Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Fikri
"Proses shot peening merupakan suatu metode pengerjaan dingin material dengan menumbuhkan permukaan logam menggunakan partikel-partikel bulat (terbuat dari baja tuang) yang berukuran kecil dan berkecepatan tinggi. Metode ini dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan serangan korosi retak tegang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh proses shot peening dengan intensitas 0.0062 A dan 00091 A (masing-masing dengan coverage 100% dan 200%) terhadap ketahanan Al 7075 T7351 terhadap serangan korosi retak tegang, pengujuan digunakan menggunakan larutan 3,5% NaCl dan 0,5% H2O2 pada pH 3.
Hasil pengujian tegangan sisa dan kekerasan menunjukkan bahwa proses shot peening menyebabkan terjadinya tegangan sisa tekan antara -111,8726 sampai -170,5675 MPa dan terjadinya peningkatan kekerasan pada permukaan Al 7075 T7351. Sedangkan dari hasil pengujian korosi retak tegang sampai dengan 15 hari didapatkan bahwa efek shot peening di atas tidak menampakkan pengaruhnya pada pemberian tegangan 85% dari kekuatan luluh bahan, hal ini disebabkan sampai akhir pengujian belum terjadi serangan korosi retak tegang, jenis serangan yang terjadi adalah korosi pitting."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
S41956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gadang Priyotomo
"Baja tahan karat jenis austenitik AISI 304 mempunyai kerentanan terhadap korosi retak tegang di dalam larutan korosif klorida. Baja tipe ini juga rentan terhadap temperatur sensitasi antara 580°C - 815°C. Kerentanan tersebut jelas terjadi pada korosi batas butir. Batas butir mengandung krom karbida. Kombinasi antara internal material logam dan lingkungan memberikan efek korosi retak tegang. Lingkungan MgCl2 merupakan lingkungan korosif yang berperan dalam jenis korosi ini. Pengujian korosi retak tegang dilakukan dengan metode beban konstan (creep) melalui beban 20 kg/mm2, 25 kg/mm2, 30,5 Kg/mm2, dan 40 Kg/mm2 di larutan 42wt% MgCl2 bersuhu 106°C. Perlakuan material dibagi dua yaitu anil 1100°C, tahan 1 jam, kemudian celup cepat air dan tanpa anil. Kedua perlakuan tersebut disensitasi (600°C,700°C,800°C). Pengujian kualitatif karbida, pengujian komposisi bulk, larutan uji (AAS), pengujian kekerasan Vickers, metalografi (foto makro) dan pengujian SEM EDS dilakukan. Hasil menunjukkan pengujian kekerasan vickers pada suhu sensitasi 7000C mengalami penurunan berkisar 152,06 Hv (anil 1100°C) dan 199,1 Hv (non anil 1100°C) dibandingkan suhu sensitasi 600°C dan 800°C. Tren sama juga terjadi pada pengujian SCC beban konstan, pada temperatur sensitasi 700°C, waktu patah (tf) lebih pendek dibandingkan suhu sensitasi 600°C & 800°C di dua kondisi material berbeda. Waktu patah tercepat pada beban 25 Kg/mm2 3 detik di kondisi anil 1100°C,suhu sensitasi 700°C dan terlama pada beban 30,5 Kg/mm2 86400 detik di kondisi tanpa anil,suhu sensitasi 6000C. Laju pemuluran (iss) tertinggi pada beban 25 kg/mm2 4,80 mm/detik di kondisi anil 11000C,suhu sensitasi 700°C dan terendah pada beban 30,5 Kg/mm2 3.10-8 mm/detik di kondisi tidak anil 1100°C. Bentuk patahan SCC berbentuk intergranular (tidak dianil 11000C). Bentuk patahan transgranular dengan banyak struktur dimple (void-void) nampak banyak di material anil 1100 berbagai suhu sensitasi. Prosentase peningkatan kelarutan Fe kedalam larutan uji antara 484% hingga 2050% , Kation Cr antara 750% hingga 3540%, dan Kation Ni hingga 110%.

Austenitic Stainless steel (AISI 304) has a susceptibility of stress corrosion cracking inside corrosive chloride solution. This material also is susceptible from sensitizing temperature (580°C-815°C). This susceptibility of material clearly is undergone in intergranular corrosion. Grain boundaries contain chromium carbide. The combination of internal material and environment can contribute a great effect of stress corrosion cracking (SCC). MgCl2 circumstance have main role for SCC as corrosive solution. SCC test was conducted with constant load method (creep) of 20 Kg/mm2, 25 Kg/mm2, 30,5 Kg/mm2, and 40 Kg/mm2 in 42 wt% MgCl2 solution and constant temperature of 1060C. Material treatment is divided two sides : (1) annealing process (1100°C); holding 1 hour then quenching process and (2) without annealing. These two treatments were sensitized at 600°C, 700°C and 800°C. The qualitative test of carbide, the test of bulk chemical composition, solution test (AAS), Vickers hardness test, metallography, and SEM EDS test conducted. Test results show Vickers hardness value on sensitizing temperature of 7000C that was undergone the decreasing of range 152,06 Hv (annealing of 11000C) and 199,1 Hv (non annealing) by comparing sensitizing temperature of 600°C and 800°C. The same trend also was happen at the test of SCC. On sensitizing temperature of 7000C fracture time (tf) is shorter than sensitizing temperature of 600°C and 800°C in two different material conditions. The shortest fracture time is happened at load of 25 Kg/mm2 that is tf of 3 seconds in annealing condition of 1100°C and sensitizing temperature of 700°C. The longest fracture time is also happened at load of 30,5 Kg/mm2 that is tf of 86400 seconds without annealing process and sensitizing 600°C. The Highest Elongation rate (iss) at load of 25 Kg/mm2 is 4,80 mm/s in annealing condition of 1100°C for sensitizing temperature of 700°C. The lowest one at load of 30,5 Kg/mm2 is 3.10-8 mm/s without annealing condition of 1100°C. The average shape of fracture of SCC is intergranular form without annealing process of 11000C. The shape of transgranular fracture with surface structure of dimples was undergone at annealing material of 1100°C with various sensitizing temperatures. The increasing of dissolution percentage of Fe ions to test solution between 484% to 2050%, from 750% to 3540% (Cr ion), and up to 110% (Ni ion)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21374
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sadeli
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Indrafusa
"ABSTRAK
Kerentanan dan perilaku korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan
simulasi tanah dengan pengaruh tegangan aplikasi diinvestigasi dengan
menggunakan pengujian bent beam korosi retak tegang. Selain itu, pada pengujian
ini akan dicari tahu mekanisme korosi retak tegang yang terjadi pada baja SAE
1086 dalam larutan simulasi tanah. Kerentanan korosi retak tegang ditentukan
dengan menghitung densitas pit yang dihasilkan pada permukaan baja SAE 1086.
Kehadiran pit pada permukaan baja SAE 1086 dapat bertindak sebagai tempat
inisiasi retak. Sedangkan mekanisme korosi retak tegang diamati dengan
polarisasi linear, polarisasi potensiodinamik (linear sweep voltammetry), dan
perubahan sifat mekanis. Peningkatan tegangan aplikasi akan menghasilkan
jumlah pit yang semakin banyak, dimana untuk tegangan aplikasi 55 % YS
dihasilkan 40 pit/mm2, 60 % YS dihasilkan 179 pit/mm2, dan 65 % YS dihasilkan
413 pit/mm2. Jadi kerentanan korosi retak tegang baja SAE 1086 dalam larutan
simulasi tanah akan meningkat seiring dengan semakin besar tegangan yang
diaplikasikan. Baja SAE 1086 dalam larutan simulasi tanah akan mengalami
korosi retak tegang dengan mekanisme pelarutan anodik.

Abstract
The stress corrosion cracking susceptibility and behavior of SAE 1086 steel
in simulated soil solution under the effect of applied stress was investigated by
bent beam stress corrosion test. Furthermore, in this paper would be found out the
mechanism of stress corrosion cracking SAE 1086 steel in simulated soil solution.
Stress corrosion cracking susceptibility was determined by calculate the density of
pits on the surface of SAE 1086 steel. The presence of pits on the surface of SAE
1086 steel can act as crack initiation sites. While the mechanism of stress
corrosion cracking was observed by linear polarization, potentiodynamic
polarization (linear sweep voltammetry), and changes in mechanical properties.
Increasing applied stress will increase amount of pit produced, where at applied
stress 55 %, 60 %, and 65 % referred to YS (yield strength) would be produced 40
pits/mm2, 179 pits/mm2, and 413 pits/mm2 sequentially. So, the stress corrosion
cracking susceptibility of SAE 1086 steel in simulated soil solution will increase
with greater applied stress. In simulated soil solution, SAE 1086 steel will
encountered stress corrosion cracking by anodic dissolution mechanism."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rendi Fajar Binuwara
"ABSTRAK
Aluminium Alclad 2014 memberikan kekuatan tinggi dan ketahanan korosi yang
baik pada lingkungan yang korosif untuk diaplikasikan pada industri pesawat
terbang. Pengaruh proses penuaan terhadap ketahanan korosi retak tegang dengan
parameter waktu (5 jam, 8 jam, dan 10 jam) ditinjau dengan standar Bent-Beam
ASTM G39 dalam lingkungan salt spray NaCl 5% sesuai dengan ASTM B117
selama 10 hari. Perilaku korosi sampel dengan menggunakan salt spray
menujukkan tidak adanya korosi retak tegang pada semua kondisi, tetapi korosi
lubang yang cukup parah pada kondisi penuaan alami (T4). Ketahanan korosi
yang lebih baik dalam lingkungan Cl- diperoleh pada semua kondisi penuaan.
Dalam aluminium paduan Al-Mg-Si (seri 6xxx), yang berfungsi sebagai lapisan
clad dari aluminium 2014, endapan MgSi2 menjadi tempat terserangnya korosi
karena endapan ini bersifat anodik dibandingkan matriks Al. Ketahanan tertinggi
hingga paling rendah terhadap korosi lubang dan korosi retak tegang dari
aluminium Alclad 2014 berturut-turut adalah kondisi penuaan 8 jam, 5 jam, 10
jam, dan T4 akibat distribusi fasa intermetalik.

ABSTRACT
Aluminum Alclad 2014 is used when high strength with good resistance to
corrosion are required, include in aircraft industry. Effect of artificial aging time
parameters ( 5 hour, 8 hour, and 10 hour) on improvement stress corrosion
cracking was investigated using Bent-Beam Test Method with ASTM G39 in salt
spray contain 5% NaCl according to ASTM B117 within 10 days. Corrosion
behavior of specimen using salt spray showed no stress corrosion cracking
occurred, but severe pitting corrosion was introduced in natural aging (T4)
condition. Greater corrosion resistance in Cl- containing environment achieved in
artificial aging process. In Al-Mg-Si alloy (6xxx series) as cladding of aluminum
2014, MgSi2 precipitate are reported to activate corrosion process in which MgSi2
acts as anode and dissolve preferentially than matrix Al cathode. Sequence of
pitting and stress corrosion resistance with anodic dissolution for the specimen is
8 hour, 5 hour, 10 hour, and T4 due to distribution of intermetallic phase."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42180
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiles
"ABSTRAK
SS 304 adalah material yang saat ini banyak digunakan sebagai pipeline
dan juga material coloumm vessel. Namun, pada pengaplikasiannya material ini
banyak mengalami kegagalan SCC dalam lingkungan NaCl.Pengaruh tegangan
terhadap kerentanan korosi retak tegang SS 304 dalam Lingkungan NaCl
dilakukan dengan metode bent beam dengan variasi tegangan 30%, 40%, dan 50%
dari tegangan luluh ( yield stress ). Pengujian dilakukan dengan salt spray selama
4 minggu dan dilakukan dye penetrant test untuk melihat keberadaan retak.
Pengamatan mikrostruktur dilakukan untuk verifikasi hasil pengujian dye
penetrant test. Perilaku korosi diamati melalui polarisasi linear dan metode weight
loss. Retak tidak terjadi pada setiap aplikasi tegangan. Namun, kerentanan
terhadap korosi retak tegang ditentukan dengan densitas pitting pada setiap
tegangan aplikasi. Semakin besar tegangan aplikasi maka densitas pitting akan
semakin meningkat dan kerentanan terhadap korosi retak tegang juga semakin
meningkat. Korosi yang terjadi pada SS 304 adalah pitting corrosion yang
ditandai dengan hasil polarisasi linear dan weight loss yang laju korosinya sangat
kecil.Pengamatan struktur mikro menunjukkan terdapatnya pitting pada setiap
tegangan aplikasi.

ABSTRACT
SS 304 is material that mostly used as pipeline and coloumn vessel. This
material mostly failed because SCC when it is aplicated in NaCl environment.
Effect of applied stress on stress corrosion cracking susceptibility can be
examined with two point loaded bent beam method with variation of applied
stress are 30%, 40%, and 50% of yield stress. Sample is examined in salt spray for
4 weeks and dye penetrant test is done to see existance of retak. Beside that,
microstructure examination is done to verificate the result of dye penetrant test.
Corrosion behavior can be observed with linear polarisation and weight loss
method.Based on examination result, crack is absence in each applied stress.
Susceptibility of stress corrosion cracking can be determined with density of
pitting. Pit morfology show high density when SS 304 subject to high applied
stress. Type of corrosion in SS 304 is pitting corrosion. Linear polarisation and
weight loss show low corrosion rate. Microstructure observation show existence
of pitting in each applied stress."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfy Faluthi Firdaus
"ABSTRAK
Peralatan penukar panas tipe shell and tube merupakan peralatan yang berfungsi untuk mentransfer panas di antara dua atau lebih fluida. Di industri pengolahan minyak, peran peralatan ini sangatlah penting. Kegagalan pada alat penukar panas akan berdampak terhadap keandalan, ketersediaan, dan keamanan peralatan secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian finansial. Oleh karena itu, penyelidikan perlu dilakukan untuk mengetahui akar penyebab kegagalan tabung penukar panas, sehingga kegagalan yang serupa tidak terulang kembali di kemudian hari. Penyelidikan dilakukan pada bagian shell dan tube yang meliputi pengamatan lapangan, pengukuran dimensi, pengamatan visual, serta melakukan pengujian tidak merusak menggunakan die penetran.
Dari pengamatan pada bagian shell, tidak tampak ada tanda kerusakan pada bagian luar maupun dalam, sedangkan pengamatan pada bagian tube tampak tanda kerusakan sehingga dilakukan pengujian metalografi dengan mikroskop optik dan pemindaian mikroskop elektron, dan analisis komposisi kimia.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa akar penyebab kegagalan pada tube adalah karena retak korosi retak tegang (stress corrosion cracking), yang disebabkan oleh kombinasi dari lingkungan kerja asam dan tegangan tarik.

ABSTRACT
Shell and tube type heat exchanger is the equipment that functioned to transfer heat between two or more fluids. In the oil processing industry, the role of this equipment is very important. Failure of the heat exchanger will have an impact on the overall reliability, availability and safety of the equipment, which in turn can cause financial losses. Therefore, an investigation needs to be carried out to find out the root cause of the failure of the heat exchanger tube, so that similar failures do not recur in the future. Investigations were carried out on the shell and tube sections which included field observations, dimensional measurements, visual observations, as well as non-destructive testing using die penetrants.
From observations on the shell, there were no visible signs of damage either on the outside or inside, while observations on the tube showed signs of damage so metallographic testing with optical microscop and scanning electron microscop, and chemical composition analysis were carried out.
The results of the analysis concluded that the root cause of failure in the tube is due to stress corrosion cracking, which is caused by a combination of acid working environment and tensile stress."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Setiawan
"Korosi retak tegang merupakan proses korosi yang dihasilkan dari kombinasi sinergis antara tegangan, lingkungan yang korosif serta karakteristik dari material. Pengujian ini mengamati fenomena korosi pada material baja sponge rotary kiln X dan Y yang memiliki komposisi yang berbeda, dimana material X memiliki kandungan nikel dan kromium yang lebih tinggi dibandingkan Y. Metode bentbeam spesimen digunakan untuk melihat ketahanan korosi kedua material pada tegangan aplikasi dan lingkungan yang berbeda dimana lingkungan yang digunakan mengandung ion klorida.
Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya lubang pada permukaan material. Pengamatan terhadap fenomena korosi material dilakukan dengan menghitung diameter dan kedalaman lubang yang terbentuk dan perubahan berat yang terjadi setelah pengujian. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan peningkatan tegangan dan kadar NaCl, diameter dan kedalaman lubang yang terbentuk semakin bertambah. Selain itu pengurangan berat dan laju korosi juga semakin meningkat. Hasil secara umum menunjukkan bahwa material X memiliki ketahanan korosi yang lebih baik daripada Y.

Stress corrosion cracking is a corrosion process caused by a synergy combination between stress, corrosive environment and material characteristic. This experiment observed corrosion phenomena of sponge rotary kiln steel X and Y whose different compositions, which X has higher nickel and chromium contents than Y do. Bent-beam specimen method used here to observe those two material corrosion resistances in different application stresses and chloride ions-containing environments.
The experimental results showed pits in material surface. Observations of material corrosion phenomena were done by measuring pit diameter and depth and weight loss of the material after exposure. The results showed that pit diameter and depth increased as stress and sodium chloride concentration increased. Besides that, weight loss and corrosion rate of material increased. The common results showed that X has better corrosion resistance than Y.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41724
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library