Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
499.221 5 MOR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Berg, Rene van den
Dordrecht-Holland: Foris Publications, 1989
499.221 BER g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Dalam bahasa Muna dialek Mawangsa dikenal juga kelas kata nomina. Nomina dalam bahasa Muna dialek Mawasangka ada yang terbentuk dari proses afikasasi, baik yang bersifat infleksional maupun derivasional. Proses pembentukan nomina yang derivasional inilah yang disebut dengan nominalisasi, yaitu proses pembentukan nomina yang berasal dari morfem atau kelas kata lain. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan nominalisasi dalam bahasa Muna dialek Mawasangka
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Berg, Rene van den
Leiden: KITLV Press, 1996
R 499.23 BER m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Rismawidiawati
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini, umat Kristen di Kabupaten Muna memang minoritas. Namun perkampungan Kristen yang ada di Wale-ale Kabupaten Muna telah ada sejak zaman Hindia Belanda. Ditambah gerakan Kahar Muzakkar, membuat banyak masyarakat muslim yang melarat kehidupannya. Keadaan ini memberikan peluang bagi Agama Kristen untuk bertindak sebagai juru selamat bagi mereka yang memerlukan bantuan. Pada masa inilah Agama Kristen mulai dikenal dan mengalami perkembangan kuantitatif. Berdasar latar penelitian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengurai proses munculnya perkampungan Kristen di Kabupaten Muna, mengurai proses masuknya agama Kristen di Kabupaten Muna dan menjelaskan faktor pendukung dan penghambat perkembangan Agama Kristen di Kabupaten Muna. Tulisan ini menggunakan metode sejarah, dengan mengikuti empat tahap langkah penelitian yaitu: 1) mencari dan mengumpulkan sumber yang berhubungan dengan penelitian, yakni sumber primer dan sumber sekunder. 2) melakukan kritik terhadap isi dokumen agar mendapatkan fakta sejarah, 3) dilakukan yaitu interpretasi dimana data yang telah di kritik selanjutnya disebut sebagai fakta sejarah dan 4) historiografi yang merupakan tahapan terakhir dari seluruh rangkaian prosedur kerja metode sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) proses masuknya Agama Kristen di Kabupaten Muna tidak terlepas dari perkembangan pelayaran bangsabangsa Barat ke Indonesia yang disertai dengan upaya Kristenisasi, 2) Pada awalnya penduduk Wale-Ale telah memeluk agama Islam. Akan tetapi kedatangan para pastor di Wale-ale mempengaruhi anak-anak penduduk Waleale dengan bersikap ramah kepadanya. Penduduk yang tadinya beragama Islam melakukan pindah agama menjadi penganut Kristiani dan 3) Faktor pendukung penyebaran ajaran Kristen di Wale-ale karena adanya kemiskinan dan keterbelakangan penduduk sehingga para pastor dengan mudah mempengaruhi mereka. Faktor penghambat penyebaran ajaran Kristen di Wale-ale adalah bahwa masyarakat Wale-ale sebelumnya telah memeluk agama Islam, juga perubahan politik yang berubah-berubah sehingga berupa pula kebijakan terhadap misionaris.
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kosasih S.A.
Abstrak :
Salah satu obyek panelitian yang menarik perhatian para ahli arkeologi adalah Lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding-dinding gua (cave wall paintings). Lukisan--lukisan tersebut, pada beberapa tempat di dunia, misalnya di Eropah, Afrika, Australia dan sebagainya, pada umumnya menggambarkan bermacam-macam jenis binatang, di samping lukisan-lukisan manusia dengan benda-benda perlengkapan_nya. Benda-benda yang dimaksud adalah tombak, bumerang, busur dengan anak panahnya, kadang-kadang juga pedang ser_ta perisai. Benda-benda ini, yang seringkali digambarkan bersama-sama dengan manusia, mungkin merupakan peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Lukisan-lukisan pada dinding-dinding gua tersebut di atas, kiranya talah menimbulkan beberapa pertanyaan yang menyangkut hubungan yang erat antara gua dengan lukisan dan dengan manusia pendukungnya. Mengapa manusia tinggal di dalam gua dan mengapa pula mereka membuat lukisan-lu_kisan pada dinding-dindingnya. Apa fungsi' lukisan-lukis_an ini: untuk maksud-maksud religius-magis, .untuk meng_ungkapkan rasa seni atau hanya untuk kesenangan belaka. Beberapa ahli arkeologi kemudian berpendapat, bahwa keterangan mengenai maksud lukisan-lukisan itu mungkin terletak pada konsep kontak magis (sympathetic magic), dalam hubungannya dengan usaha-usaha perburuan_
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1978
S11755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Rahmat
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi variasi motif manusia beserta pola yang terbentuk dari variasi tersebut di Gua Metanduno di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Penelitian diawali dengan penelusuran kepustakaan yang berkaitan dengan topik yang dibicarakan dan dilanjutkan dengan survei. Survei ini dilaksanakan untuk memperoleh data keadaan gua dan lingkungannya dengan melakukan pemetaan, pemotretan gua, dan gambar cadas yang ada didalamnya yang dilengkapi dengan deskripsi. Pada tahap analisis dilakukan analisis khusus terhadap atribut-atribut motif manusia, seperti bentuk badan, alat yang melekat di kepala atau tangan, dan jenis kendaraan yang dinaiki. Tahap terakhir berupa pengintegrasian hasil analisis khusus yang menghasilkan kesimpulan adanya tiga variasi motif, yaitu manusia menaiki perahu, menaiki kuda, dan tidak menaiki apa pun. Ketiga variasi motif manusia tersebut memiliki pola tersendiri yang berkaitan dengan bentuk badannya.
ABSTRACT
This research aims to identify the variations of human motif depiction and the patterns derived from these variations in Metanduno Cave on Muna Island, Southeast Sulawesi. The research started with the investigation of relevant literatures followed by survey. The survey is conducted to collect data concerning the cave and its surroundings by mapping and photographing the cave and the rock art, completed with detail description. In the analytical step, specific analysis is attended toward the attributes of human motif, such as body shape, artefacts attached to the head and hands, and vehicle being mounted. Finally, the result of the integration of specific analysis shows the presence of three human motif variations: human on boat, human riding a horse, and human on its own. Each of these three human motif variations have its own pattern of depiction associated to its body shape.
2016
S64824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayari
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang pembentukan Barisan 20 sebagai badan perjuangan rakyat Muna pada masa revolusi kemerdekaan, peranan para pemuda dan bangsawan Muna dalam proses pembentukan Barisan 20, taktik dan strategi perjuangan Barisan 20 dalam mempertahankan kemerdekaan RI di daerah Muna, proses dan akhir perjuangan Barisan 20, dukungan masyarakat Muna terhadap perjuangan Barisan 20, serta dampak perjuangan Barisan 20 terhadap kehidupan masyarakat Muna. Perjuangan Barisan 20 dalam mempertahankan kemerdekaan RI di daerah Muna pada tahun 1945-1949 dapat dikategorikan sebagai aksi kolektif. Jadi kerangka teori yang digunakan dalam studi ini adalah teori aksi kolektif dari Charles Tilly. Aksi kolektif adalah orang-orang yang bertindak bersama-sama melalui suatu organisasi dengan cara mobilisasi untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Dalam kaitan ini, para pejuang Barisan 20 bertindak bersama-sama dalam menentang tentara NICA (Belanda) yang dilakukan melalui organisasi Barisan 20 dengan cara mobilisasi massa untuk memperjuangkan kepentingan bersama, yakni mempertahankan kemerdekaan RI di daerah Muna. Penelitian ini dilaksanakan di daerah Muna Sulawesi Tenggara. Kegiatan penelitian mengikuti prosedur dan langkah-langkah yang terdapat dalam metode penelitian sejarah, yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, dokumentasi, dan wawancara. Data yang terkumpul berupa data deskriptif. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis kritik historis, yakni kritik ekstern dan kritik intern. Sedangkan penyajiannya disusun secara kronologis, sistematis, dan ilmiah. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis diperoleh dalam bentuk dokumen (arsip), buku (literatur), dan artikel. Sedangkan sumber lisan diperoleh dari hasil wawancara dengan para pelaku sejarah yang masih hidup sebagai informan kunci. Sumber lisan juga diperoleh dari hasil wawancara dengan orang yang bukan pelaku sejarah tetapi banyak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang masalah yang diteliti. Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan Barisan 20 dilatarbelakangi oleh adanya kekhawatiran para pemuda Muna akan kembalinya kaum kolonial Belanda untuk menguasai daerah Muna pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Selain itu juga dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran akan pentingnya upaya untuk mempertahankan kemerdekaan RI di daerah Muna melalui organisasi perjuangan. Peranan para pemuda dan bangsawan Muna dalam proses pembentukan Barisan 20 di daerah Muna ternyata cukup besar. Para pemuda Muna berperan sebagai pelopor dan pemrakarsa pembentukan Barisan 20. Disebut Barisan 20 karena pada awal pembentukannya organisasi perjuangan ini dipelopori dan diprakarsai oleh dua puluh orang pemuda Muna. Sementara para bangsawan Muna berperan sebagai mobilisator, terutama dalam mengerahkan massa untuk melibatkan diri dalam organisasi Barisan 20. Berkat peranan para bangsawan Muna sehingga dalam waktu yang relatif singkat jumlah keanggotaan Barisan 20 semakin bertambah banyak. Dalam perkembangannya Barisan 20 dilengkapi dengan kesatuan kelasykaran yang disebut Batalyon Sadar. Pada awalnya para pejuang Barisan 20 berusaha memberikan pengertian dan pedahaman kepada masyarakat luas tentang pentingnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Setelah itu mereka berusaha menjalin hubungan kerjasama dengan organisasi perjuangan yang ada di daerah lain. Para pejuang Barisan 20 menerapkan taktik dan strategi perjuangan secara gerilya. Selain kondisi wilayah daerah Muna yang sangat cocok untuk perang gerilya, juga karena dihadapkan pada kenyataan bahwa tentara NICA (Belanda) sebagai musuh jauh lebih kuat dibandingkan dengan pasukan Barisan 20. Taktik dan strategi perjuangan yang diterapkan oleh para pejuang Barisan 20 tersebut ternyata cukup efektif dalam meredam gerak ofensif tentara NICA di daerah-daerah pedalaman Muna. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat Muna juga memberikan dukungan sepenuhnya terhadap perjuangan Barisan 20. Mereka ada yang ikut melibatkan diri secara langsung dalam pertempuran melawan tentara NICA. Bagi masyarakat yang tidak melibatkan diri secara langsung dalam pertempuran, mereka secara sukarela menyediakan berbagai bahan kebutuhan bagi para pejuang Barisan 20 seperti makanan, senjata, dan uang. Bahkan ada juga masyarakat yang menjadi kurir dengan tugas menyampaikan pesan dan informasi tentang keberadaan musuh di daerah Muna kepada para pejuang Barisan 20. Berkat adanya partisipasi dan dukungan yang diberikan oleh masyarakat, para pejuang Barisan 20 mampu memaksa tentara NICA untuk melakukan perang berlarut-larut. Ketidakmampuan Belanda untuk mengalahkan para pejuang Republik pada umumnya telah membuka jalan ke arah perundingan yang pada akhirnya memaksa Belanda harus angkat kaki dari bumi Indonesia setelah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.
Front 20 and Its Struggle to Defend the Independence of the Republic Of Indonesia in Muna South East Sulawesi 1945-1949 This study has the purpose to know the background of the establishment of Front 20 as a struggle organization of the people of Muna during the independence revolution period, the role of the youngsters and the nobility of Muna in the process of establishment of Front 20, the tactics and strategies of struggle of Front 20 in the defense of the independence of the Republic Indonesia in the Muna area; the process and the end of the struggle of Front 20, the support of the Muna community to the struggle of Front 20, and the impact of the struggle of Front 20 on the community life of Muna. The struggle of Front 20 in the defense of the independence of the Republic of Indonesia of in the Muna area. in the years 1945-1949 can be categorized as a collective action. Thus the theoretical framework used in this study is the collective action theory of Charles Tilly. Collective action is people acting together through an organization by way of mobilization for the purpose of defending collective interest. In this connection, the strugglers of Front 20 acted collectively in confronting the NICA (Dutch) army performed through the organization of front 20 by way of mass mobilization to fight for collective interest, i.e. defending the independence of the Republic Indonesia in the Muna area. This study was performed in the Muna area South East Sulawesi. The activities of the research followed the procedures and steps found in the method of history research, i.e., heuristic, critic, interpretation, and historiography. Data collection was performed through library research, documentation and interview. The collected data formed descriptive data. Data analysis was performed qualitatively by used of historical critic analytical technique, i.e. external critic and internal critic. While its presentation was compiled chronologically, systematically and scientifically. The data required in this research were obtained from written and unwritten resources. Written-resources were obtained in the form of document (files) books (literature, and articles while unwritten resources were obtained .from the result of interview with participant of history still living as informants. Unwritten sources were also obtained from result _of interviews of those who were not participant in history but having knowledge and understanding about the question being studied. Findings of research result indicated that- the establishment of Front 20 was back grounded by the existence of concern among the youngsters of Muna that the Dutch colonial people would return and would take power of the Muna area especially and Indonesia in general. Further it was also back grounded by the existence of consciousness of the importance of attempt to defense the independence of the Republic Indonesia in the Muna area through struggle organization. The rule of the youngster and the nobility of Muna in the process of establishment of the Front 20 in the Muna area turn out to be rather large. The young people of Muna plaid the role of frontiers and initiative takers in the establishment of Front 20. Called Front 20 since at the beginning of its establishment this struggle organization was frontier and taken initiative takers by twenty youngman of Muna. While the nobility of Muna plaid the role of mobilization, especially in the mobilization of the mass to involve themselves in the organization Front 20. Thanks to the role of the nobility of Muna so that within a comparatively short time the number-of membership of Front 20 continued to increase. In his development Front 20 was provided with a semi military unit called Batalyon Sadar. In the beginning the struggles of Front 20 strited to provide knowledge and understanding to the general community about the importance of the struggle to defend the independence of the Republic Indonesia. Thereafter they attended to establish cooperation with struggle organizations present in other areas. The strugglers of Front 20 applied gerilya tactic and struggle strategy. Aside from the conditions of the Muna area which is very fit for gerilya war fare, also since they were confronted with the reality that the NICA army as enemy was far stronger compared with the army of Front 20. The struggle tactic and strategy applied by the Front 20 strugglers appeared to be effective enough in stopping the offensive movement of the NICA army in the lands of Muna. Facts indicated that the Muna community also provided full support to the struggle of Front 20. Some of them participated by involving themselves directly in the warfare against the NICA army. For the part of the community which did not directly involve themselves in the warfare, they took the initiative on own will to provide various materials required by the strugglers of Front 20 as food, weapon, and money. There were even members of the community who became courier with the task to bring massages and information on the presence of the enemy in the Muna area to the strugglers of Front 20. Thanks to the existence of participations and support provided by the community, the struggle of Front 20 appeared to be able to force the MICA army to perform long term war. The inability of the Dutch to defeat the strugglers of the republic have in general opened the way towards negotiation which at the end forced the Dutch to leave the Indonesian ground after the acknowledgement of sovereignty on December 27,1949.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardin
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan dan makna ritual kapontasu dalam kaitannya dengan komunikasi transendental dan menganalisis simbol-simbol yang terdapat di dalamnya; berupa bhatata (mantra), sesaji, bahan-bahan ritual kapontasu. Tinjauan teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep ritual, teori komunikasi trasendental dan teori semiotik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, proses pelaksanaan ritual kapontasu terdiri dari 3 tahap; yaitu (1) tahap pra-pelaksanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) kegiatan terakhir adalah menanam. Kedua, makna simbol-simbol yang terdapat dalam ritual kapontasu kaitannya dengan komunikasi transendetal pada masyarakat etnik Muna adalah terdiri atas 2 yakni; pertama, makna simbol material berupa bahan sesajen, dan kedua, makna simbol non material berupa falia (pantangan) dan bhatata (mantra). Bentuk komunikasi transendental dalam ritual kapontasu, yakni: pihak yang menjadi sumber atau komunikator adalah Tuhan dan manusia (parika), Unsur pesan yang disampaikan adalah berupa doa/mantra. Media yang digunakan adalah komunikasi tradisional berbentuk lisan dalam bentuk verbal (bahasa/bhatata) dan nonverbal (gerak isyarat). Unsur penerima adalah sama dengan sumber, di mana Tuhan dan kekuatan gaib, dan manusia yang berfungsi timbal-balik sebagai sumber dan penerima.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 2016
384 JPKOP 20:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hadirman
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk praktik komunikasi ritual dalam tradisi katoba pada masyarakat Muna dan menemukan fungsi-fungsi tradisi katoba sebagai media tradisional dalam praktik komunikasi ritual pada masyarakat Muna. Landasan teori yang digunakan adalah ritual katoba, media tradisional, dan komunikasi ritual. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Muna menggunakan tradisi katoba sebagai media komunikasi tradisional mereka. Tradisi ini telah memenuhi elemen dasar dalam komunikasi, serta dalam praktiknya merupakan refleksi dari komunikasi ritual. Fungsi tradisi katoba pada masyarakat Muna, yakni (1) fungsi pembawa informasi (pesan), fungsi pendidikan, dan fungsi transmisi warisan sosial.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 2016
384 JPKOP 20:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>