Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri H. Wijayanti
"Penelitian sastra bandingan antarnegara serumpun Indonesia - Malaysia, masih jarang dilakukan orang. Novel Indonesia Salah Asuhan (1986) karya Abdoel Moeis memperlihatkan kesamaan subtema dengan novel Malaysia Mencari Isteri (1975) buah tangan M. Yusuf Ahmad. Keduanya sama-sama menyinggung masalah kawin paksa. Tujuan skripsi ini ialah membandingkan kawin paksa dalam kedua novel dan melihat sikap pengarangnya terhadap masalah kawin paksa.
Penelitian yang menggunakan pendekatan ekstrinsik dan dan intrinsik ini akhirnya berkesimpulan bahwa kawin paksa dalam kedua novel terjadi pada pihak laki-laki yang berusia dua puluhan, berpendidikan tinggi, serta berasal dari kelas menengah ke atas. Pasangan yang dijodohkan berusia belasan tahun, berpendidikan rendah atau tidak berpendidikan. Kawin paksa terjadi oleh karena masyarakat luar, terutama kaum tua, belum dapat menerima kawin campuran; mereka terbiasa oleh perkawinan antarkeluarga terdekat atas pertimbangan ekonomi atau sosial atau kedua-duanya. Akibatnya, hidup perkawinan mereka tidak bahagia.
Baik Abdoel Moeis maupun Yusuf Ahmad tidak sepenuhnya bersikap negatif terhadap masalah kawin paksa. Kedua pengarang seolah-olah memandang kawin paksa akan membawa kebahagiaan apabila kedua pasangan saling bertenggang rasa dan berupaya membina rumah tangga bersama. Yusuf Ahmad memandang kawin paksa lebih baik daripada kawin-cerai atau berpoligami, sedang Abdoel Moeis cenderung memihak perkawinan atas dasar pemikiran atau pertimbangan baik-buruknya daripada perasaan semata-mata."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nathaya Wibowo
"Tulisan ini membahas mengenai perlindungan hak anak dalam indikasi perkawinan paksa melalui dispensasi kawin dan menganalisis prosedur serta pertimbangan hakim dalam penetapan Nomor 137/Pdt.P/2022/PA.Kdr dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Anak adalah anugerah dari Tuhan bagi orang tuanya sekaligus calon generasi emas penerus bangsa, sehingga seluruh hak-haknya harus terpenuhi dan dilindungi oleh orang tua, organisasi masyarakat, dan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Perkawinan di bawah usia adalah salah satu tantangan yang dihadapi dan perlu diberantas karena memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh dan kembang anak. Perkawinan di bawah usia pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu budaya, ekonomi, pendidikan, agama, kehamilan di luar nikah, dan moral. Perkawinan di bawah usia dapat dilakukan dengan menempuh langkah pengajuan permohonan dispensasi kawin oleh orang tua atau wali dari anak. Terdapat kemungkinan anak belum paham tidak sepakat atas perkawinan yang akan dilangsungkan, tetapi anak harus tetap menghormati keputusan orang tuanya dan terjadilah suatu perkawinan paksa. Lebih lanjut, tulisan membahas penetapan Nomor 137/Pdt.P/2022/PA.Kdr tentang pengabulan hakim atas permohonan dispensasi kawin dengan alasan telah dilaksanakan perkawinan siri sebelumnya. Perkawinan di bawah usia menyebabkan tidak terpenuhinya hak anak, sehingga tumbuh dan kembang anak sebagai calon penerus bangsa tidak maksimal. Perlindungan hukum yang diterima oleh anak korban perkawinan paksa adalah dapat mengajukan pembatalan perkawinan, kemudian orang tua atau pihak lain terlibat dalam keberlangsungan perkawinan paksa dapat dikenakan pidana berupa penjara dan denda. Anak juga mendapatkan perlindungan berupa hak korban yang meliputi hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan.

This paper discusses the protection of children's rights in cases of forced marriage through marriage dispensation and analyzes the procedures and judicial considerations in Decision Number 137/Pdt.P/2022/PA.Kdr using a doctrinal research method. Children are a gift from God to their parents and are the future golden generation of the nation. Their rights must be fulfilled and protected by parents, community organizations, and the state, as stipulated in Law Number 35 of 2014 about Child Protection. Underage marriage is one of the significant challenges that must be eradicated due to its considerable impact on the growth and development of children. Such marriages are caused by several factors, including culture, economic circumstances, education, religion, extramarital pregnancy, and moral considerations. Underage marriages may proceed through a marriage dispensation application filed by the child's parents or guardians. However, there is a possibility that the child does not fully understand or agree with the marriage but is compelled to respect their parents' decision, resulting in a forced marriage. Furthermore, this paper examines Decision Number 137/Pdt.P/2022/PA.Kdr, in which the court granted a marriage dispensation on the grounds that an unregistered marriage had already been conducted. Underage marriage leads to the non-fulfillment of children’s rights, thereby hindering their growth and development as future leaders of the nation. Legal protection afforded to child victims of forced marriage includes the right to file for annulment of the marriage. Additionally, parents or other parties involved in perpetuating a forced marriage may be subject to imprisonment and fines. Child victims are also entitled to protection as victims, which includes the right for assistance, protection, and recovery"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library