Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arini Fitri
Abstrak :
Puskesmas merupakan ujung tombak pelaksana pelayanan kesehatan yang sangat strategis dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program kesehatan, seperti SPM, PISPK, dan KBK-BPJS. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan secara bersama-sama menimbulkan situasi koeksistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kebijakan SPM, PISPK, dan KBK-BPJS di Puskesmas terjadi koeksistensi secara mutually exclusive (saling berdiri sendiri), competitive (berkompetisi), complementary (saling mendukung) dan integrated (terintegrasi) dalam hal tenaga, waktu, sarana, dana, dan pelaporan di Puskesmas di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 15 orang informan yang berada di Puskesmas Bojonggede, Puskesmas Cibinong, Puskesmas Cirimekar, Puskesmas Kemuning dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koeksistensi secara mutually exclusive terjadi pada aspek pelaporan, sistem pelaporan program mempunyai aplikasi masing-masing seperti SIKDA, SIMPUS, dan Laporan Suplemen pada program SPM, Web Keluarga Sehat pada program PISPK, dan P-Care untuk pelaporan KBK-BPJS. Koeksistensi secara competitive terjadi pada aspek tenaga dan waktu kerja. Pelaksanaan program yang dinilai paling berat adalah PISPK, sementara SPM dinilai program rutin yang biasa dilakukan di puskesmas. KBK BPJS dinilai lebih mudah dilaksanakan daripada PISPK dalam hal pencapaian angka kontak. Complementary terjadi pada aspek sarana dan dana. Pelaksanaan ketiga kebijakan SPM, PISPK, dan KBK-BPJS sistemnya belum terintegrasi sempurna.<
Centre or in Indonesia called Puskesmas plays a crucial and strategical role as a health care provider in implementing various policies and health program such as Minimum Service Standards (SPM), Healthy Indonesia Program with family approach (PIPSK), and Capitation-Based on Service Commitment (KPK-BPJS). Implementing the policies and programs simultaneously creates a condition called coexistence. This study aims to investigate whether implementation of the policies in Puskesmas works in a coexistence manner that is mutually exclusive, competitive, complementary and integrated in terms of human resources, work time, health facilities, funds and reporting. This study used a qualitative approach through in-depth interviews with 15 informants who were met at the community health centre in Bojonggede, Cibinong, Cirimekar, Kemuning and at the department of health of Bogor. The results of this study showed that the coexistence of mutually exclusive occurs in reporting. Specifically, program reporting systems have their own applications including SIKDA, SIMPUS, supplement report for SPM program; Health Family Web for PISPK and P-Care for KBK-BPJS. This study also found that the coexistence of competitive occurs in human resources and work time. PISPK is claimed as the most difficult program to carry out at the health centre in Bogor in comparison to KPK-BPJS in terms of achieving contact rates. Also, the program that routinely is done at the primary health centre in Bogor is SPM. The current study further indicates that the coexistence of complementary occurs in health facilities and funds. Finally, the coexistence of integrated policies such as implementations of SPM, PIPSK and KPK-BJS has not been fully worked at the community health centre in Bogor.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widhya Budiawan
Abstrak :
Pengaruh doping Cu pada material La0,5Ca0,5Mn1-xCuxO3 telah dikaji dengan variasi konsentrasi doping x=0,05; 0,15; dan 0,20. Pada setiap doping menunjukkan temperatur Curie, TC, di atas 225 K dan temperatur Neel (charge order), TCO, sedikit di bawah 150 K dan tidak terjadi perbedaan untuk masingmasing doping. Hasil pengukuran magnetisasi material terhadap medan magnet luar pada temperatur rendah (di bawah TCO) menunjukkan pemisahan kurva yang semakin jelas. Pemisahan ini menunjukkan lebih dari satu fasa muncul secara bersama-sama (koeksistensi) yang berkorelasi dengan meningkatnya fraksi charge ordered-antiferromagnetic (CO-AFM) dan menurunnya fraksi ferromagnetik (FM). ......The influence of Cu doping in La0,5Ca0,5Mn1-xCuxO3 has been reported by different concentration of doping x=0,05; 0,15; and 0,20. Each of doping samples hows that Curie temperature, TC, above 225 K and Neel temperature (charge order), TCO, below 150 K and does not show any difference for each doping. Result of magnetization measurement by external magnetic field at low temperature (below TCO) shows the appearance of curve separation clearly. Such separation indicates that coexistence of more than one phase correlated with the increase of fraction of charge ordered antiferromagnetic (CO-AFM) and the decrease of ferromagnetic (FM) fraction.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21551
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Aretha Wimbowo
Abstrak :
Trademark Coexistence Agreement merupakan suatu perjanjian yang memungkinkan adanya keberadaan Merek yang memiliki persamaan dengan Merek lainnya untuk saling hidup berdampingan dan diberikan perlindungannya. Hingga saat ini, terdapat cukup banyak negara anggota TRIPs Agreement dan Paris Convention yang telah memiliki regulasi serta memberlakukan koeksistensi Merek melalui suatu perjanjian. Namun, di Indonesia masih belum terdapat pengaturan terkait Trademark Coexistence Agreement. Dalam skripsi ini, penulis akan menganalisis penerapan Trademark Coexistence Agreement di Indonesia dengan menganalisis Trademark Coexistence Agreement sebagai sebuah perjanjian dan menganalisis alasan beberapa negara TRIPs Agreement dan Paris Convention mengakui konsep koeksistensi Merek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan memperoleh data dari studi kepustakaan dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak memperbolehkan pendaftaran Merek yang memiliki persamaan. Kemudian, dari segi hukum perdata Trademark Coexistence Agreement tidak dapat memenuhi salah satu syarat sah perjanjian yaitu adanya sebab yang halal karena Trademark Coexistence Agreement memperjanjikan hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu pendaftaran Merek yang memiliki persamaan dengan Merek lainnya. Namun, pada praktiknya diketahui bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual telah menerapkan konsep koeksistensi Merek melalui pengajuan Trademark Coexistence Agreement karena Trademark Coexistence Agreement dianggap mendatangkan banyak manfaat khususnya bagi para pelaku usaha. Atas hal tersebut, sangat dibutuhkan pengaturan khusus terkait kebolehan koeksistensi Merek melalui suatu Trademark Coexistence Agreement di Indonesia, agar praktik koeksistensi Merek di Indonesia dapat dijalankan secara konstitusional. ......Trademark Coexistence Agreement is an agreement that allows the existence of a Trademark that has similarities with other Trademark to coexist with each other and is given protection. Until now, there are quite a number of member countries of the TRIPS Agreement and the Paris Convention that already have regulations and enforce Trademark coexistence through an agreement. However, in Indonesia there is still no regulation related to the Trademark Coexistence Agreement. In this thesis, the author will analyze the implementation of the Trademark Coexistence Agreement in Indonesia by analyzing the Trademark Coexistence Agreement as an agreement and analyzing the reasons why several TRIPs Agreement countries and the Paris Convention recognize the concept of Trademark coexistence. The method used in this research is juridical-normative by obtaining data from literature studies and interviews. The results of this study indicate that Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications does not allow the registration of Marks that have similarities. Then, from the point of view of civil law, the Trademark Coexistence Agreement cannot fulfill one of the legal requirements of the agreement, namely the existence of a lawful cause because the Trademark Coexistence Agreement promises things that are prohibited by Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, namely Trademark registration which have similarities with other brands. However, in practice it is known that the Directorate General of Intellectual Property has implemented the concept of Trademark coexistence through the submission of a Trademark Coexistence Agreement because Trademark Coexistence Agreements are considered to bring many benefits, especially for business actors. On this matter, special regulation are urgently needed regarding the permissibility of Trademark coexistence through a Trademark Coexistence Agreement in Indonesia, so that the practice of Mark coexistence in Indonesia can be carried out constitutionally.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Fitri Ekarini
Abstrak :
Interaksi negatif dengan manusia muncul sebagai salah satu ancaman utama populasi harimau sumatera. Pendekatan berbasis masyarakat dalam penanggulangan interaksi negatif manusia-harimau sumatera (IMH) dapat menjadi solusi berbasis lokal yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi konsep penanggulangan IMH berkelanjutan berbasis masyarakat dengan elaborasi: hotspot IMH; pengetahuan, sikap, perilaku masyarakat; upaya kolektif masyarakat, dan; peran pemangku kepentingan di wilayah penyangga lanskap Bukit Balai Rejang Selatan (BBRS), Bengkulu. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan analisis statistika, spasial, SWOT, dan deskriptif. Zona hotspot IMH tersebar di luar perbatasan lanskap BBRS dengan probabilitas IMH tinggi pada perkebunan atau pertanian di daerah penyangga hutan. Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap harimau sumatera dan IMH cukup baik, namun perilaku masyarakat cenderung belum mengarah pada perilaku dengan inisiatif positif. Upaya kolektif masyarakat dalam penanggulangan IMH pada kelompok desa dampingan sudah terorganisasi dengan baik. Peran pemangku kepentingan terkait upaya penanggulangan IMH di tingkat desa belum terintegrasi dan memadai. Konsep penanggulangan IMH berkelanjutan berbasis masyarakat dapat tercapai dengan elaborasi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan dukungan pemangku kepentingan terkait. ......Negative interactions with humans emerge as one of the main threats to Sumatran tiger population. Community-based approach in managing human-tiger interaction (HTI) can be a sustainable local-based solution. This study aims to provide recommendation of sustainable community-based HTI management concept by elaborating: HTI hotspot; community’s knowledge, attitude, practice; community’s collective efforts, and; role of stakeholders in the Bukit Balai Rejang Selatan (BBRS) landscape buffer area, Bengkulu. The approach used is quantitative approach with statistical, spatial, SWOT, and descriptive analysis methods. The HTI hotspot zone are spread outside the border of the BBRS landscape with a high probability of HTI on plantations or agricultures in forest buffer areas. Community’s knowledge and attitude towards the Sumatran tiger and HTI is quite good, but community’s behavior tends not to lead to behavior positive initiatives. Community’s collective efforts in managing HTI in assisted village groups have been well organized. The role of stakeholders in efforts to manage HTI at the village level is still not integrated and sufficient. Sustainable community-based HTI concept can be achieved by elaborating environmental, social, and economic aspects with the support of relevant stakeholders.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyono Utomo
Abstrak :
Kebijaksanaan Koeksistensi Damai merupakan salah satu kebijakan luar negeri RRC yang penting pada kurun waktu 1950 an. Kebijakan ini diawali dengan perjanjian Sino-India mengenai wilayah Tibet pada 1954 yang melahirkan lima prinsip Koeksistensi damai yang terkenal. Dua tahun setelah Dikeluarkannya komunike bersama Cina-India mengenai Koeksistensi damai ini, pada Kongres XX PKUS 1956, Sekretaris Jendral PKUS N.S. Khrushchev mengumumkan digunakannya koeksistensi damai sebagai garis umum kebijakan luar negeri Soviet. Meskipun dengan pengumuman tersebut tampak bahwa Soviet menggunakan kebijakan yang sama dengan Cina dalam politik luar negerinya, namun pada dasarnya kebijakan koeksistensi damai yang diumumkannya itu sebenarnya memiliki perbedaan dengan apa yang diumumkan Cina sebelumnya. Ini terbukti kemudian, ketika koeksistensi damai menjadi salah satu dimensi yang penting dalam perselisihan terbuka Sino-Soviet yang terjadi kemudian Koeksistensi Damai yang diumumkan terlebih dulu oleh Cina, lebih menekankan fungsinya sebagai 'taktik sementara', seperti yang telah ditekankan Lenin. Cina menginginkan suatu masa damai untuk melaksanakan pembangunan dalam negerinya. Ia pun mengharapkan bahwa selama masa itu pula, ia bisa menggalang suatu front persatuan internasional dengan dunia ketiga untuk melawan imperialisme. Tujuan jangka pendek dari penggalangan front persatuan ini adalah keluar dari posis defensif akibat politik pembendungan AS terhadapnya. Sementara seperti Lenin Cina berharap dapat merebut waktu sehingga pada gilirannya ia dapat mencapai kemenangan akhir 'revolusi dunia'. Lain halnya dengan Cina, Khrushchev terutama menggunakan kebijakan tersebut untuk mengadakan peredaan ketegangan dengan AS. Ia mendefinisikan koeksistensi damai tidak lain sebagai penolakan perang, karena di dunia sekarang, telah muncul faktor baru yang menentukan yaitu senjata nuklir. Dengan demikian menurut Khrushchev hanya ada dua pilihan perang yang menghancurkan kedua pihak, imperialis maupun sosialis, atau koeksistensi damai. Pendeknya ia memilih koeksistensi damai karena ini memungkinkan sosialis untuk memenangkan kompetisi di antara dua kubu tersebut...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12967
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Hidayatullah
Abstrak :
Skripsi ini membahas keterkaitan antara Prinsip Koeksistensi Damai dengan Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didukung dengan studi pustaka. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dalam pengimplementasian Prinsip Koeksistensi Damai dalam Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT merupakan suatu sarana bagi RRT dalam menerapkan Soft Powernya, guna menarik negara-negara lain demi terciptanya hubungan diplomatik luar negerinya. Akan tetapi, pengimplementasian Prinsip Koeksistensi Damai oleh RRT dalam perjanjian ini tidak sepenuhnya konsisten, sehingga berdampak pada hubungan diplomatik luar negeri Tiongkok, khususnya dengan Indonesia.
This thesis explains the relationship between the Principle of Peaceful Coexsistence and the Dual Citizenship Treaty of RI-PRC. This research is a qualitative research that supported by a literature study. This research proves that the implementation of the Principle of Peaceful Coexsistence on the Dual Citizenship Treaty of RI-PRC is a medium for the People’s Republic of China to implement its soft power, in order to attract other countires to build a diplomatic relationship. However, the implementation of the Principle of Peaceful Coexsistence in this treaty is not that consistent, thus impacting China’s diplomatic relation with another countires, especially with Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library