Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lischer, Kenny
"Acanthaster planci dilaporkan memiliki enzim phospolipase A2 (PLA2) yang memiliki aktivitas antiviral. Sementara itu, penyakit AIDS semakin menyebar yang diakibatkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Namun, terdapat resistensi virus HIV terhadap obat yang ada sehingga menurunkan efektivitas yang ada.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari alternatif obat terhadap HIV, salah satunya adalah PLA2 ini. Oleh karena itu, penelitian secara umum bertujuan untuk mengobservasi adanya aktivitas antiviral PLA2 terhadap HIV. Dalam penelitian ini digunakan sampel enzim PLA2 berupa CV dan F20 untuk diuji aktivitas dengan degradasi fosfatidikolin dan kemurniannya dengan SDS-PAGE.
Uji aktivitas dilakukan dengan menggunakan sistem in vitro, yaitu kultur virus HIV dengan menggunakan sel PBMC (Peripheral Blood Mononuclear Cells). Sel PBMC diisolasi dari darah orang sehat yang kemudian distimulasi dengan PHA (Phytohaemaglutinin). Sel ini dijadikan feeder untuk memperbanyak virus dari PBMC pasien positif HIV. Sebelum dilakukan uji aktivitas terlebih dahulu dilakukan uji toksisitas dengan LC50.
Hasil uji aktivitas PLA2 didapatkan bahwa F20 memiliki aktivitas spesifik dan tingkat kemurnian 15,66 kali dari CV. Nilai LC50 PLA2 adalah sebesar 1,63799 mg/ml. Sementara itu hasil uji aktivitas antiviral PLA2 secara in vitro menunjukkan hambatan persentase sel yang terinfeksi, dimana untuk kultur HIV yang memiliki rata-rata infeksi 9,718±0,802% menurun setelah ditambahkan dengan PLA2 menjadi hanya 0,299±0,212% infeksi dari jumlah sel.

Acanthaster planci has enzyme, phospolipase A2 (PLA2), which has ability as antiviral agent. AIDS had become big pandemic in the world cause of the spread of Human Immunodeficiency Virus (HIV). Furthermore, HIV had become resistance with current drugs, so it decrease the efectivity of drugs.
This research conduct to obtain the alternative drug for HIV infection, one of them is PLA2. So, the objective of this research was to observe antiviral activity of PLA2 agains HIV. This research using CV and F20 as the sample PLA2 which had been extracted from A. planci. Enzimatic activity will be determine by degradation of phospatidicholin and the purification determine by SDS-PAGE.
Activity test was done in vitro by using PBMC (Peripheral Blood Mononuclear Cells) as feeder to increase HIV population. Meanwhile, toxicity test must be done before by LC50. PLA2 F20 had activity and purity by 15.66 times bigger than CV. LC50 of PLA2 was about 1,63799 mg/ml.
Meanwhile, antiviral activity test of PLA2 in vitro show inhibition of percentage of infected cells. Where, HIV culture shows infected cells about 9,718±0,802%. After Additon of PLA2, infected cells was drop into 0,299±0,212% from the total of cells.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Asri Tresnaningtyas
"ABSTRAK
Infeksi virus dengue (DENV) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hingga saat ini patogenesis infeksi DENV masih belum diketahui secara jelas. DENV dapat menginfeksi dan bereplikasi pada monosit yang mengarah pada hipotesis ADE (Antibody-Dependent Enhancement). Infeksi DENV juga seringkali menyebabkan kerusakan hati, hepatomegali hingga disfungsi hati. Organ hati merupakan salah satu target utama infeksi DENV. Beberapa mekanisme yang terlibat dalam kerusakan hepatosit selama infeksi DENV yaitu efek sitopatik langsung yakni dari infeksi virus, dan efek tidak langsung yakni terkait disfungsi mitokondria, dan pengaruh faktor imun seluler dan humoral pada hati. Untuk mengetahui peranan DENV dan monosit dalam kerusakan sel hati, pada penelitian ini dilakukan infeksi DENV pada galur sel hepatosit Huh 7 it-1 yang diko-kultur dengan PBMC secara in vitro untuk mengetahui kadar sitokin IL-6, IL-10, TNF-a, IP-10 dan GRO-a menggunakan ELISA. Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan infektivitas DENV-2 pada sel Huh 7it-1 melalui FFU assay, dan pengukuran serta pengamatan viabilitas sel melalui MTT assay dan pewarnaan tryphan blue. Hasil menunjukkan bahwa kadar sitokin IL-6, IL-10, TNF-a, GRO-a pada PBMC yang dikultur bersama sel Huh 7it-1 terinfeksi DENV-2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Sementara kadar kemokin IP-10 pada PBMC yang dikultur bersama sel Huh 7it-1 terinfeksi DENV-2 lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol. Penambahan PBMC dapat menurunkan infektivitas sel Huh 7it-1terinfeksi DENV-2. Penambahan PBMC pada sel Huh 7it-1 terinfeksi DENV-2 menurunkan viabilitas sel.

ABSTRACT
Dengue virus (DENV) infection increases every year and still being a health problem in Indonesia. Pathogenesis of DENV infection still not clearly known. DENV can infect and replicate monocytes that lead to the ADE (Antibody-Dependent Enhancement). DENV infection may cause liver damage, hepatomegaly and liver dysfunction. Liver is also known to be the main target of DENV infection. Some of the mechanisms involved in hepatocytes damage during DENV infection are direct cytopathic effects of the virus,and indirect cythopatic effects due to mitochondrial dysfunction, and effect of cellular and humoral immune factors in the liver. To determine the role of DENV and monocytes in liver cell damage, this study carried out DENV infection on Huh 7it-1 hepatocyte cell lines cultured with PBMC in vitro to determine levels of cytokine IL-6, IL-10, TNF-a, IP-10 and GRO-a using ELISA. This study also observed infectivity of DENV-2 infected Huh 7it-1 cells through FFU assay, and cell viability through MTT assay, and tryphan blue staining. The results showed that the levels of cytokines IL-6, IL-10, TNF-a, GRO-a in PBMC cultured with DENV-2 infected Huh 7it-1 cells were higher than control. While levels of chemokine IP-10 in PBMCs co-cultured with DENV-2 infected Huh 7it-1 cells were lower than control. Addition of PBMC decreased the infectivity of DENV-2 infection in Huh7it-1 cells. Addition of PBMC in DENV-2 infected Huh 7 it-1 cells decreased cells viability.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ariane Iskandar
"Glutamat adalah molekul monoamin yang mengatur sel-sel saraf. Senyawa ini juga memiliki reseptor pada sel imun. Regulasi glutamat sel imun termasuk kemotaksis, diferensiasi, proliferasi dan apoptosis. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan produksi sitokin PBMC yang dirangsang dengan glutamat. Sitokin dinilai dengan metode elisa. PBMC dikumpulkan dari 10 donor pria sehat. PBMC 7x105 yang diisolasi dirangsang dengan glutamat atau tidak diobati, diinkubasi selama 24 jam 5% CO2 37 oC dalam media lengkap asam amino, vitamin B kompleks dan ion. Terjadi penurunan sitokin pada kelompok yang distimulasi glutamat daripada kelompok kontrol. Dijelaskan bahwa glutamat berubah menjadi metabolit dalam mitokondria. Sebagai kesimpulan, hasil ini menunjukkan bahwa glutamat memiliki dampak menurunkan produksi sitokin pada PBMC manusia yang sehat.

Glutamate are monoamine molecules that regulate nerve cells. These compounds also have receptors on immune cells. Glutamate regulation of immune cells include chemotaxis, differentiation, proliferation and apoptosis. Aim of this study is determining cytokine production PBMC stimulated with glutamate. Cytokine was assessed by elisa method. PBMC was collected from 10 healthy male donors. Isolated 7x105 PBMCs were stimulated with Glutamate or untreated, incubated for 24 hours 5 % CO2 37 oC in a complete medium of amino acids, vitamin B complex and ions. A decrease in cytokine in glutamate treated group than control group. It was suggested that Glutamate role as metabolite in mitochondria. As conclusion, these results suggest that glutamate have suppresing impact on cytokine production in healthy human PBMC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cityta Putri Kwarta
"ABSTRAK
Asma alergi merupakan penyakit atopi degeneratif yang disebabkan alergi atau hipersensitifitas tipe-1. Lebih dari 50% penderita asma alergi disebabkan adanya reaksi hipersensitif terhadap alergen Tungau Debu Rumah (TDR). Skrining subjek penelitian berdasarkan manifestasi asma dan Skin Prick Test (SPT) didapatkan 25 subjek atopi asma yang disebabkan alergi terhadap alergen TDR dan 21 subjek nonatopi. Respon imunitas seluler dievaluasi melalui teknik kultur Kultur sel mononuklear darah tepi (SMDT) yang diisolasi dari darah menggunakan teknik ficoll gradient. Kultur SMDT dari masing-masing subjek distimulasi dengan Alergen TDR, PHA (kontrol positif), dan RPMI (kontrol negatif) selanjutnya diinkubasi dalam inkubator CO2 5%, 37⁰C selama 72 jam. Dengan metode multiplex assay, supernatan hasil kultur dilakukan pengukuran IFNγ untuk menilai mediator proinflamasi tipe-1, Interleukin 13 (IL-13) untuk menilai mediator proinflamasi tipe-2, dan IL-10 sebagai anti inflamasi serta kadar Indoleamine 2,3-Dioxygenase (IDO) diukur dengan metode ELISA Sandwich. Terdapat peningkatan rasio sitokin proinflamasi tipe-2 (IL13) terhadap anti inflamasi (IL10) dan penurunan rasio sitokin proinflamasi tipe-1 (IFN) terhadap proinflamasi tipe-2 (IL-13) yang dihasilkan dari kultur SMDT pada kelompok atopi asma dibandingkan dengan kelompok nonatopi. Perubahan pola keseimbangan mediator pro inlamasi tipe-1, tipe-2 dan anti inflamasi pada subjek asma alergi diduga mempengarui produksi IDO yang ditemukan secara signifikan lebih rendah dibanding subjek non atopi.

ABSTRACT
Allergic asthma is degenerative atopy caused by type 1 allergic or hypersensitivity. More than 50% of people with allergic asthma are caused by hypersensitivity reactions to house dust mite allergens (HDM). Screening of research subjects based on asthma manifestations and Skin Prick Test (SPT) found 25 subjects with atopic asthma caused by allergies to TDR allergens and 21 nonatopic subjects. The cellular immune response was evaluated through a culture of peripheral blood mononuclear cell culture (PBMC) technique isolated from blood using the ficoll gradient technique. PBMC cultures from each subject were stimulated with HDM allergens, PHA (positive control), and RPMI (negative controls) then incubated in a 5% CO2 incubator, 37⁰C for 72 hours. With the multiplex assay method, IFNγ measurements were carried out by the culture supernatant to assess type 1 proinflammatory mediator, Interleukin 13 (IL-13) to assess type 2 proinflammatory mediators, and IL-10 as anti-inflammatory and Indoleamine 2,3-Dioxygenase levels (IDO) is measured by the ELISA Sandwich method. There was an increase in the ratio of type-2 (IL13) proinflammatory cytokines to anti-inflammatory (IL10) and a decrease in type-1 (IFN) proinflammatory cytokine to proinflammatory type-2 (IL-13) resulting from PBMC culture in the asthma atopy group compared to the nonatopic group. Changes in the balance pattern of type 1, type-2 and anti-inflammatory pro-inflammatory mediators in allergic asthma subjects suspected to affect IDO production were found to be significantly lower than non-atopy subjects.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Priambodo
"ABSTRAK
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dengan luas sekitar 11 juta hektar pada tahun 2014. Serbuk sari kelapa sawit memiliki potensi alergi yang cukup besar, karena memiliki ukuran relatif kecil, berjumlah relatif banyak, dan bersifat anemofili.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter kandidat protein alergen serbuk sari kelapa sawit melalui metode SDS-PAGE dan Western Blotting, serta mengetahui aktivitas IgA, IgE, IgG, IgM, dan IFN-γ pada sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) terhadap induksi protein serbuk sari kelapa sawit yang dilakukan secara in vitro. Penelitian diawali dengan ekstraksi protein serbuk sari kelapa sawit, yang berasal dari beberapa wilayah di Indonesia. Berat molekul protein dianalisis dengan metode SDS-PAGE, serta uji kealergenikan kandidat protein alergen diuji dengan menggunakan 21 serum pasien alergi melalui metode Western Blotting. Protein serbuk sari kelapa sawit juga diinduksikan pada kultur sel PBMC. Proses pendeteksian IgA, IgE, IgG, IgM, dan IFN-γ dilakukan menggunakan metode ELISA. Berat molekul protein serbuk sari kelapa sawit diketahui berukuran 10?80 kDa.
Hasil uji kealergenikan protein tersebut pada Western Blotting menunjukkan kandidat protein alergen memiliki ukuran 14 kDa, 15 kDa, 20 kDa dan 31 kDa. Aktivitas beberapa immunoglobulin dan sitokin berhasil terdeteksi. Konsentrasi IgA didapatkan sebesar 0,022 pg/ml, IgE sebesar 9,655 pg/ml, IgG sebesar 39,856 pg/ml, IgM sebesar 10,369 pg/ml, dan IFN-γ sebesar 2.617,240 pg/ml.

ABSTRACT
Oil palm is a plant that widely cultivated in Indonesia, with an area of about 11 million hectares in 2014. Oil palm pollen is potential to caused allergy, because it has a small size, much in amount, and was dispersed by wind.
This study aims to determine the character of the allergen protein candidate from oil palm pollen by using SDS-PAGE and Western Blotting, and also to know the activity of IgA, IgE, IgG, IgM, and IFN-γ against exposure to oil palm pollen protein performed in vitro on Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC). The study begins with the protein extraction from oil palm pollen, which is derived from several regions in Indonesia. The molecular weight of these proteins are analyzed using SDS-PAGE. Allergenic test of allergen protein candidates were tested using 21 serum of allergic patients through Western Blotting method. Oil palm pollen protein also induced in PBMC cultures. The detection of IgA, IgE, IgG, IgM, and IFN-γ were performed using ELISA. The molecular weight of oil palm pollen protein is about 10?80 kDa.
Allergenic test results through Western Blotting showed the allergen protein candidates have a size of 14 kDa, 15 kDa, 20 kDa and 31 kDa. Immunoglobulin and cytokine activity successfully detected. The IgA concentrations obtained 0.022 pg/ml, IgE obtained 9.655 pg/ml, IgG obtained 39.856 pg/ml, IgM obtained 10.369 pg/ml, and IFN-γ obtained 2,617.240 pg /ml.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifin Musthafa
"ABSTRAK
Latar Belakang : Radiasi pengion pada pekerja radiasi berpotensi menimbulkan kerusakan deoxyribonuclei acid DNA berupa double strand break DSB sebagai awal terjadinya ketidakstabilan genom. Kerusakan DNA diantaranya dapat diamati dengan ?-H2AX sebagai biomarker terjadinya DNA DSB. Pembentukan ?-H2AX dalam inti sel dapat terjadi setelah paparan radiasi sebesar 1 mGy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek radiasi di lingkungan pekerja radiasi sebagai studi respon adaptif peripheral blood mononuclear cell PBMC setelah pemberian radiasi dengan mengamati ekspresi foci ?-H2AX.Metode : Sampel darah dari delapan belas pekerja di iradiasi dosis 0 Gy, 1 Gy, 1.5 Gy, dan 2 Gy. Selanjutnya dilakukan deteksi dan penghitungan foci ?-H2AX sebelum dan setelah iradiasi pada 50 sel PBMC. Jumlah rerata foci ?-H2AX dianalisis menggunakan analisis statistik t-independent test.Hasil : Berdasarkan hasil penelitian diketahui tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik jumlah foci ?-H2AX tanpa perlakuan p=0.807 . Hasil penelitian kurva linier menunjukkan bahwa terbentuknya 2-3 foci per sel setelah penyinaran 2 Gy.Kesimpulan : Dari data ini dapat disimpulkan ekspresi ?-H2AX pada PBMC dalam batas normal antara kontrol dan pekerja radiasi dan tingkat risiko kerusakan DNA DSB relatif sama setelah penyinaran pada dosis 1 Gy, 1.5 Gy, dan 2 Gy.

ABSTRACT
Background Ionizing radiation in radiation workers has the potential to cause DNA damage in the form of double strand break as the beginning of genomic instability. DNA damage can be observed with H2AX as the biomarker of DNA double strand break. The formation of H2AX in the nucleus can occur after radiation exposure of 1 mGy. This study aims to determine the radiation effects in radiation work environments as a study of adaptive responses of PBMC after radiation by observing H2AX foci expression.Method Blood samples were eightteen workers were irradiated with doses 0 Gy, 1 Gy, 1.5 Gy, and 2 Gy. Further detection and counting of H2AX foci before and after irradiation at 50 PBMCs. The mean number of H2AX foci was analyzed using t independent test.Results Based on the result study, there were no significant differences in the number of H2AX foci without treatment p 0.807 . The results of the linear curve study showed that the formation of 2 3 foci per cell after exposure of 2 Gy.Conclution From this data we can concluded that expression of H2AX in PBMCs within normal limits between control and radiation workers and level of risk DNA DSB damage is relatively similarafter exposure at doses 1 Gy, 1.5 Gy, and 2 Gy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T59180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arif
"Perencanaan yang baik diperlukan dalam pengadaan suatu infrastruktur jalan. Setelah proses perencanaan dan konstruksi suatu proyek infrastruktur selesai dilakukan perlu dipikirkan tindakan selanjutnya yaitu pemeliharaan jalan tersebut. Dengan adanya perubahan akibat umur dan juga faktor pembebanan dan kondisi alam yang terjadi mengakibatkan bangunan akan mengalami perubahan baik secara bentuk, kekuatan dan kegunaan. Oleh karena itu pemeliharaan suatu infrastruktur jalan sangat penting, agar dapat memfungsikan infrastruktur yang ada sesuai dengan tujuan awal pembangunan dan memperpanjang umur rencana. Dalam pelaksanaan pemeliharaan infrastruktur, diperlukan adanya kontrak yang akan mengikat antara pemilik dengan pelaksana (kontraktor). Beberapa jenis kontrak yang ada adalah kontrak harga satuan pos pekerjaan (Unit Price) dan kontrak pekerjaan lumsum (Lump Sum Fixed Price). Dalam kedua jenis kontrak tersebut kontraktor hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dikontrakkan saja. Untuk itu dibutuhkan suatu kontrak yang mampu memberikan tanggung jawab kepada kontraktor dalam jangka waktu tertentu atas performa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kontrak seperti ini biasanya disebut Performance Based Maintenance Contract atau kontrak pemeliharaan berdasarkan kinerja. Sebagai kontrak yang masih relatif baru di Indonesia harus dipertanyakan sejauh apa kesiapan pihak yang terkait, yang dalam hal ini adalah kontraktor dalam pekerjaan pemeliharaan jalan Tol dengan menggunakan kontrak berdasarkan performa atau PBMC. Karena, selain keuntungan dan manfaat dari kontrak jenis ini, terdapat resiko yang mungkin timbul dalam penerapan PBMC. Kesiapan kontraktor dalam pekerjaan pemeliharaan jalan Tol dengan menggunakan PBMC tersebut dapat diketahui dari indikator kesiapan, yaitu pemahaman tetang PBMC, ketersediaan dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki, dan kendala yag ada."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Fakhrurizal Amin
"Pendahuluan: Peningkatan karbondioksida pada atmosfer berdampak pada perubahan iklim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi tubuh manusia terutama pada sistem imun manusia, yang diketahui dapat menurunkan produksi sel T. Pada penelitian ini menggunakan subjek berupa sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) yang menjadi representatif dari sistem imun manusia. Berbagai respon mungkin akan ditunjukkan jika PBMC dipaparkan karbon dioksida dengan konsentrasi lebih tinggi dari normal, tetapi pada penelitian ini hanya spesifik melihat pada kadar hidrogen peroksida melalui pengukuran kadar DCFH-DA. Metode: PBMC yang sudah diisolasi dari subjek dipaparkan karbon dioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji. Waktu pemaparan dilakukan selama 24 jam dan 48 jam. Pada waktu akhir waktu inkubasi untuk masing-masing kelompok akan dilakukan pengukuran kadar DCFH-DA dengan fluorometri. Hasil yang didapat berupa absorbansi/sel yang akan dianalisis lebih lanjut melalui SPSS versi 24. Hasil: Didapatkan jumlah hidrogen peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol secara signifikan (p<0.05) saat diinkubasi selama 24 jam tetapi tidak signifikan pada waktu inkubasi 48 jam. Perbandingan konsentrasi hidrogen peroksida antara 24 dan 48 jam menunjukkan penurunan secara signifikan konsentrasi saat diinkubasi 48 jam jika dibanding 24 jam. Kesimpulan: Paparan karbon dioksida selama 24 jam dapat meningkatkan produksi hidrogen peroksida dibandingkan kontrol, namun hal ini tidak terjadi pada PBMC yang dipaparkan karbondioksida selama 48 jam.

Introduction: Increased carbon dioxide in the atmosphere has an impact on climate change. Increased carbon dioxide can affect the human body, especially in the human immune system, which is known to reduce the production of T cells. So as to represent the human immune system, this study uses the subject of Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells. Various responses might be demonstrated if PBMCs were exposed to carbon dioxide concentrations higher than normal, but in this study only specifically looked at hydrogen peroxide levels by measuring DCFH-DA levels. Method: PBMC which had been isolated from the subject were exposed to 5% carbon dioxide as a control and 15% as a test. Exposure time is 24 hours and 48 hours. At the end of the incubation time for each group, measurement of DCFH-DA with fluorometry will be carried out. The results obtained in the form of absorbance / cells will be further analyzed through SPSS version 24 Result : There was a significant increase in the amount of hydrogen peroxide compared to the control (p <0.05) when incubated for 24 hours but not significantly at 48 hours incubation time. Comparison of hydrogen peroxide concentrations between 24 and 48 hours shows a significant decrease in concentration when incubated 48 hours when compared to 24 hours (p<0.05). Conclusion: Exposure to carbon dioxide for 24 hours can increase hydrogen peroxide production compared to control, but there is no significant change in hydrogen peroxide production was observed in 48 hours of carbon dioxide exposure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfian Aby Nurachman
"Latar Belakang : Global warming atau peristiwa meningkatnya suhu rerata bumi disebabkan oleh peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) pada atmosfer bumi. Peningkatan kadar karbondioksida ini berpengaruh terhadap kesehatan melalui berbagai cara. Dalam tubuh kondisi kadar karbondioksida yang tinggi atau hiperkapnea dapat memberikan pengaruh pada tubuh salah satu nya adalah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Dengan menggunakan sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC), kadar ROS terutama superoksida yang diproduksi akibat paparan CO2 tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan dihydroethidium (DHE) assay.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan pada kadar CO2 tinggi terhadap perubahan produksi superoksida pada sel PBMC.
Metode : Sel PBMC diinkubasi pada kadar CO2 yang berbeda yaitu kadar tinggi sebesar 15% dan kontrol 5% CO2. Produksi superoksida pada sel tersebut dapat dilihat menggunakan DHE assay dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada fluorometer. Hasil yang didapatkan adalah nilai absorbansi per sel yang menggambarkan kadar superoksida untuk tiap satu sel PBMC.
Hasil : Pemaparan sel PBMC pada kondisi tinggi CO2 (15% CO2) selama 24 jam dan 48 jam secara signifikan meningkatkan produksi superoksida bila dibandingkan dengan kontrol (5% CO2) pada sel PBMC. Namun terdapat penurunan yang signifikan antara paparan tinggi CO2 selama 48 jam bila dibandingkan dengan paparan tinggi CO2 selama 24 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa paparan tinggi CO2 dapat meningkatkan laju produksi superoksida pada sel PBMC. Selain itu terdapat penurunan kadar superoksida pada sel PBMC apabila lama paparan CO2 tinggi lebih dari 24 jam.
Kesimpulan : pemaparan kadar CO2 tinggi pada sel PBMC selama 24 jam dan 48 jam akan meningkatkan laju produksi ROS terhadap kontrol. Penurunan kadar superoksida pada inkubasi CO2 tinggi selama 48 jam menunjukan ada nya pengurangan kadar superoksida apabila lama inkubasi lebih dari 24 jam.

Background: Global warming or the increase in the average temperature of the earth is caused by an increase in the concentration of carbon dioxide (CO2) in the earth's atmosphere. Increased levels of carbon dioxide affect health in various ways. In the body of conditions high carbon dioxide levels or hypercapnea can give effect to the body one of them is an increase in the production of Reactive Oxygen Species (ROS) which can cause oxidative stress. By using Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells, ROS levels, especially superoxide produced due to high CO2 exposure can be detected using dihydroethidium (DHE) assay.
Objective: This study was conducted to see the effect of exposure to high CO2 levels on changes in superoxide production in PBMC cells.
Methods: PBMC cells were incubated at different CO2 levels, namely a high level of 15% and a control of 5% CO2. Superoxide production in these cells can be seen using the DHE assay by looking at changes in absorbance values on the fluorometer. The results obtained are absorbance values per cell that describe the levels of superoxide for each one PBMC cell.
Results: Exposure of PBMC cells under high CO2 conditions (15% CO2) for 24 hours and 48 hours significantly increased superoxide production when compared to controls (5% CO ¬ 2) on PBMC cells. However, there was a significant decrease between 48 hours of high CO2 exposure compared to 24 hours of high CO2 exposure. From this it follows that high exposure to CO2 can increase the rate of superoxide production in PBMC cells. In addition there is a decrease in superoxide levels in PBMC cells if the duration of high CO2 exposure is more than 24 hours.
Conclusion: exposure to high CO2 levels in PBMC cells for 24 hours and 48 hours will increase the rate of superoxide production to control. Decrease in superoxide levels in incubation of high CO2 for 48 hours shows that there is a reduction in superoxide levels if the incubation time is more than 24 hours.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>