Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanna Christianti
"Masalah utama yang dihadapi oleh Koperasi dan UKM adalah sulitnya akses permodalan, salah satu solusi yang dicetuskan oleh Kementerian Koperasi dan UKM adalah mendirikan LPDB-KUMKM pada tahun 2006. Sejak didirikan sampai tahun 2017, LPDB-KUMKM telah menyalurkan dana sebesar Rp. 9.5 triliun. Permasalahannya adalah apakah dana bergulir tersebut memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB, dan apakah ada pengaruh kepemimpinan terhadap penyaluran dana bergulir, dua isu itulah yang menjadi focus dan tujuan penelitian ini. Untuk mendapatkan jawaban dari dua isu tersebut, digunakan metode penelitian regresi berganda. Hasil dari penelitian ini, yakni dibandingkan dengan penyaluran melalui UKM, LKB, atau LKBB, penyaluran dana bergulir melalui Koperasi paling berpengaruh dan berkontribusi sebesar 3.91% terhadap pertumbuhan PDRB. Terkait dengan favoritism dapat dilihat dari penyaluran dana bergulir di wilayah asal pada saat menjabat, dan didapatkan hasil kepemimpinan masa DBRAM terjadi favoritism penyaluran dana bergulir melalui Koperasi, LKB, dan LKBB.

The main problem faced by Cooperatives and SMEs is the difficulty of capital access, one of the solution proposed by The Ministry of Cooperative and SMEs is establish LPDB-KUMKM in 2006. Since established until 2017, LPDB-KUMKM has distributed fund Rp. 9.5 trillion. The problem, is the revolving fund has a contribution to GRDP, and is there any influence of director on the distribution of the revolving funds, these two issues are focus and purpose of this research. To get the answers to these two issues, multiple regression research methods are used. The result of this study which are compared to distribution of revolving fund through cooperartive is the most influential and contributed 3.91% GRDP. Regarding favoritism, it can be seen from the distribution of revolving funds in the region of origin by the director officiate, and the result of the leadership during DBRAM period showed favoritism in the distribution of revolving funds through Cooperative, LKB, dan LKBB."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lanang Tanu Prihantoro
"Kurang tertibnya penyaluran dana bergulir Kementerian Koperasi dan UKM, membuat pemerintah mengalihkan pengelolaannya melalui satker Badan Layanan Umum (BLU), yaitu LPDB-KUMKM. Dalam perjalanannya demi mewujudkan akuntabilitas pembiayaan dan profesionalisme, LPDB-KUMKM menyempurnakan pola penyaluran dana bergulir melalui beberapa regulasi. Kebijakan yang paling mendasar adalah penerapan agunan dan tarif layanan, dimana dana bergulir sebelumnya tidak membebankan bunga atau tarif layanan maupun agunan sebagai persyaratan permohonan pinjaman. Tarif layanan lebih dahulu dilaksanakan, dan pada dasarnya juga bukan merupakan kendala bagi UMKM karena nilainya yang lebih rendah dari suku bunga perbankan. Namun demikian, Non Performing Loan (NPL) dari peminjam atau mitra dirasa masih tinggi, oleh sebab itu kemudian LPDB-KUMKM menerapkan agunan sebagai salah satu persyaratan pinjaman. Berkaca pada bisnis pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan agunan memang efektif untuk menekan tingkat gagal bayar dari para peminjam. Namun di sisi yang lain hal ini akan berdampak kepada aksesibilitas UMKM terhadap permodalan dan akan berdampak juga kepada perilaku pembayaran pinjaman dari UMKM. Studi ini menggunakan data perkembangan pinjaman mitra LPDB-KUMKM dari awal hingga tahun 2018. Model Regresi Logit digunakan untuk mendukung analisis, hasil studi ini menunjukkan pada kasus LPDB agunan memiliki korelasi negatif terhadap peluang default atau tingkat gagal bayar pinjaman.

The lack of orderly distribution of the revolving funds of the Ministry of Cooperatives and SMEs, made the government transfer its management through the Public Service Agency (BLU) satker, the LPDB-KUMKM. In its journey to realize financial accountability and professionalism, LPDB-KUMKM has perfected the pattern of revolving fund distribution through several regulations. The most basic policy is the application of collateral and service tariffs, where the previous revolving fund does not charge interest or service fees or collateral as a condition for loan applications. Service tariffs are implemented first, and in essence are also not an obstacle for MSMEs because of their lower value than bank interest rates. However, the Non Performing Loan (NPL) from borrowers or partners is still considered high, therefore LPDB-KUMKM then applies collateral as one of the loan requirements. Reflecting on the financing business carried out by collateral banking, it is indeed effective to reduce the default rates of borrowers. But on the other hand this will have an impact on the accessibility of MSMEs to capital and will also affect the behavior of loan payments from MSMEs. This study uses data on the development of LPDB-KUMKM partner loans from the beginning to 2018. The Logit Regression Model is used to support the analysis, the results of this study show that the collateral, in case of LPDB, has a negative correlation with the probability of default or loan default."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library