Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baedhowi
"ABSTRAK
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan kebijakan desentralisasi pemerintahan untuk mewujudkan otonomi daerah. Dengan otonomi daerah ini diharapkan masyarakat mendapatkan Iayanan publik yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih bertanggungjawab dalam urusan pemerintahan. Salah satu bidang pemerintahan yang didesentralisasikan adalah bidang pendidikan.
Pelaksanaan otonomi daerah bidang pendidikan di Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah baik bersifat koliseptual maupun masalah faktual. Jika permasalahan tersebut tidak segera ditangani maka dikhawatirkan bahwa desentralisasi pengelolaan pendidikan akan membawa dampak negatif yang lebih kompleks seperti masalah disintearasi bangsa. Itulah sebabnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiunal (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 memberikan dukungan yang tegas dan jelas dalam penyelenggaraan otonorni daerah bidang pendidikan dengan tetap berpegang pada satu sistem pendidikan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih mendalam tentang "implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di kabupaten/kota". Cakupan penelitlan ini meliputi faktor Translation ability para pelaku kebijakan, termasuk kapasitas sumberdaya manusia dan pemahamannya terhadap kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan, manajemen dan organisasi, pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, yang diadopsi dari Teori Gerston (2002). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji prospek implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di tingkat kabupaten/kota. Sedangkan wilayah penelitian ini adalah kabupaten Kendai dan kota Surakarta, Sawa Tengah.
Berdasarkan karakteristik tujuan penelitian yang ingin dicapai maka pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif/naturalistik karena peneliti menghendaki kejadian-kejadian yang berkaitan dengan fokus yang alamiah. Dengan mengguilakan metode kualitatif maka informasi yang didapat lebih lengkap, mendalam, dan dapat dipercaya. Dengan metode kualitatif, dapat pula ditemukan informasi yang bersifat perasaan, norma, nilai, keyakinan, kebiasaan, sikap mental, dan budaya yang dianut dari seseorang maupun kelompok orang.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pe.rtama, dilihat dari perspektif policy initiation, proses pengambilan keputusan tidak ditentukan secara obyektif oleh analisis kebutuhan (need analysis) dalam pemecahan masalah publik tetapi lebih ditentukan oleh itemst para aktor penentu kebijakan daerah yang jangkauannya lebih berjangka pendek. Proses pengambilan keputusan yang berlaku sampai saat ini cenderung berakibat pada kurang relevannya kebijakan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam praktik, aktor utama Bupati/Walikota dan Komisi E DPRD, jauh lebih dominan dan saling mempengaruhi dalam penetapan kebijakan, dibanding aktor pelaksana kebijakan yaitu Dinas Pendidikan. Dalam penetapan dan implementasi kebijakan, publik belum dilibatkan dan diberdayakan, serta belum dimobilisasi secara signifikan.
Kedua, Kemampuan aparatur pemerintah kabupaten/kota dipandang dari konsep "translation ability' belum cukup efektif dalam pengelolaan pelayanan pendidikan di daerah masing-masing. Para pegawai Dinas Pendidikan memiliki rata-rata latar belakang pendidikan yang cukup tinggi dan latar belakang pekerjaan yang cukup relevan namun posisi tawar (bargaining position) dari Dinas Pendidikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan aktor lainnya, yaitu Bupati/Walikota dan DPRD. Sebaliknya, aktor utama (Bupati/Walikota dan DPRD) yang memiliki posisi tawar lebih tinggi cenderung memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah dan latar belakang pekerjaan yang kurang relevan. Latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang tidak seimbang ini mengakibatkan adanya imbalance structure dalam proses interaksi antar-aktor dalam implementasi kebijakan pendidikan. Akibatnya, keputusan yang diambil dalam penentuan maupun dalam implementasi kebijakan cenderung kurang berkualitas, dan yang paling dirugikan adalah masyarakat sebagai pengguna kebijakan di bidang pendidikan.
Ketiga, Organisasi dan manajemen sebagai support system belum dapat memberikan fasilitas terhadap berjalannya implementasi kebijakan pendidikan kepada masyarakat. Aparatur Dinas Pendidikan sebagai pelaksana kebijakan cenderung lebih berfungsi sebagai sub-ordinasi dari aktor-aktor penentu kebijakan daripada sebagai mitra sejajar yang tugasnya melaksanakan berbagai inovasi dalam pelayanan pendidikan agar semakin berkualitas. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara kebijakan publik, aparatur pendidikan cenderung kurang berorientasi pada kebutuhan masyarakat (demand driven) tetapi lebih berorientasi secara politis pada kepentingan kepala pemerintahan. Perbedaan nomenklatur nama Dinas dan struktur organisasi menimbulkan kesulitan dalam koordinasi antar kabupaten/kota, dengan pemerintah propinsi, serta pemerintah pusat, terutama dalam pelaksanaan program pengembangan kapasitas institusi.
Keempat, Penyediaan anggaran untuk implementasi kebijakan pendidikan dan jenis-jenis programnya bervariasi antara kedua daerah otonom tersebut. Pemerintah Kendal mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar dibanding anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah Surakarta. Jika dilihat pemanfaatannya, masih cenderung mengalokasikan anggaran pendidikan untuk program-program fisik. Temuan sejalan dengan temuan Paqueo dan Lammert yang mengkaji pengalaman beberapa negara dalam mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah. Kajian Paqueo dan Lammert menemukan indikator yang menunjukkan adanya kecenderungan para politisi lokal (penentu kebijakan) menggunakan dana untuk membiayai kegiatan - kegiatan fisik, dan program yang cepat dapat dilihat hasilnya dalam jangka pendek.
Kelima, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi implementasi kebijakan pendidikan baik di kabupaten Kendal maupun kota Surakarta secara minimal terpenuhi tetapi tidak didukung dengan biaya perawatan yang memadai. Penelitian ini juga mengindikasikan adanya kecenderungan yang konsisten dan menarik di kedua daerah tersebut, bahwa pengajuan anggaran pengadaan sarana dan prasarana baru lebih murah daripada pengajuan anggaran untuk perawatan dan perbaikan sarana dan prasarana yarg sudah ada.
Keenam, Indonesia sebagai negara yang memiliki cakupan wilayah yang luas, menerapkan kebijakan otonomi daerah. Salah satu pertimbangan mendasar adalah bahwa tidak mungkin pemerintah mengurus pemerintahan sendiri tanpa membagi kewenangan, dan sekaligus tanggung jawab dengan pemerintah daerah, juga dengan masyarakat sebagai pengguna kebijakan.
Hasil penelitian juga memberikan beberapa saran cebagai berikut:
Bagi Pemerintah; Pertama untuk menghindari kekeliruan dalam penafsiran kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, perlu dilakukan peninjauan dan penyempurnaan undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan otonomi daerah; Kedua, untuk mengurangi "beban" pemerintah kabupaten/kota dalam mengimplementasikan otonomi daerah bidang pendidikan, perlu dilakukan peninjauan kembali kewenangan dan tanggung jawab bidang pendidikan yang diberikan kepada kabupaten/ kota, sesuai dengan translation ability dan kapasitas yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten/kota. Salah satu kewenangan kabupaten/kota yang perlu dipertimbangkan kembali adalah kewenangan yang terkait dengan rekrutmen guru.
Bagi Pemerintah kabupaten/kota. Pertama agar implementasi kebijakan otonomi daerah lebih efektif, pemerintah daerah diharapkan dapat lebih banyak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan; Kedua, agar implementasi kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah perlu memperhatikan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang relevan dengan bidang pendidikan, dalam pengangkatan atau pengisian jabatan masing-masing aktor kebijakan di daerah; Ketiga, untuk mempercepat implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan pemerintah daerah perlu memiliki program-program aksi, antara lain: peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, peningkatan translation ability, penataan struktur organisasi dan manajemen, dan peningkatan anggaran pendidikan.
Bagi peneliti. Peneliti perlu melakukan kajian dan uji cobs lebih lanjut dengan menggunakan alternatif pendekatan implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, diusulkan untuk memperhatikan beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi implementasi otonomi daerah bidang pendidikan di kabupaten/kota, yaitu: (1) politik, (2) translation ability, (3) Komitmen, (4) Kompetensi dan kapasitas sumberdaya manusia, (5) organisasi dan manajemen, (6) dana penunjang, (7) sarana dan prasarana, (8) Budaya dan karakterstik masyarakat, dan (9) kepastian hukum dan undang-undang yang menjadi dasar implementasi. Temuan penelitian ini mendukung pendapat Gerston mengenai faktor - faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan publik. Namun, ada beberapa faktor potensial lainnya yang direkomendasikan penelitian ini untuk dipertimbangkan dalam implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan.

ABSTRACT
The Indonesian Government has adopted the decentralization and local autonomy policy to provide community with better, prompt, and accountable services in public sectors, including education. The implementation of the local autonomy policy in Indonesia still faces a number of conceptual and factual problems. If the problems are not resolved promptly, it may possibly lead to negative impacts such as disintegration of the nation. Therefore, the government, through the Law No. 20/2003 about the National Education System, dearly and explicitly supports the policy of local autonomy in education subject to the relevance to the system of national education within the framework of the Indonesian Government.
This research dims at investigating thoroughly the implementation of autonomy policy in education at the district/city. It encompasses the translation ability of the policy actors that includes the capacity of human resources and their understanding towards local autonomy policy in education, management and organization, financial support for education, and educational access and facilities, as adopted and modified from Gerston's theory (2002). This research is also aimed at investigating the future prospect of the implementation of the local autonomy policy in education at the district/city level. At this point, the district of Kendal and the city of Surakarta, Central Java, were selected to be places for eliciting the data of this research.
According to the characteristics of the research purposes, this research applied the qualitative/naturalistic approach as the researcher focused on the intended phenomena and events that occurred naturally. Using this qualitative approach, the data elicited are more sufficient, detail, and reliable. In addition, using this approach enabled the researcher to obtain required information dealing with the feelings, norms, values, beliefs, habits, mental attitudes, and culture of an individual as well as a group of certain community.
This research results a number of points. First, from the point of view of policy implementation, the process of decision making to resolve public - related problems was not carried out objectively based on the need analysis, but decided based more on the political interest of the policy actors with short - term considerations. Such a decision making process resulted irrelevant educational policy with the actual needs of the public. Moreover, such a decision making process tended to create problem during the implementation. In the decision making process, public as the policy targets or users, have not been empowered and mobilised significantly.
Second, from the translation ability point of view, the capacity of the local government officials at the district/city in managing education services has not been effective. Despite the fact that most officials of the District Office of Education have highly sufficient formal education background and relevant previous working experience, their bargaining position was lower compared to the one possessed by the other policy actors i.e., Bupati/Walikota and Commission in charge of education (Komisi E) of the Local House of Representative. On the other hand, Bupati/Walikota, the main actor that has higher political bargaining position tended to have lower formal education background and irrelevant previous working experience. This condition leads to an imbalanced structure of interaction among the policy actors in the implementation of education policy. Consequently, the decisions taken and the implementation results of the decisions were likely to be unqualified. In such a condition, public as the policy target/users would have not be able to take any advantage from the policy that have been decided.
Third, the organization and management has not been able to provide facilities that support the implementation of the education policy. The officials of the District Office of Education (Dinas pendidikan) as the policy implementers tended to function as sub-ordinates of the other policy makers rather than to put into an equal position as the companion of the other policy actors in carrying out necessary innovation and improving the quality of education services. In doing their function as the policy implementers, the officials of the District Office of Education were likely not to focus on the public needs (demand driven) but to the political interest of the Bupati/Walikota. The nomenclature and organizational structure differences caused some difficulties in handling coordination among districts/cities, between local government and provincial government, and between local government and the central government, especially in the development of the institutional capacity.
Fourth, the allocations of funding to support the education policy implementation and the types or educational programs are varied from the district of Kendal to the city of Surakarta. The district government of Kendal allocated more: ending than the city government of Surakarta. Seeing from the utilization, both local governments utilized the allocated funding ter supporting physical programs. This in line with the results of the research conducted by Paqueo and Lammert who investigated the experience of several countries in implementing the local autonomy policy.
Fifth, the availability of the educational access and facilities in both in Kendal and Surakarta may be said to be minimally sufficient, but no financial support provided fog maintenance. The results of the research also indicated that proposing financial budget for providing/buying new access and facilities was easier than proposing budget for the maintenance of the existing facilities.
Sixth, Indonesia as a big country needs to implement the local autonomy policy. One of most prominent reasons is that it is impossible for the central government to manage all governance matters without sharing/delegating authority and responsibility with the local governments and community.
This research also recommends a number of things as follows:
For the central government First, to avoid of being interpreted incorrectly, the Laws and Regulations related to the decentralization and local autonomy policy should be periodically revised and improved. Second, to reduce the "burden" of the local government in implementing the local autonomy policy in education, the central government needs to revise and reconsider the authority and responsibility dealing with education delegated to the local government based on the translation ability and capacity of the local government. One of the local government authorities that need to be reconsidered is teacher recruitment.
For Local Government. First, to make the implementation of the local autonomy policy more effective, the local government needs to empower and provide an opportunity to the public to take part in the decision making process. Second, to make the implementation of the focal autonomy policy more efficient, the local government needs to consider the education background and previous working experience in recruiting and promoting the policy actors/makers. Third, to accelerate the implementation of the local autonomy policy in education, the local government needs to design action programs, such as improving human resource capacity, improving the translation ability of the policy makers, reforming the organizational structure and management, and improving budget allocated for education.
For researchers, Researchers and those whose work related to the implementation of the local autonomy policy in education need to carry out further research and try - out on the implementation of the local autonomy in education using alternative approaches appropriate to the local characteristics and condition. This research recommends a dumber factors that may potentially influence the implementation of the local autonomy policy in education, i.e., (1) politics, (2) translation ability, (3) commitment, (4) competency and capacity of human resources, (5) organization and management, (6) supporting budget, (7) access and facilities, (8) culture and characteristics of the community, and (9) reliable Laws and Regulations used as a basis of the implementation. The results of this research support Gerston's theory of factors in the public policy implementation. However, this research also recommends some factors which are not exist in Gerston's theory to be taken into consideration.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
D588
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Windatiningsih
"Adanya perubahan fenomena hidrologi yang terjadi akibat perubahan alam dan ulah manusia menyebabkan kondisi data di lapangan tidak sesuai dengan kondisi ideal. Kajian ini dilakukan untuk menganalisis metode uji validasi homogenitas dan trend, mendeteksi penyimpangan data dan memberikan informasi tentang kondisi kualitas data. Hal ini bermanfaat untuk memastikan data hidrologi yang akan dipublikasikan telah sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan. Uji validitas ini mencakup uji homogenitas, uji trend, dan deteksi penyimpangan data. Uji validasi data debit pada DAS Citarum Hulu dilakukan pada 4 pos duga air terpilih yaitu pos Citarum-Nanjung, Cigulung-Maribaya, Cikapundung-Maribaya dan Cikapundung-Gandok. Untuk uji homogenitas, digunakan metode Pettitt dan T. Sedangkan untuk uji trend digunakan metode Mann-Kendall dan Spearman dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil kajian
menunjukkan bahwa uji homogenitas dengan metode Pettitt lebih sesuai digunakan pada kajian ini karena memiliki populasi data debit yang tidak berdistribusi normal. Hasil uji trend dengan metode Mann-Kendall dan Spearman menunjukkan hasil signifikansi yang relatif sama, karena kedua uji tersebut memiliki metode statistik non parametrik. Kekuatan kedua uji ini tergantung pada tingkat signifikansi, ukuran sampel data, dan jenis distribusi. Hasil uji menunjukkan homogenitas dan trend data debit keempat pos di DAS Citarum Hulu tidak seragam. "
Lengkap +
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019
551 JSDA 15:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rejeki
"Menyusui merupakan salah satu tugas perkembangan perempuan setelah melahirkan. Namun karena berbagai kondisi tidak semua perempuan dapat melewati tugas tersebut dengan baik, salah satu kondisi tersebut adalah karena ibu bekerja. Banyak permasalahan menyusui ditemukan pada ibu bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman menyusui pada ibu bekerja. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Jumlah partisipan enam Orang ibu menyusui yang berada di wilayah Kendal. Pada hasil wawancara pada partisipan didapatkan informasi tentang berbagai perasaan, persepsi, pemahaman dan pengetahuan ibu tentang menyusui, motivasi menyusui, bagaimana praktik menyusui secara eksklusif, hambatan-hambatan yang ditemukan dan dukungan yang diharapkan dari tempat di mana ibu bekerja. Dengan informasi ini dapat dijadikan acuan bagi perawat di dalam memberikan konseling menyusui bagi ibu bekerja mulai dari ante natal, dan post natal. Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai bahan evaluasi program keberhasiian menyusui, dan bagi tempat perempuan bekerja dapat sebagai pertimbangan memberikan dukungan dan fasilitas menyusui bagi perempuan bekerja yang menyusui."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
T18683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Menik Lestari
"Kabupaten Kendal merupakan wilayah yang berbatasan dengan kabupaten-kabupaten yang menggunakan dialek yang berbeda mdash;dialek Semarsuradupati di bagian timur, dialek Pekalongan di bagian barat, dan dialek Wonosobo di bagian selatan. Kabupaten Kendal juga memiliki topografi yang unik, yaitu adanya daerah pegunungan di bagian selatan dan daerah pesisir Laut Jawa di bagian utara. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana situasi kebahasaan di Kabupaten Kendal.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan situasi kebahasaan di Kabupaten Kendal dengan pemetaan bahasa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pupuan lapangan dengan daftar tanyaan berjumlah 236 kata: 200 kosakata dasar Morish Swadesh, 11 Kosakata kata ganti, sapaan, dan acuan, dan 25 kosakata bidang sistem kekerabatan.
Penelitian ini membuktikan bahwa Kabupaten Kendal merupakan wilayah pakai satu bahasa beda wicara dengan persentase hasil dialektometri mencapai 27. Anggapan masyarakat mengenai dialek Weleri di Kabupaten Kendal tidak sesuai dengan hasil penelitian ini. Akan tetapi, Weleri mempunyai kekhasan ungkapan fatis ra, po, dan si yang memiliki fungsi yang sama dengan kan, ya, dan sih dalam bahasa Indonesia. Selain itu, ditemukan 15 kata yang tergolong sebagai kosakata khas Kabupaten Kendal.

Kendal is a regency that is bordering with some other regencies having different dialect mdash Semarsuradupati dialect in the east, Pekalongan dialect in the west, and Wonosobo dialect in the south. Kendal has a unique topography, namely the mountainous areas in the south and coastal areas in the northern part of Java Sea. According to these, the formulation of this research is how the languages situation in Kendal is.
The aim of this research is to explain the language situation in Kendal with language mapping. This research is using survey method with questionnaire totaling 236 words 200 basic vocabulary Swadesh Morish, 11 Vocabulary pronouns, greeting, and reference, and 25 vocabulary kinship system.
This research reveal that Kendal is an area of one language different pronounciations with the percentage of dialectometric result reaches 27. Therefore, the public opinion about Weleri dialect in Kendal is not in accordance with the results of this study. However, Weleri does have the peculiarities phatic phrases ra, po, and si that has the same function as lsquo kan, ya, and sih in Bahasa Indonesia. In addition, there are 15 words that are categorized as Kendal typical vocabulary.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sediono M.P. Tjondronegoro
"ABSTRACT
Administrative and territorial units Indonesian villages and hamlets have, for the last decade or so increasingly come within the sphere of interest of both national and regional planners for the simple reason that a balanced and effective development strategy has to account for the rural hinterland where the majority of approximately 130 million people live. There seems to be a growing consciousness among both planners and other less professional policy makers that sustained economic development of the country would only be possible if villages and hamlets are successful in skillfully exploiting their resources and potencies, and thus becoming growth centers themselves. Therefore, in order that hamlets and villages be enabled to deploy and accelerate the pace of development appropriate measures will continue to be taken by the government. Its interference, having been a long accepted principle, is not the problem. However, where the shoe pinges is in the relative ignorance and lack of data about a good many aspects of rural life, in national and regional level planning boards, encompassing specific patterns of interacting social categories, e.g. institutions and more formal groupings as associations or corporate organizations. There is, moreover a lack of knowledge"
Lengkap +
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1977
D401
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfina Rozita
"Irigasi penting untuk kegiatan pertanian karena mendistribusikan air ke daerah irigasi dan menyediakan air untuk pertumbuhan tanaman. Kegiatan irigasi mendapatkan air dari curah hujan dan sangat tergantung pada beberapa parameter iklim seperti suhu, kelembaban, lama radiasi dan kecepatan angin. Parameter iklim tersebut penting untuk pertanian karena dapat mempengaruhi tingkat evapotranspirasi yang akan menentukan tingkat kebutuhan air irigasi (IWR). Di sisi lain, berkurangnya area pertanian karena adanya konversi lahan pertanian secara bertahap akan mengurangi area layanan irigasi terutama di daerah perkotaan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak dari parameter iklim dan konversi lahan pertanian terhadap IWR. Kecenderungan parameter iklim dianalisis oleh Mann Kendal Test menggunakan seri data iklim 30 tahun. Dan konversi lahan pertanian dianalisis dengan metode analisis spasial menggunakan data citra satelit. Evaluasi IWR dihitung dengan metode KP 01. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa pengaruh konversi lahan pertanian lebih signifikan mempengaruhi IWR dari pada pengaruh parameter iklim.

Irrigation is important for agricultural activity because it distributes water into irrigation area and provides water for crop growth. Irrigation activity gets water from rainfall and it is very depending on several climate variables for example temperature, humidity, duration of radiation and wind velocity. The climatic variables are important for agriculture since they affect the evapotranspiration rate that it will determine irrigation water requirement (IWR) rate. On the other hand, decreasing of agriculture area as the agricultural land conversion gradually will reduce irrigation service area particularly in the fast-growth area in development. The purpose of this study is analyzing the impact of climate parameters and agriculture land conversion on  IWR. The trend of climate parameters is analyzed by Mann Kendal Test using the 30 years of climatic data series. And the agriculture land conversion is analyzed by spatial analysis method using satellite imagery data. IWR evaluation is calculated by KP 01 method. The evaluation results indicated that the impact agricultural land conversion  significantly affects IWR rather than the climate parameters."
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akosua T.O. Asante
"ABSTRAK
Street food is recognized as very important in the urban food supply. However due to the unsanitary conditions associated with most street food vending sites, the consumption of street foods is viewed as a potential health hazard. A cross sectional study was carried out from January to April, 1996 in order to assess the variability in the microbiological quality of different types of street foods in four urbanization areas (Atmajaya, Jl. Kendal, Thamrin and Pasar Jatinegara) of Jakarta. The possible influence of location and other related factors on the microbiological quality of street foods were also investigated. A total of 101 food samples, comprising of 11 food items (meals, meat, vegetable, staple and side dish) a beverage and ice were taken from the four locations and analyzed for Aerobic Plate Count (APC), Total Coliforms and E.coli using the pour plate and the most probable number techniques respectively.
By using Aerobic Plate Counts as an Indicator, it was found that 6% of the overall food items had counts 105. In contrast E.coli was found in a larger number of the food items (25%). The highest bacterial counts were found in Nasi Rames (Rice, Fried Beef, Vegetables and Chili sauce (self made), 50% of the samples contained APC > 105 and 62.5% had E.coli present in them. Ayam and lkan goreng (Fried Chicken and Fried Fish) were comparatively safer food items. None of the samples contained E.coli and APC ranged from 103 to 104.
Comparison between food types (high protein, low protein and meal} in the degree of bacterial contamination, showed significant differences between the meal and the high protein groups in the levels of Total Coliforms and E.coli Contamination (p<0.05). The meal group had higher bacterial counts. Further, foods that were composed of a larger number of ingredients had significantly higher counts of Coliforms than those with a single major ingredient. Statistical significant differences were found between the four urbanization areas in terms of APC counts (p<0.01) and Total Coliforms (p<0.05). These differences were attributable to the availability of basic facilities and sanitary conditions.
The results indicate that handling practices, environmental sanitation and potable water supply are important factors influencing the microbiological quality of street foods."
Lengkap +
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahda Sofa Syahdu
"Skripsi ini bertujuan untuk melihat tindakan ofensif PM di bidang kebudayaan, khususnya seni film pada masa Demokrasi Terpimpin melalui berbagai cara. Salah satu di antaranya adalah dengan menghambat peredaran dua judul film yaitu Pagar Kawat Berduri (1961) dan Anak Perawan di Sarang Penjamun (1963) hasil karya Asrul Sani dan Usmar Ismail.
Campur tangan PKI di bidang Perfilman melalui tuduhan yang tidak berkaitan dengan film sebagai seni memperlihatkan kekhawatiran pihak komunis bahwa film-film tersebut akan berpengaruh terhadap kedudukan PKI selanjutnya. Film sebagai media seni murni tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya karena telah tercampur dengan kotornya politik.
Penelitian dan pengumpulan bahan dilakukan melalui studi kepustakaan pada beberapa Perpustakaan dan juga mempergunakan media pandang-dengar sebagai sumber primer di perpustakaan Sinematek Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Kuningan- Jakarta disamping skenario dan koran sejaman.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S12439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library