinjauan terhadap artikel jurnal dari berbagai situs, juga digunakan sumber-sumber primer, antara lain arsip dan dokumen yang tersimpan di Depo Arsip Kabupaten Bandung, Depo Arsip Kabupaten Bandung Barat, serta surat kabar sezaman dari Pikiran Rakyat koleksi Perpustakaan Nasional RI. Selain itu, karena tulisan ini bersifat sejarah lokal dan kontemporer, peneliti juga mengandalkan sumber lisan sebagai bahan penelitian dengan mewawancarai beberapa tokoh KPKBB yang masih hidup. Hasilnya, artikel ini menemukan bahwa peranan dari KPKBB signifikan dalam proses percepatan kelahiran Kabupaten Bandung Barat. Maka, tulisan ini akan berfokus pada analisis peran yang dilakukan KPKBB dalam berbagai usahanya untuk mempercepat terjadinya pemekaran wilayah. ......This article discuss the actions of systematic community groups who want regional expansion in Indonesia. One of the areas as a result of the practice of proliferation of (administrative) regions is West Bandung Regency. Historically, the actor who has been very vocal in fighting for the formation of the area is the West Bandung Regency Establishment Committee or KPKBB. Reviewing the KPKBB's struggle is important because the committee was the “legalization” of all community movements that demanded proliferation at that time. In order to reconstruct the phenomenon, historical research methods are used which consist of four stages, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. In the heuristic stage, apart from a literature study that relied on textbooks published by the local government and a review of journal articles from various sites, other sources were used such as archives and documents stored at the Bandung Regency Archives Depot, West Bandung Regency Archives Depot, as well as the Pikiran Rakyat newspaper which is the collection of the National Library of the Republic of Indonesia. In addition, because this paper is a local and contemporary history, the researcher also relies on oral sources as research material by interviewing several KPKBB figures who are still alive. As a result, this article finds that the role of the KPKBB is significant in the process of accelerating the birth of West Bandung Regency. Thus, this paper will focus on analyzing the role played by the KPKBB in its various efforts to accelerate the proliferation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffa Yuki Dewanti
Abstrak :
Kabupaten Bandung Barat memiliki daya tarik untuk pengembangan wilayah agrowisata karena merupakan salah satu produsen hortikultura terbesar di Indonesia dengan produksi buah sebesar 583.539 dan sayuran 677.480 Kw/tahun. Letaknya yang tidak jauh dari Kota Bandung memberikan keuntungan karena sering dikunjungi wisatawan saat mengunjungi kawasan Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran spasial mengenai pola wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan wilayah agrowisata serta menguji hubungan signifikansi antar indikator maupun variabel. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial dengan mengevaluasi unsur fisiogeografis dan sosiogeografis dan analisis statistik dengan bantuan alat SPSS. Hasil menunjukan bahwa pola spasial pengembangan wilayah agrowisata di wilayah penelitian yakni di Kecamatan Lembang, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Cikalong Wetan memiliki 8 tipologi. Wilayah yang paling berpotensi dengan tipologi fisiogeografis dan sosiogeografis tinggi adalah Desa Mandalamukti Kecamatan Cikalong Wetan seluas 6,049 Km2. Sedangkan, wilayah yang tidak berpotensi dengan tipologi fisiogeografis dan sosiogeografis rendah adalah Desa Ganjarsari dan Desa Puteran Kecamatan Cikalong Wetan masing-masing seluas 14,086 dan 10,325 Km2, Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua seluas 12,209 Km2, di Kecamatan Lembang terdapat Desa Cibogo seluas 3,12 Km2 , Desa Cikahuripan seluas 7,31 Km2, Desa Pagerwangi seluas 4,65 Km2, Desa Suntenjaya seluas 16,03 Km2, Desa Wangunharja seluas 7,85 Km2, Desa Wangunsari seluas 3,61 Km2. Analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara indikator aksesibilitas (sosiogeografis) dengan unsur fisiogeografis, maka akan lebih mudah untk mengembangkan wilayah agrowisata pada lokasi yang memiliki kriteria tersebut. ......Bandung Barat District has an attraction for the development of agro-tourism areas because it is one of the largest horticulture producers in Indonesia, with fruit production is 583,539 Kw /year and vegetables is 677,480 Kw /year. This location not far from the Bandung city and provides benefits because it is often visited by tourists when visiting to around of Bandung area. The purpose of this study is to obtain a spatial picture of regional patterns that have the potential for developing agrotourism areas and evaluating significance relationships between indicators and variables each other. The analysis used is spatial analysis by evaluating physiogeographic and sociogeographic elements and used statistical analysis by SPSS tools. The results showed that the spatial pattern of the development of agrotourism areas in the study area, that is Lembang Subdistrict, Cisarua Sub- District, and Cikalong Wetan Sub-District had 8 typologies. The most potential area with a high physiogeographic and sociogeographic typology is Mandalamukti Village, Cikalong Wetan Sub-District with an area of 6.049 Km2. Whereas, the locations which have no potential area with low physiogeographic and sociogeographic typologies are Ganjarsari and Puteran Villages, Cikalong Wetan Sub-District, covering an area of 14,086 Km2 and 10,325 Km2, Pasirlangu Village, Cisarua District covering an area of 12,209 Km2, in Lembang Subdistrict, Cibogo Village covering an area of 3.12 Km2. Cikahuripan village covering an area of 7.31 Km2, Pagerwangi Village covering an area of 4.65 Km2, Suntenjaya Village with covering an area of 16.03 Km2, Wangunharja Village with covering an area of 7.85 Km2, Wangunsari Village with covering an area of 3.61 Km2. Statistical analysis shows that there is a significant relationship between accessibility indicators (sociogeographic) and physiogeographic elements, so it will be good to develop agrotourism areas in that locations which have these criteria.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusli Nur Ali Aziz
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba memformulasikan kebijakan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dalam kerangka pengendalian banjir di Kabupaten Bandung. Model dinamis digunakan untuk menggambarkan sistem dan mengetahui faktor pengungkit (leverage factor) serta kebijakan yang diambil untuk mengoptimalkan pengelolaan DAS Citarum dalam pengendalian banjir. Salah satu temuan penting dalam dalam penelitian ini adalah Pengaruh Subsistem Gangguan Lingkungan terhadap subsistem lain sangat kuat. Sebelum anggaran semakin dominan, Gangguan Lingkungan mampu menurunkan Area Terbuka Hijau ke level sangat rendah. Selain itu, Gangguan Lingkungan juga mendorong penurunan Kapasitas Citarum sekalipun Anggaran terus membesar. Peran Pendidikan saat ini belum mampu mereduksi tingkat gangguan lingkungan.
ABSTRACT
This study is to formulate a Riverbasin ( DAS ) Management Policy in the framework of Citarum flood control in Bandung Regency. A System Dynamics model is used to describe the system and to identify the leverage factors as well as alternative policies for optimizing the management of the Citarum Riverbasin Flood Control. The most important finding in this study is the very strong impact of Environmental Disturbance Subsystem to other subsystems. The Environmental Disturbance reduces Green Open Areas to a very low level before Budget dominates it in the system. In addition, the Environmental Disturbance also push down the Citarum Capacity despite the Budget rises continously. The role of the existing education among the society has not been able to reduce the level of the Environmental Disturbance.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T39385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library