Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Suciati Ningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Keloid adalah kondisi abnormal dalam proses penyembuhan luka yang tumbuh menyebar melebihi batas luka normal. Keloid berada dalam kondisi hipoksia relatif yang melibatkan proses adaptasi berupa perubahan lingkungan mikro dari normoksia menjadi hipoksia, termasuk dalam hal ini adalah metabolisme laktat. Monocarboxylate transporters MCTs yang berperan dalam metabolisme laktat pada patogenesis keloid belum jelas dipahami. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis metabolisme laktat pada jaringan keloid dengan mengukur ekspresi MCT1 dan MCT4 yang berperan penting dalam transpor laktat melalui membran plasma. Jenis penelitian ini adalah studi observasional deskriptif analitik dengan desain studi potong lintang cross sectional study . Sampel jaringan dan stroma keloid diperoleh dari 3 jaringan keloid dengan metode eksplan dan dibandingkan dengan stroma dari kultur primer dermis preputium sebagai kontrol. Ekspresi mRNA MCT1 dan MCT4 diukur dengan menggunakan quantitative real time-polymerase chain reaction qRT-PCR . Ekspresi protein MCT1 dan MCT4 dideteksi dengan teknik enzyme linked immunosorbent assay ELISA . Kadar laktat ekstraseluler diukur dengan EnzyChromTM L-Lactate Assay Kit. Ekspresi mRNA MCT1 dan MCT4 jaringan dan stroma keloid lebih tinggi bermakna dibandingkan stroma preputium.
ABSTRACT
Keloid is an abnormality of wound healing process that growing spread beyond the limits of normal injury. Keloid is in relative hypoxia condition that involves the adaptation of microenvironmental change from normoxia into hypoxia including lactate metabolism. The role of monocarboxylate transporters MCTs in lactate metabolism of keloid patogenensis still not clearly understood. Therefore, the aim of this study is to analyze lactate metabolism in keloid tissue by measuring the expression of MCT1 and MCT4 as the key player of lactate transport through the plasma membrane as in tumor microenvironment. The type of this research is descriptive analytic observational study with cross sectional study design. Keloid samples derived from 3 keloid tissue culture using explants method and compared with primary cultures of dermis foreskin as a control. MCT1 and MCT4 mRNA expression were measured using real time quantitative polymerase chain reaction qRT PCR. MCT1 and MCT4 protein expression was detected by using enzyme linked immunosorbent assay ELISA . Extracellular lactate levels measured by EnzyChromTM L Lactate Assay Kit. MCT1 and MCT4 mRNA expression of keloid tissues and stromal cells significantly higher compared with foreskin fibroblasts p
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Tatang Puspajono
Abstrak :
Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan utama di Asia dan Pasifik khususnya Indonesia. Angka kematian sindom syok dengue (SSD) di rumah sakit masih tinggi. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM antara 1 Januari 2003 sampai dengan 30 Juni 2004 didapatkan jumlah kasus DBD yang dirawat sebanyak 263 pasien. Jumlah kasus SSD pada periode tersebut sebesar 31,7% DBD derajat III, diikuti DBD derajat II sebesar 30,7% dan DBD ensefalopati pada DBD derajat 1V sebesar 1%. Salah satu gangguan keseimbangan asam basa adalah asidosis laktat, suatu bentuk asidosis metabolik. Kondisi ini terjadi akibat akumulasi laktat yang disebabkan oleh hipoksia atau iskemia jaringan. Asidosis laktat erat hubungannya dengan akumulasi laktat di dalam cairan ekstraseluler, akibat ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan pemakaian oksigen untuk kebutuhan metabolik. Kadar laktat darah telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai petanda biokimia adanya hipoksia jaringan pada keadaan sakit gawat. Asidosis laktat dibuktikan sebagai faktor penyebab umum dan tersering dari berbagai keadaan sakit gawat. Hipoperfusi/hipoksia jaringan menjadi dasar patogenesis dari berbagai kasus asidosis laktat. Pengukuran laktat serial dapat memprediksi kemungkinan timbulnya syok septik dan gagal organ multipel lebih baik dibandingkan pengukuran variabel-variabel transpor oksigen. Beratnya asidosis laktat dapat dilihat dari nilai pH darah, senjang anion, dan kadar laktat darah dengan metode kuantitatif. Pemantauan kadar laktat darah dapat membedakan pasien-pasien yang akan tetap hidup dan pasien yang akan meninggal. Kadar laktat darah juga merupakan indikator yang lebih sensitif untuk daya tahan hidup dibandingkan dengan nilai curah jantung, hantaran oksigen, tumor necrosis factor a (TNF a), dan interleukin-6 (TL-6).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Sari
Abstrak :
Ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi dapat menyebabkan terjadinya obesitas yang merupakan faktor risiko utama terjadinya noncommunicable disease (NCD). Latihan fisik dapat menurunkan berat badan penderita overweight dan obesitas melalui penekanan terhadap asupan makanan. HIIT merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang dapat mempengaruhi regulasi asupan makanan melalui efek yang dikenal dengan exercise induced anorexia. Efek ini dapat dimediasi oleh IL-6 dan laktat yang meningkat setelah melakukan HIIT. IL-6 dan laktat bekerja secara langsung di hipotalamus untuk menurunkan sekresi AgRP yang merupakan neuropeptida oreksigenik. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh HIIT terhadap asupan makanan yang dilihat dari perubahan kadar IL-6, laktat, dan AgRP. Penelitian menggunakan bahan baku tersimpan (serum darah) dari penelitian payung yang dilakukan sebelumnya pada subjek laki-laki overweight yang diberikan HIIT selama 12 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-6 serum yang signifikan segera setelah HIIT di minggu ke-12 (p<0,05), peningkatan signifikan kadar laktat segera setelah HIIT di minggu ke-1 dan minggu ke-12 (p<0,05) serta ditemukan tidak ada perubahan kadar AgRP (p>0,05). Selain itu, juga tidak ditemukan korelasi antara IL-6 dan AgRP serta laktat dan AgRP. Dapat disimpulkan pelaksanaan HIIT selama 12 minggu belum dapat menekan asupan makanan jika ditinjau dari kadar IL-6, laktat, dan AgRP. ......Imbalance of energy intake and expenditure can induce obesity, a main risk factor of noncommunicable disease. Physical exercise can aid weight loss in overweight and obese patients by decreasing food intake. HIIT is a form of physical exercise that causes exercise-induced anorexia, which reduces food intake. This effect may be mediated by the increase of IL-6 and lactate following HIIT. IL-6 and lactate directly regulate the expression of AgRP, an orexigenic neuropeptide, in the hypothalamus. This study aims to investigate the effect of HIIT on food intake as seen from changes in IL-6, lactate, and AgRP. This study used blood serum from previous study conducted on overweight males who participated in HIIT for 12 weeks. This study showed a significant increased in serum IL-6 concentration immediately after HIIT at 12th week (p<0,05), a significant increased in serum lactate concentration immediately after HIIT at 1st and 12th week (p<0,05), and no change in AgRP concentration (p>0,05). In addition, no correlation was found between IL-6 and AgRP as well as lactate and AgRP. It can be concluded that the implementation of HIIT for 12 weeks has not been able to suppress food intake based on the concentration of IL-6, lactate, and AgRP
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claresta Diella
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas laktat dehidrogenase LDH serum dan korelasinya dengan asupan karbohidrat pada pasien kanker paru stadium lanjut di Rumah Sakit Kanker Nasional Dharmais Jakarta. Pada sel kanker terjadi efek Warburg yaitu kecenderungan sel kanker untuk melakukan glikolisis anaerob. Enzim LDH berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah piruvat menjadi laktat pada keadaan anaerob. Peran laktat pada pada sel kanker meliputi inisiasi pertumbuhan tumor, menjaga kelangsungan sel kanker, proliferasi, angiogenesis, dan metastasis. LDH dapat digunakan sebagai marker diagnostik, penentu prognosis, sensitivitas dan resistensi tumor terhadap terapi, dan target potensial untuk kemoterapi. Subjek didapatkan melalui consecutive sampling yang melibatkan 56 subjek kanker paru stadium lanjut. Rerata usia hasil adalah 56,98 10,36 tahun, sebanyak 55,4 berjenis kelamin laki-laki. Asupan karbohidrat berdasarkan food recall 1 x 24 jam adalah 57,64 10,85 , sedangkan berdasarkan food frequency questionnaire FFQ semikuantitatif adalah 57,98 10,50 . Nilai median aktivitas LDH adalah 541,5 164 ndash;6539 IU/L yang sebanyak 60,7 aktivitasnya meningkat. Pada penelitian ini didapatkan korelasi negatif yang bermakna dengan kekuatan sedang p = 0,017, r = - 0,317 antara asupan total karbohidrat per hari dalam gram berdasarkan metode food recall 1 x 24 jam dengan aktivitas LDH serum. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara total karbohidrat per hari dalam gram berdasarkan metode FFQ semikuantitatif dan asupan karbohidrat terhadap total energi dengan aktivitas LDH baik berdasarkan metode FFQ semikuantitatif dan food recall 1 x 24 jam.Kesimpulan: Asupan karbohidrat dalam 24 jam berkorelasi negatif bermakna dengan aktivitas LDH serum pada pasien kanker paru stadium lanjut.
The aim of this study is to determine serum lactate dehydrogenase LDH activity and its correlation with carbohydrate intake in advanced lung cancer patients at Dharmais National Cancer Hospital Jakarta. Cancer cells are characterized by increase anaerobic glycolysis termed the Warburg effect. LDH enzyme catalyzes the convertion of lactate to pyruvate in anaerobic condition. Activity of lactate in cancer influences on tumor growth initiation, tumor survival, proliferation, angiogenesis and metastasis. Serum LDH activity can be used as a diagnostic marker, prognostic marker, predictive marker for tumor sensitivity and resistancy to therapy, and potensial target for chemotherapy. 56 subjects of advanced lung cancer are recruited by consecutive sampling. The mean of age subjects is 56,98 10,36 years old and 55,4 were male. Carbohydrate intake based on food recall 1 x 24 hours is 57,64 10,85 , while based on food frequency questionnaire FFQ semiquantitative is 57,98 10,50 . The median of LDH activity is 541,5 164 ndash 6539 IU L and 60,7 is increse. This study show medium negative significant correlation p 0,017, r 0,317 between total carbohydrate intake per day in grams based on food recall 1 x 24 hours with LDH serum activity. There is no significant correlation between total carbohydrate intake per day in grams based FFQ semiquantitative and carbohydrate intake of total energy with LDH serum activity based on food recall 1 x 24 hours and FFQ semiquantitative. In conclusion, there is medium negative significant correlation between carbohydrate intake in 24 hours with LDH serum activity in advanced lung cancer patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Corry Agustine Nias
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Diagnosis cepat efusi pleura eksudatif harus mampu mengesampingkan TB sebagai agen penyebab. Cancer ratio, rasio antara serum laktat dehidrogenase (LDH) dan cairan pleura adenosin deaminase (ADA), >20 diprediksi untuk efusi pleura ganas. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati nilai diagnostik dan untuk menetapkan titik potong diagnostik cancer ratio untuk EPG di negara dengan beban TB yang tinggi seperti di Indonesia. Metode: Penelitian prospektif potong lintang ini melibatkan 65 subjek dari pasien dengan efusi pleura eksudatif yang diduga keganasan yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, Indonesia. Hasil: Cancer ratio> 20 memiliki sensitivitas 61,82%, spesifisitas 80%, nilai duga positif (NDP) 94,44% dan nilai duga negatif (NDN) 27,59%. Nilai titik potong cancer ratio >26 menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 0,43 (IK 95% 0,31-0,55) dan 0,9 (IK 95% 0,82-0,97). Luas AUC 0,76 menunjukkan akurasi yang baik. Rasio kemungkinan positif adalah 4,36 (IK 95% 3,43-5,29) sedangkan rasio kemungkinan negatif pada titik potongini adalah 0,22 (IK 95% 0,13-0,33). Nilai duga positif adalah 0,96 (IK 95% 0,91-1) sedangkan nilai duga negatif pada titik potong ini adalah 0,22 (IK 95% 0,12-0,32). Kesimpulan: Nilai titik potong cancer ratio >26 sangat prediktif untuk keganasan pada pasien dengan efusi pleura eksudatif di negara dengan beban TB tinggi berdasarkan nilai spesifisitas, nilai duga positif dan rasio kemungkinan positif yang tinggi.
ABSTRACT
Background: Rapid diagnostics of exudative pleural effusion should able to rule-out tuberculosis (TB) as the causative agent. Cancer ratio, a ratio between serum lactate dehydrogenase (LDH) and pleural fluid adenosine deaminase (ADA), of >20 were predictive for malignant pleural effusion. This study was aimed to observe the diagnostic values and to set the cut-off diagnostic level of cancer ratio for MPE in a country with a high burden of TB such in Indonesia. Method: This prospective cross-sectional study involved 65 subjects from the patients with exudative pleural effusion suspected of malignancy treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia Result: The cancer ratio at >20 possessed a sensitivity of 61.82%, a specificity of 80%, positive predictive value (PPV) of 94.44%, and negative predictive value (NPV) of 27.59%. The cancer ration set at >26 cut-offs showed sensitivity and specificity of 0.43 (95%CI 0.31-0.55) and 0.9 (95%CI 0.82-0.97), respectively. The area under the curve (AUC) of 0.76 suggested good accuracy. The positive likelihood ratio (PLR) was 4.36 (95%CI 3.43-5.29), while the negative likelihood ratio (NLR) at this cut-off was 0.22 (95 % CI 0.13-0.33). The PPV was 0.96 (95% CI 0.91-1), while the NPV at this cut-off was 0.22 (95% CI 0.12-0.32). Conclusion: The cancer ratio set at >26 cut-offs was highly predictive for malignancy in patients with exudative pleural effusion at high TB burden country based on its high specificity, PLR, and PPV.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Werda Indriarti; Wijoto
Abstrak :
Recently, lactate has been recognized as energy resources for neuron metabolism. According to ANLS hypothesis, glucose being particularly uptaken by astrocyte is eventually metabolized via glycolisis. Lactate produced in astrocyte is then released into extracelluler matrix and uptaken by neuron then converted into pyruvate that used in oxydative metabolism. That proccess is resulted more ATP than that of conventional theory. A few in vitro studies has demonstrated that there is an increased of ATP in neuron at hypoxic condition, agreed with ANLS hypothesis. This study was aimed to learn the correlation between plasma lactate level and functional scale in acute thrombotic stroke patients. Forty patients with acute thrombotic stroke were admitted to neurology ward, dr. Soetomo General Hospital Surabaya in May until July 2013. Those patients had been examined for plasma lactate level using lactate-oxydase colorimetric method and functional scale by NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale). The results showed that mean of age was 58,98 ± 11,91 years old, plasma lactate level was 1,51 ± 0,47 mmol/L, and mean of NIHSS was 6,83 ± 2,978. There was negative correlation between plasma lactate level and functional scale measured by NIHSS in acute thrombotic stroke patients, which was statistically significant (r = - 0,366 and p = 0,020).
Jakarta: Universitas Yarsi, 2015
362 STK 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Theresia
Abstrak :
ABSTRAK
Sepsis didefinisikan sebagai suatu systemic inflammatory response syndrome SIRS disertai infeksi, terbukti ataupun tidak, dengan perkembangan penyakit hingga sepsis berat dan syok sepsis. Sepsis merupakan masalah kesehatan yang penting dengan angka mortalitas yang tinggi, mencapai 50 pada sepsis berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran saturasi oksigen vena sentral ScvO2 , perbedaan tekanan parsial karbondioksida vena sentral dan arteri pCO2 gap , dan kadar laktat saat baseline dan pasca resusitasi, serta bersihan laktat sebagai penanda prognostik pada pasien sepsis berat. Desain penelitian adalah kohort retrospektif dengan 54 pasien sepsis berat, terdiri dari 27 pasien meninggal dalam 14 hari perawatan dan 27 pasien hidup. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada kadar laktat pasca resusitasi dan bersihan laktat antara kedua kelompok, sedangkan pada ScvO2 baseline, ScvO2 pasca resusitasi, dan kadar laktat baseline tidak didapatkan perbedaan bermakna. Pada kadar laktat pasca resusitasi didapatkan besar area under the curve AUC untuk memprediksi mortalitas sebesar 84,4 , dengan cutoff 1,45 mmol/L, sensitivitas 74,1 dan spesifisitas 85,2 . Pada bersihan laktat didapatkan besar AUC untuk memprediksi pasien sepsis berat yang hidup sebesar 99,5 , dengan cutoff 1,5 , sensitivitas 100 dan spesifisitas 92,6 . Angka mortalitas pada kelompok pCO2 gap baseline < 6 mmHg sebesar 59,5 dan ge; 6 mmHg sebesar 29,4 , serta pada kelompok pCO2 gap pasca resusitasi < 6 mmHg sebesar 50,0 dan ge; 6 mmHg sebesar 50,0 . Parameter kadar laktat pasca resusitasi dapat digunakan untuk memprediksi mortalitas dengan cutoff 1,45 mmol/L, dan bersihan laktat untuk memprediksi pasien yang hidup dengan cutoff 1,5.
ABSTRACT
Sepsis is defined as systemic inflammatory response syndrome SIRS accompanied with infection, proven or not, that can progress to severe sepsis or septic shock. Sepsis is an important health problem with high mortality rate, reaching 50 in severe sepsis. This study aims to find out the role of central venous oxygen saturation ScvO2 , carbondioxide partial pressure gap of central venous and arterial pCO2 gap , and lactate at baseline and post resuscitation, and lactate clearance as prognostic markers in severe sepsis. The study design is retrospective cohort with 54 severe sepsis patients, consists of 27 patients that died within 14 days of stay and 27 patients that survived. This study found significant difference in post resuscitation lactate and lactate clearance between both groups, while baseline ScvO2, post resuscitation ScvO2, and baseline lactate was not significantly different. The size of area under the curve AUC for post resuscitation lactate to predict mortality is 84,4 , with cutoff 1,45 mmol L, sensitivity 74,1 and specificity 85,2 . The size of AUC for lactate clearance to predict severe sepsis patients that survived is 99,5 , with cutoff 1,5 , sensitivity 100 and specificity 92,6 . Mortality rate in baseline pCO2 gap group 6 mmHg is 59,5 and ge 6 mmHg is 29,4 , and in post resuscitation pCO2 gap group 6 mmHg is 50,0 and ge 6 mmHg is 50,0 . Post resuscitation lactate can be used to predict mortality with cutoff 1,45 mmol L, and lactate clearance to predict survivor with cutoff 1,5.
2017
T55723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ricky
Abstrak :
Tesis ini disusun untuk mengetahui korelasi kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan uji jalan enam menit (6MWT) pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penelitian  ini menggunakan desain potong lintang, dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Sebanyak 20 subjek penelitian yang merupakan pasien PJK pasca percutaneous coronary intervention (PCI) dan coronary arterial bypass grafting (CABG) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelelahan pasien PJK akan diukur menggunakan kuesioner fatigue severity scale (FSS) versi Bahasa Indonesia, dan dilanjutkan dengan pengukuran kadar asam laktat darah menggunakan alat accutrend plus sebanyak dua kali yaitu pada saat istirahat dan setelah dilakukan 6MWT. 6MWT dilakukan sesuai protokol standar pada lintasan 30 meter, untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi. Jarak yang ditempuh pasien dikonversi menjadi VO2max menggunakan rumus Cahalin. Analisis statistik dilakukan untuk melihat korelasi antara nilai FSS dan kadar laktat darah dengan VO2max. Hasil penelitian menunjukkan korelasi negative yang tidak bermakna secara statistik antara FSS dan VO2max (r = -0,258; p > 0,05), serta pada kadar laktat darah dan VO2max (r = -0.18; p > 0,05). Namun didapatkan korelasi positif yang bermakna secara statistik antara FSS dan kadar asam laktat darah (r = 0,58; p < 0,05). Dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi antara kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan 6MWT pada pasien PJK. Namun terdapat korelasi sedang antara kelelahan dan kadar asam laktar darah pada pasien PJK. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan dan kadar asam laktat darah pasien PJK. ...... This thesis was prepared to determine the correlation of fatigue and blood lactate levels with a six-minute walk test (6MWT) in patients with coronary artery disease (CAD). This study used a cross-sectional design, with consecutive sampling. A total of 20 research subjects were CAD patients underwent percutaneous coronary intervention (PCI) and coronary arterial bypass grafting (CABG) who met the inclusion and exclusion criteria. The fatigue of CAD patients will be measured using the Indonesian version Fatigue Severity Scale (FSS) questionnaire, followed by measuring blood lactate using the accutrend plus device twice, at rest and after 6MWT. 6MWT was performed according to a standard protocol on a 30 meter track, to measure cardiorespiratory fitness. The distance traveled by the patient was converted to VO2max using the Cahalin formula. Statistical analysis was performed to see the correlation between FSS values and blood lactate levels with VO2max. The results showed a statistically insignificant negative correlation between FSS and VO2max (r = -0.258; p > 0.05), as well as on blood lactate levels and VO2max (r = -0.18; p > 0.05). However, there was a statistically significant positive correlation between FSS and blood lactate (r = 0.58; p < 0.05). It can be concluded that there is no correlation between fatigue and blood lactate with 6MWT in CAD patients. However, there is a moderate correlation between fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients. Further research is needed to assess the factors that influence fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rahayu
Abstrak :
Tujuan: Menganalisis hipoksia kornea pada pemakai lensa kontak lunak melalui pemeriksaan ekspresi HIF-1?, aktivitas enzim LDH dan MDH pada air mata. Selain itu, penelitian ini juga menilai korelasi antara perubahan ekspresi HIF-1?, aktivitas enzim LDH, MDH dan rasio LDH/MDH air mata dengan ketebalan, kepadatan sel endotel dan koefisien variasi sel endotel kornea pada pemakai lensa kontak lunak. Metode: Penelitian ini terdiri dari dua sub penelitian prospektif eksperimental pada pasien myopia sedang. Subyek adalah pasien myopia sedang yang belum pernah menggunakan lensa kontak penelitian I dan pengguna lensa kontak lunak lama yang bersedia melepas lensa kontak lunak penelitian II . Pada kedua penelitian, dilakukan analisis perubahan biomolekuler tersebut dan klinis kornea. Subyek menjalani pemeriksaan refraksi, slit lamp, Non Con Robo, dan pengambilan sampel air mata. Subyek di follow up pada hari 1, 7, 14, 28 penelitian II dan 56 penelitian I . Pemeriksaan laboratorium terhadap HIF-1?, aktivitas enzim LDH dan MDH dilakukan di Laboratorium Biokimia FKUI. Uji statistik perbandingan pengukuran serial dengan uji post hoc dilakukan untuk menilai perubahan penanda biomolekuler dan klinis kornea pada kedua sub penelitian. Hasil: Terdapat 14 subyek 28 mata yang diikutsertakan pada masing-masing penelitian. Pada penelitian I, ketebalan kornea cenderung meningkat pada hari ke-1 dan kemudian menurun kembali. Konsentrasi HIF-1? meningkat pada hari ke-1 walaupun tidak bermakna p=0,193. Konsentrasi MDH cenderung meningkat pada hari ke-1 dan hari ke-28 setelah pemakaian. Rasio LDH/MDH meningkat bermakna pada hari ke-56 p=0,023. Terdapat korelasi positif moderat antara perubahan ketebalan kornea hari ke-56 dan perubahan aktivitas LDH hari ke-56 r = 0,559, p = 0,016. Subjek penelitian II memiliki kadar LDH yang lebih tinggi 0,10 0,05 IU/mg protein vs 0,06 0,04 IU/mg protein, p=0,04. Pada penelitian II, tidak ditemukan adanya perubahan ketebalan kornea sentral setelah pelepasan lensa kontak lunak hingga hari ke-28 p=0,089. Jumlah sel heksagonal menurun signifikan pada hari ke-7 p=0,008 dan hari ke-28 p=0,049. Penurunan bermakna aktivitas enzim MDH terjadi pada hari ke-7 p=0,003, hari ke-14 p=0,026, dan hari ke-28 p=0,03. Ketebalan kornea sentral mata setelah penghentian lensa kontak lunak 28 hari tetap lebih tipis dibandingkan na ve eye p < 0.001. Kesimpulan: Penggunaan lensa kontak jangka panjang menyebabkan terjadinya berkurangnya ketebalan kornea sentral. Penghentian pemakaian lensa kontak lunak pada pengguna lensa kontak lunak lama menurunkan aktivitas LDH dan MDH air mata. Perubahan aktivitas LDH, MDH dan rasio LDH/MDH berkorelasi dengan perubahan klinis kornea.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Tatang Puspanjono
Abstrak :
ABSTRAK
Pada operasi koreksi penyakit jantung bawaan PJB dengan teknik pintas jantung paru PJP , proses sindrom respons inflamasi sistemik SRIS sering menjadi penyulit pascaoperasi. Disfungsi mitokondria pada SRIS diawali dengan pelepasan mediator inflamasi TNF-. Dampak cedera neurologis pascabedah belum dapat dihindari. Biomarker Brain derived protein S100B dapat digunakan sebagai penanda hipoksia serebral akibat disfungsi mikrosirkulasi dan mitokondria pada operasi PJB. Pemantauan keadaan hipoksia serebral diperlukan karena kejadian awal defisit neurologis sering tidak menimbulkan manifestasi klinis. Near infrared spectroscopy NIRS merupakan salah satu alat yang dapat memantau penghantaran oksigen ke otak dengan mengukur saturasi oksigen serebral SctO 2 . Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran S100B, sTNFR-1, laktat, saturasi vena cava superior dan saturasi oksigen serebral sebagai prediktor kejadian defisit neurologis pada operasi koreksi PJB. Penelitian ini bersifat kohort propsektif. Kriteria inklusi adalah pasien anak dengan PJB usia 1 bulan minus;6 tahun yang menjalani operasi koreksi. Kriteria eksklusi adalah pasien anak dengan sindrom Down, dengan arteri koroner tunggal, dan yang orang tuanya menolak berpartisipasi dalam penelitian. Dalam analisis, subjek dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok 1 mengalami defisit neurologis dan kelompok 2 tidak mengalami defisit neurologis . Semua subjek dipantau selama perawatan di ICU, dan tetap diikuti sampai keluar rumah sakit. Pemeriksaan darah dilakukan dalam tiga kali pemantauan: pra-operasi, akhir PJP, dan 4 jam pasca-PJP. Monitoring NIRS dilakukan selama 24 jam pascabedah di ICU. Selama periode Maret 2015 minus;Oktober 2015, didapatkan 51 pasien yang diteliti. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna antara konsentrasi S100B, sTNFR-1, laktat, dan NIRS AUC 20 baseline saturasi serebral pasien PJB pascabedah koreksi dengan PJP pada kelompok berdasarkan defisit neurologis. Parameter tersebut dapat dipakai sebagai model prediktor kejadian defisit neurologis pascabedah jantung dengan PJP. Nilai S100B, sTNFR-1, laktat, dan nilai NIRS AUC 20 dari baseline saturasi serebral dapat digunakan sebagai prediktor kejadian defisit neurologis pascabedah pada operasi PJB dengan mesin PJP.
In congenital heart disease CHD surgery using cardiopulmonary bypass CPB machine, systemic inflammation response syndrome SIRS process often causes post-operation complication. Mitochondria dysfunction in SRIS starts with the release of inflammation mediator TNF-? and sTNFR-1. Neurological injury after pediatric congenital heart surgery still cannot be avoided. Study about brain derived protein S100B as a biomarker for cerebral hypoxia caused by microcirculation and mitochondria disfunction as SRIS consequence in PJP in pediatric CHD surgery has yet to be conducted. Observation to find cerebral hypoxia is needed because the early stages of cerebral hypoxia often not show any symptoms. NIRS is one of the tools for observing oxygen delivery to the brain by measuring the cerebral oxygen saturation SctO 2 . In Indonesia, NIRS is still not common to be used and there are no studies about it yet. This study aimed to evaluate the role of S100B, sTNFR-1, lactate, saturation of superior vena cava and cerebral saturation as the predictor of neurological deficiency incidence on correction of CHD. This was a prospective cohort research. Inclusion criteria were children with CHD aged 1 month minus;6 years old who underwent corrective operation. Exclusion criterias were children with Down syndrome, with single coronary artery, and whose parents declined to participate in this study. In analysis, subjects were divided into 2 groups; group 1 with neurological deficit and group 2 without neurological deficit. All subjects were observed closely while they were in ICU, observed until they discharge from hospital. Blood examination were done 3 times: before surgery, after CPB, and 4 hours after CPB. Monitoring of NIRS was done during 24 hours after surgery in ICU. During March minus;October 2015, there were 51 patients included. There are significant difference for value of S100B, STNFR-1, lactate, and NIRS AUC 20 baseline of cerebral saturation between groups based on neurological deficit occurrence. Those parameters could be used as predictor of neurologic deficiency incidence post operation using CPB in CHD children. In CHD patients who underwent corrective operation with CPB, S100B value, sTNFR1, lactate, and AUC 20 baseline of cerebral saturation could be used as predictor of neurologic deficit after corrective operation.
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>