Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luqyaanaa Mursyidah Zahra Ash-Shalehah
Abstrak :
Microbial Fuel Cell fotosintetik yang memanfaatkan mikroalga dikenal sebagai Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC). Salah satu faktor penting yang memengaruhi produksi energi oleh MmFC adalah kadar oksigen sebagai akseptor elektron. Oksigen yang dilepaskan oleh mikroalga dipengaruhi oleh cahaya dan konsentrasi karbondioksida. Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa interaksi konsorsium Chlorella-Spirulina dapat meningkatkan produksi biomassa dan kadar oksigen. Pada penelitian ini, peningkatan produksi listrik dilakukan melalui variasi rasio konsorsium, serta pengaturan pencahayaan dan asupan karbondioksida. Variasi konsorsium dilakukan pada rasio volume 1:1, 3:2, dan 2:1. Alterasi intensitas cahaya (3000-6000 lux) dan asupan karbondioksida diberikan pada MmFC. Pada densitas optik 0,4 dan pH antara 7-8, diperoleh laju pertumbuhan mikroalga maksimum 0,09/jam dan konsentrasi 3,49 g/L pada komposisi 3:2. Kadar oksigen terlarut maksimum mencapai 6,765 dan turun hingga 0,85 ketika kenaikan produksi listrik. Kondisi ini menghasilkan rata-rata tegangan 397,21 mV dan power density 304,54 mW/m2. Asupan karbondioksida yang diberikan tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan terhadap kinerja optimum MmFC namun memberikan hasil lebih stabil selama proses operasi. Rata-rata tegangan dan power density yang dihasilkan adalah 409,23 mV dan 312,80 mW/m2 pada laju pertumbuhan maksimum mikroalga 0,06/jam (pH 6-8). ...... Photosynthetic Microbial Fuel Cell that uses microalgae is known as Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC). One important factor influencing the production of bioelectricity in MmFC is the oxygen content as an electron acceptor. Light and carbon dioxide influences the amount of oxygen released by microalgae. Previous research had shown that using microalgae in the form of a Chlorella-Spirulina consortium could increase biomass and oxygen production. In this study, increase in electricity production was accomplished through variations in the consortium's ratio, as well as lighting and carbon dioxide intake adjustments. Volume ratios of 1:1, 3:2, and 2:1 was used in the consortium variations. Alteration of light intensity (3000-6000 lux) and carbondioxide intake were given to MmFC. At an optical density of 0.4 and a pH between 7-8, the maximum microalgae growth rate was 0.09/hour and concentration were 3.49 g/L at 3:2 composition. The maximum dissolved oxygen level reaches 6.765 and decreases to 0.85 when electricity production increases. This condition produces an average voltage of 397.21 mV and a power density of 304.54 mW/m2. The intake of carbon dioxide given did not achieve a significant difference in performance of MmFC but shows more stable results throughout operation process. The average voltage and power density generated were 409.23 mV and 312.80 mW/m2 at a maximum microalgae growth rate of 0.06/hour (pH 6-8).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Enggar Fiasti
Abstrak :
Ketersediaan energi menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia, namun saat ini produksi energi masih bergantung pada konsumsi bahan bakar fosil. Meningkatnya permintaan energi yang disertai dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil, menyebabkan ketertarikan untuk mencari sumber energi terbarukan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satunya melalui penggunaan sistem berbasis biologis, yaitu Microalgae-Microbial fuel cell (MmFC). Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC) merupakan perangkat biokimia yang memanfaatkan,proses fotosintesis mikroalga untuk mengubah energi matahari menjadi listrik melalui reaksi metabolisme simultan dengan bakteri. Bakteri yang digunakan pada sistem ini dapat berupa kultur murni ataupun kultur campuran yang berasal dari limbah. Berangkat dari kondisi tersebut maka terdapat 2 optimasi yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu optimasi jenis bakteri (bakteri indigenous limbah tempe dan bakteri Acetobacter aceti) dan optimasi waktu inkubasi limbah tempe (0 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari). Kinerja MmFC pada optimasi jenis bakteri ditinjau berdasarkan power density, sedangkan pada optimasi waktu inkubasi limbah tempe ditinjau berdasarkan power density dan bioremediasi limbah (%penurunan BOD dan COD). Hasil optimasi jenis bakteri, menunjukkan bahwa bakteri indigenous limbah tempe memberikan nilai power density lebih besar daripada bakteri A. aceti (PDmaks = 812,746 mW/m2; PDrata-rata = 438,310 mW/m2). Sementara itu, hasil optimasi waktu inkubasi limbah tempe, menunjukkan bahwa inkubasi limbah tempe selama 14 hari merupakan waktu inkubasi yang paling optimal ( PDmaks = 1146,876 mW/m2; PDrata-rata = 583,491 mW/m2; %penurunan COD = 46,011%; %penurunan BOD = 47,172%) ......The availability of energy is an essential need for human life, but currently, energy production still depends on the consumption of fossil fuels. The increasing energy demand, accompanied by the decrease of fossil fuel reserves, has caused interest in finding sustainable and environmentally friendly renewable energy sources. One of them is through the use of a biological-based system, namely Microalgae-Microbial fuel cell (MmFC).Microalgae-microbial Fuel Cell (MmFC) is a biochemical device that utilizes the photosynthetic process of microalgae to convert solar energy into electricity through simultaneous metabolic reactions with bacteria. The bacteria used in this system can be pure cultures or mixed cultures from waste. Based on these conditions, there are 2 optimizations carried out in this research, namely optimization of the type of bacteria (indigenous bacteria of tempeh waste and Acetobacter aceti bacteria) and optimization of incubation time of tempeh waste (0 days, 3 days, 7 days, and 14 days). The performance of MmFC on the optimization of bacterial species was reviewed based on the power density, while the optimization of incubation time for tempeh waste was reviewed based on the power density and waste bioremediation (% decrease in BOD and COD). The results of the optimization of the type of bacteria showed that the indigenous bacteria of tempeh waste showed a power density value greater than that of A. aceti bacteria (PDmax = 812.746 mW/m2; PDaverage = 438.310 mW/m2). Meanwhile, the optimization results of tempeh waste incubation time showed that incubation of tempeh waste for 14 days was the most optimal incubation time (PDmax = 1146.876 mW/m2; PD average = 583,491 mW/m2; % decrease in BOD = 46.011%; % decrease in COD = 47.172%)
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library