Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Dwi Iriyanti
Abstrak :
Tesis ini mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan yang diperjualbelikan setelah terjadinya perceraian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 14/Pid.B/2019/PN.PML. Adapun permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum atas jual beli harta bersama dimana salah satu pihak tidak memberikan persetujuan dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh PPAT. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan penelusuran data sekunder dari berbagai dokumen sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa bilamana salah satu pihak tidak mengetahui dan memberikan persetujuan atas jual beli harta bersama maka jual beli tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur obyektif yaitu sebab yang halal. Hal tersebut dikarenakan persetujuan pasangan bersifat mutlak dalam pelaksanaan jual beli atas harta bersama. Dalam jual beli harta bersama setelah terjadinya perceraian peran penting tidak hanya berupa persetujuan dari mantan pasangan suami istri tetapi juga perlunya sikap kehati-hatian dari PPAT yakni PPAT harus hadir dan memastikan bahwa pihak yang bertandatangan adalah pihak yang berwenang. Akibat dari ketidakhati-hatian PPAT menyebabkan kerugian. Selain itu PPAT juga harus bertanggungjawab dan terancam sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018
This thesis about marital properties obtained during marriages which are traded after the divorce based on the Decision of Pemalang District Court Number 14/Pid.B/2019/PN.PML. The problem raised is the legal consequences of the sale and purchase of marital properties in which one party does not give consent and responsibility that must be borne by the Land Deed Making Officer (PPAT). The research method used is normatif juridical with secondary data retrieval from various primary, secondary and tertiary legal source document. The approach used is qualitative with descriptive analytical research type. The result of the study stated that if one of the parties does not know and give approval for the sale of marital assets the sale and purchase will be null and void by law because it does not fulfill the objective element which is halal cause. That is because the consent of the spouse is absolute in the conduct of buying and selling of joint marital properties. In the sale and purchase of marital properties after the divorce the important rule is not only in the form of approval from a former husband and wife but also the need for prudence from the PPAT that is the PPAT must be present and ensure that the signatory is an authorized party. As a result of carelessness PPAT causes losses. Because PPAT must also be responsible and threatened administrative sanction as Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 2 of 2018
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Riani Iskandar
Abstrak :
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan membedakan harta benda perkawinan berupa harta bersama yang diperoleh selama perkawinan dan harta bawaan yang diperoleh masing-masing suami isteri serta berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pada saat atau sebelum perkawinan para pihak dapat membuat perjanjian perkawinan yang memisahkan harta kekayaan mereka sehingga masing-masing mengurus sediri harta baik yang dibawa ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh sepanjang perkawinan. Lain halnya jika terdapat penetapan pengadilan yang menetapkan salah satu pihak baik suami maupun isteri berada dalam pengampuan dan tidak dapat mengurus hartanya, sedangkan sidang perceraian sedang berlangsung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, dimana penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan harta perkawinan dan perjanjian perkawinan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa bahan kepustakaan. Kesimpulan yang diperoleh adalah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan belum mengatur secara lengkap mengenai harta bersama dan perjanjian perkawinan. Jika melihat tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga yang baik maka pengurusan suami terhadap harta benda istri dapat dibenarkan selama perkawinan tersebut belum berakhir. Suami dapat melakukan pengurusan terhadap harta isteri namun apabila setelah pengampuan tersebut berakhir maka suami harus bertanggung jawab terhadap pengurusan tersebut kepada Balai Harta Peninggalan selaku pengampu pengawas. Pengurusan harta tersebut dilakukan semata-mata untuk kepentingan isteri. Apabila terdapat kerugian akibat kelalaian suami maka suami wajib mengganti kerugian tersebut.
ABSTRACT
Law Number 1 of 1974 on Marriage defines two types of marital properties: joint property, which is acquired during marriage, and separate property, which is acquired by each husband and wife and is under each party’s power, providing that it is never stated otherwise. On the occasion of or prior to marriage, both parties may produce a prenuptial agreement which separates their properties, so that they may administer their own properties which were acquired by each party both before or during the marriage. Nevertheless, similar arrangement does not apply when a court’s decision has ruled that one of the parties (either the husband or the wife) is put under the guardianship of her/his spouse and deemed incapable of administering her/his own property, nevertheless, those parties eventually applied for a divorce. This study applies a juridical-normative research approach in which references are made to legal norms stipulated in laws on the management of marital properties and prenuptial agreement. This study utilizes secondary data in the form of literature resources. It concludes that Law Number 1 of 1974 on Marriage does not provide comprehensive regulation on joint property and prenuptial agreement. Based on the assumption that a husband should be a responsible head of his family, which appointed a husband as the guardian of his wife’s property, is justifiable provided that the marriage has not been terminated. During marriage, a husband can administer his wife’s property; however, when the marriage is terminated, he has to be deemed responsible for anything related to the said property during his guardianship to Balai Harta Peninggalan as a supervisor guardians. He must administer the property only for the benefit of his wife. Should there be any damage or loss due to his negligence, he is required to perform indemnification.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Gracia Irjanto Putri
Abstrak :
Maraknya interaksi yang melewati batas-batas negara serta meningkatnya hubungan hukum yang berupa perkawinan campuran, membawa potensi namun juga permasalahan-permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum yang muncul adalah terkait dengan hak Warga Negara Asing (WNA) atas tanah, baik yang berasal dari harta benda perkawinan maupun pewarisan. Di Indonesia, pengaturan mengenai harta benda perkawinan dengan unsur asing masuk ke dalam bidang status personal. Sedangkan hukum warisan tidak termasuk status personal, meskipun kaidah Hukum Perdata Internasional (HPI) yang tidak tertulis juga menunjuk hukum nasional dari si pewaris. Dengan menelaah kasus-kasus yang ada di Indonesia, tulisan ini akan menunjukkan bahwa penerapan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, khususnya terkait dengan tanah yang merupakan objek harta benda perkawinan dan pewarisan dengan unsur asing. Hal tersebut, membuka peluang bagi WNA untuk memiliki tanah hak milik di Indonesia lebih daripada jangka waktu yang ditetapkan di dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. ......The multitude of interactions that cross countries' borderlines and the increasing numbers of legal relationships in terms of mixed marriages generate both advantages and legal complications. One of the legal difficulties that emerged is related Foreign Citizens’ right upon land ownership derived from marital property or inheritances. In Indonesia, the regulations regarding marital properties are included within the qualification of personal status. However, the inheritance laws are not included within the qualification of personal status as well, but the unwritten principle of Private International Laws also refers to the testator’s national law. This research will show that the implementation of Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles still requires further clarification, primarily related to the lands that are the object of marital properties and inheritance with foreign elements. That matter becomes the loophole for foreigners to possess land ownership rights in Indonesia that surpasses the maximum period regulated in Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library