Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lies Mariani
"Penelitian ini berjudul "Penggambaran Adegan Relief Cerita Bertemakan Lukat Pada Bangunan Suci Masa Singhasari - Majapahit (abad 13-15 Masehi): Suatu Ritus-Upacara Peralihan".
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan lukat, dari beberapa bangunan suci Candi dengan latar belakang agama Hindu dan Buddha, diperkirakan pula agama dari kaum rsi. Melihat dari data artefaktual (relief), antara lain relief Garudeya yang terdapat pada Candi Kidal, Rimbi, Kedaton. Relief Ku jarakarwa yang terdapat pada Candi Jago, relief Sri Tanjung yang terdapat pada Pendopo Teras 11 Candi Panataran, Candi Jabung, Surawana, Kari Agung Gapura Bajangratu, Relief Sudamala yang terdapat pada Candi Tegowangi dan Sukuh. Relief Nawaruci yang terdapat pada Candi Sukuh dan Punden Berundak Candi Kendalisada. Selanjutnya akan disetarakan dengan data tekstual (naskah susastra) antara lain, naskah Garudeya, Kui jarakarna, Sri Tanjung, Sudamala dan Nawaruci. Mengingat relief merupakan bagian dari karya arsitektur selain memiliki nilai estetika, juga memiliki nilai simboilis religius.
Lebih lanjut akan dikaitkan dengan teori `ritus-upacara' peralihan dari Van Gennep (1975), kemudian dihubungkan dengan sistem religi yang terdiri dari lima komponen religi antara lain, yaitu; (1) emosi keagamaan; (2) sistem keyakinan;(3) sistem ritus dan upacara; (4) peralatan ritus dan upacara; (5) umat agama. Lebih lanjut komponen sistem keyakinan dalam suatu sistem religi yang berwujud pikiran dan gagasan manusia, menyangkut sistem nilai, sistem norma keagamaan, menyangkut ajaran kesusilaan, dan ajaran doktrin religi yang mengatur tingkah laku manusia (Koentjaraningrat, 1980). Karena di dalam naskah-naskah yang telah dibahas ini khususnya lukat, hubungannya dengan sistem religi diperkirakan diuraikan dengan sangat tersamar.
Hasil analisa dari pembahasan kajian mengenai lukat ini, akan dicoba untuk melihat fungsi lukat dan perkembangan selanjutnya yang kemungkinan diperkirakan sebagai ruwat, merupakan suatu `ritus' atau `upacara'.
Lukat dan ruwat ini apakah suatu upacara yang berkaitan dengan suatu tujuan dari magi (ilmu gaib), seperti dijelaskan oleh Raymond Firth (1953: 124-125). Demikian pula dapat disesuaikan dengan pendapat K.T.Preusz (1869-1938), bahwa lukat diperkirakan merupakan suatu `ritus' atau `upacara'yang terdiri dari upacara magis dan upacara religi, yaitu adanya dua aspek dari satu tindakan yang bersifat magis seringkali nampak dalam upacara religi, atau disebut sebagai magisch religios (religio magis) (dalam Koentjaraningrat, 1980: 69; Santiko 1995:2)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Darmawan
"Kitab Kutaramanawa Dharmasastra Kerajaan Majapahit (KMD), merupakan kitab perundang-undangan yang berlaku di Kerajaan Majapahit. KMD merupakan kitab hukum yang mengatur hukum pidana dan hukum perdata, meskipun pengaturan hukum pidana lebih banyak dari hukum perdata. Keseluruhan pasal KMD terjemahan Slamet Muljana berjumlah 271 Pasal, dan pasal yang mengatur hukum pidana berjumlah 154 pasal. Penelitian ini berpijak kepada suatu permasalahan besar, di mana KMD sebagai salah satu kitab hukum kuno warisan kearifan lokal Nusantara, merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang belum digali dan belum mendapat perhatian serius baik dari DPR dan Pemerintah Indonesia, praktisi, maupun akademisi hukum. Dari permasalahan tersebut, mendorong peneliti untuk melahirkan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu : apa sajakah jenis tindak pidana dan pidana yang terkandung dalam KMD, apa sajakah asas-asas hukum pidana dan pemidanaan yang terkandung dalam KMD, dan bagaimanakah perbandingan asas-asas hukum pidana dan pemidanaan yang terdapat dalam KMD dan KUHP. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini hanya memfokuskan kepada aspek hukum pidananya saja melalui penelitian studi dokumen dengan pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Sumber data utama dalam penelitian ini adalah KMD terjemahan Slamet Muljana, selain itu juga digunakan data sekunder berupa bahan hukum primer : KUHP, bahan hukum sekunder : buku-buku, jurnal-jurnal, makalah, disertasi, hasil penelitian, dan bahan hukum tersier : ensiklopedia, kamus, dan data internet. Dalam menguraikan pasal-pasal yang terdapat dalam KMD, penelitian ini menggunakan juga metode penafsiran berdasarkan hermeneutika Paul Ricour yang bertolak dari isi dan makna teks yang tampak (tersurat) terhadap makna teks yang tersembunyi (tersirat). Penelitian ini menggunakan teori hermeneutika Gadamer dan teori pemidanaan sebagai suatu pisau analisis. Dengan teori hermenetika Gadamer, khususnya melalui metode Fusion of Horison, maka akan didapat suatu pemahaman teks di masa lalu ke masa kini, melalui penafsiran teks KMD yang disandingkan dengan KUHP, sehingga didapat produktivitas makna melalui rekonstruksi teks di masa silam (KMD) yang diproyeksikan ke masa kini (KUHP).Teori pemidanaan digunakan sebagai pisau analisis dalam membedah tindak pidana, pidana, serta asas-asas hukum pidana dan pemidanaan, juga asas persamaan di depan hukum yang terdapat dalam KMD. Dari penelitian ini, diketemukan temuan-temuan penting berupa tindak pidana yang meliputi : astadusta (pembunuhan dan yang berkaitan dengan pembunuhan), kawula (perlakuan terhadap hamba), astatjorah (pencurian dan yang berkaitan dengan pencurian), sahasa (paksaan), paradara (perbuatan mesum/perbuatan asusila), wakparusya (penghinaan/caci maki), dandaparusya (menyakiti/penganiayaan), kagelehan (kelalain), atukaran (perkelahian), dan duwi latek (fitnah/kebohongan). Temuan pidana berupa pidana pokok yang meliputi : pidana mati, pidana denda, pidana potong anggota tubuh yang bersalah, ganti kerugian (patukucawa), pidana tambahan meliputi : tebusan, penyitaan, uang pembeli obat (patibajampi), uang pakuramas/patepung tawar/isuh-isuh, perkara disiarkan kepada umum, pengusiran dari desa tempat tinggalnya, dan pidana tambahan lainnya. Temuan perumusan sanksi pidana berupa perumusan sanksi pidana secara tunggal dan kumulatif. Adapun temuan intinya berupa temuan asas-asas hukum pidana dan pemidanaan dalam KMD, yaitu meliputi : asas legalitas, asas kesalahan, asas penyertaan (deelneming), asas gabungan tindak pidana (samenloop/concursus), tujuan pemidanaan, pertanggungjawab an pidana, alasan peniadaan pidana (straf uit luiting gronden), alasan pemberat pidana, alasan peringan pidana, dan asas persamaan di depan hukum (equality before the law). Temuantemuan tersebut merupakan suatu perbandingan asas-asas hukum pidana dan pemidanaan dalam KMD dan KUHP, yang memberikan manfaat bagi pengayaan sejarah hukum pidana Indonesia dan memberikan suatu refleksi bagi pembaharuan hukum pidana Indonesia

The Book of Kutaramanawa Dharmasastra of Majapahit Kingdom (KMD) is the book of rules and regulations enforced in Majapahit Kingdom. KMD constitutes the book of laws that governs criminaland civil laws despite governing criminal law is much more than the civil laws. The entire articles of KMD, which is translated by Slamet Muljana totaling 271 Articles and the articles that govern criminal laws totaling 154 articles. This study grounds upon a big problem where KMD as one of ancient legal code of the Nusantara local wisdom inheritance, which is the Indonesia’s original law which has not been further studied and received serious attention from the House of Representative and the Indonesian Government, practitioners or legal academics. The problem urges the researcher to create some research questions, namely: what are the types of criminal acts and punishment contained in KMD?, what are legal principles of crime and punishment contained in KMD? and how is comparison of legal principles of crime and punishment contained in KMD and criminalcode. To answer such research problems, this study only focused on criminal legal aspect through documentary study with use of historical approach and statute approach. The main data sourcein this study is KMD translated by Slamet Muljana, beside that it also used secondary data in the form of primary legal materials: Criminal Code, secondary legal materials: books, journals, papers, dissertation, research results and tertiary legal materials: encyclopedia, dictionary and internet data. In breaking down articles in KMD, this research also used interpretation method based upon Paul Ricour’s hermeneutical theory which is grounded from content and meaning of explicittext towards implicit text. This research used Gadamer’s hermeneutical theory and punishing theory as an analysis knife.With use of Gadamer’shermeneuticaltheory,particularlythrough Fusion of Horison method, it would be found a text understandingin the past to the present time, through text interpretation of KMD which is alignedwiththeCriminalCode, itisfoundmeaningproductivity through text reconstruction in the past time (KMD)which is projected to the present time (KUHP). The punishing theory is used as an analysis knife in breaking down criminal act, crime and legal principles of crime and punishment, and also equality principle before the law set out in KMD. Important findingsin this research are criminal actsincluding: astadusta(murdering and associated with murdering), kawula (treatment towards slave), astatjorah (stealing and associated withstealing),sahasa (coercion), paradara (immoral act), wakparusya (insulting/invectiving), dandaparusya (hurting/torturing), kagelehan (ignorance), atukaran (fighting), and duwi latek (slander/deceit). Findings of punishment are in the form of primary punishment including: death punishment, fine punishment, punishment of cutting of guilty body part,compensation punishment (patukucawa), additional punishments in the form of: redemption, confiscation, drug buyer’s money (patibajampi), fees (pakuramas/patepung tawar/isuh-isuh), the case is announced to the public, expulsion from the village where he lives and other additional punishments. Findings of formulation of criminal sanction in the form of formulation of criminal sanction individually and cumulatively. The core findings are in the form of findings of legal principles of crime and punishment in KMD, namely: legality principle, guilt principle, participation principle (deelneming), criminal act combining principle (samenloop/concursus), punishment objective, punishment accountability, reasons of deletion of punishment (straf uitluiting gronden), reasons ofpunishmentaggravation,reasons of punishment alleviation and equality before the law principle. Such findings constitute a comparison of legal principles of crime and punishment in KMD and KUHP, that give benefits in enriching Indonesia’s criminal law history and gives a reflection to the Indonesia’s criminal law principles."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifryansyah Putra
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas analisis makna simbol yang berada di Masjid Agung Demak. Pada skripsi ini menggunakan teori semiotik yaitu memahami simbol atau makna berdasarkan segitiga makna. Kemudian dalam skripsi ini menggunakan beberapa teori untuk mengacu pada pembahasan skrispi ini. Beberapa teori yang digunakan dalam skripsi ini seperti teori kebudayaan, teori kebudayaan Islam, teori kebudayaan Jawa, teori akulturasi, dan teori simbol dan makna. Peneliti mendapat beberapa temuan yang menjadi bahasan skripsi ini. Temuan yang pertama adanya akulturasi pada bagian atap Masjid Agung Demak serta puncak atap Masjid Agung Demak. Kemudian akulturasi kedua terdapat pada bagian utama Masjid Agung Demak seperti pada gambar penyu, keramik, pintu dan jendela. Kemudian terdapat mihrab, mimbar, dan serambi pada Masid Agung Demak yang mengacu kepada masjid yang pertama dibangun oleh Nabi Muhammad. Kemudian terdapat kentongan dan bedhug yang memiliki akulturasi dari Cina. Selain itu, keramik yang ada di dalam Masjid Agung Demak juga akulturasi dari Cina. Ketiga adalah hiasan dalam Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit seperti, hiasan pintu petir, gambar penyu, dan hiasan kaligrafi pada makam para raja. Keempat pada halaman Masjid Agung Demak memiliki akulturasi dan makna dari Majapahit seperti kolam, Gapura, dan pagar masjid. Kelima adalah lokasi Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit. Sebenarnya pendirian lokasi Masjid Agung Demak dipengaruhi oleh Kerajaan Demak sebelum berdiri. Sampai pada akhirnya Kerajaan Demak berpindah yang saat ini sebagai kota Demak dan didirikan Masjid Agung Demak.

ABSTRACT
This Thesis is discuss/talked about analysis the meaning of symbol in Agung Demak Mosque. This thesis use semiotic method which is understanding the triangle of meaning. Then this thesis use several theory referred to this thesis discussion. Several theory that used in this thesis such as culture theory, moeslim culture theory, Javaness culture thory, acculturation theory, and the theory symbol and meaning. Researcher discovered view things that become the discussion of this thesis. The firs discovery: there is an acculturation that found in the part of the Agung Demak Mousque rooftop also an the top of the rooftop of Agung Demak Mosque. The second discovery is in the main part of Agung Demak Mosque like the picture of turtle, ceramics, door, and window. And then there are mihrab, mimbar, and serambi which is the part of Agung Demak Mosque that referred to the first mosque built by the prophet Muhammad saw. After that there is ?kentongan? and ?bedhug? that have the acculturation from China. Besides that, ceramics in the Agung Demak Mosque are also acculturation from China. The third is the gatnish/ornament inside Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit such as ?pintu petir?, the drawing of turtle, ?kaligrafi? garnish/ornament in the king‟s grave. Fourth, they yard of Agung Demak Mosque has the acculturation and meaning from Majapahit such as the pool, ?gapura? and the mosque gate. Fifth, is the location of Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit. Actually the decision of Agung Demak. Mosque location is affected by the Kingdom of Demak before it way built in the end, the Kingdom of Demak moved to a city that right now we call it Demak city and established Agung Demak Mosque."
2015
S58747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Yudo Wahyudi
"Candi Panataran merupakan salah satu peninggalan kebudayaan materi dari masa Hindu-Buddha yang berada di daerah Blitar, Jawa Timur. Candi ini diketahui dibangun dari masa Majapahit berdasarkan temuan beberapa angka tahun yang berada pada berbagai komponen di kompleks percandian. Penemuan Prasasti Palah yang in situ dari jaman Kadiri menjadikan beberapa sarjana menghubungkan candi ini dengan bangunan suci Palah yang telah ada sejak masa Kediri. Berbagai komponen dalam percandian ini menyiratkan pada suatu sifat keagamaan tertentu yang menjadi dasar bagi percandian ini. Upaya rekonstruksi keagamaan dilakukan dengan pendekatan arkeologi sejarah yang didukung aleh sumber data artefaktual berupa komponen percandian dan data tekstual baik primer maupun sekunder. Metode fenomenologi agama dipandang sesuai untuk mengungkap makna berbagai fenomena keagamaan yang muncul di kompleks ini.
Pengungkapan rekonstruksi keagamaan tidak terlepas dari penerapan lima unsur religi yang biasa digunakan untuk mengkaji masalah keagamaan. Tokoh utama yang dipuja merupakan kajian utama untuk dapat merekonstruksi sifat keagamaan candi Pengungkapan tokoh utama yang dipuja ini sebagai penjabaran dari konsep keyakinan yang dianut. Komponen lain yang dikaji adalah tentang ritual keagamaan yang terjadi di kompleks percandian ini dan terkait dengan tata upacara yang dilakukan. Terakhir adalah upaya merekonstruksi fungsi candi ini yang berkaitan dengan umat keagamaan, karana kegiatan umat pendukungnya akan menunjukkan sejauh mana fungsi bangunan suci ini masih terus dapat bertahan.
Candi Panataran merupakan bangunan suci yang memiliki keunikan-keunikan dibandingkan dengan pola percandian yang sejaman dengannya. Keberadaan candi ini juga didukung oleh berbagai pemberitaan dalam sumber tekstual. Keunikan dan kekayaan data tersebut pada akhirnya dapat membantu untuk merekonstruksi berbagai unsur keagamaan yang berhubungan dengannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windyasti Sulistyo
"Masa Singhasari-Majapahit yang berlangsung dari abad ke-13--15 M, meninggalkan bangunan-bangunan suci dengan bentuk dan arsitektur yang beragam. Selain itu, pada tiap-tiap percandian yang didirikan pada masa tersebut juga memiliki penataan yang berbeda-beda. Hal itulah yang melatari penelitian tentang penataan percandian Hindu pada masa Singhasari-Majapahit, dengan melihat pola penataan dart komponen bangunan candi induk, candi (bangunan) perwara, pagar keliling, gapura pintu masuk, serta bangunan lain yang mungkin saling berbeda pada setiap percandian. Selain itu mencari hubungan kelanjutan dalam pendirian bangunan suci dari Masa Singhasari-Majapahit dengan masa sebelumnya (masa klasik tua).
Penelitian berkisar masalah deskripsi dari komponen bangunan, mengenai ukuran, arah hadap, keletakan. Percandian yang dijadikan ruang lingkup penelitian adalah Candi Kidal, Candi Singasari, Candi Jawi, Candi Panataran, Candi Sumberjati, Candi Bangkal, dan Candi Tegawangi. Untuk mengetahui bentuk penataan tiap percandian, dilakukan dengan melihat bentuk tiap komponen bangunan, dan mencari tabu ukuran, arah hadap, jarak antar komponen bangunan. Jika semua data tersebut diketahui, diperbandingkan setiap komponen bangunan candi yang ada dan dicari tabu apakah terdapat hubungan kelanjutan dengan masa sebelumnya.
Hasil penelitan yang dicapai menunjukkan bahwa pada percandian masa Majapahit-Singhasari masih menunjukkan adanya kesinambungan bentuk penataan dengan masa sebelumnya. Hal ini terlihat dengan adanya penggunaan bangunan perwara, walaupun beberapa percandian memiliki bentuk yang bebeda, namun hal tersebut dapat dimaklumi karena adanya perbedaan pandangan dari masyarakat pendukung pada saat itu, juga selisih waktu yang ada sangat jauh, Selain itu, hubungan kelanjutan antar masa Singhasari-Majapahit dengan masa sebelumnya terlihat dengan penggunaan unsur agama yang masih banyak dianut pada masa itu, yaitu Hindu dan Buddha. Hubungan kelanjutan penataan percandian juga terlihat dengan masih digunakannya bangunan perwara sebagai banguna pendamping dari candi induk, Selain itu, sangat mungkin juga bahwa candi perwara tersebut juga digunakan sebagai tempat menaruh dan menyimpan alat-alat upacara keagamaan, selain juga sebagai tempat pelaksanaan upacara keagamaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library