Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eddy Yusron
Abstrak :
Dari perairan Takofi Maluku Utara telah berhasil dikumpulkan sekitar 22 jenis fauna Ekhinodermata yang mewakili 6 jenis Holothuroidea, 4 jenis Asteroidea, 5 jenis Echinoidea dan 7 jenis Ophiuroidea. Kelompok bintang mengular atau Ophiuroidea merupakan kelompok yang paling menonjol untuk daerah lamun. Dari analisa kuantitatif diperoleh nilai indek diversitas tertinggi ditemukan pada stasiun II (H1 = 1,19), nilai indek kemerataan teringgi terdapat pada stasiun III (J = 0,99) dan nilai indek kekayaan jenis tertinggi didapatkan pada stasiun I (D = 1,22).
Echinoderm Biodiversity in the Takofi Coastal Waters, Moti Island, North Maluku. A total of 22 echinoderm species were found in Takofi waters, North Maluku. They were represented by 6 species of holothuroidea, 4 species of asteroidea, 5 species of echinoidea and 7 species of ophiuroidea. The Ophiuroidea were relatively common in seagrass area. The quantitative analysis on the abundance data revealed the highest diversity index of faunal assemblage at station II (H'=1.19). The highest evenness index was exhibited by the echinoderms from station III (J = 0.99), while the highest species richness was represented by them from station I (D = 1.22).
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ridwan Lessy
Abstrak :
Bencana tsunami masih menjadi acaman wilayah pesisir di Indonesia karena intersitas gempabumi yang tinggi di wilayah ini dan singkatnya waktu tempuh gelombang tsunami ke daratan. Untuk itu, warga masyarakat perlu dipersiapkan untuk menghadapi bencana ini dengan menyusun peta jalur evakuasi tsunami. Peta evakuasi disusun secara partisipatif dengan melibatkan semua elemen pemangku kepentingan untuk mendapatkan kesepahaman persepsi antara semua pemangku kepentingan. Tujuan penyusunan peta jalur evakusi untuk memudahkan dan mengarahkan warga melalukan evakuasi mandiri menuju ke tampat yang lebih aman. Peta jalur evakuasi ini akan semakin efektif apabila ditindaklanjuti dengan penyusnan rencana aksi, sosialisasi dan simulasi secara terus menerus untuk mengevaluasi peta yang telah disusun.
Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, 2020
600 JPM 3:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rahman
Abstrak :
Disertasi ini membahas mengenai Penataan Maluku Utara pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda yang berdampak pada berakhirnya Kerajaan Loloda di Pesisir Pantai Barat Laut Halmahera. Lingkup temporal kajian disertasi ini dimulai dari 1817 sampai pada berakhirnya masa pemerintahan Kerajaan Loloda di Halmahera Utara pada 1915. Pada 1817 Belanda kembali mengambil alih kekuasaan atas seluruh Kawasan Laut dan Kepulauan Maluku dari kekuasaan Pemerintahan Kolonial Inggeris. Segera setelah itu, Pemerintah Kolonial Belanda, langsung membuat tiga kontrak pertama dengan para raja dan sultan serta penguasa-penguasa pribumi lainnya di Maluku Utara, terutama dengan Ternate, Tidore, dan Bacan. Tiga kontrak pertama itu adalah Kontrak 1817, 1822, dan 1824 yang melibatkan raja dan penguasa Loloda di dalamnya. Ketiga kontrak pertama itu dijadikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai dasar pembuatan kontrak-kontrak politik selanjutnya untuk menata Maluku Utara. Setelah dikaji secara mendalam, nampak terlihat bahwa substansi setiap kontrak tersebut hampir semuanya hanya menguntungkan pihak Pemerintah Kolonial Belanda. Terdapat empat aspek utama yang ditata oleh Belanda dalam setiap kontrak yang disepakatinya dengan para raja dan Sultan di Maluku Utara itu, yakni: 1) wilayah; 2) politik pemerintahan; 3) ekonomi dan perdagngan; dan 4) sosial budaya dan keagamaan. Selama dalam masa kekuasaannya di Maluku Utara Pemerintah Kolonial Belanda telah melakukan sebanyak tiga kali penataan wilayah pemerintahan termasuk daerah-daerah di sepanjang Pesisir Pantai Barat Halmahera yang dikuasai Kerajaan Loloda. Periodisasi penataan pemerintahan atas Maluku Utara yang dimaksud adalah: pertama, periode 1817—1865; kedua, periode 1866—1897; dan yang ketiga, periode 1898—1908. Dalam penataan kedua dan ketiga, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pengambilalihan dominasi Raja Loloda, Sultan Ternate, dan penguasa pribumi Maluku Utara lainnya atas hak kepemilikan dan pengelolaan potensi ekonomi sumber daya alam khususnya lahan hutan, pertanian, dan perkebunan yang menghasilkan komoditi perdagangan menguntungkan bagi para Pengusaha Kolonial Belanda. Dampak yang ditimbulkan oleh Penataan Maluku Utara oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam bidang politik dan ekonomi menimbulkan penentangan penduduk Loloda dengan tindakan perlawanan pimpinan Kapitan Sikuru pada 9 Februari 1909. Perlawanan itu timbul karena faktor pemungutan pajak, pengerahan tenaga kerja, dan persoalan konversi agama sebagai konsekuensi dari penataan Maluku Utara. Setelah Pemerintah Kolonial Belanda berhasil menumpas perlawanan itu, Kerajaan Loloda kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda seiring dengan meninggalnya Raja Loloda terakhir, Kolano Syamsuddin Syah (1906—1909) pada 1915. Peristiwa pembubaran itu menyebabkan Kerajaan Loloda mengalami kemerosotan entitas politik dan degradasi kedaulatan, yang berujung pada berakhirnya kerajaan tersebut di pesisir pantai barat laut Halmahera.
This dissertation discusses the structuring of North Maluku during the Dutch Colonial Government which had an impact on the end of the Loloda Kingdom on the West Coast of Halmahera. The temporal scope of this dissertation study began from 1817 until the end of the reign of the Kingdom of Loloda in North Halmahera in 1915. In 1817 the Dutch again took power over the entire Sea Zone and the Maluku Islands from the British Colonial Government. Soon after, the Dutch Colonial Government immediately made the first three contracts with kings and sultans and other indigenous rulers in North Maluku, especially with Ternate, Tidore, and Bacan. The first three contracts were Contracts 1817, 1822 and 1824 involving the king and the ruler of Loloda in them. The three contracts were made by the Dutch Government as the basis for making further contracts to organize North Maluku. After being studied in-depth, it seems that the substance of each contract is almost all of which only benefits the Dutch East Indies Colonial Government. There are four main aspects arranged by the Dutch in each contract that he agreed with the Sultan of North Maluku, namely: 1) territory, 2) government politics, 3) economy and trade, and 4) social culture, and religion. During his reign in North Maluku, the Dutch East Indies Colonial Government had conducted three times the arrangement of government areas including areas along the Western Coast of Halmahera which were controlled by the Kingdom of Loloda. The period of governance arrangement in North Maluku is: first, the period 1817-1865; second, the period 1866-1897; and the third, the period 1898-1908. In the second and third arrangements, the Dutch Colonial Government seized the domination of King Loloda, Sultan of Ternate, and other indigenous rulers of North Maluku over ownership rights and management of the economic potential of natural resources, especially forest land, agriculture, and plantations which produced profitable trading commodities for the Dutch Businessman. The impact caused by the North Maluku Colonial Arrangement by the Dutch Colonial Government in the political and economic fields caused opposition to the population of Loloda with the Kapitan Sikuru leadership on 9 February 1909. The resistance arose because of tax collection, labor mobilization, and the problem of religious conversion as a consequence of the arrangement of North Maluku. After the Dutch Colonial Government succeeded in quelling the resistance, the Loloda Kingdom was later dissolved by the Dutch Colonial Government along with the death of the last King Loloda, Kolano Syamsuddin Syah (1906-1909) in 1915. The dissolution incident caused the Loloda Kingdom to experience a decline in political entities and the degradation of sovereignty, which led to the end of the kingdom on the Northwest Coast of Halmahera.
2019
D2775
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Litamahuputty, Betty
Abstrak :
Ternate Malay is a local variety of Malay in Ternate, a small island in the Maluku Utara province in eastern Indonesia. The majority of speakers live in Ternate town, where it serves as mother tongue as well as a means of communication between people of various ethnic and linguistic backgrounds. In the last few decades there is a growing scholarly interest in local Malay varieties, particularly in the eastern part of Indonesia. This article is a short description of Ternate Malay based on the idea that words in Ternate Malay receive their meaning in the combination with other words and that the linguistic context as well as the non-linguistic situation in which they occur, determine the most suitable interpretation of utterances. It is shown how certain words facilitate the determination of the interpretation.
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zaidan Najmuddin
Abstrak :
The government has a contribution to ensuring the stability of economic growth. The existence of regional autonomy and fiscal decentralization gives the authority to develop their regions independently by utilizing their potential. In 2020, Maluku Utara's economic growth grew by 4.92 percent, the value tends to be stable, but the contribution to the national economy is very slight. From a fiscal perspective, a component that determines the economic direction is government spending. However, Maluku Utara's government spending tends to be weak and fluctuating. The condition indicates that the relationship between government spending and economic growth is inconsistent. Several objectives were set to provide an overview of the economic structure, analyze the impact of government spending on the output and value-added of the economic sector, and identify government spending by the function that affects economic growth in Maluku Utara. This study uses the I-O table impact analysis and panel data regression analysis. Based on the impact analysis of the I-O table, capital spending has the most output impact and added value in the construction sector. Meanwhile, government consumption and total government spending impact the Government Administration sectors most. Then, from the panel data regression analysis results, three variables have a significant influence, namely spending by function on economics, education, and health. However, there is an anomaly in the government spending on the economy with a negative effect of 0.003190. That indicates the items allocated to government spending by function on economics in Maluku Utara are ineffective.
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2022
330 JPP 6:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Dewi Megawati
Abstrak :
Seperti pada negara Asia Tenggara lainnya, hemoglobinopati umum ditemukan di Indonesia. Berbeda dengan studi mengenai mutasi thalassemia beta yang sudah banyak dilakukan, pengetahuan mengenai spektrum dan frekuensi thalassemia alpha pada populasi di Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi spektrum mutasi thalassemia-αo pada populasi Gayo, Maluku Utara, dan Sumba. Penelitian dilakukan menggunakan 800 sampel darah yang diperoleh dari Gayo (218), Maluku Utara (389), dan Sumba (193) pada tahun 2005-2011. Berdasarkan parameter hematologi diketahui frekuensi pembawa sifat thalassemia-α+ sebesar 15,25% (122/800) dan pembawa sifat thalassemia-αo 11% (88/800). Karakterisasi spektrum mutasi thalassemia dilakukan pada 88 sampel terduga pembawa sifat thalassemia-αo. Pada studi pendahuluan telah dilakukan analisis DNA untuk mendeteksi mutasi jenis delesi yang umum didapatkan pada populasi Asia Tenggara dengan metode PCR multipleks dan terdeteksi 3 jenis delesi gen globin alpha pada 46 sampel (46/88, 53%) yaitu homozigot (16/88) dan heterozigot (29/88) delesi 1 gen globin alpha tipe 3,7kb dan 4,2kb, dan heterozigot delesi 2 gen globin alpha tipe SEA (1/88). Pada penelitian ini dilakukan deteksi mutasi lanjutan pada sampel yang tidak terdeteksi dengan metode tersebut (42/88) dan sampel heterozigot untuk mutasi delesi 1 gen globin alpha (29/88), menggunakan teknik PCR-RFLP, MLPA, dan sekuensing. Hasil penelitian ini mendeteksi 6 jenis mutasi thalassemia alpha pada 6 sampel yaitu Hb Adana (kodon 59 GGCGly>GACAsp α2) yang umum ditemukan pada populasi Asia Tenggara, dan mutasi yang tidak umum seperti IVS-116 A>G α2 dan Hb Evanston (kodon 14 TGGTrp>AGGArg α1) ditemukan pada populasi Gayo dan tiga jenis mutasi baru ditemukan pada populasi Maluku Utara yaitu IVS1 del24bp nt11-34 α2, kodon 137 ACCThr>ACTThr α2, dan IVS2 nt-34 G>A α2. Sedangkan di Sumba terdeteksi hanya mutasi delesi 3,7kb dan delesi 4,2kb dengan frekuensi yang tinggi. Jenis delesi yang tidak umum di Asia Tenggara tidak ditemukan menggunakan teknik MLPA. Studi ini menyediakan data yang sangat bernilai dan memberikan informasi dasar yang berguna untuk program kontrol dan manajemen thalassemia di Indonesia.
In Indonesia, like other Southeast Asian countries, various hemoglobinopathies are commonly found. In contrast to the beta thalassemia study which has been carried out to define the frequency and the spectrum of the mutations, the study of alpha thalassemia in Indonesian population is still very limited. The aim of this study is to define the spectrum of αo-thalassemia determinants existing in Gayo, North Mollucca, and Sumba populations. A total of 800 blood samples were collected from Gayo (218), North Molluca (389), and Sumba (193) during the period of 2005-2011. Based on hematology parameter, the study revealed the frequency of α+-thalassemia carrier was 15.25% (122/800) whereas the frequency of αo-thalassemia carrier was 11% (88/800). Characterization of alpha thalassemia spectrum mutation had been performed for those 88 samples suspected αo-thalassemia. Preliminary study had been carried out to detect common deletional mutation in Southeast Asia using multiplex PCR and characterized 3 types of alpha globin gene deletions in 46 out of 88 samples (53%), which are homozygous (16/88) and heterozygous (29/88) for one gene deletion of 3.7kb and 4.2 kb deletion types, and heterozygous two genes deletion SEA type (1/88). This study had been performed using the more advance methods namely PCR-RFLP, MLPA, and sequencing techiques to examine the samples which the multiplex PCR failed to define the causative mutations (42/88) and heterozygous for one gene deletion (29/88). This study revealed 6 types of mutation in 6 samples, there are Hb Adana (codon 59 GGCgly>GACAsp α2) which is commonly found in Southeast Asia, uncommon mutation IVS-116 A>G α2 and Hb Evanston (codon 14 TGGTrp>AGGArg α1) were found in Gayo, and 3 novel mutations such as IVS1 del24bp nt11-34 α2, codon 137 ACCThr>ACTThr α2, and IVS2 nt-34 G>A α2 were discovered in North Molluca. None of uncommon deletional types were detected by MLPA in this study. While in Sumba only 3.7kb and 4.2kb deletion were detected in high frequency. This pilot study provides valuable and basic information that could be useful for the management and control program of thalassemia in Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilsa Dieastuty Salim
Abstrak :

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana gambaran aspirasi akademik remaja putri untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Kejuruan (STM). Penelitian dilakukan pada sejumlah siswi SLTP di kabupaten Maluku Utara dan Halmahera Tengah, propinsi Maluku. Peneiitian ini juga bertujuan mengetahui siapa yang mempengaruhi mereka dalam pemilihan sekolah Ianjutan atas dan adakah hubungan antara aspirasi akademik untuk melanjutkan pendidikan dengan sifat-sifat positif dan negatif yang ada dalam diri remaja.

Pemilihan pokok permasalahan, dilandasi oleh kenyataan bahwa umumnya siswi SLTP kurang banyak yang berminat untuk melanjutkan pendidikannya ke STM. Hal ini disebabkan ada anggapan di dalam masyarakat bahwa STM adalah sekolah khusus pria. Di samping itu, ada juga anggapan bahwa wanita tidak perlu berpendidikan iinggi, tugas wanita adalah mengurus rumah tangga. Akibatnya, banyak wanita yang kemudian tidak berpendidikan tinggi. Padahal di Indonesia, wanita diharapkan banyak berperan daiam pembangunan negara. Hambatan utamanya adalah karena wanita sendiri masih banyak yang berpendidikan rendah, kurang memiliki ketrampilan, di samping sistem kemasyarakatan daerah yang tidak menonjolkan peran wanita. Hal tersebut membuat para wanita terjerumus untuk bekerja di sektor-sektor informal yang sifatnya memang mudah dimasuki dan tidak beraturan sehingga dapat menampung sejumlah besar tenaga kerja yang tidak memiliki ketrampilan dan cendemng berpendidikan rendah, misalnya menjadi pembantu rumah tangga.

Di saat banyak Tenaga Kerja Wanita (TKW) diekspor ke luar negeri yang sebagian besar untuk menjadi pembantu rumah tangga, timbul masalah lain yaitu, kurang terjaminnya keselamatan para TKW selama mereka bekerja di Iuar negeri. Untuk itu, pemerintah Indonesia kemudian mengambil keputusan dengan melakukan pemulangan TKW ke tanah air secara besar-besaran. Dengan demikian berarti jumlah pengangguran di negara Indonesia semakin banyak. Belum termasuk jumlah pengangguran akibat PHK sebagai imbas dari krisis ekonomi yang sedang dialami bangsa, kemudian penganggur yang berasal dari angkatan kerja baru, dan pekerja yang belum mendapal kesempatan kerja di tahun sebelumnya. Berdasarkan alasan di atas dan melihat pada kelebihan-kelebihan SMK (STM) dalam membekali lulusannya dengan ketrampilan-ketrampilan khusus dan didukung oleh maraknya upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas SMK, maka peneliti tertarik unluk mengangkat hal tersebut sebagai topik penelitian. Selain itu, peneliti juga mempertimbangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh kaum wanita dalam bekerja. Upaya pemenntah tadi dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan menaga pelaksana di chmia induslri sebagai tenaga terampil yang siap menerima instruksi untuk melakukan pekerjaan secara Iangsung.

Dengan teknik incidental sampling, subyek sebanyak 87 orang siswi kelas 3 (tiga) dan SLTP Negen 1 Ternate dan Tidore dilibatkan sebagai sampel peneIitian. Usia subyek berkisar antara 13-16 tahun.

Dalam menggali aspirasi akademik subyek dan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan kuesioner aspirasi. Sedangkan untuk mengetahui tinggi rendahnya sifat-sifat positif dan negatif dalam diri subyek digunakan skala Bem's Sex Role Inventory (BSRI).

Pada pengolahan data skala BSRI dilakukan analisa faktor (analisa 2 faktor). Hasil analisa 2 faktor itu kemudian disebut sebagai sifat-sifat positif, yaitu sifat-sifat yang mendukung dan sifat-sifat negatif, yaitu sifat-sifat yang tidak mendukung subyek dalam mencapai keberhasilan di masa yang akan datang (dalam hal ini, untuk melanjulkan pendidikan ke SLTA atau STM). Metode analisa data yang Iain digunakan persentase, sedang untuk mengetahui bagaimana hubungan antara beberapa variabel digunakan tabulasi silang dengan rumus Chi-Square. Pada penelitian ini, dilakukan uji validitas dan reliabililas alat tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah siswi SLTP yang mau melanjutkan pendidikan ke SMU lebih banyak dari yang mau melanjutkan ke STM. Dan yang mempengaruhi aspirasi akademik subyek untuk melanjulkan pendidikan ke SLTA (baik SMU maupun SMK) adalah diri subyek sendiri, yaitu variabel sifat-sifat positif dan sifat-sifat negatif yang ada di dalam diri subyek. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi aspirasi akademik dari luar diri subyek adalah pengaruh pihak keluarga. Dari penelitian ini diketahui bahwa Bapak adalah orang yang Iebih mempengaruhi subyek di dalam keluarga selain anggota keluarga yang lain. Secara keseluruhan gambaran aspirasi akademik subyek untuk melanjutkan pendidikan adalah sedang, tinggi, kemudian rendah.

Hasil utama penelitian ini yaitu ada hubungan antara tinggi rendahnya aspirasi akademik untuk melanjutkan pendidikan ke STM dengan tinggi rendahnya Sifat-sifat Negatif di dalam diri remaja putri Ternate dan Tidore. Kemudian hasil lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara tinggi rendahnya aspirasi akademik untuk melanjutkan pendidikan ke STM dengan tinggi rendahnya Sifat-sifat Positif di dalam diri remaja putri Ternate dan Tidore.

Hasil penelitian ini mungkin dapat bermanfaat bagi pihak sekolah (SLTP), khususnya pihak pengajar dalam mengarahkan murid-murid yang akan melanjutkan pendidikan ke SLTA. Dengan demikian mereka dapat mempersiapkan diri sejak dini dalam memilih SMK atau SMU dengan mempertimbangkan keadaan dirinya (baik internal maupun eksternal). Selain ilu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pula bagi siswi SLTP untuk mempertimbangkan SMK (STM) sebagai pilihan mereka mengingat tenaga mereka cukup dibutuhkan dalam pembangunan khususnya dalam sektor industri.

Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah agar masyarakat hendaknya mengubah pandangan mereka bahwa STM adalah sekolah yang lebih pantas untuk pria sehingga para siswi tidak ragu Iagi untuk melanjutkan pendidikannya ke STM. Dengan demikian mereka diharapkan dapat menjadi tenaga kerja terampil yang siap pakai dan bermanfaat bagi pembangunan khususnya di sektor industri.
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Noor Aminah Saleh
Abstrak :
Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan oleh Badan Pusat Statistik menemukan bahwa Maluku Utara telah menempati peringkat pertama sebagai provinsi paling bahagia di Indonesia selama lima tahun berturut-turut. Meskipun begitu, Maluku Utara tergolong sebagai salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat kesetaraan gender yang rendah. Populasi dewasa muda di Maluku Utara juga kerap kali menjadi korban dan pelaku dalam data mengenai kasus-kasus kekerasan dalam hubungan. Oleh karena itu, penelitian ini menguji kembali hubungan antara kesejahteraan subjektif dan sikap terhadap kesetaraan gender pada 226 orang dewasa muda berusia 20 - 40 tahun di Maluku Utara. Gender Egalitarianism Attitude digunakan untuk mengukur sikap terhadap kesetaraan gender, dan The PERMA-Profiler digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan negatif signifikan antara kesejahteraan subjektif dan sikap terhadap kesetaraan gender. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber dalam meneliti egalitarianisme gender di Indonesia, dan dapat digunakan sebagai acuan Indeks Pembangunan Gender di Indonesia, terutama di Maluku Utara. ......The Happiness Level Measurement Survey by the Central Statistics Agency found that North Moluccas has consistently ranked first as the happiest province in Indonesia for five consecutive years. However, North Moluccas is categorized as one of the provinces in Indonesia with a low level of gender equality. The young adult population in North Moluccas often becomes victims and perpetrators in romantic relationship violence data. Therefore, this study reexamines the relationship between subjective well-being and attitudes toward gender equality among 226 young adults aged 20 - 40 in North Moluccas. The Gender Egalitarianism Attitude is used to measure attitudes toward gender equality, and The PERMA-Profiler is used to measure subjective well-being. The results of the correlation analysis show a significant negative relationship between subjective well-being and attitudes toward gender equality. The findings of this research can serve as a source for studying gender egalitarianism in Indonesia and can be used as a reference for the Gender Development Index in Indonesia, especially in North Moluccas.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Yulfarida
Abstrak :
Pasca runtuhnya Orde Baru, isu pemekaran wilayah di Indonesia ramai muncul ke permukaan. Maluku Utara muncul sebagai salah satu wilayah yang menuntut otonomi daerah dan terlepas dari provinsi induknya, Maluku. Gagasan ini muncul setelah upaya pengajuan pembentukan Provinsi Maluku Utara pada tahun 1958 tidak mendapat tanggapan dan gagasan ini tenggelam pada masa Orde Baru. Pada masa Presiden Habibie, pemerintah pusat dan daerah sama-sama setuju mengenai pembentukan Provinsi Maluku Utara. Tantangan kemudian muncul antara pemerintah pusat dengan masyartakat dan elite lokal Maluku Utara, di mana pemerintah pusat dinilai lambat dan tidak serius oleh masyarakat dan elite lokal Maluku Utara dalam memroses pengesahan Undang-Undang. Sedangkan pemerintah pusat menilai tindakan masyarakat dan elite lokal Maluku Utara yang melakukan demo sepanjang awal tahun 1999 terlalu berlebihan. Persaingan elite lokal antar dua kesultanan kembali mengemuka yang terwujud dalam perdebatan dalam penentuan ibukota provinsi, serta konflik sosial dan konflik politik yang terjadi setelah Maluku Utara dibentuk. Kehidupan awal Maluku Utara sebagai provinsi baru diwarnai konflik sosial hingga diberlakukannya darurat sipil. Selain itu, pemilihan gubernur pertama menjadi bukti kebangkitan demokrasi lokal yang mengarah pada primordialisme. Pembentukan Provinsi Maluku Utara ini membawa dampak bagi berkembangnya kesejahteraan rakyat di Maluku Utara dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi provinsi. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah kontemporer yang menggunakan metode wawancara dan penelusuran arsip sezaman. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi sejarah pembentukan Provinsi Maluku Utara serta sejarah politik lokal di Indonesia.
After the fall of New Order, issues of formation of new provinces in Indonesia emerged. North Maluku appeared as one of regions which claimed for a regional autonomy to be separated from its main province, Maluku. These ideas emerged after efforts in requesting the establishment of the new province on 1958 had not been responded by the central government and so these ideas were concealed in New Order era. In the era of President Habibie 39 s leadership, central and local governments had come to an agreement to establish North Maluku Province. Thus many challenges rose between central government and local society along with its elites who perceived that the central government had been too slow and had not taken the matter seriously in order to legalise the laws of new province establishment. On the other hand, the central goverment perceived the measures taken by the local society and elites by doing demonstrations during first half 1999 to be an exaggeration. Local elite rivalries between the two sultanates reappeared as manifested in the debates in the determination of the provincial capital, as well as the social conflicts and political conflicts that occurred after the North Moluccas were formed. After establishing a new province, the early establishment of North Maluku was marked with social conflicts and this led to civilian emergencies. In addition to that, the first election of governor became a proof of rising local democratization, which directed to primordialism. The establishment of North Maluku brought about impacts in an increase in the society welfare, due to the growth of the province economy. This is a contemporary historical research, which uses methods by interviews and taking notes of historical archives. This research is done in hopes of contributing for historical studies of the establishment of North Maluku Province and the history of local politics in Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library