Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukma Azzah Kharisma
"Terak timah merupakan residu peleburan timah yang memiliki potensi sebagai sumber sekunder untuk mendapatkan critical metals, seperti niobium, tantalum dan logam tanah jarang LTJ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan NaOH, yaitu 6 M dan 8 M, pada proses pelindian NaOH selama 1 jam diikuti pelindian HClO4 dengan konsentrasi 0.8 M selama 2 jam, terhadap peningkatan kadar niobium, tantalum dan LTJ dalam terak timah. Pada penelitian ini digunakan terak timah yang melalui pemanggangan pada temperatur 900? diikuti pendinginan cepat. Hasil pemanggangan dikarakterisasi dengan menggunakan SEM Scanning Electron Microscope dan sebagian lainnya dilakukan proses pelindian. Residu setiap pelindian dikarakterisasi menggunakan XRF X-Ray Fluorescence , sedangkan filtrat setiap pelindian dikarakterisasi dengan menggunakan ICP-OES Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry dan AAS Atomic Absorption Spectroscopy . Dari hasil pelindian NaOH, pada konsentrasi 8 M NaOH terjadi penurunan kadar niobium di dalam terak timah sebesar 6.25 . Namun, perolehan kadar tantalum dan cerium tertinggi terdapat pada konsentrasi 8 M yaitu sebesar 0.21 dan 4.01 , secara berurutan. Dari hasil pelindian HClO4, larutan HClO4 diketahui dapat meningkatkan kadar niobium dan tantalum. Sedangkan LTJ mengalami penurunan kadar di dalam residu setelah pelindian HClO4. Pelindian HClO4 mampu menurunkan kadar unsur ikutan seperti aluminium dan kalsium.

Tin slag, the residue from tin smelting process, has big potential as alternative sources to obtain critical metals, such as niobium, tantalum and rare earth elements REEs . The aims of this study is to discover the effect of NaOH leaching, in various leaching concentations of 6 M and 8 M for 1 hour, followed by HClO4 0.8 M leaching for 2 hours on the enhancement grades of niobium, tantalum and REEs. In this process, tin slag was roasted at 900 in 2 hours, followed by water quenching, then sieved. One part of roasted tin slag was characterized by SEM Scanning Electron Microscope , and the other part was used for leaching process. Each residues characterized with XRF X Ray Fluorescence , while each filtrates characterized with ICP OES Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry and AAS Atomic Absorption Spectroscopy . From NaOH leaching process, at concentration of 8 M NaOH there was a decrease of niobium grades in tin slag residue of 6.25 . However, the highest tantalum and cerium grades was found at 8 M concentrations of 0.21 and 4.01 , respectively. From HClO4 leaching process, it is known that HClO4 can increase niobium and tantalum grades in leaching residue. While REEs tend to decrease in leaching residue and it is known to decrease the grades of aluminium and calcium in leaching residue."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andikaputra Brahma Widiantoro
"ABSTRACT
Recovery logam tanah jarang dari pasir silika menggunakan adsorben komposit Karbon Aktif / Pektin telah dilakukan. Pemanfaatan pasir silika di indonesia masih sangat kurang padahal di dalam pasir silika terdapat komponen logam tanah jarang yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Metode yang sering dilakukan adalah metode biosorpsi. Adsorben yang digunakan adalah adsorben komposit ini dikarenakan karbon aktif / pektin bisa lebih dimaksimalkan lagi untuk melakukan proses adsorpsi. Penelitian dimulai dengan mengekstraksi kulit pisang kepok untuk mendapatkan pektin dilakukan dengan mencampurkan asam klorida pada suhu 80C dan mengendapkan dengan etanol selama 15-17 jam. Proses pretreatment pasir silika dengan cara roasting hingga suhu 600 ? ?C selama 2 jam. Proses pembuatan adsorben komposit dengan cara mencampurkan karbon aktif dengan pektin selama 2 jam dengan suhu 30C. Proses adsorpsi pasir silika dengan cara mengaduk adsorben komposit dengan larutan pasir silika selama 2 jam. Variasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah variasi waktu kontak dan variasi massa pektin. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah isolasi pektin dari kulit pisang dengan rata rata yield sebesar 13. Sintesis adsorben komposit untuk digunakan sebagai adsorben dalam pengujian adsorpsi logam tanah jarang yang ada di dalam pasir silika. Kondisi optimum yang didapat pada saat variasi waktu kontak adalah 1,5 jam. Kondisi optimum yang didapatkan untuk variasi massa pektin adalah saat berat pektin 0,35 gram. Kondisi terbaik yang didapat dari penelitian ini adalah pada saat massa pektin sebesar 0,35 gram dengan rincian 84,40 untuk Y, 54,38 untuk La, 59,38 untuk Nd, 79,50 untuk Ce, 68,00 untuk Sm. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben komposit berpontensi untuk menyerap logam tanah jarang yang ada di pasir silika.

ABSTRACT
Recovery of rare earth element from silica sand using adsorbents composite activated carbon pectin has been performed. Utilization of silica sand in Indonesia is still very less when in silica sand there are rare earth element components that are potential to be utilized. The most common method is the biosorption method. Adsorbent used is adsorbent composite because the activated carbon pectin can be maximized again to do the adsorption process. Research begins by extracting banana peel skin to obtain pectin by mixing hydrochloric acid at 80 C and depositing with ethanol for 15 17 hours. Silica sand pretreatment process by roasting up to 600 C for 2 hours. The process of making composite adsorbent by mixing the activated carbon with pectin for 2 hours with temperature 30 C. Silica sand adsorption process by stirring the composite adsorbent with silica sand solution for 2 hours. Variations used in this experiment were variations of contact time and variations mass pectin. The results obtained in this study are pectin isolation from banana peel with an average yield of 13. The synthesis of composite adsorbents for use as adsorbents in the rare earth metal adsorption testing is present in silica sand. The optimum condition obtained when the contact time variation is 1.5 hours. The optimum condition obtained for pectin mass variation is when the weight of pectin is 0.35 gram. The best conditions obtained from this study were at the time of pectin mass of 0.35 grams with details of 84.40 for Y, 54.38 for La, 59.38 for Nd, 79.50 for Ce, 68.00 for Sm. The results show that the composite adsorbent has the potential to absorb rare earth metals present in silica sand."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putti Ghina Ainiya Zahra
"
...... This study aims to obtain Tb(OH)3/rGO and Y(OH)3/rGO for supercapacitor applications. Terbium hydroxide [Tb(OH)3] and yttrium hydroxide [Y(OH)3] were synthesized by the sonochemical method using polyvinylpyrrolidone. Hummer's method used ascorbic acid as a reducing agent to synthesize reduced graphene oxide (rGO). Variety of mass ratio of RE(OH)3 and rGO were conducted at 1:1, 1:2, and 2:1. The physical characterization was analyzed on a sample that exhibited the highest value of specific capacitance by SEM-EDX (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray), FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy), and XRD (X-Ray Diffraction). Electrochemical measurements were examined with various electrolyte solutions, such as alkaline (1 M KOH) and neutral (1 M Na2SO4). Y(OH)3/rGO 1:2 in 1 M KOH exhibited the highest specific capacitance of 41.54 F/g at 5 mV/s. SEM-EDX confirmed that Y(OH)3/rGO 1:2 is composed of C (65.22 %), O (22.88 %), and Y (8.20%). Based on FTIR analysis, Y(OH)3/rGO 1:2 comprises hydroxyl groups from Y(OH)3 and shifted spectra in rGO. XRD results showed that Y(OH)3/rGO 1:2 has a Y(OH)3 hexagonal structure and a thin layer of rGO. Using the 1 M KOH gave better super capacitive performance than 1 M Na2SO4."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Ariqah Yunizar
"Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan mineral strategis yang telah dimanfaatkan oleh beberapa negara karena kegunaannya. Di Indonesia, LTJ banyak ditemukan sebagai mineral ikutan monasit di pertambangan timah yang untuk mengusahakannya memerlukan proses pemurnian terlebih dahulu. Proses tersebut dapat menghasilkan limbah mengandung zat radioaktif yang dapat mencemari lingkungan. Hal tersebut membawa dua pokok permasalahan yang dibahas di skripsi ini, yakni terkait pengaturan mineral LTJ dalam hukum pertambangan di Indonesia, serta kewenangan pengelolaan limbah dari hasil pertambangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai LTJ secara khusus sampai saat ini belum ada, namun hukum pertambangan Indonesia telah mengenalnya dalam pengelompokan bahan galian mineral dan pengusahaannya dilakukan dengan IUP yang terintegrasi dengan mineral utamanya. Selanjutnya, kewenangan pengelolaan limbah hasil pertambangan LTJ dilakukan oleh pemegang IUP yang bekerja sama dengan Badan Pelaksana Ketenaganukliran (BATAN) dan diawasi oleh Badan Pengawas Ketenaganukliran (BAPETEN). Agar pemanfaatan LTJ dapat dilakukan dengan maksimal melalui pengusahaannya, diperlukan adanya suatu aturan khusus mengenai LTJ sebagai mineral yang dapat diusahakan, serta mengatur lebih jelas terkait kewenangan para pihak yang melakukan pengelolaan limbah hasil pertambangan LTJ.
......Rare Earth Elements (REE) are strategic mineral that has been exploited by several countries because of its usefulness. In Indonesia, REE are mostly found as a mineral associated with monazite in tin mining, which requires a refining process to obtain it. The process can produce waste containing radioactive substances that can pollute the environment. This brings up two main issues discussed in this thesis, namely related to the regulation of REE minerals in Indonesian mining law, as well as the authority to manage the waste from its mining activities. The method used in this research is juridical-normative. The results of the study show that there is no specific regulation regarding REE yet, but Indonesian mining law has recognized REE in the grouping of minerals and its exploitation is carried out with an integrated permit (IUP) with its main mineral. Furthermore, the authority to manage the waste from REE mining is carried out by the IUP holder in collaboration with the Nuclear Implementing Agency (BATAN) and supervised by the Nuclear Supervisory Agency (BAPETEN). For REE to be optimally utilized through its exploitation, it is necessary to have a special regulation regarding REE as a mineral that can be cultivated, as well as to regulate more clearly regarding the authority of the parties to manage the waste from REE mining"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Prasetya
"Salah satu anoda korban yang paling banyak dipelajari adalah paduan Al-Zn-Sn, yang memiliki efisiensi arus sekitar 70%. Untuk meningkatkan efisiensi anoda korban paduan aluminium, logam tanah jarang seperti lantanum sering ditambahkan. Dari beberapa penelitian, penambahan logam tanah jarang menunjukkan efek yang berbeda, mulai dari peningkatan efisiensi arus hingga sealing effect pada lapisan pasif. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruhnya terhadap struktur mikro dan sifat korosi dari penambahan lantanum pada salah satu paduan aluminium yang sering digunakan, seperti Al-Zn-Sn. Variasi sampel uji adalah Al-Zn-0.5Sn-xLa dan Al-Zn-1Sn-xLa (x= 0,1; 0,3; 0,5). Sampel akan diuji mikroskop optik, SEM-EDS, polarisasi siklik, EPMA dan EIS. Dari pemetaan unsur dengan EDS dan EPMA, lantanum terdistribusi dalam matriks Al dan presipitat dengan membentuk senyawa intermetalik Al11La3. Hasil OCP menunjukkan penurunan seiring dengan peningkatan lantanum. Hasil OCP sekitar -1,2 V dimana hasil tersebut lebih tinggi dari OCP anoda korban tegangan rendah yaitu -0.85 vs SCE. Dari hasil polarisasi siklik, potensi pitting corrosion terlihat menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi lantanum. Dari hasil EIS, resistansi transfer muatan meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi lantanum. Dari hasil pengujian tersebut, paduan Al-Zn-Sn-La tidak dapat diklasifikasikan sebagai anoda korban tegangan rendah.
......One of the most studied sacrificial anodes is the Al-Zn-Sn alloy, which has a current efficiency of about 70%. To increase the efficiency of aluminium alloy sacrificial anodes, rare earth metals such as lanthanum are often added. From several studies, the addition of rare earth metals shows different effects, from increasing current efficiency until sealing effect on passive layer. Therefore, further research is needed on the effects on microstructure and corrosion properties of adding lanthanum to one of the frequently used aluminium alloys, such as Al-Zn-Sn. The variations of the test samples were Al-Zn-0.5Sn-xLa and Al-Zn-1Sn-xLa (x= 0.1, 0.3, 0.5). The samples were tested for optical microscope, SEM-EDS, EPMA cyclic polarization and EIS. From mapping from EDS and EPMA, lanthanum was distributed in Al matrix and precipitate by forming an intermetallic compound αAl11La3. OCP result shown decreasing as lanthanum increases. OCP result is about -1.2 V that higher than low voltage sacrificial anode OCP (-0.85V vs SCE). From the cyclic polarization result, potential of pitting corrosion was shown decreasing as the lanthanum concentration increased. Charge transfer resistance shown increasing as lanthanum concentration is increasing in EIS result. Therefore, Al-Zn-Sn-La cannot be classified as low voltage sacrificial anode."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Yusya Ramadhan
"Pengaruh unsur logam tanah jarang samarium terhadap paduan Al-5Zn-0.5Cu diteliti dengan pengamatan Optical Microscope OM dan Scanning Electron Microscope/Energy Dispersive Spectroscopy SEM/EDS serta pengujian Differential Scanning Calorimetry DSC dan Polarisasi Siklik. Kadar samarium yang diteliti adalah 0wt , 0.1wt , 0.3wt dan 0.5wt. Pengamatan OM dilakukan untuk melihat perubahan ukuran butir dan letak presipitat terbentuk. SEM/EDS dilakukan untuk mengetahui morfologi dari presipitat yang terbentuk dan identifikasi unsur-unsur yang ada pada permukaan.
DSC dilakukan untuk mengetahui proses transformasi fasa dan proses solidifikasi fasa intermetalik. Polarisasi siklik dilakukan untuk mengetahui perilaku korosi anoda korban Al-5Zn-0.5Cu-xSm. Kehadiran unsur samarium membentuk presipitat pada batas butir yang membuat butir-butir pada mikrostruktur menjadi lebih halus. Presipitat yang terbentuk merusak lapisan pasif aluminium pada permukaan paduan dan mempercepat laju korosi dengan membuat paduan menjadi lebih anodik.

The effect of addition of samarium rare earth on Al 5Zn 0.5Cu alloy was investigated with Differential Scanning Calorimetry DSC and Cyclic Polarization, complemented with Optical Microscope OM and Scanning Electron Microscope Energy Dispersive Spectroscopy SEM EDS observation. The content of samarium tested was 0wt, 0.1wt , 0.3wt and 0.5wt. Observation with OM was done to see the change of the grain size and the location of formed precipitates. SEM EDS was used to see the morphology of the formed precipitates and to identify elements present on the specimen surface.
DSC was used to know the phase transformation and solidification process of intermetallic phase. Cyclic polarization was used to know the corrosion characteristics of Al 5Zn 0.5Cu xSm. The presence of samarium formed precipitates on the grain boundary which made the grains on the microstructure finer. The formed precipitates impair the aluminium oxide film on the alloy surface and accelerate corrosion rate by making the alloy more anodic.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Permintaan terhadap logam tanah jarang meningkat sangat cepat akibat pertumbuhan yang tajam pada bidang teknologi terkini. Penelitian mengenai teknik pengambilan senyawa logam tanah jarang dari limbah pertambangan telah banyak berkembang, salah satunya adalah menggunakan limbah tailing bauksit yang dilakukan oleh Aulia 2018. Salah satu tahapan pengambilan kembali dari penelitian tersebut adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat cair ini dilakukan dengan menggunakan asam sulfat. Melihat betapa tingginya permintaan terhadap logam tanah jarang, peningkatan skala ekstraksi logam tanah jarang dari skala penelitian menjadi skala industri sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan skala ekstraksi, maka perlu didesain alat ekstraktor dengan skala yang lebih besar pula. Dalam mendesain ekstraktor, pemodelan terhadap bagaimana ekstraksi logam tanah jarang ini harus dilakukan. Dengan adanya model ekstraksi, memprediksi ukuran ekstraktor yang diperlukan lebih mudah dengan biaya dan waktu yang lebih sedikit.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan pemodelan ekstraksi logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit di dalam ekstraktor unggun diam. Tujuannya adalah untuk mengetahui yield ekstraksi tertinggi dan mendapatkan model yang dijadikan dasar landasan terhadap perancangan ekstraktor dengan aplikasi. Pada penelitian ini model matematik dan simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi yaitu: ukuran partikel, laju alir fluida, dan konsentrasi asam terhadap yield yang didapatkan. Ekstraktor unggun diam dengan ukuran tinggi unggun 30 cm dan diameter unggun 3 cm menghasilkan total ekstrak logam tanah jarang sebesar 0,0065761 gram selama waktu ekstraksi 300 menit. Hasil ekstraksi meningkat apabila ukuran jari-jari partikel tailing bauksit yang digunakan semakin kecil, laju alir asam sulfat semakin kecil dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan semakin besar. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi maka ekstraksi menggunakan ekstraktor unggun diam pada penelitian ini dinilai tidak layak secara ekonomi karena mendapatkan nilai net present value yang negatif sebesar Rp465.094.967. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk ukuran ekstraktor yang lebih besar dimana perlu memperhatikan koefisien dispersi secara angular dan tangensial. Ukuran ekstraktor yang lebih besar juga diharapkan memberikan hasil yang lebih optimum sehingga dapat lebih ekonomis.
......
Demand of rare earth elements is growing rapidly due to significant growth in advance information technology industry and other electronic appliances. Research about rare earth elements recovery from mining waste has been developed widely, one of them from bauxite tailing is done by Aulia 2018. Leaching is one of these recovery technology step. This leaching method uses sulfuric acid as solvent. Due to the high demand of rare earth element, scaling up extraction of rare earth element from laboratorium scale to industry scale has become very important. In order to scale extraction up, a larger extractor scale need to be designed. In designing extractor, model of how rare earth element extraction phenomeno happen has to be made. With this model, it will help to predict extractor size needed with less cost and time.
In this research, rare earth element extraction from bauxite tailing waste inside fixed bed extractor model is developed. Aim of this research are to know highest extraction yield and to obtain a model to be used in extractor designing. In this research, mathematics modelling and simulation are done to understand effect of operation condition such as particle size, fluid velocity, and acid concentration to yield obtained. Fixed bed extractor with size of 30 cm in height and 3 cm in diameter extracts 0.0065761 gram of rare earth element for 300 minutes of extraction. Extraction yield will increase if particle size is decreased, sulfuric acid flow rate is decreased and concentration of sulfuric acid is increased. Usage of this fixed bed extractor is not economically feasible with a negative net present value of Rp465.094.967. Research advancement could be done by creating model for bigger extractor size which consider angular and tangensial dispersion coefficient. Bigger extractor output is expected to have higher yield so that it will be more economic."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diara Dita Kenastiti
"Ekstraksi Logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit menggunakan roasting dan ekstraksi padat cair di dalam ekstraktor unggun diam telah diteliti. Dalam studi ini, tailing bauksit digunakan sebagai bahan baku untuk mengekstraksi Logam tanah jarang dalam upaya mengurangi dampak negatifnya dan menghasilkan Logam tanah jarang yang dapat dimanfaatkan untuk industri. Beberapa penelitian telah berhasil dilakukan dalam ekstraksi Logam tanah jarang dengan menggunakan sistem batch namun studi lebih dalam mengenai ekstraksi Logam tanah jarang menggunakan sistem kontinu masih sangat terbatas. Untuk itu, pada penelitian ini dilakukan ekstraksi Logam tanah jarang menggunakan sistem kontinu didalam ekstraktor unggun diam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil tertinggi Logam tanah jarang yang terekstrak dari limbah tailing bauksit dengan menggunakan ekstraktor unggun diam dengan menggunakan pelarut asam sulfat. Proses ekstraksi Logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit terdiri dari tiga tahap, yaitu perlakuan panas roasting, ekstraksi padat-cair tailing bauksit didalam ekstraktor unggun diam, dan proses pengendapan. Tailing bauksit diberi perlakuan panas roasting pada suhu 650oC selama 1 jam. Kemudian ekstraksi padat-cair leaching tailing bauksit dilakukan didalam ekstraktor unggun diam pada suhu 25oC selama 4 jam dengan laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan variasi asam sulfat H2SO4 2 dan 3 M. Proses terakhir adalah pengendapan pada larutan hasil ekstraksi. Logam tanah jarang hasil proses leaching diendapkan dengan dua tahap proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan natrium fosfat sebagai agen pengendapan.
Hasil leaching dikarakterisasi dengan menggunakan ICP-OES untuk mengetahui kandungan Logam tanah jarang yang terkandung didalam larutan proses ekstraksi. Dari hasil penelitian didapatkan yield Logam tanah jarang maksimum sebesar 70,9660 dengan logam tertinggi yaitu noedimium sebesar 167,761 mg/L pada kondisi operasi suhu 25oC dengan waktu proses leaching selama 4 jam dengan menggunakan asam sulfat 3M dan dari proses pengendapan didapatkan padatan Logam tanah jarang hidroksida sebesar 2,6 gram.
......
he extracting rare earth elements from bauxite tailing effluents using roasting and solid liquid extraction in a fixbed extractor has been studied. In this study, bauxite tailings are used as raw materials for extracting rare earth elements in an effort to reduce their negative impacts and produce rare earth elements that can be utilized for industry. Several studies have been successful in the extraction of rare earth elements using a batch system but in depth study of rare earth elements extraction using continuous systems is still very limited. For that, in this study extraction of rare earth elements using a continuous system in the fixbed extractor.
The purpose of this study was to obtain the highest yield of rare earth elements extracted from bauxite tailings by using a fixbed extractor using sulfuric acid solvent. The process of extracting rare earth elements from bauxite tailings is comprised of three stages, namely the roasting, the solid liquid extraction of bauxite tailing in the fixbed extractor and the precipitation. The bauxite tailings were subjected to roasting at 650oC for 1 hour. Then bauxite tailing extraction was carried out in a fixbed exctractor at 25 C for 4 hours at a flowrate of 1 mL min using a variations of sulfuric acid H2SO4 2 and 3 M. The final process is the precipitation of the extraction solution. The rare earth elements of the leaching process are precipitated by two stages of the deposition process using sodium sulfate and sodium phosphate as precipitation agents.
The leaching results were characterized by using ICP OES to determine the rare earth metal content contained in the extraction process solution. The result of the research shows that the maximum rare earth metal yield was 70.9660 and the highest metal is neodymium 167,761 mg L at operating conditions 25 C with 4 hours leaching process using 3M sulfuric acid and from the precipitation process obtained a rare earth elements hydroxide solids of 2.6 grams."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Alexander Tjhia
"Pemanfaatan logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE) dalam industri meningkat seiring perkembangan teknologi. Cerium (Ce) dan Ytterbium (Yb) adalah 2 dari 17 LTJ yang terbagi menjadi LREE dan HREE. Metode yang umum dipakai dalam industri adalah pelindian menggunakan basa. LTJ memiliki bentuk senyawa fosfat yang sulit untuk diproses lebih lanjut. Maka dari itu, senyawa fosfat didekomposisi menjadi hidroksida sebelum diubah menjadi oksida. Proses dekomposisi dengan milling menggunakan NaOH 33 wt% selama 120 menit. Dilanjutkan dengan pemanggangan selama 2 jam pada 400℃. Pencucian dilakukan pada 70℃ selama 30 menit dan pengeringan pada 120℃ selama 120 menit. Analisis dilakukan menggunakan XRF, XRF, dan SEM-EDS. Hasilnya menunjukkan adanya recovery dan kenaikan grade dari Ce dan Yb. Secara keseluruhan recovery dan grade Ce lebih tinggi dari Yb dan nilainya menurun seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Untuk ukuran partikel +65#, -65# +100#, -100# +140#, -140# +170#, dan -170#. %Grade dari Ce berturut-turut adalah 2,653; 4,116; 3,829; 1,861; dan 1,376. %Grade dari Yb 0,263; 0,159; 0,148; 0,117; dan 0,108. %Recovery dari Ce berturut-turut adalah 46,43; 44,77; 38,59; 18,07; dan 13,8. %Recovery dari Yb adalah 22,69; 22,44; 14,52; 11,21; dan 9,54.
......
The industry's use of rare earth metals (LTJ) or rare earth elements (REE) is increasing along with technological developments. Cerium (Ce) and Ytterbium (Yb) are 2 of the 17 LTJ divided into LREE and HREE. The method commonly used in industry is alkaline leaching. LTJ has a phosphate compound form which is difficult to process further. Therefore, phosphate compounds are decomposed into hydroxides before being converted into oxides. Decomposition process by milling using 33 wt% NaOH for 120 minutes. They were followed by roasting for 2 hours at 400℃. Washing was carried out at 70℃ for 30 minutes, and drying at 120℃ for 120 minutes. Analysis was performed using XRF, XRF, and SEM-EDS. The results show a recovery and grade increase of Ce and Yb. Overall the recovery and grade of Ce are higher than Yb, and its value decreases with decreasing particle size. For particle sizes +65#, -65# +100#, -100# +140#, -140# +170#, and -170#. %Grade of Ce respectively is 2.653; 4.116; 3,829; 1,861; and 1.376. %Grade from Yb 0.263; 0.159; 0.148; 0.117; and 0.108. %Recovery of Ce respectively is 46.43; 44.77; 38.59; 18.07; and 13.8. %Recovery of Yb is 22.69; 22.44; 14.52; 11.21; and 9.54."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggardha Anindito
"Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui studi kepustakaan untuk meninjau bagaimana hukum World Trade Organization dan secara khusus General Agreement on Trade and Tariff (GATT) mengatur mengenai penggunaan quantitative restriction dalam industri Logam Tanah Jarang untuk melindungi, manusia, binantang, dan tanaman, serta melakukan konservasi sumber daya tidak terbarukan. Penelitian ini akan meninjau penggunaan Klausul XX(b) dan XX(g) dari GATT dalam implementasi quantitative restriction dalam industri Logam Tanah Jarang melalui pembahasan kasus China-Rare Earth. Penelitian ini juga membahas kebijakan alternatif yang dapat ditempuh selain menggunakan quantitative restriction.
......This study uses normative juridical research methods through literature studies to review how the laws of the World Trade Organization and specifically the General Agreement on Trade and Tariff (GATT) regulate the use of quantitative restrictions in the Rare Earth Metals industry to protect humans, animals and plants, as well as to conserve non-renewable resources. This study will review the use of Clauses XX(b) and XX(g) of GATT in the implementation of quantitative restrictions in the Rare Earth Metals industry by discussing the case of China-Rare Earth. This research also discusses alternative policies that can be pursued besides using quantitative restrictions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>