Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sobalely, Jonas Ricardo F.
"Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Kota Depok Studi mengenai Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Kota Depok ini menjadi penting karena akan memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang berperan dalam kemenangan PDI-P pada Pemilu Legislatif 2014 di Kota Depok Penelitian ini difokuskan pada besarnya perolehan suara yang diraih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam Pemilihan Umum Legislatif 2014 di Kota Depok dan faktor-faktor yang berperan terhadap kemenangan tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan konsep-konsep dan teori-teori untuk menganalisanya. Konsep dan teori kampanye politik dari Patrick J. Sellers, Riswanda Imawan digunakan untuk melihat mobilisasi partai dengan isu populisme, konsep dan teori perilaku pemilih dari Seymour M. Lipset dan J. Kristiadi digunakan untuk melihat identifikasi partai, dan konsep dan teori ideologi politik dari Terence Ball & Richard Dagger untuk melihat bagaimana sentimen politik. Konsep dan teori kampanye politik dari Riswanda Imawan, serta konsep dan teori strategi politik dari Peter Schroder digunakan untuk melihat peran pengurus dan kader partai dalam memenangkan PDI-P serta strategi apa yang digunakan untuk itu.
Dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka, dikumpulkan data-data yang kemudian dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada Pemilu Legislatif 2014 di Kota Depok diraih dengan perolehan suara sebesar 20,05 persen suara dan memperoleh 11 kursi di DPRD Kota Depok. Ada dua faktor yang berperan terhadap kemenangan PDI-P itu, yaitu faktor eksternal yang terdiri dari : (1) Mobilisasi Partai dengan isu populisme; (2) Identifikasi partai; (3) Sentimen politik. Dan faktor internal yang terdiri dari : (1) Peran pengurus dan kader partai; dan (2) Strategi partai.
......The Winning of PDI-P on Legislative Election 2014 in Depok City The background of this research is about the winning of PDI-P on Legislative Election 2014 in Depok City important because it would be showing explanation of the indicators on role play by the strategic of the PDI-P in the 2014 year to win Legislative Election in Depok City. This research focused on the amount of votes achieved by the PDI-P on Legislative Election 2014 in Depok City and also the indicators that contribute to the victory. To answer these problems used the concepts and theories to analyze on it. The concepts and theories of political campaign by Patrick J. Sellers, Riswanda Imawan used to analyze the mobilization of the party by the issue of populism; concepts and theories of voting behavior by Seymour M. Lipset and J. Kristiadi used to see party identification; and at least the concepts and theories of political ideology by Terence Richard Ball & Dagger to row how the political sentiment played. The concepts and theories of political campaign by Riswanda Imawan, as well as the concepts and theories of political strategy by Peter Schroder used to show the role of the board and the party cadres in the result of winning the PDI-P and what strategies are used to achieve it.
By using the technique in depth interviews and literature study to collecting data then analyzed by using qualitative methods. The winning of PDI-P on Legislative Election 2014 in Depok City achieved by votes of 20.05 percent in result of the all votes and gained by 11 seats in Parliament of Depok City. There are two indicators that contribute to the victory of The PDI-P?s namely external factors consist of, (1) Mobilization party with the issue of populism; (2) Identification of the parties; (3) Political sentiment. And internal factors which consist of; (1) The role of the structure and the party cadres, and (2) Strategy party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primus Wawo
"Ketika pemimpin rezim Orde Baru, Soeharto, dijatuhkan oleh gerakan reformasi rakyat Indonesia pada bulan Mei 1998 harapan berlangsungnya sebuah pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur yang demokratis menjadi keinginan semua pihak. Semua pihak tentunya tidak ingin lagi melihat adanya berbagai bentuk intervensi dan pemerintah pusat yang berlebihan di luar aturan hukum yang ada, seperti yang tampak pada praktek pemilihan di era Orde Baru. Namun kenyataan justru tidak menunjukkan sebuah perubahan yang signifikan. Bahkan konflik muncul akibat bentuk intervensi seperti di era Orde Baru terlepas dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Studi ini berfokus pada konflik Internal PDI-P antara Megawati (DPP) dan Tarmidi Suhardjo (DPD) dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007.
Metode penelitian yang digunakan studi ini meliputi empat aspek. Pertama, pendekatan kualitatif. Kedua, tipe penelitian deskriptif analitis. Ketiga, teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam (interview indepth), data sekunder dengan studi kepustakaan. Keempat, teknik analisis dengan kualitatif.
Adapun temuan-temuan yang dihasilkan dari studi ini dengan menggunakan metodologi di atas meliputi;
Legitimasi hukum yang telah diperoleh oleh Sutiyoso berupa ketetapan DPRD DKI Jakarta tentang mengakuan oleh DPRD DKI Jakarta sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007, dan penetapan atau pelantikan oleh Presiden RI setelah sebelumnya dipilih secara sah oleh sebagian anggota DPRD DKI Jakarta menunjukkan bahwa secara hukum Sutiyoso adalah Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007.
Meskipun Sutiyoso terpilih sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku, namun munculnya berbagai kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group) yang menolaknya sebagai Gubernur DKI Jakarta merupakan indikasi tidak maksimalnya legitimasi politik yang diperolehnya, Bahkan dukungan yang diberikan oleh Megawati (DPP) terhadap Sutiyoso tidak memperkuat legitimasi politik tersebut, karena Megawati (DPP) melakukannya di luar prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku secara umum.
Begitu pula tampilnya elemen kekuatan politik masyarakat baik kelompok kepentingan (interest group) maupun kelompok penekan (pressure group) dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur yang memperjuangkan aspirasi dan calonnya masing-masing harus dipandang sebagai sebuah bentuk partisipasi politik masyarakat Jakarta yang memberi kontribusi terhadap proses demokrasi terutama pada mekanisme pencalonan dan pemilihan. Karena itu adanya penilaian bahwa sejumlah aksi atau demonstrasi tidak murni atau ditunggangi tentu tidak relevan lagi dibicarakan dalam kaitannya dengan proses-proses politik yang terkait dengan kekuasaan dan kepentingan.
Selanjutnya, adanya pengakuan anggota DPRD DKI Jakarta terutama anggota DPRD dari Fraksi PDI-P bahwa diantara mereka tidak diperintah memilih Sutiyoso dapat dianggap sebagai salah satu bentuk kebohongan publik. Sebab munculnya rekomendasi Megawati (DPP) Nomor: 94911NIDPPIVII12002 tanggal 15 Juli 2002 yang memerintahkan agar Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta memilih Sutiyoso setidaknya membuktikan adanya penyimpangan dalam proses politik. Dan penyimpangan itulah yang menjadi hakekat dari sumber konflik internal PDI-P antara Megawati (DPP) dan Tarmidi (DPD).
Konflik muncul karena Megawati (DPP) tidak menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokratisasi, yang berarti pula telah melanggar pokok-pokok pikirannya sendiri yang pernah dilontarkan ke publik sebelum menjadi Ketua Umum PDI-P. Dan sebagai dampak dari penyimpangan ini tidak hanya membuat Tarmidi Suhardjo dipecat sesuai Surat Nomor: 205/DPP/KPTSI/X/2002 tanggal 8 Oktober 2002 dan keluar dari PDI-P, tetapi akan mempengaruhi perolehan suara PDI-P pada pemilu 2004.
Dukungan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI-P dan sebagai Presiden terhadap Sutiyoso merupakan bukti bahwa penguasa cenderung mempertahankan kekuasaannya. Karena itu dukungan Megawati terhadap Sutiyoso dalam pemilihan Gubennir/Wakil Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007 tidak lepas dari kepentingan jangka pendek dan jangka panjang Megawati (DPP). Kepentingan jangka pendek Megawati berupa kepentingan ekonorni dan jaminan stabilitas sisa masa jabatannya. Sedangkan untuk jangka panjang kepentingan Megawati (DPP) berupa naiknya kembali elit PDI-P dipanggung politik nasional setelah memenangi permilu 2004.
Karena itu terpilihnya Sutiyoso yang sangat ditentukan oleh adanya kekuatan politik DPP PDI-P harus dilihat sebagai bagian dari proses tawar menawar politik (bargaining) antara kepentingan Sutiyoso yang ingin terpilih kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta Periode Tahun 2002-2007 dan kepentingan Megawati yang ingin agar masa kekuasaannya yang tanggal beberapa bulan lagi dapat bertahan, serta kepentingan PDI-P untuk pemenangan pemilu 2004.
Namun bagaimanapun juga intervensi Megawati (DPP) dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta dengan mendukung Sutiyoso yang bukan kader PDI-P patut disesalkan oleh kader dan massa PDI-P, karena Megawati selaku Ketua Umum Partai dalam mengeluarkan rekomendasi dalam mendukung Sutiyoso tidak didahului dengan menjelaskan ke seluruh massa pendukungnya bahwa dukungannya terhadap Sutiyoso adalah demi kepentingan kekuasaannya dan kepentingan PDI-P."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ibrahim Arif
"Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017, cukup berbeda dengan pemilihan lain di banyak daerah. Dengan adanya kandidat yang dipromosikan oleh partai politik daripada kader partai dan juga status DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dan memiliki masyarakat yang heterogen membuat pemilihan DKI Jakarta menjadi perhatian bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk partai politik nasional besar, pemilihan DKI Jakarta jelas merupakan target yang harus dimenangkan. Pemilihan DKI Jakarta tahun 2017 juga digunakan oleh parpol sebagai ajang 'pemanasan' menjelang Pemilihan Umum 2019. Pencalonan Basuki Tjahaya Purnama cukup kontroversial karena awalnya Basuki tidak mau bergabung dengan parpol karena menurut dia selalu ada mas kawin, serta memberikan sinyal ke depan secara mandiri. Penolakan di internal PDIP terasa dengan kader kader terutama dari dewan DPD PDIP DKI Jakarta. Juga, dugaan korupsi dan reklamasi  juga menjadi kontroversi. Karena keputusan PDIP untuk mendukung Basuki Tjahaya Purnawa menjadi fokus utama, para peneliti ingin tahu bagaimana konflik politik partai PDI-P dan juga apa faktor di balik PDI Perjuangan membawa Basuki Tjahaya Purnama sebagai calon Gubernur di Jakarta 2017 Jakarta Pemilihan. Sumber data penelitian ini dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara. Data sekunder yang digunakan sendiri dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara tidak langsung seperti dokumen, media atau literatur sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara mendalam dan studi pustaka. Informan yang menjadi sasaran peneliti untuk melihat dinamika yang terjadi di internal PDIP adalah pengurus DPP, pengurus DPD dan pihak yang keluar dari PDI Perjuangan. Untuk menyeimbangkan informasi, peneliti juga mencari informasi dari beberapa media (cetak atau elektronik) yang terkait dengan diskusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi dinamika politik internal yang disebabkan oleh Basuki Tjahaya Purnama, khususnya DPD DKI yang menginginkan kader yang menjadi calon peserta lomba dalam pemilihan DKI Jakarta, Basuki juga memiliki karakter keras dan menganggap partai politik tidak penting. , kebijakan buruk dan komunikasi yang buruk, juga tidak mau ikut seleksi oleh DPD DKI Jakarta. Rekrutmen Basuki adalah dominan, dimana pengusungan Basuki merupakan hak prerogatif dari Megawati Soekarno Putri, meskipun terdapat achievement oriented.

The DKI Jakarta Pilkada in 2017 is quite different from other elections in many regions. The presence of candidates promoted by political parties rather than party cadres as well as the status of DKI Jakarta as the capital city of the country and having heterogeneous communities makes the election of DKI Jakarta a concern for all the people of Indonesia. For large national political parties, the election of DKI Jakarta is clearly a target that must be won. The election of DKI Jakarta in 2017 is also used by political parties as a 'warming up' event ahead of the 2019 General Election. Basuki Tjahaya Purnamas candidacy is quite controversial because Basuki initially did not want to join political parties because according to him there were always dowry, as well as independently providing forward signals. The internal PDIP rejection was felt with cadre cadres, especially from the council of the DKI Jakarta PDIP. Also, allegations of corruption and reclamation have also been controversial. Because the PDIP's decision to support Basuki Tjahaya Purnawa was the main focus, the researchers wanted to know how the political conflict of the PDI-P party and also the factors behind PDI Perjuangan brought Basuki Tjahaya Purnama as the Governor candidate in Jakarta 2017 Jakarta Election. The source of this research data is by collecting primary and secondary data. Primary data, namely data obtained directly through interviews. Secondary data used alone in this study are data obtained indirectly such as documents, media or literature in accordance with the research objectives. Data collection techniques used by researchers are in-depth interviews and literature studies. The informants who were the target of the researchers to see the dynamics that occurred inside the PDIP were DPP administrators, DPD administrators and those who left PDI Perjuangan. To balance information, researchers also seek information from several media (print or electronic) related to the discussion. The results of this study indicate that there has been an internal political dynamics caused by Basuki Tjahaya Purnama, especially the DKI DPD who wants cadres who are candidates in the DKI Jakarta election contest, Basuki also has a strong character and considers political parties not important. , bad policies and poor communication, also do not want to participate in the selection by the DKI Jakarta DPD. Basuki Recruitment is a dominant Ascrieptive Style, where Basukis support is a prerogative of Megawati Soekarno Putri, even though there is achievement oriented."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library