Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohamad Syaugi
"Pada Jaringan Operator PT. Excelcomindo Pratama, khususnya area Jabodetabek, memiliki beban trafik MSC yang tidak merata. Skripsi ini membahas optimasi MSC dengan menerepakan sistem TS 23.236 sebagai salah satu solusi untuk meratakan beban pada MSC.
Dalam perencanaan MSC pool dengan konsep 3GPP TS 23.236 yang diperhatikan adalah struktur TMSI dan NRI. Jumlah identifikasi TMSI menjadi acuan untuk menentukan jumlah subscriber aktif yang berada pada area MSC Pool. Sedangkan NRI berfungsi menentukan untuk jumlah node. Area Jabodetabek dimana terdapat 31 BSC, 18 MGw, dan 10 MSC-Server, dalam skripsi ini dibagi menjadi 3 service pool area. Dari pembagian ini menyebabkan daya tampung seluruh area pool untuk Jabodetabek area adalah 19,996,000 subscriber aktif. Pembagian area pool tersebut adalah Pool 1, Jakarta yang mengarah ke Tanggerang dan serang, Pool 2, Jakarta yang mengarah kearah Bekasi dan Cikampek, Pool 3, Jakarta yang mengarah kearah Depok dan Bogor. Dari perencanaan didapatkan perhitungan bahwa beban yang akan diterima dengan mengaplikasikan MSC Pool adalah 50 ~ 60 %.
Dari hasil simulasi didapatkan bahwa MS akan terdistribusi secara merata ke seluruh MSC/VLR, dengan maksimum MSC/VLR adalah 800.000 subscriber. MS akan dialokasikan ke MSC/VLR secara berurutan. Trafik yang dihasilkan oleh BSC terdistribusi secara porposional berdasarkan kapasitas trunk yang di sediakan antar BSC ? MGw. Jika ternyata kapasitas trafik melebih kapasitas trunk yang ada, maka terdapat trafik yang hilang atau terbuang.

Cellular operator network, PT Excelcomindo Pratama, special in Jabodetabek area, have unbalance traffic load at MSC. This paper studying on optimize core network with 3GPP TS 23.236 application, as one of solution to balancing load MSC as core network.
In the plan MSC pool with 3GPP TS 23.236 concept which is attention on TMSI and NRI structure. Amount identifies TMSI become reference to determine the amount of active subscriber which resides in MSC Pool area. While function NRI determine to the amount of MSC node. Area Jabodetabek where there are 31 BSC, 18 MGW, and 10 MSC-SERVER, in this paper is divided to become 3 area pool services. From this division causes accommodate all pool area for the Jabodetabek of area is 19,996,000 active subscribe. Division of the pool area is Pool 1, Jakarta which flange to Tanggerang and Serang, Pool 2, Jakarta which flange toward Bekasi and Cikampek, Pool 3, Jakarta which flange toward Depok and Bogor. From planning by calculation that burden to be accepted with MSC Pool application is 50 ~ 60 %.
From result of simulation, MS distribution will flattened to all MSC/VLR, maximum MSC/VLR is 800.000 subscribers. Allocation MS to MSC/VLR alternately. Traffic which yielding by BSC, distribute by porposional pursuant to trunk capacities which providing between BSC - MGW. If in the reality traffic capacities more existing trunk capacities, hence there are missing traffic.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52309
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Agung Djatmiko
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S38772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Pragiwaksana
"[Sel punca mesenkim (MSC) dan sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) telah dilaporkan mampu berdiferensiasi menjadi hepatosit secara in vitro dengan berbagai tingkat maturasi hepatosit. Sebuah metode sederhana untuk proses deselulerisasi perancah hati telah dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi diferensiasi hepatosit dari iPSC dibandingkan dengan MSC dalam perancah hati yang dideselularisasi. Langkah pada penelitian ini adalah mengkultur iPSC dan MSC, mendeselularisasi hati kelinci, menyemai kultur sel ke dalam perancah, dan mendiferensiasikan menjadi hepatosit selama 21 hari dengan protokol Blackford yang dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), imunohistokimia (IHK) albumin dan cytochrome 3A4 (CYP3A4). Ekspresi gen albumin, cytochrome P450 (CYP450), dan cytokeratin-19 (CK-19) dianalisis menggunakan qRT-PCR. Pemeriksaan scanning electron microscope (SEM) dan immunofluorescence (IF) marker hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) dan CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) dilakukan. Diferensiasi hepatosit dari iPSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC dalam perancah hati yang dideselulerisasi menunjukkan pembentukan sel tunggal dan kapasitas adhesi pada perancah yang lebih sedikit, dan penurunan tren ekspresi albumin dan CYP450 yang lebih rendah. Jumlah penyemaian sel awal yang lebih rendah menyebabkan hanya beberapa iPSC menempel pada bagian-bagian tertentu dari perancah hati yang dideselularisasi. Injeksi jarum suntik manual untuk reselulerisasi yang tidak merata menciptakan pola pembentukan sel tunggal oleh hepatosit dari diferensiasi iPSC di perancah hati yang dideselulerisasi. Hepatosit dari diferensiasi MSC memiliki kapasitas adhesi lebih tinggi ke perancah hati yang dideselulerisasi yang mengarah pada peningkatan tren ekspresi albumin dan CYP450. Penurunan ekspresi gen CK-19 lebih banyak terjadi pada diferensiasi hepatosit dari iPSC. Hasil tersebut dikonfirmasi oleh adanya sinyal positif protein HNF4-α dan CEBPA dengan pemeriksaan IF yang menunjukkan hepatosit yang dewasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diferensiasi hepatosit dari iPSC pada perancah hati yang dideselularisasi lebih dewasa dengan adhesi sel-matriks ekstraseluler lebih rendah, distribusi sel spasial saling berjauhan, dan ekspresi albumin dan CYP450 lebih rendah dibandingkan dengan diferensiasi hepatosit dari MSC pada perancah hati yang dideselularisasi.

Mesenchymal stem cells (MSC) and induced pluripotent stem cells (iPSC) have been reported able to differentiate to hepatocyte in vitro with varying degree of hepatocyte maturation. A simple method to decellularized liver scaffold has been established by Faculty of medicine Universitas Indonesia. This study aims to evaluate hepatocyte differentiation from iPSCs compared to MSCs in decellularized liver scaffold. iPSCs and MSCs were cultured, rabbit liver were decellularized, cell cultures were seeded into the scaffold, and differentiated into hepatocytes for 21 days with modified Blackford protocol. Haematoxylin-Eosin (HE), Masson Trichrome (MT), immunohistochemistry (IHC) albumin and CYP3A4 was performed. Expression of albumin, cytochrome P450 (CYP450) and cytokeratin-19 (CK-19) genes were analyzed using qRT-PCR. Scanning electron microscope (SEM) and immunofluorescence (IF) examination of hepatocyte nuclear factor 4 alpha (HNF4-α) and CCAAT/enhancer-binding protein alpha (CEBPA) marker was performed. Hepatocyte differentiated iPSCs compared with hepatocyte differentiated MSCs in decellularized liver scaffold single–cell–formation and lower adhesion capacity in scaffold, and decrease trends of albumin and CYP450 expression. Lower initial seeding cell number causes only a few iPSCs to attach to certain parts of decellularized liver scaffold. Manual syringe injection for recellularization abruptly and unevenly create pattern of single–cell–formation by hepatocyte differentiated iPSCs in the decellularized liver scaffold. Hepatocyte differentiated MSCs have higher adhesion capacity to decellularized liver scaffold that lead to increase trends of albumin and CYP450 expression. CK-19 expression gene diminished more prominent in hepatocyte differentiated iPSCs. These results were confirmed by the presence of HNF4-α and CEBPA positive signal protein with IF examination, showing mature hepatocyte.The conclusion of this study is hepatocyte differentiated iPSCs in decellularized liver scaffold differentiation is more mature with lower cell-extracelullar matrix adhesion, spatial cell distribution far from each other, and lower albumin and CYP450 expression than hepatocyte differentiatedMSCs in decellularized liver scaffold.;

“Speak up” merupakan suatu fenomena sosial di mana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas (victim blaming), menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi mendukung hampir semua diberikan oleh perempuan, sebaliknya, reaksi tidak mendukug hampir semua diberikan oleh laki-laki. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

 


“Speak up” is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to explain the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda’s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The supportive reactions are mostly given by women, on the contrary, the unsupportive reactions are mostly given by men. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society.

 

;

“Speak up” merupakan suatu fenomena sosial di mana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas (victim blaming), menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi mendukung hampir semua diberikan oleh perempuan, sebaliknya, reaksi tidak mendukug hampir semua diberikan oleh laki-laki. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

 


“Speak up” is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to explain the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda’s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The supportive reactions are mostly given by women, on the contrary, the unsupportive reactions are mostly given by men. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society.

 

,

“Speak up” merupakan suatu fenomena sosial di mana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas (victim blaming), menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi mendukung hampir semua diberikan oleh perempuan, sebaliknya, reaksi tidak mendukug hampir semua diberikan oleh laki-laki. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

 


“Speak up” is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to explain the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda’s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The supportive reactions are mostly given by women, on the contrary, the unsupportive reactions are mostly given by men. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society.

 

]
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [2021;;, ]
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Rosjadi
"ABSTRAK
Mixer dan rolling, adalah telmologi mesin-mesin pengolah roti yang memiliki peranan penting dalam menghasillcan produk roti yang berkualitas dan meningkatkan produlctivitas produksi Pengolahan roti secara konvensional (manual) tidak dapat menjamin lcualitas produk yang dihasilkan dan kekontinuan produktivitas produksi. Mixer berfungsi untuk mengaduk bahan-bahan dasar roti hingga tercampur merata sedangkan rolling berfungsi untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam adonan, menghaluskan adonan dan menghilangkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap didalam adonan. Pemilihan material untuk komponen-komponen mixer dan rolling sangat berpengaruh terhadap effesiensi rancangan mesin mixer dan rolling.
Finite Element Analysis System adalah software/progani komputer untuk menganalisa secara struktural suatu komponen mesin dengan menerapkan metode elemen hingga. Analisa struktural dengan finite elemen analysis system ini dapat diterapkan untuk semuajenis dan bentuk benda, baik dalam tahap perancangan maupun pada produk jadi dengan ukuran/dimensi benda yang tidak terbatas Analisa pada tinite element analysis program ini dapat bempa Linier dan Nonlinier Static Analysis, Normal Mode Analysis dan Buokling Analysis.
Perhitungan kekuatan struktur dari komponen-komponen mixer dan rolling secara manual (teoritis) untuk mengetahui tegangan yang terjadi pada komponen aldbat pembebanan gaya-gaya yang bekerja terhadapnya sehingga didapatkan perbandingan tegangan hasil perhitungan dan tegangan ijin (τ ijin) dari material yang digunakan.
Kalkulasi atau perhitungan dengan memanfaatkan Finite Element Analysis Program diterapkan pada komponen Wadah Mixer. Pembuatan model struktur wadah dengan menerapkan parameter model berupa material wadah dan elemen properti, dan geometri meshing untuk mendiskretitasi model struktur wadah menjadi elemen-elemen yang dihubungkan dengan nodal secara manual (jumlah nodal pada model ditentukan). Parameter kondisi lingkungan model wadah berupa kondisi batas (konstrain) dan pembebanan yang terjadi pada wadah. Jenis analisa yang digunakan Linier Static Analysis dengan data output distribusi tegangan Plate Bottom Vonmises Stress. Tegangan maximum yang terjadi pada model struktur wadah tidak boleh melebihi tegangan ijin dari material yang digunakan.

"
2000
S37623
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Martua
"ABSTRAK
Latar Belakang: Perkembangan ilmu pengetahuan berhasil meningkatkan harapan hiduppasien yang mengalami infark miokardium. Namun pengobatan yang ada saat ini hanyamemperbaiki kondisi klinis pasien, tanpa adanya perbaikan otot jantung yang telah rusak.Hal inilah yang mendasari berkembangnya penelitian yang mempelajari tentang upayaregenerasi sel otot jantung dengan pemanfaatan sel punca yang salah satunya adalahMesenchymal Stem Cell MSC . Namun hasil yang didapatkan dari beberapa penelitianmenunjukkan hasil yang belum optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktordiantaranya adalah kadar dan fungsi dari sel punca yang tidak adekuat. Hingga saat inibelum ada penelitian yang mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi kadar MSCdalam Bone Marrow Mononuclear Cell BMMC pada pasien penyakit jantung iskemikkhususnya pengaruh fungsi sistolik ventrikel kiri.Tujuan: Menilai hubungan fungsi sistolik ventrikel kiri dengan kadar MSC dalam BMMCpada pasien penyakit jantung iskemik yang menjalani terapi sel punca Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan datasekunder. Subjek penelitian adalah pasien penyakit jantung koroner dengan fungsi sistolikventrikel kiri

ABSTRACT
Background The development of science succeeded in increasing the life expectancy of patients with myocardial infarction. However, existing treatments only improve the clinical condition of the patient, without any improvement of the damaged heart muscle. Thus supposrt the development of research that studies to regenerate heart muscle cells with stem cells, for example Mesenchymal Stem Cell MSC . However, the results from several studies have shown modest results. It is caused by several factors including the levels and function of stem cells is inadequate. Until now, no study has evaluated the factors affecting the levels of MSC in Bone Marrow mononuclear cell BMMC in patients with ischemic heart disease in particular the influence of left ventricular systolic function.Objective To assess the association of left ventricular systolic function with MSC levels in BMMC in patients with ischemic heart disease who underwent stem cell therapyMethods This was a cross sectional study using secondary data. Subjects were patients with coronary heart disease with left ventricular systolic function "
2016
T55656
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Fiolin
"Defek tulang luas belum memiliki solusi memuaskan walaupun dengan kemajuan teknik operasi dan agen biologis terbaru. Penggunaan sel punca mesenkimal (SPM) menunjukkan proliferasi dan diferensiasi minimal pasca implantasi. Sekretom dapat menjadi alternatif SPM sebagai produk siap pakai dengan efek osteoinduktor yang poten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sekretom pada penyembuhan defek luas tulang panjang pada tikus Sprague Dawley (SD) secara radiologis dan histologis. Sebanyak 60 ekor tikus SD dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol, SPM, sekretom, SPM+sekretom, dan SPM+sekretom+BMP-2. Setelah 2 dan 4 minggu, dilakukan pemeriksaan radiologis dengan skor RUST (Radiographic Union Score for Tibial) dan histomorfometri dengan Image J (total kalus, area penulangan, tulang rawan, fibrosis, dan void). Pada berbagai pasase dan waktu, BMP-2 hanya terdapat dalam kadar yang sangat kecil di dalam sekretom. Pemberian sekretom lebih superior pada kelompok lain secara radiologis dan histomorfometris pada setiap waktu. Pemberian sekretom mengandung banyak faktor pertumbuhan dan sitokin yang dapat mempercepat dan meningkatkan penyembuhan tulang. Implantasi SPM xenogenik dapat memperpanjang proses inflamasi pada dan kombinasinya dengan sekretom memberikan efek toksistas terhadap penyembuhan tulang Sekretom, baik digunakan secara tunggal maupun kombinasi dengan SPM dan BMP-2 merupakan agen osteoinduktor baru yang poten dalam perbaikan tulang pada model tikus dengan defek tulang luas.

Critical sized defect (CSD) has been a problem despite advanced surgical techniques and new biologic agent. Recent literatures have shown that bone marrow derived Mesenchymal Stem Cell (BM-MSC) proliferate and differentiate only in a small amount upon implantation. Meanwhile secretome which previously was considered as waste product during MSC culture, may now presents considerable advantages over living cells in terms of potency, manufacturing, storage, cost, and potential as a ready-to-go osteoinductor agent. The study aimed to determine the effect of secretome in the healing of CSD SD (Sprague Dawley) rat by radiographic and histologic analysis. A total of 60 SD-rat were divided into 5 groups including, control (normal saline), MSC, secretome, MSC+secretome, MSC+secretome+BMP-2. After 2 and 4 weeks, RUST (Radiographic Union Score for Tibia) and histomorphometric (callus, osseous, cartilage, fibrous and void area) evaluation using Image J are compared. Secretome group is superior to other group significantly in all parameters at all time. Implantation of xenogenic MSC might prolong the inflammation phase of bone healing while the MSC+secretome group suggest the toxicity effect decreasing the bone formation area. Secretome, whether used solely or combined with BM-MSC and BMP-2, is a novel, potent bone-healing agent for CSD in rat models."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Septianawanti
"CPOB atau Cara Pembuatan Obat yang Baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam CPOB tercantum persyaratan untuk ruang karantina. PT Hexpharm Jaya Laboratories memiliki ruang Work In Process (WIP) sebagai ruang karantina produk yang merupakan area penting dalam proses. Area ini digunakan sebagai tempat untuk karantina produk antara dan/atau tablet yang siap untuk dilakukan proses primary packaging. Kegiatan dan produk yang ada di ruang WIP harus sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), produk yang berada dalam ruang WIP harus jelas identitasnya, ruangan harus terjaga kebersihannya, wadah yang digunakan harus sesuai ketentuan, dan akses untuk memasuki ruang WIP harus terbatas hanya untuk orang yang memiliki wewenang, seperti supervisor dan PIC pada ruang produksi. Penumpukan dalam ruang WIP juga dapat menyebabkan mix up batch yang dapat terjadi apabila operator salah mengambil material atau saat operator menggeser wadah, label identitas dari produk yang menempel pada wadah terjatuh mengakibatkan kemungkinan label tertukar. Oleh karena itu, dalam tugas khusus ini penulis diminta untuk memanajemen ruang WIP agar lebih terstruktur dan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik dengan cara pembuatan mapping dan lay out pada ruang WIP. Hasil yang didapat, hampir semua aspek pada ruang WIP PT. Hexpharm Jaya Laboratorium sudah sesuai dengan pedoman CPOB, hanya aspek kerapihan saja yang masih perlu ditingkatkan. Aspek kerapihan dapat diatasi dengan memanajemen ruang WIP dengan pembuatan mapping, hasilnya cukup efektif untuk membuat ruang WIP lebih terstruktur sehingga dapat menghindari risiko mix up batch dan memudahkan operator dalam mencari MSC atau MSS yang akan diproses

CPOB or Good Manufacturing Practices of Drugs aims to ensure that drugs are made consistently, meet the stipulated requirements and are in accordance with their intended use. In the GMP, the requirements for quarantine rooms are listed. PT Hexpharm Jaya Laboratories has a Work In Process (WIP) room as a product quarantine room which is an important area in the process. This area is used as a place for quarantine of intermediate products and/or tablets that are ready for the primary packaging process. The activities and products in the WIP room must comply with the guidelines for Good Manufacturing Practices (GMP), the product in the WIP room must have a clear identity, the room must be kept clean, the containers used must comply with the provisions, and access to enter the WIP room must be limited to authorized persons, such as supervisors and PICs in the production room. Stacking in the WIP chamber can also cause a mix up batch which can occur if the operator picks up the wrong material or when the operator shifts the container, the identity label of the product attached to the container falls, resulting in the possibility of labels being confused. Therefore, in this special task, the author is asked to manage the WIP room so that it is more structured and in accordance with the guidelines for the Good Manufacturing Practice of Medicine by mapping and laying out the WIP room. The results obtained, almost all aspects of the PT. Hexpharm Jaya Laboratory has complied with GMP guidelines, only the tidiness aspect still needs to be improved. The neatness aspect can be overcome by managing the WIP space by making a mapping, the results are quite effective in making the WIP room more structured so as to avoid the risk of batch mix ups and make it easier for operators to find MSC or MSS to be processed."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vidya Siwi Nurhanifa
"Manajemen pemeliharaan memegang peranan penting dalam mendukung keberlangsungan sistem produksi di suatu industri manufaktur alas kaki. PT. X, salah satu industri manufaktur alas kaki mengalami isu kualitas produk akibat manajemen pemeliharaan mesin masih kurang baik. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu sistem pengukuran kinerja yang baik dan terstruktur. Maintenance Scorecard (MSC) digunakan untuk mengukur kinerja sekaligus menerjemahkan tujuan perusahaan ke dalam berbagai ukuran atau indikator-indikator yang tersusun dalam enam perspektif: productivity perspective, cost effectiveness perspective, safety perspective, quality perspective, learning perspective, dan environmental perspective. Penelitian ini dilakukan untuk membuat rancangan maintenance scorecard untuk perusahaan manufaktur alas kaki yaitu PT. X Hasil perancangan ini adalah usulan KPI di tiap level perusahaan pada masing-masing perspektif MSC. Dihasilkan sebanyak 25 KPI yang relevan, meliputi 7 KPI Productivity, 4 KPI Cost Effectiveness, 4 KPI Safety, 3 KPI Environmental, 4 KPI Quality, dan 3 KPI Learning. Dari hasil pembobotan KPI yang dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Network Process dapat diketahui indikator yang paling besar bobot atau kontribusinya terhadap pancapaian tujuan perusahaan, yaitu Maintenance Cost Ratio (35%), Energy and Water Consumption per unit production (11%), Defect Production Rate (8%) dan Number of Claimed Product (8%).

Maintenance management plays an important role in supporting the sustainability of the production system in the footwear manufacturing industry. PT X, one of the footwear manufacturing industries, is experiencing product quality issues due to poor machine maintenance management. Therefore, a good and structured performance measurement system is needed. Maintenance Scorecard (MSC) is used to measure performance while translating company goals into various measures or indicators arranged in six perspectives: productivity perspective, cost effectiveness perspective, safety perspective, quality perspective, learning perspective, and environmental perspective. This research was conducted to create a maintenance scorecard design for a footwear manufacturing company, PT. X The result of this design is a KPI proposal at each company level in each MSC perspective. As many as 25 relevant KPIs are produced, including 7 Productivity KPIs, 4 Cost Effectiveness KPIs, 4 Safety KPIs, 3 Environmental KPIs, 4 Quality KPIs, and 3 Learning KPIs. From the results of KPI weighting carried out using the Analytical Network Process method, it can be seen that the indicators with the greatest weight or contribution to the achievement of company goals are Maintenance Cost Ratio (35%), Energy and Water Consumption per unit of production (11%), Defect Production Rate (8%) and Number of Claimed Product (8%)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Azizah
"Fibrosis hati merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Terapi yang efektif dalam mengatasi fibrosis hanyalah transplantasi hati, tetapi mahal dan sulit didapatkan sehingga diperlukan alternatif lain. Umbilical cord mesenchymal stem cell (UC-MSC) mampu mendegradasi matriks ekstraselular sehingga potensial mengatasi fibrosis. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh UC-MSC terhadap fibrosis pada hati kelinci (Oryctolagus cuniculus). Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 16 hati yang terdiri dari 2 kelompok normal, 7 kelompok fibrosis model ligasi duktus bilier (LDB), dan 7 kelompok fibrosis yang diinjeksi UC-MSC secara intrahepatika (LDB + UC-MSC). Penelitian dilakukan dengan analisis histologi dan ekspresi gen Matrix Metalloproteinase-2 (­MMP-2). Sediaan histologi diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin untuk analisis sistem penilaian Laennec dan Masson Trichrome untuk analisis area fraksi kolagen. Analisis ekspresi gen MMP-2 dilakukan dengan metode qRT-PCR. Hasil analisis histologi berdasarkan sistem penilaian Laennec antara kelompok LDB dan LDB + UC-MSC tidak terdapat perbedaan, sedangkan persentase area kolagen menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,0001). Hasil analisis ekspresi gen MMP-2 pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p = 0,2593). Dapat disimpulkan bahwa UC-MSC dapat mengurangi area fraksi kolagen dengan kecenderungan peningkatan ekspresi gen MMP-2 walaupun belum terdapat perubahan secara morfologi.

Liver fibrosis is a disease with high morbidity and mortality. The effective therapy is liver transplantation, but it is expensive and difficult, so needs alternative. Umbilical cord mesenchymal stem cell (UC-MSC) can degrade extracellular matrix which is potential to decrease fibrosis. The study aims to know the effect of UC-MSC on liver fibrosis in rabbits (Oryctolagus cuniculus). The sample is 16 livers consisting of 2 normal groups, 7 groups of biliary duct ligation fibrosis models (LDB), and 7 groups of fibrosis injected intrahepatic UC-MSC (LDB + UC-MSC). The study uses histological and matrix metalloproteinase-2 (MMP-2) gene expression analysis. Histological slides were stained by Hematoxylin-Eosin for Laennec scoring system and Masson Trichrome for analyze collagen fractions area. Analysis of MMP-2 gene expression was assessed using qRT-PCR. The results of histological analysis based on the Laennec scoring system showed no difference between the LDB and LDB + UC-MSC groups, while the percentage of collagen area showed a significant difference (p <0.0001). The results of the MMP-2 gene expression in the two groups showed no significant difference (p = 0.2593). The conclusion is UC-MSC can reduce the collagen fraction area with a tendency to increase MMP-2 gene expression although no change in morphology."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>