Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christien Andriyani Lalangi
"Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong inovasi diberbagai bidang termasuk narkotika. Perkembangan New Psychoactive Substance NPS dari tahun ke tahun semakin meningkat dan menjadi fenomena global begitu pula yang terjadi di Indonesia. Jumlah NPS yang ada di Indonesia sampai saat ini ada 60 jenis dimana 43 jenis NPS sudah diatur sementara 17 jenis NPS belum diatur dalam Undang-undang Narkotika. Regulasi yang ada jauh tertinggal dari perkembangan NPS yang begitu cepat, sehingga menyebabkan berbagai kasus dalam penyalahgunaan NPS. Ini merupakan tentangan besar dalam pengaturan NPS oleh karena itu pemerintah Indonesia perlu menetapkan suatu model pendekatan dalam penyusunan regulasi NPS. Dalam penelitian ini peneliti menawarkan model pendekatan Generic control yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dalam menghadapi permasalahan NPS. Pendekatan ini dianggap cocok diterapkan di Indonesia karena tren penyalahgunaan NPS yang ada di Indonesia sama dengan tren penyalahgunaan NPS di Jepang, dimana diurutan pertama ada golongan Sintetik Cannabinoid, kemudian golongan Sintetik Cathinone dan golongan Phenethylamine.

The advancement in science and technology encourage innovation in various fields including narcotics. The development of New Psychoactive Substance NPS by year to year increasing and becoming a global phenomenon similarly as happened in Indonesia. There are 60 types of NPS in Indonesia until now. Out of the 60 types, there are 43 types of NPS have been regulated and 17 types of NPS have not been regulated by narcotics laws. The current status of regulation of narcotics laws is far fall behind compare to very fast development of the NPS. Thereof , causing various cases of abuse of NPS. This is a big challenge for NPS regulation. Therefore government of Indonesia need to determine an approach model for making NPS regulation. In this study, researchers offers an approach model of Generic control which has been applied by government of Japan to solve the NPS matter. The approach is considered suitable to be applied in Indonesia because of NPS abuse trends in Indonesia is same as NPS abuse trends in Japan, Where is in the first place is a class of Cannabinoid Synthetic, then Synthetic Cathinone and Phenethylamine."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abiyyu Ghulam
"New Psychoactive Substance (NPS) merupakan senyawa psikoaktif baru yang memiliki kemungkinan untuk disalahgunakan. Senyawa tersebut belum masuk ke dalam perundang-undangan. NPS dapat berinteraksi dengan berbagai reseptor yang berada di sistem saraf pusat, salah satu reseptornya adalah reseptor alfa 2A adrenergik. NPS yang berinteraksi dengan reseptor alfa 2A adrenergik yang berada di sistem saraf pusat dapat menghasilkan efek psikoaktif seperti euphoria. Efek samping yang dapat muncul dari reseptor alfa 2A adrenergik adalah ansietas, depresi, mudah tersinggung, dan paranoia. Penelitian ini melihat interaksi antara NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik yang dapat memberikan informasi untuk digunakan sebagai data pendukung dalam penyusunan peraturan terkait pelarangan NPS. Metode penelitian yang digunakan untuk melihat interaksi yang terjadi antara NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik adalah penambatan molekuler. Penambatan molekuler dilakukan dengan menggunakan program AutoDock dan AutoDock vina yang dibantu dengan PyRx. Parameter optimal yang digunakan untuk penambatan molekuler NPS dengan reseptor alfa 2A adrenergik, yaitu grid box dengan ukuran 78x78x78 pts (spasi 0,375 Å) dan waktu komputasi short. Hasil penambatan molekul didapatkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -5,00 sampai -7,49 kkal/mol adalah aminoindanes, fenetilamin, fensiklidin dan ketamin, katinon sintetik, piperazin, triptamin, dan barbiturat, sedangkan golongan yang memiliki frekuensi terbanyak senyawa dengan energi ikatan -7,5 sampai -10,00 kkal/mol adalah kanabinoid sintetik, other substance, plant based, benzodiazepin, fentanil, dan opioid. Berdasarkan hasil yang didapatkan, semua golongan NPS menghasilkan afinitas jika berinteraksi dengan reseptor alfa 2A adrenergik.

New Psychoactive Substance (NPS) is a new psychoactive compound that has the possibility to be abused. These compounds have not yet entered into legislation. NPS can interact with various receptors in the central nervous system, one of which is the alpha 2A adrenergic receptor. NPS that interact with alpha 2A adrenergic receptors located in the central nervous system can produce psychoactive effects such as euphoria. Side effects that can appear from alpha 2A adrenergic receptors are anxiety, depression, irritability, and paranoia. This study aims to look the interaction between NPS and alpha 2A adrenergic receptors which can provide information to be used as supporting data in drafting regulations related to the prohibition of NPS. The research method used to see the interactions that occur between NPS and alpha 2A adrenergic receptors is molecular docking. Molecular docking was carried out using the AutoDock and AutoDock vina assisted by PyRx. The optimal parameter used for molecular docking of NPS with alpha 2A adrenergic receptors was a grid box with a size of 78x78x78 pts (space 0.375 Å) and short computational time. The results of molecular docking showed that the groups that had the highest frequency of compounds with bond energies of -5.00 to -7.49 kcal/mol are aminoindanes, phenethylamine, phenyclidine and ketamine, synthetic cathinones, piperazine, tryptamine, and barbiturates, while the group with the highest frequency compounds with bond energies of -7.5 to -10.00 kcal/mol are synthetic cannabinoids, other substances, plant based, benzodiazepines, fentanyl, and opioids. Based on the results obtained, all groups of NPS produce affinity when interacting with alpha 2A adrenergic receptors. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Junjung Pesona Ribeki
"Zat-zat psikoaktif baru (NPS) adalah serangkaian obat yang telah dirancang untuk meniru obat-obatan terlarang yang sudah ada, seperti ganja, kokain, ekstasi. Produsen obat-obatan ini mengembangkan bahan kimia baru untuk menggantikan obat-obatan yang dilarang, yang berarti bahwa struktur kimia obat-obatan tersebut terus berubah.Kemunculan NPS telah menghasilkan peningkatan prevalensi dalam kerja obat dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan metode in silico penambatan molekul dengana AutoDock digunakan untuk memprediksi interaksi senyawa serta dapat memberikan informasi simulasi aktivitas suatu senyawa. Situs aktif yang ada pada makromolekul 5-HT2B memiliki residu asam amino Val208, Phe340, Val366, Leu132, Asp135, Phe341, Val136, Leu209, Phe217, Gly221, Ser222, Met218, Val348, Asn344, Leu362, Leu347, Trp131, Trp337, Thr140, Ser139, Ala225, Tyr370, Ile186, Lys221, Gln359, Thr210, Glu363, Ala111. Residu Val136, Gly221, Phe341, Phe217 dan Val366 digunakan untuk penambatan molekul. Parameter optimal yang diperoleh untuk validasi penambatan molekuler 5-HT2B dengan ligan ergotamin adalah gridbox 50x50x50 titik dengan jarak 0,375 A dengan jumlah maksimum evaluasi energi medium = 2.500.000, menunjukan energi ikatan -15,61 kkal/mol dan nilai RMSD yaitu 0,31567 Å. Penambatan molekul golongan NPS pada 5-HT2B menunjukan interaksi pada rentang energi ikatan -8,00 hingga -11,00 kkal/mol untuk kanabinoid (80,30%), katinon (6,4%), fenetilamin (7,5%), fentanil (100%), piperazin (6,25%), arilsikloheksilamin (30%),dan plant-based substances (50%). Sedangkan pada rentang -5,00 hingga -7,99 kkal/mol yakni kanabinoid (19,70%), katinon (93,6%), fenetilamin (92,5%), triptamin (100%), piperazin (93,75%), arilsikloheksilamin (70%),dan plant-based substances (50%). Dari hasil penelitian ini 5-HT2B tidak hanya beribteraksi dengan fenetilamin sebagai ligan yang sudah diketahui sebagai agonis tetapi juga dipengaruhi oleh fentanil dan kanabinoid."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Syahjoko Saputra
"Metilen biru merupakan limbah industri yang menjadi perhatian penting karena warnanya yang susah terdegradasi. Pada penelitian ini, digunakan nanopartikel ZnO termodifikasi Au ZnO-Au NPs sebagai fotodegradasi metilen biru. ZnO-Au NPs disintesis menggunakan bahan yang ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan daun ilalang Imperata cylindrica L yang difungsikan sebagai sumber basa, reduktor sekaligus capping agent. Proses terbentuknya nanopartikel ZnO-Au dianalisis menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis Ultraviolet-visible , DRS Diffuse Reflectance Spectroscopy, PSA Particle Size Analyzer, PZC Potential Zeta Charge, FTIR Fourier Transform Infra Red, XRD X-ray Diffraction, SEM Scanning Electron Microscopy, EDS Energy Dispersive X-ray dan TEM Transmission Electron Microscopy. Sintesis Nanopartikel Au pada cahaya ruang menggunakan prekursor HAuCl4 7x10-4 M dan konsentrasi ekstrak 3,46 menunjukkan hasil yang terbaik dengan puncak absorbansi 1,779 dan stabil selama 40 hari. Berdasarkan hasil XRD didapatkan ukuran kristalit AuNPs sebesar 14,47 nm. Hasil TEM menunjukkan kehomogenan dengan partikel berbentuk kubus. Ukuran partikel dari PZC yaitu -18,2 mV dan adanya peregeseran puncak serapan dari bilangan gelombang 3356 cm-1 menjadi 3394 cm-1 menandakan adanya interaksi terbentuknya nanopartikel Au.

Methylene blue is critical industrial waste because its color is difficult to degrade. In this research, Au modified ZnO nanoparticles ZnO Au NPs was used for methylene blue photodegradation. ZnO Au NPs was synthesized using environmental friendly substance that is Imperata cylindrica L leaf extract, which has the role of base source, reduction and capping agent. The formation of ZnO Au NPs was analyzed using UV Vis spectrophotometer Ultraviolet visible , DRS Diffuse Reflectance Spectroscopy, PSA Particle Size Analyzer, PZC Potential Zeta Charge, FTIR Fourier Transform Infra Red, XRD X ray Diffraction, SEM Scanning Electron Microscopy, EDS Energy Dispersive X ray and TEM Transmission Electron Microscopy. Au nanoparticles synthesized at room condition using HAuCl4 7x10 4 M precursor and 3,46 leaf extract, showed the best result with the absorbance peak of 1,768 and was stable for 40 days. AuNP crystallite size of 14.47 nm was characterized using XRD. TEM showed, the homogenity of the particles have cubic shaped. PZC showed 18,2 mV and the band shift from 3356 cm 1 to 3394 cm 1 showed, the interaction due to Au NPs formation. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2017
T47137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vienty Sabrina
"Green synthesis nanopartikel ZnO menggunakan ekstrak buah lerak (Sapindus rarak DC) berhasil dilakukan dalam fasa air. Senyawa metabolit sekunder alkaloid digunakan sebagai agen yang penghidrolisa (sumber basa lemah) sedangkan senyawa saponin dan terpenoid berperan sebagai agen penstabil (capping agent). Biosurfaktan saponin diisolasi dari ekstrak buah lerak untuk mempelajari pengaruhnya terhadap ukuran dan morfologi nanopartikel ZnO. Dalam mempelajari pengaruh saponin dan ion hidroksida terhadap nanopartikel ZnO, sumber basa amonium hidroksida (NH4OH) digunakan sebagai sumber basa lemah dalam sintesis. Nanopartikel hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan instrumentasi spektrofotometer UV-Vis, UV-Vis DRS, spektroskopi FTIR, XRD, PSA dan TEM. Hasil karakterisasi nanopartikel ZnO menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ion hidroksida dari NH4OH dalam reaksi menyebabkan peningkatan ukuran nanopartikel dan pembentukan morfologi nanopartikel yang tidak teratur sedangkan biosurfaktan saponin berperan sebagai pengarah morfologi dalam sintesis. Uji aktivitas fotokatalitik nanopartikel ZnO menunjukkan bahwa karakteristik nanopartikel ZnO mempengaruhi nilai % degradasi dari zat warna Rhodamine B
ZnO nanoparticle (ZnO NP) was successfully synthesized through green synthesis route using Sapindus rarak DC.’s fruit extract in water. Secondary metabolite compounds from fruit extract acted as source of base and capping agent in ZnO NP synthesis. Alkaloid hydrolyzed water to provide hydroxide ion which was needed in synthesis while saponin and terpenoid affected particle size and morphology of ZnO NPs. Biosurfactant of saponin was extracted from Sapindus rarak DC.’s fruit to study saponin’s effects in particle size and morphology of ZnO NP. By existence of saponin in ZnO NP synthesis, ammonium hydroxide (NH4OH) used as source of hydroxide ion to study biosurfactant and ion hydroxide effects to ZnO NP. Nanoparticles were characterized using UV-VIS spectrophotometer, UV-VIS DRS, FTIR spectroscopy, XRD, TEM, and SEM. Characterization results showed biosurfactant saponin control the particle size and morphology of ZnO NPs while higher concentration of hydroxide ion increase particle size and create irregular morphology of ZnO NPs. Photocatalytic activity study of nanoparticles showed morphology and particle size characteristic of ZnO NPs correlate with its ability to degrade Rhodamine B."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prinsha Alifina
"Nanopartikel perak (NP Ag) merupakan salah satu nanopartikel logam mulia yang banyak  digunakan di berbagai bidang, salah satunya bidang agrikultur. Berdasarkan sifatnya yang cenderung berbahaya bagi lingkungan, biosintesis NP Ag menjadi salah satu cara sintesis yang ramah lingkungan. Nano-priming merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menginduksi perkecambahan biji dan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons biji tanaman Capsicum frutescens L. dan Phaseolus vulgaris L. yang diberikan NP Ag ukuran 10 nm dengan variasi konsentrasi 5, 10, dan 15 ppm. Respons tersebut dinilai berdasarkan beberapa parameter yakni parameter biometrik, sitotoksisitas, dan fisiologis. Parameter biometrik meliputi panjang akar, batang, dan total; indeks kecepatan pertumbuhan; laju germinasi; persentase germinasi; berat basah; berat kering; kandungan air; dan indeks vigor biji. Parameter sitotoksisitas dinilai berdasarkan indeks mitosis; indeks variasi aberasi; dan deskripsi hasil observasi kromosom. Terakhir parameter fisiologis didapatkan dari kandungan fenolik total. Pemberian NP Ag terhadap Phaseolus vulgaris mampu meningkatkan seluruh parameter biometrik, fisiologis, dan sitotoksisitas. Sementara itu, pada Capsicum frutescens pemberian NP Ag meningkatkan pertumbuhan, indeks mitosis, dan fisiologis. Pemberian konsentrasi 5–10 ppm bersifat stimulan dan memberikan hasil paling optimal, sementara itu konsentrasi 15 ppm memiliki kecenderungan toksik. Efek pemberian NP Ag ukuran 10 nm dengan variasi konsentrasi 5, 10, dan 15 ppm dipengaruhi oleh karakteristik biji, seperti ukuran dan jenis testa.

Silver nanoparticles (Ag NPs) are noble metal nanoparticles widely used in agriculture. Based on its nature which tends to be dangerous for the environment, biosynthesis of Ag NPs is an environmentally friendly synthesis method. Nano-priming is one method used to induce imbibition in seeds and is used to increase growth. This research aims to determine the response of Capsicum frutescens L. and Phaseolus vulgaris L. seeds given 10 nm Ag NPs with varying concentrations of 5, 10 and 15 ppm. This response is measured based on several parameters, namely biometric, chromosomal and physiological parameters. Biometric parameters include root, stem, and total length; growth speed index; germination rate; germination percentage; fresh weight; dry weight; water content; and seed vigor index. Chromosome parameters were measured based on the mitotic index; aberration variation index; and a descriptive explanation from the results of chromosome observations. The final physiological parameter was obtained from the total phenolic content. The results show significant increases in biometric, physiological, and cytotoxicity parameters of Phaseolus vulgaris. In Capsicum frutescens, Ag NPs increased growth, mitotic index and physiology parameter. Concentration of 5–10 ppm provides the most optimal results and works as stimulant, meanwhile 15 ppm has a toxic tendency.The difference in response is caused by differences in seed characteristics, such as size dan testa type. Therefore, Phaseolus vulgaris and Capsicum frutescens responded differently to the application of Ag NPs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library