Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nengah Bawa Atmadja
Abstrak :
Studi ini berbentuk penelitian kualitatif berlokasi di Desa Adat Julah, Buleleng, Bali. Masalah yang dikaji tentang latar belakang tanah paruman desa dan kebertahanannya, konversi dan implikasi social dan politik terhadap desa adat maupun keluarga petani dalam mengelola tanah yang mereka miliki. Temuan kanoah menunjukkan bahwa latar belakang tanah paruman desa berkaitan dengan pembukaan hutan untuk kepentingan subeistensi atas- dasar ikatan teritorial, yakni desa adat. Mereka menetapkan pemilikan tanah di tangan desa adat adalah untuk mamperkuat demakrasi desa yang bertujuan untuk mewujudkan ideologi.Tri Nita Karana. Tanah purustan desa amat kuat bertahan, karena pemilikannya berada pule di tangan dews sehingga tabu untuk dikonversi. Berkenaan dengan itu maka Desa Adat Julah pun melakukan adaptasi politik dan sosiakutural untuk melestarikan tanah paruman desa. Di pihak lain politik pertanahan yang diterapkan oleh penguasa supradesa ikut memberikan dukungan, karena masih mentolelir keberlakuan hak ulayat. Tanah paruman desa dimanfaatkan untuk kepentingan publik, ,yaitu berbentuk hutan desa, pelalangan, dan areal pembangunan sarana umum. Selain itu tanah paruman desa digunakan pula sebagai sarana bagi pemenuhan, kebutuhan subsistensi keluarga, yakni berbentuk tanah hunian dan tegalan yang dikuasai .secara berkala. Pengelolaan tanah paruman desa berlandaskan pada tanah tanah, yakni adat-istiadat dan agama Hindu. Pada tahun 1930-an hutan desa dialih fungsikan menjadi tegalan yang dilakukan oleh migran dari karangasem dengan status sebagai petani penyakap. Hereka tordiri dart orang Bali Hindu dan Islam. Dena Adat Julah memoriam kaum migran, tidak hanya karena mereka bersedia melunasi rekognisi, tetapi juga karena kehadiran mereka dinilai tidak murugikan dilihat dari segi ekonomi, sosiobudaya, politik maupun agama termasuk di dalamnya aspek kosmologi. Penerimaan ini mengakibatkan penduduk Desa Adat Julah bersifat majemuk, baik dilihat dari segi kesukubangsaan maupun agama. Pada tahan 1978 tegalan paruman desa dikonversi menjadi tanah milik perarangan, Penyebabnya adalah perluasan sietem ekonomi uang sehingga menimbulkan kelompok reformis dengan tujuan mengkonversi tegalan paruman desa agar mereka bisa ditanami tanaman, keras dan diwariskan secara turun-temurun. Gagasan tersebut ditolak oleh dewan desa, tidak saja karena mereka taut kepada dews, tetapi jugs karena tats tanah yang berlaku dianggap masih bersifat fungsional bagi kehidupan desa adat maupun keluarga petani. Penolakan ini menimbulkan konflik pertanahan sehingga pemerintah pun ikut eampur tangan. Dengan berpegang pada kekuasaan, ideologi pembangunan dan berbagai pe-caturan hukum tanah, maka pamerintah memaksa agar Desa Adat mengkonversi tanahnya. Desa Adat Julah pun terpaksa mengkonversi tegalan paruman desa. Pengkonversian itu berlandaskan pula pada pertimbangan politik, sosioekonomi, agama, psikologi dan sosiokultural yang di dalamnya mencakup legitimasi perubahan berdasarkan konsep desa, kaIa, patra dan rwa bhineda. Konversi menimbulkan dampak sosial pada desa adat, yakni lenyapnya demokrasi ekonomi dan hilangnya kontrol desa adat terhadap tanah. Selain itu desa adat memberikan pula pelonggaran kepada warga desa adat untuk marantau dengan oars menyeauaikan kaidah adat dan agama yang menghambtannya. Hal ini dimakaudkan sebagai suatu upaya guna menetralisir masalah sosial yang timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan desa adat untuk memberikan jatah tanah kepada warganya. Namun di sisi yang lain kegiatan merantau pun menimbulkan pula dampak sosial balk pada lingkungan keluarga maupun desa adat. Konversi menimbulkan pula dampak sosial pada lingkungan keluarga. dalam pengelolaan tegalan. Hal ini terlihat dari adanya kenyataan, yakni kegiatan beroocok tanam mengarah pada penanaman komoditas yang disertai dengan peningkatan konservasi lahan dan teritorialites. Selain itu mereka mengenal pula pengalihan tegalan baik lewat pewarisan maupun pasar tanah. Namun orang Julah enggan membeli tegalan, tidak saja karena keterbatasan modal dan sektor pertanian kurang menguntungkan, tetapi juga karena mereka memiliki aneka keperluan yang lebih mendesak, yakni menoukupi kebutuhan pangan, pagan, dan dana ritual. Karena itu tidak mangherankan .jika pembelian tegalan kebanyakan dilakukan oleh orang dari luar Desa Adat Julah, sehingga masyarakat Desa Adat-JuIah. yang semula bersifat korporatif tertutup menjadi bersifat terbuka. Dampak sosial lainnya pada lingkungan keluarga adalah ketidakmampuan desa adat menyadiakan tanah perumahan karena persediaannya telah habis, mengakibatkan setiap keluarga melakukan penataan ulang stets rumah mereka agar bisa menampung hunian., sebanyak mungkin. Hal ini tidak saja menimbulkan perubahan fisik, tetapi juga hubungan sosial di kalangan. pars penghuni tanah perumahan. Mereka yang memiliki modal bisa membeli tegalan untuk dialihfungsikan manj adi tanah hunian, sehingga luas tegalan di rasa Adat Julah menjadi semakin berkurang. Konversi menimbulkan pula dampak positif pada desa adat, yakni melemahnya otonomi desa adat. Selain itu konversi tidak saja mengakibatkan desa adat kehilangan tanah ulayat, tetapi juga memudarkan demokrasi desa. Terbukti dari adanya kenyataan bahwa keluarga yang terbentuk pada masa pasoakonversi menolak duduk dalam dewa desa. Karena itu Desa Adat Julah melakukan strukturalisasi, yakni semilahkan keanggotaan desa adat menjadi dua, yakni anggota penuh dan tidak penuh. Hal ini memang bisa mengatasi masalah yang mereka hadapi, namum karena anggota tidak penuh tidak duduk di dalam dewan desa, maka prinsip demokrasi desa dalam bidang politik, yakni partisipasi seluruh kepala keluarga dalam proses pengambilan keputusan menjadi tidak berlaku lagi. Hal ini dapat memberikan peluang bagi timbulnya ketidaksepakatan atau kesalahpengertian antara anggota penuh dengan anggota tidak penuh. Status anggota tidak penuh pun menjadi lebih rendah daripada anggota penuh, sehingga masa persamaan sosial yang tercakup di dalam demokrasi desa menjadi terabaikan. Desa adat juga kehilangan tegalan sebagai sumber daya untuk menunjang kekuasaan. Walaupun demikian desa adat masih memiliki sumber daya kekuasaan, yakni tanah perkarangan desa, kuburan dan pura. Dengan menggunakan sumber daya tersebut desa adat masih mampu mengikat dan mengintegrasikan warganya ke dalam suatu wadah, yakni desa adat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
D671
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Agricultural land conversion accured as a logical consequence of development activites in a particular region.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Conversion of agricultural land into non-agricultural uses represents one of major issues of agriculture development because of its significant negative impacts on food production as well as other socio-economic and environmental aspects....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lusia Tri Harjanti
Abstrak :

Konversi lahan sawah yang meningkat bisa mengancam ketahanan pangan nasional. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi faktor pendorong konversi lahan sawah terutama di Jawa dan Sumatra sebagai lumbung padi nasional. Dengan menggunakan data panel dari 256 kabupaten / kota pada periode 2010-2017, penelitian ini membuktikan bahwa faktor pendorong konversi lahan sawah di Jawa adalah PDRB di sektor pertanian dan service, serta kepadatan penduduk. Sementara di Sumatera, konversi lahan sawah dipengaruhi oleh PDRB di sektor pertanian dan sektor  industri, serta kepadatan penduduk. Analisis geospasial menunjukkan bahwa lahan sawah di Jawa sebagian besar beralih fungsi menjadi pemukiman, sementara di Sumatera menjadi tanaman perkebunan.

 


Recently, the paddy fields conversion rate is alarmingly high, and it can threat national food security. Therefore, identified the main drivers of paddy fields conversion is important, particularly in Java and Sumatra as national rice barn. This study employed the panel data of 256 regencies/cities from 2010–2017, and it identified that the factors which affected the conversion in Java are the GRDP in agriculture and service sectors, also population density. Moreover, the population density, the GRDP in agriculture and industry sectors are the main drivers of the conversion in Sumatra. Geospatial analysis reveals that the most changes of paddy fields in Java is dominated by settlement, and in Sumatra is turned dominated into palm oil.

2019
T54010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Dharma Setiawan
Abstrak :
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara pada tahun 1994/1995 ditetapkan bahwa dalam Repelita VI pembangunan Industri tetap menjadi bagian usaha jangka panjang dalam upaya untuk tercapainya struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang yaitu dengan titik berat industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Sasaran utama pembangunan kawasan industri yaitu di samping sebagai sarana pengaturan ruang untuk pengalokasian kegiatan industri yang sesuai dengan tata ruang daerah yang telah disusun dan tercapai pula pembangunan yang berwawasan lingkungan sekaligus sebagai sarana percepatan pembangunan industri di daerah. Setelah diterbitkannya 5K Gubernur KDH tingkat I Jawa Barat No.5931SK.629Bapp11990 sebagai langkah operasional dari Keppres No.53 tahun 1989 tentang kawasan industri, dapat menyebabkan munculnya masalah pembangunan industri di daerah Karawang, Jawa Barat, karena pembangunan industri menuntut penyediaan lahan untuk kawasan industri. Mengingat lahan disuatu wilayah biasanya telah digunakan sesuai dengan fungsinya seperti untuk sawah, pemukiman, tegalan, perkebunan, industri, hutan dan sebagainya, maka akibat meningkatnya lahan untuk keperluan pembangunan industri tidak menutup kemungkinan akhirnya industri menggunakan lahan pertanian baik sawah berpengairan teknis maupun non-teknis yang telah memiliki jalan penghubung. Konversi fungsi lahan persawahan menjadi kawasan industri tersebut tentu akan memberikan dampak terhadap kualitas hidup petani pemilik lahan. Konversi fungsi lahan tersebut di atas, menimbulkan pertanyaan dalam penelitian: (1) Adakah pengaruh luas lahan yang dikonversikan dapat memberi dampak terhadap peningkatan pendapatan keluarga petani?. (2) Adakah perbedaan kualitas hidup bekas petani pemilik lahan dengan kualitas hidup perani pemilik lahan yang usahanya tetap? (3) Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat bekas petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah dibatasi untuk mengetahui: (1) Adanya konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kualitas hidup bekas petani pemilik lahan. (3) Adanya perbedaan kualitas hidup bekas petani pemilik lahan dengan kualitas hidup petani pemilik lahan (tetap bertani). Penelitian ini dilakukan di desa Teluk jambe dan di desa Purwadana, Kecamatan Teluk jambe, di mana di kedua desa tersebut telah banyak mengalami konversi penggunaan lahan, khususnya lahan persawahan sebagian besar telah beralih fungsi menjadi kawasan industri. Pengambilan sampel melalui pendekatan terhadap masyarakat bekas petani pemilik lahan dan sebagai kontrol dilakukan penelitian terhadap masyarakat petani pemilik lahan yang lahan usaha taninya tidak beralih fungsi (tetap). Pengambilan contoh responden dilakukan dengan cara sistematik yaitu untuk bekas petani pemilik lahan di desa Teluk jambe dan di desa Purwadana masing-masing dipilih sebanyak 60 responden. Sebagai kontrol diambil 80 responden petani pemilik lahan di desa Pinayungan. Pengolahan data dilakukan media Personal Computer dan dianalisis dengan deskriptif. Pengujian hipotesis menggunakan uji Chi-square (X2) Hasil penelitian ini dapat disimpulkan, sebagai berikut: (1) Faktor luas lahan yang dikonversikan berpengaruh balk terhadap kualitas hidup bekas petani pemilik lahan. Semakin luas lahan yang dikonversikan, semakin baik kualitas hidupnya. (2) Faktor besar uang ganti rugi berpengaruh baik terhadap kualitas hidup bekas petani pemilik lahan. Semakin besar uang ganti kerugian yang diterima, semakin baik kualitas hidupnya. (3) Terdapat perbedaan yang nyata antara kualitas hidup bekas petani pemilik lahan petani dengan yang tidak mengkonversikan lahan pertanian menjadi lahan industri masih tetap sebagai petani pemilik lahan. Indikator-indikator yang menguatkan derajat kehidupan masyarakat bekas petani pemilik lahan dapat diungkapkan dari tingkat ekonomi keluarga, pendidikan, kualitas perumahan, tingkat kesehatan, dan kesempatan kerja umumnya lebih baik apabila di banding dengan masyarakat petani pemilik lahan. Sedangkan indikator pendidikan di desa Teluk Jambe tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup bekas petani pemilik lahan, hal ini disebabkan bahwa sebagian besar masyarakat yang diteliti mempunyai tingkat pendidikan yang rendah dengan usia rata-rata di atas 54 tahun. Sungguhpun pembangunan kawasan industri pada saat ini telah berhasil memberi manfaat pada peningkatan kualitas hidup bekas petani pemilik lahan, namun perlu dipikirkan langkah-langkah penanganan lebih lanjut terhadap kemungkinan terjadinya dampak negatif terhadap kualitas hidup petani khususnya, maupun kualitas lingkungan pada umumnya di masa yang akan datang. Apabila diperhatikan dalam Peta Rencana Umum Tata Ruang Kecamatan Teluk jambe tahun 1991 (Peta No.4) bahwa terdapat kecenderungan pembangunan kawasan industri di masa yang akan datang akan mengkonversikan sebagian besar jenis penggunaan lahan persawahan produktif, tentunya hal ini akan menambah semakin sempitnya lahan usaha tani, dan akan berakibat semakin banyaknya pengangguran petani yang sekaligus akan menambah menurunnya produksi di sektor pertanian. Dengan dibangunnya kawasan industri, tentu membutuhkan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti perumahan, sekolah, pasar, kantor dan lain-lain yang berarti membutuhkan pula lahan, tidak menutup kemungkinan akan mengalihkan lahan produktif atau setengah produktif. Di samping itu dengan adanya pabrik-pabrik di kawasan industri dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup balk langsung ataupun tidak langsung pada masyarakat sekitarnya seperti adanya limbah industri, polusi udara, kebisingan dan lain-lain. Maka dalam penelitian ini disarankan agar darnpak-dampak negatif dimaksud dapat menjadi bahan pertimbangan yang positif dalam rangka mencari pemecahan yang terbaik secara proporsional di masa mendatang. ...... The State Guideline of the fiscal year 1994/95 stipulated that during Repelita V development was aimed at industrial development stressing on heavy industry supported by a strong agricultural sector. The main objective was to achieve a solid and well balanced economic structure. The main objective of setting up an industrial estate is to accelerate industrial development in the region. Besides, this policy is also aimed at allocating industrial activities in line with the existing space allocation policy and at the same time environmental friendly in national. After the promulgation of the decree of the Governor/Regional Head of West Java No. 5931SK.6291Bapp11990 which is the operational guidance of the Presidential decree No 53 year 1989 on industrial zone, industrial development may problems come into being in the Karawang area, West Java, in particular in relation with a demand for land for that purpose. Since land in some region is already used as paddy field, settlements, pasture, horticulture, industry, forest etc, increase in land demand for the purpose of industrial development has to be met by the use of agriculture land, both technically and non-technical irrigated with interconnecting channels. The conversion of paddy field into an industrial zone will certainly produce impacts upon the quality of life of farmers who originally own the land. Conversion of land function as stared above resulted in problems, which can be put into questions as follows :(1) What is the influence of land size and amount of money received by the farmers upon their quality of life? (2) What is the difference between the quality of life of farmers still owning and working on their land and those whose land was transformed into industrial zone? (3) What factors are at work in promoting the farmer?s community's quality of life, which were land owning farmers before? The objective of this study is to know: (1) The presence of agriculture land conversion into an industrial zone, (2) Factors influencing the quality of life of former land-owning farmers, and (3) The presence of different of quality of life between former land-owning farmers and farmers who are still wadding on their land. This study was carried out in Teluk Jambe and Purwadana villages. It was in Teluk Jambe sub-district, where conversion of land use take place, especially from agriculture land into an industrial zone. The sample was taken from among former land-owning farmers with land-owning farmers whose land has not been changed in functions as control group. Systematic sampling was carried out in Teluk Jambe and Purwadana villages with 60 respondents respectively. The control group consisted of 80 respondents who are land-owning farmers in Pinayungan village. Data processing was carried out by using Personal Computer and the results analyzed descriptively. Hypothesis testing was carried out by using the Chi Square test. The results of this study concluded that : (1) The size of land converted seems to have a great influence upon the quality of life of farmers land-owning farmers. The bigger the size converted, the better the quality of life. (2) The amount of money has good influence upon the quality of life of former land-owning farmers. The bigger the amount of money received, the better their quality of life. (3) There is significant difference between the quality of life of former land-owning farmers and those who did not converse their agriculture land into industrial use and remain as land-owning farmers. Indicators that supported the living standard of former land-owning farmers can be disclosed by observing the family economic standard, education, quality of housing, health and working opportunities, which are in general, better than land-owning farmer community. In Teluk Jambe village, education as indicator has no obvious influence upon the quality of life of former land-owning farmers. This is due to the fact that the majority of the community studied were on the average more than 54 years of age with low level of education. Although industrial zone development, at present, succeeded in providing benefit towards promoting the quality of life of former land-owning farmers, policies have to be considered to address the possibility of negative impact upon environmental quality in general, the quality of life of farmers in particular in the year to come. Going over the map of General Spatial Plan of Teluk jambe subdistrict of the year 1991 (Map No. 4), there seems to be a tendency of industrial zone development in the future and thus the conversion of greater portion of productive paddy field which will results on ever decreasing productive farming land. This will be followed by an increasing number of unemployment and at the same time a decline in the production within the agriculture sector. By establishing an industrial zone, supporting infra-structure will certainly be needed, such as housing, schools, market, office space etc. This in turn needs land also; hence, another conversion of productive or half productive land will take place. The presence of factories in the industrial zone might cause negative impacts upon the living environment, both directly and indirectly in the form of industrial waste, air pollution, noise etc. Hence, it is suggested the negative impacts in question should be serious considered within the framework of solving the problem proportionally in the future.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Rahma Dayanti
Abstrak :
Sektor pertanian Indonesia mengalami ancaman yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan untuk berbagai kebutuhan dan aktivitas sektor lain. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini adalah penerapan kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) terhadap sektor pertanian, apakah berpengaruh terhadap pengurangan alih fungsi lahan pertanian atau tidak. Hasil penelitian dengan metode kuantitatif ini menunjukkan bahwa kebijakan LP2B berpengaruh positif terhadap persentase luas lahan sawah. Faktor lain yang mempengaruhi luas lahan sawah adalah kepadatan penduduk, PDRB ADHB sektor pertanian, dan PDRB ADHB sektor real estate. ......The agricultural sector in Indonesia is facing threats caused by land conversion for various needs and activities in other sectors. One of the efforts to overcome this case is by implementing the sustainable food agricultural land protection policies (LP2B). This thesis aimed to analyze the impact of the policy on protecting agricultural land for sustainable food (LP2B) on the agricultural sector, whether it has an effect on reducing the agricultural land conversion or not. The results of this quantitative research show that the LP2B policy has a positive effect on paddy land area’s percentage. Other factors that affect the paddy land area’s percentage are population density, Gross Regional Domestic Product (GRDP) of the agricultural sector, and Gross Regional Domestic Product (GRDP) of the real estate sector.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Ratriananda
Abstrak :
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan merupakan kota satelit pertama di selatan Jakarta dan merupakan wilayah yang terencana. Akan tetapi sejak sepuluh tahun terakhir terjadi perubahan pesat dengan kemunculan komersial, kafe dan restoran hampir di setiap jalan lingkungan dan kolektor yang berada dan menggantikan fungsi hunian. Kemunculan secara cepat "ruang publik" komersil yang eksklusif, atau ruang publik semu berupa kafe dan restoran merupakan salah satu penanda terdapatnya gentrifikasi pada suatu kawasan. Consumer class lifestyle mengubah kondisi wilayah yang tergentrifikasi dan berkontribusi terhadap kenaikan harga lahan sehingga warga yang sejak dulu tinggal di situ tak mampu lagi dan akhirnya pindah ke tempat lain. Bila dilihat sekilas, hal ini mirip dengan apa yang terjadi di Kebayoran Baru. Akan tetapi wilayah tersebut sejak awal sudah menjadi lingkungan kaum menengah ke atas sehingga yang terjadi di wilayah tersebut merupakan gentrifikasi gelombang ke dua. Melalui penelusuran arsip dan pengamatan lapangan secara spasial, kajian ini akan mencoba memahami transformasi spasial tersebut dan kaitannya dengan social production of public space yang demokratis. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan is the first satellite city in the southern part of Jakarta and is a planned area. In the last ten years, there has been a rapid transformation within the area due to the land use change from what is predominantly residential to commercial; cafes and restaurants in almost every street. The rapid growth of these commercial and exclusive “public space” or quasi-public space in the form of cafes and restaurants is one of the signs of gentrification. Consumer class life-style changes the condition of the gentrified neighbourhood and contributes to the increase of the land value, making it unaffordable for the residents and causing them to seek housing areas with lower cost. This is similar to what has been happening in Kebayoran Baru. However, the area has always been a relatively middle-class neighbourhood from the beginning. This indicates that what is currently happening in Kebayoran Baru is actually second wave gentrification. Through archival studies and spatial on-site observation, this research aims to understand the spatial transformation and its relation to social production of public space that considers democracy.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Alih fungsi lahan memiliki kaitan yang erat dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Perubahan ini memiliki dampak positif dan tidak sedikit dampak negatifnya. Salah satu hal yang disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan adalah meningkatnya lahan kedap air dan berkurangnya baseflow. Perubahan fungsi lahan ini berujung kepada meningkatnya aliran permukaan dan bencana banjir. Melihat hal ini, dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai hubungan perubahan fungsi lahan dan banjir yang terjadi pada suatu kawasan. Penelitian ini berfokus pada DAS Martapura yang merupakan bagian DAS Barito, salah satu DAS terbesar di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan spasial terhadap hasil tangkapan Citra Landsat pada tahun 1990, 2000, 2010, dan 2020. Menggunakan fitur maximum likelihood classification, penelitian ini mendeteksi tutupan lahan pada setiap data Citra Landsat yang digunakan. Penelitian ini juga menggunakan bantuan HEC-HMS dalam menghasilkan hidrograf banjir untuk setiap sub-DAS, reach, dan junction. Data ini yang bervariasi menurut tutupan lahan setiap tahunnya dan menjadi input ke dalam HEC-RAS. Penelitian ini menggunakan fitur analisis hidrolika HEC-RAS 2D untuk menghasilkan peta genangan. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, perubahan tutupan lahan menjadi kedap air semakin meningkat. Hal ini juga meningkatkan limpasan permukaan dan puncak debit banjir yang terlihat pada hasil hidrograf. Menurut analisis genangan banjir yang terjadi, didapatkan peningkatan luas genangan banjir seiring bertambahnya tahun Sebagai upaya pengendalian banjir di lokasi ini, diperlukan perencanaan tata ruang dan penataan kawasan dengan lebih baik. Hal ini perlu dilakukan untuk mengendalikan laju perubahan tutupan lahan dan mengendalikan dampak bencana banjir. ......Land conversion has a very close relation with population and economic growth. This change has had both positive and negative impacts. One of the things caused by land use change is the increase in impermeable land and reduced baseflow. This land use change leads to an increase in surface runoff and flooding. In regards to this problem, further studies are needed to determine the relation between land use change and flooding that occur in an area. This study focuses on the Martapura Watershed which is a part of the Barito Watershed, one of the largest watershed in Indonesia. This study uses a spatial approach to Landsat Image capture in 1990, 2000, 2010 and 2020. Using the maximum likelihood classification feature, this study detects land cover in each Landsat Image data used. This study also uses HEC-HMS assistance in generating flood hydrographs for each sub-watershed, reach, and junction. This data, which varies by land cover each year, is the input to the HEC-RAS. This study uses the HEC-RAS 2D hydraulics analysis feature to generate inundation maps. Based on the simulations that have been carried out, land cover changes to a more impermeable cover are increasing. This also increase surface runoff and peak flood discharge as seen in the hydrograph results. According to the analysis of the flood inundation that occurred, it was found that there was an increase in the area of ​​​​the flood inundation in every year modelled. As an effort to control flooding in this location, better spatial planning and regional arrangement are needed. This needs to be done in order to control the rate of land cover change and the impact of floods.
[Depok;;, ]: [Fakultas Teknik Universitas Indonesia;;, ], 2022
S-pdf;S-pdf;S-pdf;S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Audia Ersitamara
Abstrak :
ABSTRAK Tulisan ini dilatarbelakangi oleh tingginya laju deforestasi hutan di Indonesia khususnya di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah. Pengawasan dan regulasi yang lemah menjadikan sektor kehutanan rentan terhadap korupsi. Pemberian izin oleh pemerintah dalam rangka alih fungsi lahan serta hak guna usaha yang bermasalah memperlihatkan adanya sebuah hubungan timbal balik antara korporasi dan pemerintah dalam penerbitan izin. Pemberian izin yang mudah dengan cara ilegal tersebut kemudian berkontribusi atas penghancuran hutan. Penghancuran hutan tersebut merupakan salah satu langkah untuk membuka lahan yang awalnya merupakan kawasan hutan menjadi perkebunan sawit. Tulisan ini akan berusaha menjelaskan permasalahan tersebut dalam kerangka pemikiran state-corporate crime untuk menemukan hubungan antara korupsi dan deforestasi.
ABSTRACT This paper is dedicated for high rates of deforestation in Indonesia, particularly in Buol District, Sulawesi Tengah Province. Weak supervision and regulation makes the forestry sector vulnerable to corruption. The granting of permits by the government in the context of land conversion and the issue of cultivation rights shows a reciprocal relationship between the company and the government in issuing permits. Ease of licensing illegally contributes to forest destruction. Destroying the forest is one step to clear land that was originally a forest area into an oil palm plantation. This paper will try to explain the problem in the framework of the state-corporate crime thinking to find a relationship between corruption and deforestation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Akhir-akhir ini luas lahan pertanian terus berkurang karena telah dialih fungsikan untuk keperluan lain. kajian ini menganalisis alih-fungsi lahan di Jogjakarta menggunakan model dinamis....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>