Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farid Yudoyono
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar Belakang: Cedera otak traumatika akibat kecelakaan lalu lintas masih merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif. Cedera otak sekunder dideskripsikan sebagai konsekuensi gangguan fisiologis, seperti iskemia, reperfusi, dan hipoksia pada area otak yang beresiko, beberapa saat setelah terjadinya cedera awal (cedera otak primer). Cedera otak sekunder sensitif terhadap terapi dan proses terjadinya dapat dicegah dan dimodifikasi. Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan data primer rekam medis. Data yang terdiri dari beberapa variabel yang dikumpulkan secara retrospektif dari catatan medis pasien. RS. Hasan Sadikin, Bandung Jawa Barat, Indonesia. Pengambilan data dilakukan pada 2011-2014. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 647 pasien. Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat, dan analisis multivariate cox proportional hazard dengan model matematis yang selanjutnya akan dibuat model skoring. Analisis roctab digunakan untuk menentukan nilai cut-off setiap variabel numerik. Hasil: Variabel perdarahan otak, tingkat kesadaran, dan edema serebri merupakan faktor resiko outcome, sedangkan variabel peningkatan tekanan intrakranial, kadar elektrolit natrium dan klorida, serta terapi diuretik merupakan faktor resiko untuk terjadinya outcome kematian pada pasien ensefalitis anak. Berdasarkan hasil analisis multivariat skoring didapatkan urutan faktor prognostik yang dominan menyebabkan kematian, yaitu Variabel usia memilik HR sebesar 1,00, natrium mempunyai HR 0,8, Perdarahan otak pada CT Scan kepala mempunyai HR sebesar 1,73, edema serebri mempunyai HR 2,53, hipoksia mempunyai HR sebesar 2,13, farktur maksillofascial mempunyai HR sebesar 0,6, hipotensi memiliki HR 0,7 dan pembedahan/trepanasi mempunyai HR 0,388 Berdasarkan analisis tersebut maka natrium, GCS, hipotensi, pembedahan dan MFS fraktur merupakan faktor proteksi outcome sedangkan usia, perdarahan otak pada CT Scan, edema serebri, hipoksia merupakan faktor resiko terjadinya outcome kematian pada pasien cedera kepala berat. Dari hasil mulitvariat yang telah dilakukan sebelumnya apabila skor -69 s/d -47 mengalami resiko rendah untuk mengalami kematian, skor -46 s/d -20 mengalami resiko sedang untuk terjadinya kematian dan skor >-19 akan mengalami resiko tinggi terjadinya kematian. Kesimpulan: Model skoring prognosis yang telah terbentuk ini mampu memprediksi sebesar 84,75 % faktor faktor yang berhubungan dengan prognosis cedera otak traumatika berat. Apabila ada 100 pasien cedera kepala berat dengan adanya semua variabel maka 76 pasien akan meninggal dan bila 100 pasien cedera kepala berat tanpa adanya semua variabel maka 25 pasien akan meninggal.
ABSTRACT
Background: Severe traumatic brain injury caused by traffic accidents is still one of the major causes of death and disability in the productive age group. Secondary brain injury is described as a physiological disorders, such as ischemia, reperfusion, and hypoxia in brain areas at risk, some time after the initial injury (primary brain injury). Secondary brain injury is sensitive to therapy it can be preventable and modifiable. Methods: This cohort study with primary data medical records. The data consists of multiple variables collected retrospectively from patient medical records at Hasan Sadikin Hospital Bandung West Java, Indonesia. Data were collected in 2011-2014. The number of samples was 647 patients. Analysis was conducted on univariate, bivariate, and multivariate Cox proportional hazards analysis with a mathematical model which would then be created scoring models. Roctab analysis is used to determine the cut-off value of any numeric variable. Results: Variable brain hemorrhage, level of consciousness and cerebral edema is a risk factor outcomes, while variable increased intracranial pressure, electrolyte levels of sodium and chloride, as well as diuretic therapy is a risk factor for the occurrence of mortality outcomes in patients with severe traumatic brain injury. Based on the results of the multivariate analysis of prognostic factors scoring sequence obtained the dominant cause of death, the age variable having an HR of 1.00, sodium has HR 0.8, brain hemorrhage on CT scan head has a HR of 1.73, had a cerebral edema HR 2,53, hypoxia has a HR of 2.13, fracture maxillofascial have HR of 0.6 and hypotension have HR 0.7, surgery / trepanation HR 0.388, based on the analysis of the sodium, GCS, hypotension, MFS fracture, surgery and outcome protection factor whereas age, brain hemorrhage on a CT scan, cerebral edema, hypoxia is a risk factor for mortality outcomes in patients with severe head injury. From the results multivariate analysis has score of -69 s/d -47 experiencing low risk to experience death, a score of -46 s / d -20 experiencing moderate risk for the occurrence of death and a score of > -19 will experience a high risk of death. Conclusions: This Prognostic model scoring has capable to predict 84.75% factors related to the prognosis of severe traumatic brain injury. If there were 100 patients with severe traumatic brain injury in the presence of all variables and 76 patients will die and when 100 patients with severe traumatic brain injury in the absence of all variables that 25 patients will die., Background: Severe traumatic brain injury caused by traffic accidents is still one of the major causes of death and disability in the productive age group. Secondary brain injury is described as a physiological disorders, such as ischemia, reperfusion, and hypoxia in brain areas at risk, some time after the initial injury (primary brain injury). Secondary brain injury is sensitive to therapy it can be preventable and modifiable. Methods: This cohort study with primary data medical records. The data consists of multiple variables collected retrospectively from patient medical records at Hasan Sadikin Hospital Bandung West Java, Indonesia. Data were collected in 2011-2014. The number of samples was 647 patients. Analysis was conducted on univariate, bivariate, and multivariate Cox proportional hazards analysis with a mathematical model which would then be created scoring models. Roctab analysis is used to determine the cut-off value of any numeric variable. Results: Variable brain hemorrhage, level of consciousness and cerebral edema is a risk factor outcomes, while variable increased intracranial pressure, electrolyte levels of sodium and chloride, as well as diuretic therapy is a risk factor for the occurrence of mortality outcomes in patients with severe traumatic brain injury. Based on the results of the multivariate analysis of prognostic factors scoring sequence obtained the dominant cause of death, the age variable having an HR of 1.00, sodium has HR 0.8, brain hemorrhage on CT scan head has a HR of 1.73, had a cerebral edema HR 2,53, hypoxia has a HR of 2.13, fracture maxillofascial have HR of 0.6 and hypotension have HR 0.7, surgery / trepanation HR 0.388, based on the analysis of the sodium, GCS, hypotension, MFS fracture, surgery and outcome protection factor whereas age, brain hemorrhage on a CT scan, cerebral edema, hypoxia is a risk factor for mortality outcomes in patients with severe head injury. From the results multivariate analysis has score of -69 s/d -47 experiencing low risk to experience death, a score of -46 s / d -20 experiencing moderate risk for the occurrence of death and a score of > -19 will experience a high risk of death. Conclusions: This Prognostic model scoring has capable to predict 84.75% factors related to the prognosis of severe traumatic brain injury. If there were 100 patients with severe traumatic brain injury in the presence of all variables and 76 patients will die and when 100 patients with severe traumatic brain injury in the absence of all variables that 25 patients will die]
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Mardiati D. S. J.
Jakarta: Sagung Seto, 1996
612. 82 RAT b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Kompas, , 2003
612 MEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Springer, Sally P.
New York: W.H Freeman and Company, 1985
612.82 SPR l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jill Scott, editor
Abstrak :
Examines shared territories in neurobiological anatomy, physiology and media art. This title reveals how scientists investigate perception and behaviour at the molecular, cellular and systems level. It demonstrates how interpretative forms of media art can help to demystify these complexities for diverse audiences.
Berlin: [, Springer], 2012
e20417717
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufiq Dardjat
Abstrak :
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian tersebut. Dari kepustakaan yang ada, saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi. Hal ini karena tanda atau gejala yang ditunjukan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya, umur, kondisi fisik pasien, penyakit sebelumnya, keadaan lingkungan mayat, sebelumnya makanan maupun penyebab kematian itu sendiri. Dalam era ini dibutuhan penentuan saat kematian secara tepat.Untuk itu akan telah dilakukan suatu penelitian dasar untuk mendapat suatu indikator bebas. Indikator ini akan dipakai untuk dasar kerja sebuah slat banal yang mampu mendeteksi perubahan yang hanya objektif dan akurat setelah kematian terjadi. Otak sebagai organ yang relatif terlindung maksimal dengan batok kepala diperkirakan mengalami proses kimiawi yang relatif cepat dan tidak dipengaruhi lingkungan. Proses kimiawi akibat terhentinya suplai zat asam/oksigen mengakibatkan jaringan otak yang sangat sensitif terhadap kekurangan zat asam itu akan lebih cepat mengalami disintegrasi kimiawi, yang diamati melalui perubahan konduktivitas listrikyang terjadi. Dengan penelitian ini diamati korelasi waktu dengan perubahan konduktivitas jaringan otak setelah kematian asfiksia dan perdarahan pada tikus. Telah didapatkan data bahwa konduktivitas berubah terhadap waktu dalam 24 jam pertama menurut fungsi quadratik dan atau kubik. Penurunan konduktivitas ini diperkirakan terjadi berhubungan dengan denaturasi protein atau asam aminino intra dan ekstraseluler. Mulai terjadinya pengrusakan atau perubahan semipermeabilitas dinding sel yang terdiri dari fosfo lipid yang terurai menjadi asam lemak dan protein yang bersifat elektrolit menunjukan meningkatnya larutan elektrolit secara umum sehingga akan meningkatkan konduktivitas aliran listrik tersebut. Secara sepintas tidak terdapat berbedaan yang bermakna antara cara kematian secara asfiksia atau perdarahan/potong. Konduktivitas mencapai minimum sekitar 12 - 15 jam kematian untuk kedua perlakuan. Dari data deskriptif ini perlu kiranya dilakukan analisis statistik lebih lanjut, untuk mendapatkan informasi sehingga bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Untuk itu penelitian ini perlu dilajutkan secara terintegrasi dengan disiplin terkait untuk memantau baik secara biokimia atau histopatologis dan lainnya, untuk menjelaskan perubahan fisika listrik yang terjadi ini.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Silaban, Crisman Wise Patuan
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem Monitoring Gelombang Otak adalah salah satu sistem untuk memantau kondisi otak seseorang dengan memanfaatkan metode Neuro Imaging, yaitu EEG.Sistem ini memantau tingkat kesadaran pada manusia berdasarkan gelombang otaknya, seperti pada saat tertidur orang akan cenderung menghasilkan lebih banyak gelombang Delta. Sistem Monitoring Gelombang Otak mampu mengukur perubahan tingkat kesadaran berdasarkan gelombang otak yang diperoleh, yaitu pada saat tidur dihasilkan lebih banyak gelombang delta (19-20 gelombang delta) jika dibandingkan pada saat sadar (13 gelombang delta) dalam waktu 3 menit . Sistem monitoring ini diharapkan mampu untuk memantau kondisi kesadaran pada orang yang mengalami koma berdasarkan gelombang otak delta yang direkam.
ABSTRACT
Brain Wave Monitoring System is a system for monitoring the condition of a person's brain by utilizing the method of Neuro Imaging, which is EEG.Sistem monitor the level of consciousness in humans by brain waves, such as when asleep people will tend to result in more waves of Delta. Brain Wave Monitoring System is capable of measuring changes in the level of consciousness by brain waves are obtained, which at the time generated more sleep delta waves (delta waves 19-20) when compared at the time aware (13 delta waves) within 3 minutes. The monitoring system is expected to be able to monitor the state of consciousness in people who fell into a coma by delta brain waves are recorded.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Sudibyo S.
Jakarta: UI-Press, 2007
PGB 0416
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>