Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Efrizon Marzuki
Abstrak :
KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) adalah suatu bentuk pusat pertumbuhan yang merupakan salah satu strategi dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pendekatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ini mengasumsikan bahwa kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai melalui peningkatan ekonomi makro yang selanjutnya akan membawa perbaikan ekonomi di tingkat mikro, serta kemajuan pada bidang-bidang lain, melalui efek `menetes ke bawah' (trickle down effect). Namun kenyataan menunjukkan bahwa selama ini, khususnya di Indonesia, teori trickle down effect tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kemacetan mekanisme trickel down effect memunculkan kondisi dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf, kondisi ini disebut distorsi pembangunan. Pembangunan terdistorsi (distorted development) tidak hanya berwujud dalam bentuk kemiskinan, kemerosotan, status kesehatan rendah, dan perumahan yang tidak memenuhi syarat, melainkan juga dalam bentuk; ketidaksetaraan lapisan-lapisan masyarakat dalam pembangunan, penindasan terhadap wanita, eksploitasi tenaga kerja anak, kerusakan lingkungan, dan juga penggunaan kekerasan (militerisme) dalam mengatasi berbagai persoalan. Atas dasar kenyataan tersebut, sudah selayaknya kebijakan pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhatikan pemerataan harus ditinjau kembali. Pertumbuhan ekonomi memang penting bagi kesejahteraan rakyat tetapi bukan yang utama. Perhatian pada peningkatan kapasitas individu dan institusi masyarakat lebih penting dilakukan agar pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat disebar-merata dan ikut dinikmati oleh masyarakat, untuk selanjutnya dapat meningkatkan kemajuan pada bidang-bidang lainnya. KAPET Sabang, yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 171 tahun 1998, memang direncanakan sebagai pemicu dan pemacu bagi pertumbuhan ekonomi agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat di Kota Sabang dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh khususnya, serta Indonesia pada umumnya. Adalah hal yang sangat ironis dan tidak dikehendaki jika pada akhirnya kebijakan tersebut akan memunculkan distorsi pembangunan di kawasan tersebut. Untuk itu, perlu dipertanyakan apakah kebijakan KAPET Sabang telah memungkinkan untuk terjadinya pemerataan. Selanjutnya, kebijakan antisipatif apa yang harus dilakukan, khususnya oleh Pemerintah Kota Sabang dan Badan Pengelola KAPET Sabang, untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan. Oleh karena, pemerataan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, ia memerlukan kondisi kondusif yang mendukung. Penelitian ini setidaknya berusaha mengungkapkan dan menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode penelitian sintesis terfokus. Metode ini mensintesakan antara telaahan pustaka, pengalaman penelitian dan diskusi dengan subyek yang berkompeten (stake holder, study user, advisor, dan tenaga ahli). Berdasarkan sintesa ketiga komponen tersebut permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas akan dibahas dan dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran bagi pelaksanaan kebijakan tersebut di masa yang akan datang. Dari data dan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa kebijakan yang akan dikembangkan dalam KAPET Sabang untuk mencapai pemerataan adalah pohon industri dan pola kemitraan. Para advisor dan tenaga ahli menanggapi bahwa kedua kebijakan tersebut mungkin saja diterapkan untuk menciptakan pemerataan. Namun kebijakan itu harus berlangsung dalam suasana persuasif, dalam arti tidak dipaksakan agar tidak terjadi inefisiensi. Suasana demikian diharapkan akan terjadi baik melalui tindakan langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung; tidak hanya berupa ketentuan-ketentuan, tetapi juga mekanisme dan insentif serta pemberdayaan masyarakat (pengusaha kecil/menengah). Sedangkan tindakan tidak langsung dilakukan melalui himbauan serta pemberian kesempatan dan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berkembang. Sementara itu penciptaaan kondisi yang kondusif bagi mendorong terjadinya pemerataan, diupayakan antara lain melalui; kebijakan di bidang kependudukan, sosial, ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia, serta kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalo, Nita Yiswa Sampe
Abstrak :
Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah dan pengelola KAPET untuk memasarkan KAPET, namun hal tersebut tidak cukup efektif. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerinth dan pengelola KAPET dalam menarik investor ke KAPET belum mencapai sasarannya apa sebenarnya yang diinginkan oleh colon investor/investor dalam melakukan investasi di KAPET. Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara pengelola KAPET dengan pengusaha tentang hal-hal yang harus disediakan dan penting untuk investasi. Kegagalan KAPET menarik investor lebih disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan berbagai fasilitas dan insentif. Beberapa hal yang diinginkan oleh pengusaha, yaitu: insentif fiskal, sarana dan prasarana yang memadai, kepastian berusaha, sosialisasi dan promosi serta profesionalisme pengelolaan KAPET. Selain itu, investor di KAPET Biak mengharapkan pula adanya kepastian hukum menyangkut hak ulayat dan penyiapan masyarakat lokal. Beberapa hal tersebut sudah disediakan dan ada pula yang sedang dalam proses penyiapan. Urutan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi untuk berusaha di KAPET Biak yaitu ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia (SDM) dan faktor lainnya seperti iklim dan kesuburan tanah. Sedangkan untuk KAPET Manado-Bitung yaitu sumberdaya alam, pangsa pasar, SDM dan kinerja pemerintah daerah dan faktor lainnya seperti kedekatan dengan Pasifik. Walaupun kedua KAPET ini mempunyai kekayaan sumberdaya alam, namun perkembangannya berbeda. KAPET Manado-Bitung lebih berkembang dan terus berusaha untuk mempersiapkan diri sesuai dengan keinginan investor, sedangkan KAPET Biak agak tertinggal sebab cenderung kurang mempersiapkan berbagai hal yang akan ditawarkan kepada investor. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menghambat kemajuan KAPET Biak, yaitu kondisi fisik wilayah yang berbukit dan berawa, wilayah KAPET yang luas dan menyebar, kurangnya koordinasi dengan pemerintah daerah, dan sebagainya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T3535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omah Laduani Ladamay
Abstrak :
Latar Belakang: Pemerataan pembangunan merupakan salah satu topik cukup hangat dibicarakan dalam memasuki rencana pembangunan lima tahun ke depan (Repelita VI), baik pemerataan antara kelompok masyarakat maupun pemerataan antar wllayah. Salah satu bentuk pemerataan yang cukup mendapat perhatian di Indonesia adalah pemerataan antar wilayah terutama antara Kawasaki Barat Indonesia OCR, dengan Kawasaki Timur Indonesia PI yang merupakan dua wilayah utama di Indonesia. Kurang adanya pemerataan antar daerah di Indonesia terutama antara KRI dan KTI dapat ditunjukkan dari hasil analisis (tampion) performance ekonomi dengan mengidentifikasikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regionalnya. Hasil analisis tersebut mound Maildl (1997), pada tahun 1994- hampir sebagian besar propinsi-propinsi di KTI, antara lain : Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya, Maluku, dan Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan regional rendah. Propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori ini adalah propinsi-propinsi yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapitanya atau dengan kata lain propinsi yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi pada tahun 1994 ini telah mengalami perubahan dibandingkan pada tahun 1991, dimana propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan rendah masih termasuk propinsi yang berada pada kawasan barat Indonesia, antara lain : Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Lampung, dan Jambi. Hai ini menunjukkan adanya perubahan performance yang semakin memperburuk kesenjangan antara KTI dan KRI selama kurun waktu 1991 sampai dengan 1994.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library