Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Madiation as one of conflict resolution tool needs neutrality as its prerequisite. Neutrality is needed to guarantee that the third party does not have any vested or national interest. Vested or national interest of the third party will affect the mediation and the negotiation will not reach the best result for each parties. In this case neutrality cannot be fulfilled by United Nation in Morocco-Western Sahara negosiation and this is become stalemate in resolving conflict between Moroco and Western Sahara. This paper will examine why UN cannot play as neutral mediator in this negotiation."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fatou Diagne Mbaye
"Indonesia memulai praktik Anti-Dumpingnya relatif terlambat, tetapi telah berhasil menebusnya karena sejak investigasi Anti-Dumping pertamanya pada tahun 1996, Indonesia telah menjadi salah satu pengguna tindakan Anti-Dumping yang paling sering. Namun, sistem Anti-Dumping negara ini memerlukan reformasi yang signifikan agar lebih efektif dalam mencegah dan melindungi industri domestik dari barang dumping. Industri negara ini tetap rentan terhadap impor murah meskipun ada penegakan hukum. Pada tahun 2018, Indonesia kehilangan lebih dari $228 juta dalam industri aluminium dan baja berlapis seng, polipropilena berorientasi ganda, polietilena tereftalat berorientasi ganda, dan baja tahan karat canai dingin saja. Peraturan Anti-Dumping juga perlu direformasi agar kompatibel dan konsisten dengan Persetujuan Anti-Dumping WTO dan untuk memfasilitasi interpretasi hukum dan prosedur investigasi Anti-Dumping. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2011, Peraturan Menteri Perdagangan nomor 76/M-DAG/PER/12/2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 53/M-DAG/PER/9/2013, beberapa ketentuan tidak sejalan dengan WTO; yang lain akan menjadi lebih jelas dengan penjelassan yang lebih luas dan detail dan akhirnya, ada masalah yang tidak ditangani oleh Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2011 sama sekali. Belum lagi, penerapan langkah-langkah Anti-Dumping hanya bisa efektif jika disertai dengan langkah-langkah anti-circumvention untuk memastikan kepatuhan.

Indonesia started its Anti-Dumping practice relatively late, but has managed to make up for it since its first Anti-Dumping investigation in 1996. It has been one of the most frequent users of Anti-Dumping measures. However, the country's Anti-Dumping system requires significant reform to be more effective in preventing and protecting domestic industries from dumped goods. The country's industry remains vulnerable to cheap imports despite enforcement. In 2018, Indonesia lost more than $228 million in the aluminium and zinc-coated steel, double-oriented polypropylene, double-oriented polyethylene terephthalate, and cold-rolled stainless-steel industries alone. Besides that, the Anti-Dumping regulations (Government Regulation No. 34/2011, Minister of Trade Regulation No. 76/M-DAG/PER/12/2012 and Minister of Trade Regulation No. 53/M-DAG/PER/9/2013) needs to be reformed to be consistent with the WTO Anti-Dumping Agreement in order to facilitate legal interpretation and Anti-Dumping investigation procedures. Some provisions of existing legislation are not WTO-compliant; others will become clearer with more extensive and detailed explanations and finally, there are issues that are not addressed at all. Not to mention that the application of Anti-Dumping measures can only be effective if accompanied by anti-circumvention measures to ensure compliance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wicaksono
"IMF merupakan organisasi internasional yang tujuan utamanya adalah menjaga kurs mata uang dunia agar tidak mengalami gejolak yang dapat mengganggu perdagangan internasional. Syarat utama yang diajukan lembaga ini untuk memulihkan perekonomian suatu negara yang sedang mengalami krisis adalah liberalisasi ekonomi. Akan tetapi dalam kasus Indonesia, pemerintah Indonesia cenderung untuk tidak melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga ini. Atas dasar ini maka pokok permasalahan di dalam tesis ini adalah mengapa pemerintah Orde Baru tidak serius untuk melaksanakan syarat-syarat yang diajukan IMF.
Penelitian di dalam tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi antara negara dengan organisasi internasional. Sejumlah teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini difokuskan pada interdependensi, organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Teori-teori tersebut pada intinya mengemukakan bahwa ada dua kepentingan yang berbeda di dalam hubungan interdependensi, yaitu kepentingan organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Organisasi intemasional berkepentingan agar hubungan antar negara yang saling tergantung antara satu dan lainnya tidak menjadi rusak karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati. Namun demikian, dalam hubungan interdependensi peran organisasi internasional dipandang perlu karena tanpa adanya lembaga ini, setiap negara akan dengan mudah melanggar peraturan yang telah disepakati. Akan tetapi di sisi lain setiap negara memiliki kepentingannya sendiri yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Dalam konteks ini, tuntutan IMF kepada pemerintah Indonesia untuk meliberalisasikan perekonomiannya merupakan variabel penyebab dari sikap pemerintah yang menolak untuk melaksanakan tuntutan tersebut.
Penolakan ini disebabkan oleh karena tuntutan tersebut bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.
Dari berbagai fakta yang dianalisa, dapat ditarik kesimpulan bahwa liberalisasi ekonomi menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi ditujukan tidak saja untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, tetapi yang lebih penting di dalam pertumbuhan ekonomi tersebut terdapat kepentingan lainnya yaitu menciptakan stabilitas politik, dengan cara membagi-bagikan hasil dari pertumbuhan itu yang kepada bagian-bagian utama dari elit politik.
Artinya melalui pertumbuhan ekonomi, pemerintah berusaha untuk menjaga kesetiaan dari para pendukung utamanya.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayak Heriyanto
"ABSTRAK
Iran sebagai negara yang berpenduduk kurang lebih 70 juta jiwa (2006) telah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan terutama dalam bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini sudah barang tentu membutuhkan sumber energi yang besar pula mengingat hampir 90% masyarakat Iran menggunakan energi listrik dalam menjalankan aktifitas, dan memenuhi kebutuhan mereka. Teknologi nuklir yang dirniliki Iran merupakan satu-satunya solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi pcngganti minyak. Teknologi nuklir ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat Iran, sehingga pemerintali Iran harta menjaga, mengembangkan, bahkan kalau perlu mempertahankannya dari hambatan dan tekanan baik yang datang dari dalam ataupun dari luar negerinya, mengingat teknologi nuklir Iran sudah menjadi kebutuhan dan kepentingan nasional mereka.
Namun dalam perjalanannya, pelaksanaan kepentingan nasional ini tentyata mendapat hambatan, tekanan, bahkan ancaman dari negara luar terutama Amerika Serikat dan Israel. Kecurigaan akan penyalahgunaan tehnologi nuklir untuk energi menjadi tehnologi senjata nuklir merupakan akar pennasalahan berubahnya kasus nuklir Iran sebagai kasus domestik menjadi kasus internasional. Pemerintah Iran terpaksa hares mengeluarkan kebijakan luar negerinya untuk mernbenarkan, membela, dan meyakinkan dunia intemasional bahwa program nuklir Iran adalah untuk tujuan damai. Terjadinya perbedaan pandangan tentang kasus nuklir Iran yang terjadi antara pernerintah Iran dengan AS, Israel, serta beberapa negara lainnya, telah memaksa kedua belah pihak melakukan berbagai macam cara demi tercapainya tujuan mereka. AS, Israel dan beberapa negara lainnya selalu menekan Iran dengan ancaman akan membawa kasus nuklir Iran ke DK PBB dan akan menjatuhkan sanksi kepada Iran apabila Iran tetap dengan pendiriannya melanjutkan program nuklirnya. Sementara pemerintah Iran seolah oleh tidak memperdulikan ancaman itu dengan keyakinan bahwa program nuklirnya tidak menyalahi aturan yang ditetapkan oleh IAEA, juga keanggotaan negara-negara NPT.

ABSTRAK
Iran as a country which has population approximately 70 million (2006) has experienced significant economic growth, especially in industry field, science and technology. This economic growth need a laver number or energy especially considering 90% or Iranian need electricity to do their activities and to iul.111 their need. Iran's nuclear teclinology is an altennualive solution to fulfill their national energy need. Nuclear program has become Iran's national interest so that Iran concluded several contracts for construction of nuclear plants and the supply of nuclear fuel. By the time of the Islamic Revolution in January 1979. Iran's nuclear program has considered on the most advanced in the Middle East.
'Concurrently, United Stated (US), Israel, and Europeans Unior Trio (EU riot accused that Iran's nuclear program as their national interest has continued to maintain that Iran is pursing an underground nuclear weapons program. And while this claim has not yet been substantiated by I AEA inspections, proponents argue tht-t hvan has violated the NP T and that the country's nuclear file should, in turn, be referred to the United Nation Security Council (UNSC) for its review. For its part, Iran's foreign policy try to convince international community dun Iran's nuclear prngrarn is a contituues to assert that pursues a nuclear progr:an with only peaceful application. While Iran's government believes that the situation may he resolved diplomatically.
"
2007
T 17718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The goal of long term development 2005 -b2025 is to realize a progress, self - reliant and fair nation as the foundation for next development stages to fair and welfare people in the framework of the Republic of Indonesia based on Pancasila (Five Principles) and Undang-Undang Dasar 1945 (Constitution). Indicator of ahieving the Indonesian progress, self-reliant and fair, the next 20byears National Development is directed to the acievement fundamental targets as follow: a realizing good moral , civilized and humanized character of Indonesian people,b, realizing a competable nation to reach more prosperous and welfare , c. realizing democracy nation of Indonesia under law and justice, d. realizing safety and peace for the whole of Indonesian people and protect the unity of Republic of Indonesia and state sovereignty of foreign or domestic threat and realizing a fair distribution development and everlasting harmony state ,f. realizing Indonesia as strong , progress and self - reliant archipelago state,g. realizing Indonesian role in international relationship. Al those indicators are ideal hope for Indonesia in nation and state living. Hovewer those should be supported by estabilishing goog regional regulation. In the framework estabilishing good regional regulation, need some first steps, they are : Firstly, Establishment of Togetherness Vision on ideal condition which will be reached. Secondly, scale of priority which arrangement that will be prioritized as central point and covers other arrangements. Thirdly process of vertical hormonization to carry out a syncronized complete whole organization or arrangement compared to other similar or higher arrangement together with law principles . Forth arrangement must aim to development targets achievement in Local Long Term Development Plan (RPJPD) and Local Middle Term Development Plan (RPJMD). Fifth, those organizations or arrangement should be able to solve the emerging issues."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farchan Fachrurrezy
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang kepentingan nasional Singapura terhadap penguasaan ruang udara Kep.Riau yang ingin diambil alih kembali oleh Indonesia. Ruang udara Kep.Riau masuk ke dalam bagian dari FIR Singapura sejak tahun 1946. Indonesia sudah bertahun-tahun berusaha untuk mengambil alih ruang udara tersebut namun Singapura tetap tidak memberikan dengan alasan Indonesia belum siap. Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menginginkan pemerintahannya mempercepat pengambilalihan ruang udara Kep. Riau tersebut menjadi tahun 2019, dari seharusnya akan dievaluasi pada tahun 2024. Penulis memfokuskan tulisan ini pada alasan atau faktor kepentingan nasional apa yang mendasari Singapura tidak memberikan otoritas ruang udara tersebut kepada Indonesia. Penulis akan membahas mengenai FIR Indonesia secara singkat, teknologi radar navigasi yang Indonesia miliki dan kesiapan dari Indonesia untuk mengambil alih. Selain itu penulis juga akan mengupas dari sisi Singapura, penulis akan membahas tentang FIR Singapura, posisi Bandara Changi sebagai Global-Hub dan melihat keuntungan yang didapatkan Singapura dari sektor penerbangannya. Dari hasil penelitian ini, penulis mendapati bahwa Singapura memiliki kepentingan ekonomi yang kuat berdasarkan keuntungan yang didapatkannya melalui sektor penerbangan. Sehingga Singapura merasa perlu untuk menguasai ruang udara tersebut dan memiliki keraguan akan kapabilitas Indonesia apabila Indonesia menguasai ruang udara tersebut.

ABSTRACT
This research discusses the national interest of Singapore in the control of the Kep. Riau airspace that Indonesia wants to take over. Kep. Riau's airspace has been part of the Singapore FIR since 1946. Indonesia has been trying for years to take over the airspace, but Singapore still does not giving the authority to Indonesia because Indonesia is not ready yet. In 2015, President Joko Widodo wanted his government to speed up the takeover of Kep. Riau in 2019, of which it should be evaluated in 2024. The author focuses on this article on the reasons or factors of national interest that underlie Singapore not to give the airspace authority to Indonesia. The author will briefly discuss the Indonesian FIR, the navigation radar technology that Indonesia has and the readiness of Indonesia to take over. In addition, the author will also review from the Singapore side, the author will discuss the Singapore FIR, the position of Changi Airport as a Global-Hub and see the benefits Singapore gets from its aviation sector. From the results of this study, the authors found that Singapore had strong economic interests based on the benefits it gained through the aviation sector. So Singapore feels the need to control the airspace and also Singapore has doubts about Indonesia's capability if Indonesia controls the airspace.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mei Edi Prayitno
"ABSTRAK
Setiap negara bersaing meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan, melalui pemanfaatan sumber daya maritim dan perdagangan lewat laut, yang berdampak pada sengketa wilayah dan konflik, sehingga perlu meningkatkan kekuatan laut, termasuk kapal selam. Permasalahannya tidak banyak publikasi yang menjelaskan formulasi penyusunan postur kekuatan kapal selam, disamping juga negara Indonesia belum memiliki kapal selam untuk perairan dengan kedalaman kurang dari 200 m dan model pengambilan keputusan untuk pembangunan postur kekuatan kapal selam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun formulasi pembangunan postur kekuatan kapal selam, mendesain kapal selam littoral untuk perairan barat Indonesia dan strategi pembangunan kekuatan kapal selam. Metode penelitian untuk formulasi dan strategi pembangunan kapal selam melalui survei kepada purposive random sampling dengan kriteria perwira angkatan laut dan karyawan galangan yang terlibat pembangunan kapal selam klas 209 serta metode trial error untuk desain kapal selam. Data sekunder adalah data kekuatan kapal selam negara blok barat-blok timur selama perang dingin dan postur kekuatan kapal selam negara Asia Pasifik. Dari penelitian dihasilkan formulasi pembangunan postur kekuatan kapal selam negara pantai/kepulauan, desain kapal selam littoral panjang 30 m, kecepatan menyelam maksimum 20 knot dan dapat dioperasikan 10 hari. Strategi meningkatkan postur kekuatan kapal selam diperlukan peran Kementerian pertahanan untuk mendorong pembangunan fasilitas dan SDM industri utama kapal selam.

ABSTRACT
Each country competes to increase prosperity and prosperity, through the use of maritime resources and trade by sea, which has an impact on regional disputes and conflicts, so it is necessary to increase sea power, including submarines. The problem is not many publications that explain the formulation of submarine force structure, Indonesia does not have a littoral submarine which operates in waters depth less than 200 m and submarine force structure development strategy is needed. The purpose of this research is to formulate submarine force structure development, design a littoral submarine for western Indonesian waters and submarine strength development strategy. Research methods for formulation and submarine development strategies through surveys of purposive random sampling with the criteria of naval officers and shipyard employees involved in class 209 submarine construction and trial error methods for submarine design. Secondary data are data on the submarine power of the west-east block country during the cold war and the Asia Pacific nation's submarine force structure. From the research the formulation of the submarine force structure was built, the design of the littoral submarine is 30 m long, 20 knots maximum diving speed and 10 days operation. Improving submarine structure required the role of the Ministry of defense to encourage the development of facilities and human resources of the submarine main industry."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Faradita Utami Putri
"Liberalisasi di bidang pengadaan pemerintah masuk menjadi pembahasan negara maju dan berkembang dalam beberapa Persetujuan Perdagangan Internasional seperti Agreement on Government Procurement, Trans Pasific Partnership Agreement, dan European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement. Indonesia belum ikut serta dalam ketiga persetujuan diatas. Indonesia memiliki beberapa kepentingan nasional untuk ikut serta di dalam persetujuan diatas, namun keikutsertaan tersebut juga memiliki dampak negatif. Tesis ini membahas mengenai tiga hal yaitu kebijakan Indonesia mengenai Pengadaan Pemerintah, kepentingan nasional dalam ikut serta di Persetujuan Pengadaan Pemerintah, dan implikasi hukum apabila Indonesia nantinya ikut serta. Penulis menggunakan metode yuridis normatif yaitu metode berusaha menyelaraskan ketentuan hukum internasional dengan hukum nasional yang berlaku dalam bidang pengadaan pemerintah untuk menjawab permasalahan pada tesis. Indonesia belum membuka akses pasar bebas terhadap bidang pengadaan pemerintah untuk produk barang/jasa dari negara lain. Apabila Indonesia membuka akses pasar bebas dalam pengadaan pemerintah, terdapat beberapa hal baik dan buruk yang akan berdampak pada kepentingan nasional. Selain itu juga terdapat beberapa implikasi hukum yang akan terjadi. Indonesia bukan tidak mungkin untuk ikut serta dalam Persetujuan Pengadaan Pemerintah, namun untuk itu pemerintah wajib mempertimbangkan apakah keikut sertaan ini lebih banyak memberikan sesuatu yang baik untuk kepentingan nasional atau bahkan lebih banyak memberikan hal yang buruk. Pemerintah juga memerlukan kesiapan yang matang untuk menghadapi liberalisasi pengadaan pemerintah sehingga keikut sertaan ini tidak akan membawa kerugian semata bagi kepentingan nasional.

In these recent years, the topic of Government Procurement liberalization is being discussed by developed and developing countries on International Trade Agreement such as Agreement on Government Procurement, Trans Pasific Partnership Agreement, and European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement. Indonesia has not participated yet in the above three agreements. There are several national interests of Indonesia if Indonesia participate in the above agreements, but such participation also has a negative impact. This thesis discusses about three questions i.e. the Indonesian policy on Government Procurement, Indonesian national interest of participating the Government Procurement Agreements, and the legal implications in case Indonesia participate on Government Procurement Agreements. The author uses the normative juridical method in trying to harmonize the provisions of international law with the applicable national law in the field of government procurement to answer the questions appear on the thesis. Indonesia has not open yet a free market access to the goods services of the government procurement from other countries. If Indonesia opens a free market access in government procurement, there are some good and bad things that will affect the national interest. There are also some legal implications that will occur. For Indonesia, it is not impossible to participate in the Government Procurement Agreements, however to participate in the Government Procurement Agreements, Indonesian government must consider whether this participation is giving more good or even giving more bad things to the national interest. The government also needs a mature readiness to deal with the liberalization of government procurement so that this participation will not only bring harm to the national interest of Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofi Karima
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan nasional negara-negara di Kawasan Balkan Barat menggunakan pendekatan realisme, dengan fokus pada dampaknya terhadap stabilitas regional dan hubungan internasional. Metode kualitatif yang digunakan mencakup analisis deskriptif dan komparatif berdasarkan studi literatur dari dokumen resmi, laporan organisasi internasional, artikel jurnal, dan sumber berita. Pendekatan realisme dan Teori Pilihan Rasional digunakan sebagai kerangka analisis untuk mengevaluasi bagaimana negara-negara di Kawasan ini mengejar kepentingan nasional mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara di Balkan Barat cenderung meningkatkan kapabilitas militer, membentuk aliansi strategis, dan fokus pada diplomasi yang menekankan keamanan dan stabilitas. Kepentingan nasional mereka sering berkaitan dengan perlindungan kedaulatan, integritas teritorial, dan pengaruh regional. Penelitian ini juga menemukan bahwa interaksi antar negara di Kawasan ini sering didominasi oleh rivalitas dan persaingan, yang dipicu oleh sejarah konflik serta perbedaan etnis dan agama. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan pentingnya memahami dinamika kekuasaan dan kepentingan nasional dalam konteks geopolitik yang kompleks di Balkan Barat.

This study aims to analyze the national interests of countries in the Western Balkans using a realist approach, focusing on its impact on regional stability and international relations. The qualitative methods include descriptive and comparative analysis based on literature reviews from official documents, international organization reports, journal articles, and news sources. Realism and Rational Choice Theory are utilized as the analytical framework to evaluate how countries in this region pursue their national interests. The study's findings indicate that countries in the Western Balkans tend to increase military capabilities, form strategic alliances, and focus on diplomacy emphasizing security and stability. Their national interests are often related to the protection of sovereignty, territorial integrity, and regional influence. The study also finds that interactions between countries in this region are often dominated by rivalry and competition, fueled by historical conflicts as well as ethnic and religious differences. Thus, this research underscores the importance of understanding the dynamics of power and national interests within the complex geopolitical context of the Western Balkans."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
"Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia.
Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara.
Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.

As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well.
The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region.
Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>