Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heri Saputra
"Tuntutan refomasi di segala bidang khususnya bidang pemerintahan telah melahirkan agenda dan komitmen nasional baru dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah, dengan berlakunya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom. Desentralisasi memberikan pada kewenangan bidang kesehatan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung semakin besar, perubahan ini memberikan peluang kepada Provinsi untuk menyusun strategi baru berupa, pengorganisasian yang lebih baik dan sesuai kebutuhan daerah, dalam melaksanakan perubahan-perubahan sebagai upaya penyesuaian terhadap kebijakan desentralisasi. Perubahan tersebut salah satunya adalah penataan kembali struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang pada saat ini berpedoman pada Peraturan pemerintah nomor 84 tahun 2000 dan Peraturan daerah nomor 17 tahun 2000. Lahirnya kebijakan baru Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, maka secara administrasi perlu perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung untuk menyesuaikannya.
Tujuan penelitian ini adalah tersusunnya rancangan atau draff struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang sesuai dengan kebutuhan dan peraturan peundangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, informasi yang didapat berupa data sekunder melalui telaah dokumen dan data primer melalui wawancara mendalam. Informan pada penelitian ini adalah Pejabat struktural Dinas Kesehatan Provinsi Lampung terpilih, Pejabat Sekretariat Provinsi Lampung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung, Akademisi dan Fakultas Sosial Politik Universitas Lampung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Memiliki 4 (empat) kewenangan desentralisasi dan 8 (delapan) kewenangan dekonsentrasi dan apabila keduanya diringkas menjadi 7 (tujuh) kewenangan. Visi dan Misi dinilai sudah cukup baik karena sudah mengacu pada komitmen nasional namun belum berjalan secara maksimal. Tugas pokok dan fungsi belum berjalan optimal karena terdistribusi secara merata. Stuktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dinilai masih terlalu gemuk untuk tingkat Dinas Kesehatan level Provinsi karena hanya bersifat lintas Kabupaten/Kota, struktur disusun masih merujuk pada peraturan lama yaitu Peraturan Pemerintah nomor 84 tahun 2000, belum mempertimbangkan aspek kerjasama lintas sektor, lintas program dan pihak ketiga serta tidak sesuai lagi dengan Peraturan perundangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003, tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
Kesimpulan secara umum penelitian ini menghasilkan 3 (tiga) rancangan atau draff struktur organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang disusun berdasarkan pendekatan kewenangan dan perundangan yang berlaku serta rekomendasikan untuk perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dengan berpegang pada azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, serta tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003, tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Claim reformation in many aspects and particularly in governmental aspect has resulted a new national commitment and agenda in governmental arrangement in the province. It was showed by the published constitution number 22 year 999 in term of District Government, Government Regulation number 25 year 2000 in term of the Authority of Central and Province Government as Autonomy Region. Decentralization had given a wider authority in health division to the Province of Lampung Government. So, such change had given an opportunity to the province to make new strategy such as better organizing that appropriate to the local needs and also to conduct the changes as effort to adjust with the decentralization policy. One of changes was to reorganize the organization structure of the Province of Lampung Health Office that referred to the Government Regulation number 84 year 2000 and Local Regulation number 17 year 2000. By the published of Government Regulation number 8 year 2003 about Organization Guidance for Local Staff, the Province of Lampung Health Office required an adjustment on its organization structure administratively.
The aim of this study was to make a draft of organization structure for the Province of Lampung Distric Office that appropriate to its need and to the existed regulation. The study used qualitative approach in which the gained information was from secondary data through documents review and primary data was from the in-depth interview. Informants in the study were the chosen structural functionary of the Health Office, the Secretariat functionary of the Province of Lampung, the ParIianment member of the Province of Lampung, and academician from Faculty of Politics and Social Sciences of University of Lampung.
The study showed that authority of the Province of Lampung Health Office had 4 decentralization authorities and 8 deconcentration authorities and if they were summarized, there would be 7 authorities. The existing vision and mission seemed good enough because it had referred to the national commitment, although it had not worked out maximally. The main task and function had not been worked out optimally because they were still distributed equally. The organization structure was still wide for the level of Health Office in the Province and still referred to the old regulation, i.e. Government Regulation number 84 year 2000, it had not yet considered the aspect of inter-sector, inter-program, and third party collaboration, and was not appropriate with the existing regulation i.e. Government Regulation number 8 year 2003 about Organization Guidance for Local Staff.
The study resulted 3 drafts of organization structure and job descriptions for the Province of Lampung Health Office based on the authority and existed regulation approach. It was recommended that in order to change the organization structure of the Province of Lampung Health Office should refer to the principles of decentralization, deconcentration, assistance task, and the Government Regulation number 8 year 2003 about Organization Guidance for Local Staff.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Torry Duet Irianto
"Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah, dengan isu Desentralisasi Kesehatan, kemudian adanya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 dengan isu pemerataan dan mutu upaya kesehatan dasar (puskesmas), selanjutnya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan selanjutkan ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan tentang Kewenangan Minimal yang wajib dilaksanakan oleh Kahupaten dan Kota ,dengan isu penyelenggaraan upaya/sarana kesehatan puskesmas.
Permasalahan yang terjadi adalah menurunnya kunjungan rawat jalan puskesmas rata-rata perbulan(3,26 % dari jumlah penduduk) di Kota Metro Propinsi Lampung tahun 2003 dibandingkan kunjungan rata-rata perbulan(5,3 % dari jumlah penduduk ) di Kota Metro Propinsi Lampung tahun 2002.
Tujuan secara umum penelitian ini adalah mendapatkan informasi faktor-faktor yang berhubungan dengan trend kunjungan pasien rawat jalan puskesmas Se-kota Metro Propinsi Lampung dengan objek penelitian masyarakat Kota Metro yang mengunakan jasa pelayanan puskesmas di Kota Metro dan lokasi di 5 puskesmas rawat jalan Kota Metro.
Farasuraman dan kawan-kawan yang meliputi, Tangible, Reliability. Responsiveness, Assurance dan Empathy ditambah dengan Preference serta faktor Confounding (usia pasien, jenis kelamin pasien , pekerjaan pasien, pendidikan pasien dan status sosial ekonomi pasien).
Desain penelitian meliputi jenis penelitian Cross sectional ,dengan uji Reliabilitas dan Validitas menggunakan rumus Corelalian Product Moment dari Pearson. sampel ditentukan dengan rumus Lemeshow dan kawan-kawan dengan demikian didapat jumlah sampel 100 orang. Uji hubungan variabel Dependent dengan variabel Independent memakai rumus Anova dan uji varibel Dependent dengan variabel Confounding memakai rumus Chi Square.
Hasil penelitian analisis Univariat ; variabel Independent didapat rata-rata nilai terbanyak yang diberikan oleh responden sedang untuk variabel Independent( Preference, Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy )adalah nilai 7 dan 8.
Sampel responden variabel Confimnding ((usia pasien, jenis kelamin pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien dan status sosial ekonomi pasien) seluruhnya secara proposional sama dengan populasinya di Kota Metro, sehingga data dikatakan cukup merepresentasikan populasinya.
Hasil penelitian bivariat untuk variabel Independent adalah variabel Kebersihan tempat dari Tangible didapat p Vulue 0,020, variabel Waktu pelayanan dari Responsiveness didapat p Value 0,013 dan variabel kompetensi petugas dari Assurance didapat p Value 0,042 lebih kecil dari Alpha 0,05.
Dengan demikian disimpulkan Kebersihan tempat, Waktu pelayanan dan Kompetensi petugas mempunyai hubungan yang signifikan.
Disaran bagi petugas kesehatan dipuskesmas untuk lebih mempercepat waktu pelayanan kepada pasien dan lebih menjaga kebersihan tempat pelayanan serta meningkatkan kecakapan dan kesanggupan dalam memberikan pelayanan kepada pasien di puskesmas.
Daftar Bacaan 42 (1972-2002)

Factors Related to Out-Patient Visits of Metro City's Public Health Centers in Lampung ProvinceThe prevailing of Law no. 22 on the subject of Local Government, with the issue of Health Decentralization, and the availability of Law no. 25 year 2000 on the subject of National Health Development 2000-2004 with the main issue of health quality wide spreading and basic health efforts (Public health Centers), and then by issuing Government's Regulation No. 25 year 2000 on the subject of Province's Authority as Autonomous Region, which is clarified then by Health Minister's Decree on the subject of Minimum Authority that must be carried out by Regency and City with the issue of health efforts/facilities administration.
The current problem is the decrease of out-patient visits, where their average is 3.26 % from the whole number of population in Metro City of Lampung Province in 2003, if compared with monthly average visit. 5.3 % the whole number of population in 2003.
The general aim of this study was to obtain information on factors related to public health center out-patient visits trend of Metro City of Lampung Province. The object of the study was population of Metro City who used the service of the centers. The location of the study was five out-patients public health centers in Metro City.
The study acquired in formation by using Servqual dimension 1'arasuraman, which involved: tangible, reliability, responsiveness, assurance and empathy and added by preference and confounding factor (patients' age, sex, education, and social and economic status).
Design of the study was included in cross sectional type. Test of reliability and validity is by using Correlation Product Moment formula from Pearson. Samples were determined by using the formula from Lemeshow, Cs. The number of sample acquired was 100 samples. Test of relation of dependent variable and independent variable was by using Anova formula, whereas test of relation of dependent variable and confounding variable was by using Chi Square.
The result of univariat analysis showed that independent variable obtained higher scores that were provided by the respondents, while the independent variable (preference, tangible, responsiveness, assurance and empathy) obtained 7 and 8 scores. Respondent samples of confounding variables are all proportionally similar with the population in Metro City, therefore the data were representative of their population.
The result of bivariat analysis for independent variable was the place cleanliness of tangible obtained p Value 0.020, while service time of responsiveness obtained p Value 0.013 and staff competency variable of assurance obtained p Value 0.042, which is smaller than alpha 0.05. To sum up, place cleanliness, service time and staff competency variable were significantly related.
It is suggested to the public health centers staff to shorten time of services process to the patients, to keep the place cleaned, and to improve their competence and ability in providing services to the patient.
References: 42 (1972-2002)
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikro
"Dalam bidang ekonomi, khususnya ekonomi pembangunan, kajian tentang transformasi struktur ekonomi menghadirkan terjadinya proses evolusi Intelektual di pemikiran kalangan akademik yang mencoba menggambarkan tentang pola-pola pembangunan dapat berlangsung dengan berdasarkan proses terjadinya pergeseran peran sektor-sektor dalam struktur ekonomi. Di sisi Iain--masih dalam ilmu ekonomi pembangunan--terjadi juga proses evolusi intelektual dalam hal penggunaan indikator pembangunan sehingga mengemuka beberapa indikator lain yang diyakini dapat menjadi pelengkap dare indikator pertumbuhan dalam menilai hasil pembangunan, yang salah satunya adalah indikator yang menggambarkan tentang pola distribusi pendapatan. Kahan tentang proses transformasi struktur ekonomi yang dikaitkan dengan pola distribusi pendapatan untuk tingkatan regional menjadi rrienarik untuk dllakukan di daerah lain di Indonesia karena hal ini biasanya dilakukan untuk tingkat negara.
Penelitian Ini bertujuan untuk (1) mengetahui pola transformasi struktur ekonomi yang terjadi dl Provinsi Lampung dalam kurun waktu 1969-2004; (2) mengetahui pola distribusi pendapatan yang terjadi di Provinsi Lampung dalam kurun waktu 1969-2004; dan (3) mengetahui pengaruh proses transformasi struktur ekonomi terhadap pola distribusi pendapatan di Provinsl Lampung. Penelitian ini menggunakan (1) metode pendekatan struktur produksi untuk melihat proses transformasi; (2) !coefisien gini ratio untuk melihat pola distribusi pendapatan; (3) regresi berganda dengan tehnik OLS untuk melihat pengaruh transformasi struktur ekonomi terhadap distribusi pendapatan; dan (4) Location Quotient (LQ) untuk melihat keunggulan komparatif antar sektor.
Penelitian ini mendapatkan basil bahwa (1) proses transformasi struktur ekonomi berpengaruh signifikan terhadap distribusi pendapatan dl Provinsi Lampung yang dapat dlsebabkan oleh transisi peran antara sektor primer dengan sektor sekunder serta transisi peran antara sektor primer dengan sektor tertier. Sementara transisi peran antara antara sektor sekunder dan sektor tertier tidak mempengaruhi distribusi pendapatan di Provinsi Lampung; (2) dalam kurun waktu 35 tahun sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 2004 belum terjadi pergeseran struktur ekonomi dalam Provinsi Lampung, akan tetapi arah menuju terjadinya pergeseran tersebut sudah terllhat dengan semakin menurunnya peran sektor primer khususnya sektor pertanlari yang diiringl dengan semakln meningkatnya sektor peran sekunder khususnya sektor Industri pengolahan sementara untuk sektor tertier relatif konstan. (3) Pola distribusi pendapatan di Provinsi Lampung selama kurun waktu 35 tahun sejak iahun 1969 sampai dengan tahun 2004 ternyata cukup rnerata dengan arah perkembangan dart tingkat distribusi pendapatan Ini menunjukkan trend yang semakin membaik."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kodri
"Pelaksanaan rotasi tidak sesuai jadwal yang telah ditentukan antara lain masih ada perawat yang terlalu cepat dirotasi dan ada yang sudah lama disatu ruangan belum mengalami rotasi serta kondisi ini berdampak terjadinya kecemburuan sosial, hubungan yang tidak kondusif pada lingkungan kerja yang akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lamanya waktu rotasi dan karakteristik perawat dengan produktivitas kerja.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. H Abdul Moeloek Propinsi Lampung pada bulan Juni 2003. Desan penelitian menggunakan deskriptif korelasional dengan metode pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 169 dari 289 orang perawat di ruang rawat inap yang dipilih secara acak. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan angket yang mencakup lamanya waktu rotasi, karakteristik perawat dan produktivitas kerja. Analisa data menggunakan uji Chi Squre dan regresi logistik untuk memperoleh fakior yang paling dominan mempengaruhi produktivitas kerja.
Hasil penelitian didapatkan karakteristik perawat pelaksana yaitu; umur dengan rentang 31- 40 tahun 43,2 %, jenis kelamin perempuan 60,9 %, pendidikan D III dan S 1 Keperawatan 69,8 %, lama kerja dengan waktu 5 - 15 tahun 57,4 %, sikap perawat kurang mendukung 57,5 %. yang belum pernah mengikuti pelatihan 80,5 %, lamanya waktu rotasi lebih dari 3 tahun 43,2 % dan produktivitas kerja perawat yang produktif 54,4 %. Dari uji korelasi didapatkan hubungan yang bermakna adalah variabel umur, lama kerja terhadap produktivitas kerja (p = 0,042), (p = 0,036).
Implikasi dari penelitian ini adalah perlu desain ulang tentang rotasi kerja pada Bidang Keperawatan, bahwa waktu rotasi menjadi tidak bermakna, oleh karena itu rotasi lebih menekankan pada peminatan staf, menjaga dan meningkatkan produktivitas kerja dengan melaksanakan pelatihan-pelatihan pada perawat yang berusia dibawah 30 tahun dan diatas 41 tahun serta melaksanakan refresing keperawatan terhadap perawat yang mempunyai lama kerja lebih dari 15 tahun.
Daftar Pustaka 54 ( 1980-2003)

The Relationship between Rotation Schedule, Nurses Characteristics and Nursing Productivity of Staff Nurses at RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, Lampung Province Public Hospital 2003 The Implementations of rotation nurses has not been worked to schedule on the hospital. This conditions produced some problems for the hospital management system. Some staff nurses were too fast to be rotated and other side some were also being maintained in on clinical area. The felling of jealous produce is not conducive work place an indirectly it leads to increment of work productivity.
The research was using descriptive correlation design and cross sectional approach. The samples are taken from 169 respondent of 289 nurses. Data collecting by questionnaire has been spread directly to the chosen nurses in the random sampling methods. A questionnaire that consist of rotations periods, a questionnaire an individuals characteristic data, and a questionnaire of work productivity nursing. Analysis data was using Chi Square on bivariate, and logistic regression on multivariate.
The research result respondent of age 31-40 years are 43,2%, sex proportion of females are 60,9%, Diploma and Bachelor graduates are 69,8%, working periods 5 - 15 years are 57,4%, unsupportive nurses attitude are 57,5%, the nurses who not got training are 80,5%, rotation periods > 3 years are 43,2% and nurses work productivity are 54,4%. The correlation test showed that there significant correlation between age and work productivity (p= 0,042) and working periods and work productivity (p= 0,036).
The impact of this finding is necessary to redesign the rotation program at the nursing division regarding to the interest of the nurse, protection and increasing work productivity through the implementation training program for nurses the 41 years old and implementation the refreshing program for nurses working period the more than 15 years.
Bibliography 55 (1980 - 2002)
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
T10841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan
"Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah dalam suatu negara dapat disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan terutama ketidaksamaan dalam hal potensi yang dimililki daerah diantaranya adalah potensi sumber daya, baik sumber daya alam ataupun sumber daya manusia, infrastruktur, dan sebagainya Perbedaan kepemilikan tersebut menyebabkan ketimpangan antar daerah bahkan semakin melebarnya jurang antar daerah satu dengan daerah lainnya. Apalagi kepemilikan sumber daya yang adat tersebut belum dikelola secara optimal sehingga antar daerah satu dengan daerah lainnya nampak jelas perbedaan tingkat pembangunan antara lain perbedaan tingkat pendapatan per kapita, prasarana dan sarana ekonomi dan sosiai, struktur kegiatan ekonominya dan sebagainya.
Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kesenjangan perekonomian antar daerah kabupaten/kota melalui indeks Willianson, menganalisa pengaruh variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi kesenjangan perekonomian antar daerah di Propinsi Lampung seperti jumlah investasi, jumlah tenaga kerja, sumbangan dan faktor-faktor lainnya dan menganalisa pengaruh perubahan variabel kebijakan terhadap kondisi kesenjangan petekonomian antar daerah di masa yang akan datang.
Studi ini menggunakan model ekonometrika dengan model persamaan simultan yang terdiri dari 11 persamaan yang meliputi 8 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas. Jumlah seluruh variabel adalah 19 dengan variabeI endogen 11 buah dan variabel eksogen sebanyak 8 buah. Dari hasil estimasi model, sebanyak 3 persamaan mempunyai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,70 hingga 0,92 dan 4 persamaan mempunyai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,62 hingga 0,69. Bila dilihat dari nilai F hitung berkisar antara 15,8039 hingga 246,845, dan nilai Durbin Watson berkisar airtara 1,695 hingga 2,258.
Daya validasi model dengan melihat nilai koefisein U-Theil hampir 85 per= mempunyai nilai koefisien U-Theil di bawah satu, hal berarti sebagian besar model dapat dipergunakan atau valid untuk dilakukan simulasi baik simulasi maupun proyeksi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa telah teijadi kesenjangan perekonomian antar daerah kabupaten/kota di Propinsi Lampung yang diperlihatkan oleh besarnya nilai indeks Willianson antara 4 kabupaten/kota. Selain itu tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, jumlah sumbangan yang diterima daerah, jumlah investasi yang masuk ke daerah tersebut dan adanya dummy krisis. Dari ke-4 variabel tersebut jumlah tenaga kerja lebih resposif terhadap tingkat kesenjangan dibandingkan variabeI yang lain. Hal ini akan semakin besar bila dalam suatu daerah tersebut telah terjadi aglomerasi tenaga kerja.
Dari hasil proyeksi dari tahun 2000-2005 terhadap model persamaan simultan menunjukkan bahwa semua variabel endogen mengalami pertumbuhan yang meningkat untuk semua skenario kecuali variabel pendapatan per kapita mengalami penurunan pada tahun 2001 skenario moderat di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Utara.
Hasil proyeksi variabel target menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan dipengaruhi tenaga kerja, sumbangan, jumlah investasi dan adanya dummy krisis tahun 1997-1998 menghasilkan hasil proyeksi yang meningkat Hal ini berarti daerah kabupaten/kota harus berupaya seoptimal mungkin untuk meningkatkan taraf pembangunan di daerahnya agar tidak tertinggal jauh dibandingkan daerah lainnya dengan berbagai upaya seperti menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi, perizinan yang mudah dan sebagainya terutama agar para investor mau datang menanamkan investasi di daerah. Akibat lebih lanjut ketertinggalan antar daerah dapat dikurangi/diperkecil."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Cahyadi
"Penelitian ini difokuskan untuk mengevaluasi potensi kemandirian Daerah Otonom pada pembentukan Kabupaten Way Kanan. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat sejauhmana perkembangan pengelolaan potensi daerah setelah dilakukan pembentukan daerah Kabupaten Way Kanan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan evaluatif studi kasus.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu : pertama, pengumpulan data sekunder yaitu dengan melakukan observasi dan menelaah data yang telah tersedia berupa catatancatatan, dokumen-dokumen, peraturan-peraturan dan berkas-berkas yang ada di Kabupaten Way Kanan mulai dari sebelum/awal pembentukan (tahun 1999) sampai dengan penelitian ini dilaksanakan. Kedua, yaitu pengumpulan data secara primer dengan melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa sumber data di Kabupaten Way Kanan atau lazim disebut sebagai informan.
Pengolahan data dilakukan dengan cara mengevaluasi potensi daerah Kabupaten Way Kanan yaitu menggunakan indikator/sub indikator yang telah ditetapkan. Data mengenai potensi daerah sebelum/awal pembentukan Kabupaten Way Kanan dibandingkan dengan data potensi daerah setelah pembentukan/pada saat ini, kemudian dianalisis perkembangannya. Dalam melakukan analisis jugs disinkronkan dengan hasil wawancara yang dituangkan dalam uraian-uraian yang bersifat deskripsi. Pengolahan dilakukan secara cermat untuk menemukan derajat pertemuan atau perbedaan dari masing-masing pandangan para informan tentang apa yang menjadi objek penelitian. Analisis data merupakan interpretasi yang dilakukan dengan membuat uraian yang bersifat deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif menjadi dasar penilaian ditambah dengan data sekunder untuk menjawab pertanyaan penelitian. Angka-angka atau data kuantitatif yang muncul baik dalam bentuk ukuran maupun tabel dimaksudkan untuk mendukung analisis yang eksplanatif. Potensi kemandirian daerah yang dievaluasi adalah Potensi ekonomi/keuangan daerah, potensi fisik/sarana dan prasarana, dan potensi sumber daya manusia. Dari ketiga potensi kemandirian daerah tersebut dijabarkan dalam sepuluh indikator dan duapuluh tujuh sub indicator.
Hasil penelitian bahwa hasil evaluasi terhadap potensi kemandirian daerah pada pembentukan Kabupaten Way Kanan menunjukkan peningkatan hampir seluruh sub indikatomya. Meskipun tidak seluruhnya sub indikator meningkat, akan tetapi peningkatan terjadi pada sebagian besar, dan penurunan rasio yang terjadi lebih diakibatkan oleh pertambahan penyebut (seperti jumlah penduduk) yang lebih besar. Dengan demikian keadaan ini dapat dikatakan sesuai dengan salah satu tujuan pembentukan kabupaten yaitu meningkatkan pengelolaan potensi daerah, sehingga bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah. Selanjutnya, sebagai saran, diperlukan perbaikan-perbaikan atau peningkatan terhadap sub indakator yang masih rendah."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agussalim
"Untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah propinsi Tingkat I Lampung selaku sumber daya manusia birokrasi, agar lebih profesional dalam bidang tugasnya dan memiliki kinerja dengan baik, maka diperlukan suatu pembinaan dan pengembangan atau penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang semakin efektif dan efesien, memuaskan dan kompetitif dalam era globaliasi.
Penelitian atau kajian ini menyangkut "bagaimana sistem efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu kinerja organisasi aparatur pemerintah daerah Propinsi Tk I Lampung?. Dalam kajian ini lebih di utamakan menganalisis bagaiamana sistem penyelenggaraan diktat Pemda Propinsi Tk.I Lampung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang sering berkaitan satu sama lainnya.
Penelitian ini berawal dari kajian analisis yang terdiri :
Efektivitas Penyelenggara Diklat
Efektivitas Widya/swara
Efektivitas Perencanaan Kebutuhan Diktat
Efektivitas Kurikulum
Efektivitas Sarana
Efektivitas Biaya / Dana
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel tersebut dilakukan penelitian laparngan melalui kajian pustaka dan dokumen-dokumen, melalui prosedur yang diajukan kepada responden yaitu Alumni Diktat 16 orang dan Peserta Diktat 24 orang yang diolah berdasarkaan perhitungan kuantitatif dan dianalisis berdasarkan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif.
Berdasarkan kajian teori yang relevan, serta analisis data dan temuan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Pemda Prop. Tk.I Lampung masih belum optimal dan masih terlalu banyak terdapat kekurangan-kekurangan sebagai salah satu wadah pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan.
Keadaan ini dapat dilihat dari penyelenggara diktat, widya/swara, perencanaan kebutuhan diktat, kurikulum, sarana dan prasarana, biaya/dana. Indikasi-indikasi yang kurang sempurna pada pelaksanaan penyelenggaraan Diktat Pemerintah Propinsi Tk I Lampung tersebut dalam memberi konsekwensi yang kurang sempurna pada kinerja organisasi Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Tk.I Lampung.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ditemukan maka secara khusus penulis mengajukan rekomendasi yaitu Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Tingkat I Lampung. Upaya ini antara lain ditempuh melalui peningkatan sistem penyelenggara Diktat, Widyaiswara, Perencanaan Kebutuhan Diktat, Kurikulum, Sarana dan Prasarana, Biaya/Dana."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"Untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, perlu diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dengan berkesinambungan. Penyelengaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan memerlukan berbagai Janis tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradikma sehat, yakni yang lebih mengutamakan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Mengacu pada UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah , UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan antara pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom. Semenjak dimulainya otonomi daerah tahun 2001, maka Dinar Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang dirasakan perlu mempunyai rencana strategis didalam pengembangan SDM kesehatan seiring dengan pengembangan fasilitas kesehatan yang sudah ada.
Agar dapat menyusun rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pads Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang , maka dilakukan penelitian operasional dengan analisis kuantitatif dan kualitatif Penyusunan rencana strategis ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu : tahap I tahap Input Stage yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal pada dinas kesehatan yang dilakukan oleh seluruh peserta CDMG ( Concensus Decision Making Group ) yang terdiri dari kepala dinas kesehatan , kepala tata usaha, kepala subdinas pelayanan kesehatan dasar , kepala subdinas P2PL , kepala subagian kepegawaian, kepala subagian perencanaan , kepala subagian keuangan serta organisasi profesi (IDI , IBI , PPNI dan HAKLI ). Kemudian dilanjutkan pada tahap II yaitu tahap Making Group pada tahap ini dilakukan indentifikasi alternatif strategi dengan analisis internal - ekstemal matriks ( IE Matriks) dan SWOT Matriks. Setelah itu dilanjutkan tahap III yaitu tahap Decision Stage dengan metode QSPM ( Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan prioritas strategi terpilih.
Berdasarkan hasil analisis dengan matriks IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya berada pada posisi sel V yaitu Hold and Maintaince yang berarti Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang masih mempunyai peluang untuk melakukan pengembangan SDM nya baik secara kualitas maupun kuantitasnya .
Berdasarkan hasil analisis tersebut , maka strategi prioritas yang cocok untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya adalah strategi market penetration dan product development.
Dengan demikian , maka disarankan agar rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang yang telah dibuat ini dapat dibuat suatu perencanaan operasional , maka pihak Dinas Kesehatan perlu mengadakan advokasi yang kuat terhadap pihak penentu kebijakan agar mendapat dukungan didalam pengembangan SDM kesehatan pada masa yang akan datang.

In order to accomplish the national objectives as stated in the opening of UUD 45, that there is a need to undertaken planned, expanded, extensive, systematic and continuous national developments. Accomplishment of national developments with health visionary needs various health resources types which have the ability to carry out health efforts through health paradigm, which emphasize more on improvement efforts and health preservation and disease.
Referring to Reg. No. 22 Year 1999 concerning the district government, Reg. No. 25 Year 1999 concerning the financial equilibrium between the central and district government, and Gov. Reg. No. 25 Yr. 2000 regarding the authority between the central and provincial government as autonomy districts. Since the beginning of the district autonomy in 2001, thus the Health Board of Tulang Bawang Regency feels that there is a need to have a strategic planning in the development of health human resources along with the development of the existing health facilities.
In order to arrange the strategic plan for the human resources development on the Health Board of Tulang Bawang Regency, thus an operational study is undertaken using quantitative and qualitative analysis. The arrangement of this strategic planning is carried out through 3 (three) Stage: Stage I is the Input Stage which consist of external and internal environment analysis on the health board, which is carried out by Consensus Decision Making Group (CDMG) participants, which include the head of the health board, head of the administration, head of the basic health sub board, head of P2PL sub board, head of human resources sub division, head of the financial sub division, and professional organization (DI, IBI, PPM and HAKLI). Next it is continued by Stage II, the Making Group Stage, In this stage, identification of alternative strategy is undertaken using internal-external matrix (IE Matrix). Then comes to Stage III, which is the Decision Stage using Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) methods to determine the priority of the selected strategy.
According to the analysis result using IE Matrix, it shows that the position of the Health Board of Tulang Bawang Regency in its human resources developments is on the V cell, that is Hold and Maintenance which means that the Health Board of Tulang Bawang Regency still has an opportunity to make developments of its human resources as qualitatively and quantitatively.
Based on the analysis result, thus the priority strategy which is appropriate the Health Board of Tulang Bawang Regency on its human resources developments is strategy of market penetration and product development.
Therefore, it is advised that this strategic planning of the health human resources development of the Health Board of Tulang Bawang Regency which has been made to formulate an operational planning. Hence the Health Board needs to make strong avocation towards the decision making group so that they could acquire support in the developments of the health human resources in the future.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Risgiyanto
"Pada sektor kesehatan, desentralisasi adalah terjadinya pelimpahan kewenangan dari Departemen Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang berakibat terjadinya perubahan terhadap struktur, fungsi dan tanggung jawab, dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Disadari, bahwa desentralisasi ini berdampak juga pada sistem perencanaan pembangunan kesehatan, yaitu daerah mempunyai kewenangan besar untuk melakukan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan situasi dan kemampuan daerah, sehingga beberapa permasalahan perencanaan terjawab dengan adanya sistem desentralisasi dengan Bottom Up Planning.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang mekanisme Sistem Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, dengan menggunakan metode kualitatif dan melakukan pengumpulan data primer terhadap kompunen input, komponen proses dan komponen out put dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, melakukan observasi dan telaahan dokumen data skunder.
Hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, telah dapat dilakukan dengan mekanisme bottom up planning. Hambatan yang timbul berkaitan dengan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan pada era desentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, antara lain kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga belum memadai; kedudukan unit perencanaan pada sub bagian perencanaan di bawah bagian tata usaha, sehingga dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan tidak optimal; tidak tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan; sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai; rendahnya ketersediaan dan kevalidan data; rendahnya pemahaman terhadap metode perencanaan; pelaksanaan bimbingan teknis penyusunan perencanaan belum maksimal; pelaksanaan konsultasi mengenai penyusunan perencanaan belum optimal; pelaksanaan langkah-langkah perencanaan belum maksimal; koordinasi lintas program sudah dilaksanakan akan tetapi terdapat hambatan mengenai sumberdaya manusiannya; perlu ditingkatkan untuk melakukan advocacy kepada pihak Pemerintah Daerah, DPRD dan Bapeda dan belum masuknya wawasan terhadap program pembangunan kepada sektor lain;' penggunaan pedoman penyusunan perencanaan dengan menggunakan konsep P2KT, serta melakukan rencana anggarannya dengan mengacu Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002; pedoman satuan biaya yang digunakan adalah pedoman satuan biaya dari Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Keputusan Bupati; jadwal penyusunan perencanaan sudah dibuat secara sistematis akan tetapi penggunaannya belum maksimal serta realisasinya sering tidak tepat; dilakukannya pendokumentasian perencanaan program pembangunan kesehatan dalam bentuk DIPDA(DASK, Proposal, Master plan 2001-2005; adanya peningkatan anggaran pada tahun 2003. Kemudian adanya kegiatan district grant PIP I, guna mendorong pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang didanai oleh pinjaman luar negeri (World Bank).
Saran utama untuk mendorong kemampuan Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yaitu dengan meningkntan kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga guna melakukan advokasi secara sitematis sehingga dapat memperoleh komitmen pengambil keputusan di daerah agar sektor kesehatan dapat dijadikan sebagai pilar pembangunan daerah melalui pelaksanaan bimbingan teknis; melakukan konsultasi; melaksanakan penyusunan perencanaan sesuai dengan langkah-langkah perencanaan; adanya koordinasi lintas program dan lintas sektor; adannya petunjuk perencanaan; menyusun anggaran biaya sesuai dengan pedoman satuan biaya; melakukan penjadwalan perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan program pembangunan kesehatan.

In the health sector, the decentralization means the submission of authority from the Department of Health to the Health Office of Province and Regency/ Municipality, which cause the change towards the structure, function and responsibility, in order to provide health services to the people. It is realized that the decentralization also effect the health development planning system, namely the region have greater authority to perform the planning and budgeting according to the situation and the regional ability, that some planning problems are responded with the decentralization system with Bottom Up Planning.
This research is intended to obtain the description regarding the mechanism of Health Development Program Planning Preparation During The Decentralization Era In The Health Office Of Way Kanan Regency In The Year 2003, by using qualitative method and performing the primary data collection by using the in-depth interview technique, observation and study of documents of secondary data.
This results of this research in implementation of the Health Development Program Planning Preparation in the Decentralization Era in the Health office of Way Kanan in the year 2003, has been done with bottom up planning mechanism. The constraints faced related to the preparation of the health development program planning in the decentralization era in the health office of Way Kanan Regency, among others are the quantity and quality of the human resources that are not sufficient; the position of the planning unit in the sub division of planning under the administration unit, that in the implementation of the health development program planning preparation is not optimum; the lack of fund available especially for the planning preparation; insufficient computation and communication facilities, the low availability and validity of data; the low understanding towards the planning method; the technical guidance implementation is not optimum; consultation implementation regarding the planning preparation has not optimum; planning steps implementation has not maximum; the inter programs coordination has been dome but there is human resource constraint; the advocacy to the regional Government, DPRD and Bapeda needs to be increased due to lack of understanding toward the development program of the other sector; the use of planning preparation guide by using the concept of P2KT, and the prepare the budget by referring to the Kepmendagri No. 29 year 2002; the standard unit cost used is standard the unit cost from the regency government in the form of Decree of the Head of Regency; schedule of the planning preparation has been systematically, however, the usage is not maximum yet and the realization is often inaccurate; the documentation of health development planning in the form of DTPDAIDASK, Proposal, Master plan 2001-2005; the increase of budget in the year 2003. Then with the district grant PHP 1, in order to encourage the decentralization in the health sector which is financed by the foreign loan (World Bank).
The main suggestion to encourage the ability of the Regency Government, especially the Health Office of Way Kanan in order to implement the decentralization of the health sector, namely by increasing the quality and quantity of human resources in order to perform the advocacy systematically that the commitment of decision maker in the region can be obtained in the health sector to be used as the regional development pillar through technical guidance implementation; perform the consultation; perform the planning preparation according the planning steps; the inter programs and inter sector coordination; the planning guidance; prepare the budget according the standard unit cost perform the planning schedule up to the implementation of the health development program activities.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Asnawati Safitri
"Kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia dianggap bertanggungjawab pada munculnya dampak ekologis, ekonomis dan sosial pada kehidupan masyarakat lokal. Kajian-kajian yang membahas kebijakan umumnya hanya menganalisis substansi kebijakan, tetapi tidak mempertanyakan mengapa substansi semacam itu muncul. Kajian semacam ini dikatakan sebagai kajian isi kebijakan, sedangkan kajian yang membahas mengenai bagaimana kebijakan sebenarnya dibuat dan diterapkan disebut sebagai kajian proses kebijakan. Dalam kajian proses kebijakan ada dua pendekatan yang biasa digunakan yaitu pendekatan struktural dan kultural. Dalam konteks Indonesia kedua pendekatan itu lebih banyak digunakan untuk membahas kebijakan nasional daripada kebijakan daerah. Kajian ini menjelaskan hubungan antara substansi kebijakan yang ada di daerah dengan kebudayaan birokrasi dan lingkungan dimana birokrasi itu berada. Substansi kebijakan dipengaruhi oleh hasil interaksi antara kebudayaan birokrasi dan lingkungannya. Kebudayaan birokrasi adalah cara birokrasi mempersepsikan hutan, bentuk pengelolaan dan kepada siapa pengelolaan itu diberikan sedangkan lingkungan mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial dan politik.
Lampung dan Kalimantan Timur dipilih untuk menunjukkan bahwa di dua daerah yang berbeda lingkungannya menghasilkan kebudayaan birokrasi yang sama dengan beberapa perbedaan nuansa dalam substansi kebijakan. Dalam konteks eksploitasi, birokrasi mempersepsikan hutan sebagai harta kekayaan yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam waktu secepatnya. Dalam hal perlindungan dan pelestarian hutan birokrasi menganggap bahwa hutan harus segera dilindungi dari segala bentuk kegiatan eksploitasi dan untuk itu birokrasilah yang menjadi aktor tunggal yang berperan dalam perlindungan dan pelestarian hutan karena masyarakat tidak dapat dipercaya mampu menjalankan peran itu. Persepsi yang muncul dalam konteks perlindungan dan pelestarian hutan adalah reaksi dari kegagalan kebijakan eksploitasi. Persepsi itu mempengaruhi kebijakan yang dihasilkan, namun dalam beberapa kasus terjadi perubahan tekanan dan jenis kebijakan dari kebijakan eksploitasi menjadi kebijakan perlindungan dan pelestarian tetapi kebudayaan birokrasi masih menganggap bahwa hutan masih perlu dieksploitasi secepatnya. Kesamaan kebudayaan birokrasi ini disebabkan kuatnya pengaruh pemerintah pusat dalam menentukan gagasan dan tindakan birokrasi di daerah. Perbedaan nuansa kebijakan disebabkan berbedanya lingkungan fisik, ekonomi dan sosial. Karena perbedaan itulah maka Lampung lebih mengutamakan eksploitasi dan perlindungan pada lahan sedangkan Kalimantan Timur memilih kayu, gaharu dan sarang burung."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>