Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Tito Setiawan
Abstrak :
ABSTRACT
Increasing of superconductor material usage in variety fields of application enforced engineers in making designs of superconductor. Superconductor wires has been applied in Magnetic Resonance Imaging MRI to examine human condition body. MgB2 superconductor material has the highest Tc for non Cu Based superconductor, which is at 39 K. One of the ways to synthesized of in situ MgB2 can be processed using powder in Tube PIT method. In this research, pure MgB2 was doped with 1 and 2 wt. of each SiC and CNT and sintered at 800oC for 3 hours. The morphology of sintered materials characterized using scanning electron microscope showed the even distribution of the particles with inherent porosities. Structural characterization examined using X ray diffraction showed that there is no other impurities and other or phases detected. Pure MgB2 and MgB2 doped with 2 of CNT is a superconductor after being sintered whereas others show unique resistivity behaviors. After deformation by rolling process to form a wire, all of the samples show a superconducting behavior. The presence of SiC and CNT decreased the critical temperature, Tc, of MgB2. Although the sample doped with CNT decreases the Tc, CNT doped samples has higher Tc than that of MgB2 SiC wire.
ABSTRAK
Peningkatan penggunaan bahan superkonduktor di berbagai bidang aplikasi memacu para insinyur mendesain superkonduktor. Kawat superkonduktor telah diaplikasikan pada Magnetic Resonance Imaging MRI untuk menggambarkan kondisi tubuh manusia. Bahan superkonduktor MgB2 memiliki Tc tertinggi untuk superkonduktor berbasis non-Cu yaitu 39K. Sintesis MgB2 diproses in-situ berbahan serbuk menggunakan metode Powder in Tube PIT. MgB2 murni dan penambahan SiC dan CNT dengan berat 1 dan 2 disinter pada 800oC selama 3 jam. Hasil karakterisasi SEM menunjukan porositas terjadi dan tidak ada fase pengotor dari hasil XRD. Sampel MgB2 murni dan MgB2 ditambah dengan 2 CNT menunjukan sifat superkonduktor setelah disinter sedangkan yang lain menunjukkan perilaku resistivitas yang unik. Setelah dibentuk menjadi kawat, semua sampel menunjukkan perilaku superkonduktor. Penambahan SiC dan CNT pada sampel menurunkan Tc MgB2. Meskipun sampel yang ditambahkan dengan CNT menurunkan Tc, sampel CNT memiliki Tc lebih tinggi daripada kawat MgB2/SiC.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandiangan, Paiyan
Abstrak :
Pit Purnama merupakan salah satu prospek Tambang Emas Martabe yang berlokasi di Desa Aek Pining, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dengan jenis endapan epitermal sulfidasi tinggi dan merupakan wilayah kerja PT. Agincourt Resources. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran litologi, alterasi dan mineralisasi emas yang selanjutnya akan dikelompokkan menjadi zona litologi, alterasi dan mineralisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah logging core, analisis petrografi irisan tipis, mineragrafi sayatan poles serta didukung data sekunder berupa data ASD (analitycal spectral device) dan data assay. Core logging terdiri dari 6 lubang bor yang terdiri dari 3 bagian XY, PQ, dan AB. Hasil penelitian ini menunjukkan litologi kawasan Pit Purnama terbagi menjadi 7 litologi, yaitu batuan andesit hornblend, dacite feldspar, breksi polimik kemasan terbuka, breksi polimik kemasan tertutup, andesit, dan batupasir dengan zonasi alterasi klorit ± kalsit, ilit ± smektit, silika ± sedikit ± alunite. ± kaolinit, dan silika dengan karakteristik kuarsa masif hingga tekstur vuggy. Zona mineralisasi emas dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu sangat rendah (0 - 0,12 ppm), rendah (0,12 - 0,26 ppm), sedang (0,26 - 0,585 ppm), tinggi (> 0,585 ppm). ......Pit Purnama is one of the prospects for the Martabe Gold Mine located in Aek Pining Village, Batangtoru District, South Tapanuli Regency, North Sumatra with high sulfidation epithermal deposits and is the working area of ​​PT. Agincourt Resources. This research was conducted to determine the distribution of lithology, alteration and mineralization of gold, which will then be grouped into lithology, alteration and mineralization zones. The method used in this research is the logging core, thin slice petrographic analysis, polishing cut mineragraphy and supported by secondary data in the form of ASD data (analitycal spectral device) and assay data. Core logging consists of 6 drill holes consisting of 3 sections XY, PQ, and AB. The results of this study indicate that the lithology of the Pit Purnama area is divided into 7 lithologies, namely hornblend andesite, dacite feldspar, open-pack polymic breccias, closed-pack polymic breccias, andesite, and sandstones with alteration zoning chlorite ± calcite, illite ± smectite, silica ± slightly ± alunite. ± kaolinite, and silica with the characteristics of massive quartz to vuggy texture. Gold mineralization zones are divided into 4 groups, namely very low (0 - 0.12 ppm), low (0.12 - 0.26 ppm), moderate (0.26 - 0.585 ppm), high (> 0.585 ppm).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcel Hertanto
Abstrak :
PENDAHULUAN : Pit dan fissure sealant merupakan bahan restorasi yang sering digunakan untuk perawatan pencegahan khususnya pada permukaan oklusal gigi anak. Semua bahan restorasi yang berkontak dengan air akan mengalami 2 mekanisme: penyerapan air, yang menyebabkan pembengkakan matriks serta meningkatnya massa dan kelarutan air, terlepasnya komponen dari monomer yang tidak bereaksi dan menyebabkan berkurangnya massa. TUJUAN: Mengetahui pengaruh peningkatan waktu perendaman resin PFS terhadap penyerapan air dan kelarutan resin PFS di dalam air. ALAT & METODE: Sesuai spesifikasi ISO 4049 (2000). Delapan belas spesimen dibuat dari cetakkan (15x1mm) yang dimanipulasi sesuai petunjuk pabrik. Spesimen dimasukkan ke dalam desikator selama 1 hari (T 37 °C; 22 jam dan 23ºC ; 2 jam) ditimbang berulang kali sampai didapat massa konstan (M1). Spesimen direndam selama 1, 2 dan 7 hari di dalam akuabides kemudian dikeringkan dengan kertas penghisap dan digetarkan di udara selama 15 detik setelah itu ditimbang berulang kali sampai massa konstan didapat (M2). Kemudian spesimen dimasukkan lagi ke dalam desikator selama 2 hari (T 37 °C; 22 jam dan 23ºC ; 2 jam) x 2 dan segera ditimbang berulang kali sampai didapatkan massa konstan (M3). Nilai penyerapan air dan kelarutan bahan dari setiap spesimen dihitung menurut perubahan berat sebelum dan setelah perendaman dan pengeringan. HASIL : Dianalisis secara statistik dengan uji non-Parametrik Kruskal-Wallis dengan Post Hoc Mann-Whitney, p<0,05. Nilai penyerapan air meningkat secara signifikan seiring lamanya perendaman dan berbeda bermakna di antara setiap waktu perendaman sedangkan nilai kelarutan air meningkat tertinggi pada 1 hari perendaman dan tidak berbeda bermakna diantara setiap waktu perendaman, kecuali dengan 0 hari (kontrol). KESIMPULAN : 1) Peningkatan waktu perendaman menyebabkan peningkatan penyerapan air. 2) Peningkatan waktu perendaman berpengaruh terhadap kelarutan bahan hanya pada hari 1. ...... INTRODUCTION : Pit and fissure sealant is one of the restorative material that often used as a preventive treatment, especially at occlusal surface of child dentition. All of restorative material that contact with water will experienced 2 mechanism: water sorption, which leads to swelling and mass increase and water solubility, elution of unreacted monomer which leads to a reduction of mass. OBJECTIVE: To evaluate the effect of different time of immersion to the value of water sorption and water solubility in aquabidest. METHOD AND MATERIALS: According to ISO (4049) specification. Eighteen disks (15 x 1 mm) of each material are prepared according to the manufacturers' instructions. Specimens are first desiccated for 1 day (T 37 °C; 22 hr dan 23ºC ; 2 hr) weigh several times until a consistent mass is obtained (M1). Specimens are immersed for 1, 2 and 7 days in aquabidest, remove then dried with absorbent paper, waved in the air for 15 second then immediately weighed after this period (M2). After that the specimen is inserted in dessicator again for 2 days (T 37 °C; 22 hr and 23ºC ; 2 hr) x 2 and weighed several times until constant mass is reached (M3). The value of water sorption and solubility of each specimen were calculated according to the change in its weight as observed before and after immersion and desiccation periods. RESULTS: This result is analyzed statistically with nonparametric test Kruskal-Wallis with post hoc test Mann-Whitney p<0,05. The value of water sorption is increasing significantly along the time of immersion and different significantly from the other time of immersion while water solubility reach its maximum value in the first day and doesn?t different significantly with other time of immersion, except with control. CONCLUSIONS: 1) The longer time of immersion increases the value of water sorption 2) The longer time of immersion only affect the first day value of water solubility.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fathur Rahman
Abstrak :
Pengelaran jalur pipa baru dapat memanfaatkan fasilitas lahan yang tersedia dengan bekerjasama dengan perusahaan lain pemilik lahan yang ada untuk mengurangi biaya pembebasan lahan dan menghemat jadwal proyek. Dalam proyek ini pipa baru milik perusahaan Pertagas melalui lahan Right of Way (RoW) yang telah ada jalur pipa perusahaan Eni.  Jalur pipa Pertagas tersebut bersilangan dengan jalur pipa aktif milik Eni di bawah tanah dengan kedalaman 5m dan jarak antara pipa 1m. Untuk melaksanakan proyek ini diperlukan kerjasama antar kedua perusahaan agar aspek legal dan aspek teknis integritas pipa terjaga dengan aman. Tahapan proyek dimulai dengan aspek legal berupa perjanjian persilangan jalur pipa antara kedua perusahaan. Kemudian dilanjutkan aspek teknis dengan mengumpulkan data survey lokasi dan kedalaman pipa aktif yang beroperasi. Setelah kedalaman dikonfirmasi maka perencanaan desain konstruksi dimulai dengan perencanaa gambar teknis dan menghitung potensi longsor tanah saat penggalian lubang pit untuk peletakan alat pengeboran. Metode identifikasi bahaya saat konstruksi (Hazid) dilakukan sebelum pelaksanaan agar dapat diketahui resiko bahaya yang terjadi dan mitigasi yang dapat diterapkan. Aspek K3 keselamatan dan keamanan bekerja diterapkan baik untuk alat dan pekerja proyek. Pelaksanaan pengeboran dilakukan setelah semua pihak melakukan cek list persetujuan dan komunikasi tanggap darurat telah siap di lapangan. Proses pengeboran horizontal berjalan sesuai dengan desain dan pipa yang terpasang kemudian diperiksa untuk memastikan tidak menganggu integritas pipa aktif yang ada. Evaluasi menunjukkan dari aspek teknis pelaksanaan telah sesuai perencanaan desain yang tertuang dalam prosedur metoda kerja dengan menerapkan aspek quality selama pengeboran dan pemasangan pipa. Namun pemulihan kembali situs area kerja ke kondisi semula menjadi temuan yang perlu pemeliharaan berkelanjutan. Sementara itu evaluasi penerapan keselamatan masih perlu ditingkatkan khususnya pekerja yang bekerja di bawah tanah yang berpotensi resiko bahaya bekerja di ruang terbatas. Kesimpulan dari pekerjaan persilangan pipa ini adalah pemilihan metode pengeboran horizontal merupakan pilihan tepat karena jarak penggalian lubang mencukupi dan tidak menganggu aktivitas pipa yang sedang beroperasi. ......Installation of a new pipeline route can used existing land facilities by collaborating with other land owned companies to reduce land acquisition cost and save project schedules. In this project, the new pipeline is owned by the company Pertagas and through the existing Right of Way (RoW) owned by company Eni, where Pertagas pipeline crossing with Eni active pipeline underground at a depth of 5 meters with a 1 meter spacing between the pipes. To carry out this project, cooperation between both companies are required to ensure both legal and technical aspects of pipe integrity are safely applied. The project stages begin with the legal aspect, which involves an agreement on the pipeline crossing between the two companies. Then the technical aspects continued by collecting data survey and the depth of active pipes in operation. Once the depth was confirmed, the construction design planning begins, including technical drawings and calculating the potential soil erosion during pit excavation for boring equipment placement. Hazard identification during construction (Hazid) is conducted before implementation to determine potential hazards and the applicable mitigation measures. Occupational health and safety (K3) aspects are applied for both equipment and project workers. Boring work is carried out after all parties have completed approval checklist and emergency communication is ready on-site. The horizontal boring performed according to design, and the installed pipes are tested to ensure they do not interfere with the integrity of the existing active pipes.

The evaluation indicates that, from a technical perspective, the implementation is in line with the planned work procedures, by applying quality aspects during boring and pipe installation. However, site restoration to its original condition requires follow up maintenance. Meanwhile, the evaluation of safety implementation still needs improvement, especially for workers working underground in confined spaces. The conclusion from this pipe crossing work is that horizontal boring method is the right choice due to the excavation pit distance is sufficient and does not interfere with the activities of live pipeline that are currently operating.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Harun
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan menopang pembangunan nasional, pemerintah Indonesia melakukan eksploitasi sumberdaya alam batubara yang ada di Kalimantan Selatan, bekerjasama dengan PT Adaro Indonesia (PTAI). Selain berdampak positif penambangan batubara PTAI yang dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open pit), juga dapat menimbulkan dampak negatif - berupa pengurasan sumberdaya alam, kerusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan limbah cair dengan volume 40,6 juta m3 dengan kadar suspended solid (SS) mencapai 30.000 mg/L (di outlet sump pit sebelum diolah). Pembuangan limbah cair tersebut dapat mengakibatkan pencemaran sungai dan biota akuatiknya. Jika kualitas sungai tercemar, dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan, kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitamya, pada akhimya dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap PTAI. Oleh karena PTAI itu telah mempersiapkan suatu sistem pengelolaan air limbah, salah satu diantaranya adalah SISPAL SP-20. Temyata, operasional SISPAL tidak efektif untuk mencegah degradasi kualitas lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menemukan sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka yang efektif untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan, (2) mengetahui efektivitas SISPAL SP-20, (3) meningkatkan efektivitas SISPAL SP-20, (4) menemukan jenis dan dosis koagulan-flokulan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas SISPAL SP-20, (5) mengetahui upaya minimisasi limbah cair dan menemukan peluang peningkatannya, (6) mengetahui pengaruh operasional PTAI terhadap kualitas sungai dan biota akuatiknya, (7) mengetahui persepsi masyarakat di sekitar tambang terhadap PTAI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survei, pengujian sampel air limbah di laboratorium dengan melakukan serangkaian eksperimen terhadap 5 pasang koagulan dan flokulan dan uji lapangan. Pengumpulan data sekunder didapatkan dari literatur, laporan internal PTAI, buku-buku, brosur, bahan kursus, dan intemet. Studi efektivitas SISPAL SP-20 dilakukan dengan pendekatan teknik, sosio-ekonomi, sumberdaya manusia dan Iingkungan. Penentukan jenis dan dosis koagulan-flokulan yang sesuai dengan karakteristik air limbah tambang PTAI adalah faktor yang besar pengaruhnya untuk meningkatkan efektivitas SISPAL SP-20. Oleh karena itu penentuan jenis dan dosis koagulan-flokulan menjadi prioritas dalam penelitian ini. Dengan penelitian yang komprehensif diharapkan dapat ditemukan suatu sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka yang efektif mencegah terjadinya degradasi kualitas Iingkungan. Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut: 1. Sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka PTAI (SISPAL SP-20) tidak efektif mencegah degradasi kualitas Iingkungan. Pada penelitian ini telah ditemukan sistem pengelolaan air limbah tambang batubara terbuka yang efektif dengan menemukan jenis dan dosis koagulan-flokulan, mempersiapkan SOP dan strategi operasi yang tepat dan SDM yang kompeten. 2. Pasangan Koagulan Praestol 187-K dan flokulan Praestol 2640 adalah yang terbaik dari 5 (lima) pasang koagulan-flokulan yang diuji. 3. Penggunaan koagulan Praestol 187-K dan flokulan Praestol 2640 dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan efektivitasnya untuk rnenurunkan kadar SS, Kekeruhan, Fe, Mn sampai 99 %, Sulfat, COD sampai 80%. 3.1. Dosis efektif koagulan Praestol 187-K adalah 10 ppm dan flokulan Praestol 2640 adalah 1 ppm dengan kadar S5 air limbah 7.550 mg/I. Biaya penggunaannya sebesar Rp 64 per m3, jika kadar SS air limbah 1.500 mg/l. 3.2. Biaya penggunaannya sebesar Rp 64 per m3, jika kadar SS air limbah 1.500 mg/l. Efisiensi yang dapat diperoleh pada SISPAL SP-20 adalah Rp 1,106 milyar per tahun dengan volume air limbah 3,293 juts m3 sedangkan untuk seluruh Tambang Tutupan dapat mencapai Rp 13, 653 milyar per tahun dengan volume air limbah 40, 664 juta m3. 4. PTAI telah melakukan berbagai upaya minimisasi limbah cair, tetapi hasilnya belum optimal. Minimisasi limbah cair didapatkan dengan memisahkan air yang keluar dari seepage dan drainhole dengan air limbah di Sump pit yang mengandung S5 tinggi dan memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan rumah tangga. Volume air yang dapat dimanfaatkan adalah 7, 776 juta liter per hari. 5. Operasional tambang PTAI mengakibatkan pencemaran sungai di sekitar tambang yang ditunjukkan dengan indeks Shannon-Wiener biota akuatik. 6. Operasional PTAI menimbulkan persepsi positif sebesar 64% dan persepsi negatif sebesar 36% oleh masyarakat di sekitar tambang.
ABSTRACT
To cope with the domestic energy demand to support our national development, the government of Indonesia continues to exploit its coal resources in South Kalimantan, under the cooperation between the Government of Republic Indonesia and PT Adaro Indonesia (PTAI). The Coal Exploitation by PTAI with open pit methods does not only have positive impact but can also cause negative impact in the forms of depletion of natural resources, environmental damages and water pollution caused by wastewater which discharges 40,6 million m3 and 30.000 mg/I of SS (at the outlet sump pit before treatment). The discharge of wastewater consequently will pollute the rivers around the mining and endanger the aquatic life. If the water quality of these rivers decreases or is polluted, this will endanger the life of many people, their social and economic as well as their health life and in the end they will forward negative perception to the mining operations. Therefore, this wastewater should be managed by operating of the Open Pit Coal Mining Wastewater Management Systems (SISPAL). One of them is SISPAL SP-20. Unfortunately, the operation of this SISPAL is not effective to protect the degradation of environmental quality. Therefore, it should be improved by comprehensive research. The objectives of the research are; (1) To formulate an effective open pit coal mining wastewater management systems to protect the degradation of environmental quality, (2) To identify the effectiveness of SISPAL-SP-20, (3) To increase the effectiveness of SISPAL-SP-20 (4) To find the appropriate type and dosage of coagulant-flocculant components to increase the effectiveness of SISPAL¬SP-20, (5) To identify the efforts done by PTAI in minimizing the liquid waste and identify improvement opportunity, (6) To identify the impacts of PTAI operations to the quality of the rivers and their aquatic life, (7) To identify the community perception to PTAI mining operations. The method being used is experiment. Primary data collection is done through survey, sample testing of waste water conducted in laboratory by executing a number of experimentation of five pairs of coagulant-flocculant and field trial on the SISPAL SP-20. Secondary data collection is done through literature study of PTAI internal reports, books, brochures, magazines, course material and material found in the internet. This research is conducted by technical, socio-economical, human resources and environmental approaches. The important factors to improve the effectiveness of the SISPAL SP-20 is finding the appropriate types and dosages of the coagulant¬ flocculant components. Therefore, this is the focus of the research. The open pit coal mining wastewater management systems will be found by this comprehensive research. The research results are; 1. The open pit coal mining wastewater management systems of PTAI (SISPAL SP-20) is not effective to prevent the environment quality degradation. The effective SISPAL can be developed by effective dosage and correct types of coagulant-flocculant, improved SOP and operational strategy, and improved manpower competency. 2. The use of combination of Praestol P-187 coagulant and of Praestol P-2640 flocculant is the best of all 5 (five) combinations of coagulant and flocculant used in this research. 3. The use of combination of Praestol P-187 coagulant and of Praestol P-2640 flocculant with appropriate dosage can increase the effectiveness of the SISPAL SP-20 to decrease the concentration of suspended solid (SS), Turbidity, Iron, Manganese up to 99%, Sulphate and COD up to 80%. 3.1. The effective dosage of coagulant Praestol P-187 is 10 ppm and flocculant Praestol P-2640 is 1 ppm to wastewater which contains 7.550 mg/L of SS. The cost of chemical consumption is about Rp 64 per m3 of wastewater containing of 1.500 mg/L of SS. 3.2. The cost of chemical consumption is about Rp 64 per m3 of wastewater containing of 1.500 mg/L of S5. Total efficiency of SISPAL SP-20 is Rp 1,106 billions per year from 3,293 millions m3 volume of wastewater being processed per year, and the whole efficiency of overall Tutupan mining area with the 40,664 m3 volume of wastewater being processed per year, could reach Rp 13,663 billions. 4. PTAI carries out some efforts to minimize liquid waste, but the result is not optimal yet. There are some opportunities to improve the efforts of liquid waste minimization by segregation of the liquid wastes from drain hole and seepage with wastewater in the Sump pit which contains higher suspended solid. Total volume of water can be conserve and or use for community consumption is 7,776 millions liter/day. 5. The operation of PTAI is pollute the river quality around the mining area shown by Shannon-Wiener index of biota aquatic. 6. The operational of PTAI creates 64% positive perception and 36% negative perception of the community surrounding the mining area.
2007
T20770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Anggraeny
Abstrak :
Semen ionomer kaca (SIK) pit and fissure sealantsdapat mengalamipenurunan kekerasan permukaan ketika terpapar kondisi pH kritis (5.5). Hal tersebut dapat dicegah dengan pemberian ion kalsium fosfat yang dapat ditemukan pada CPP-ACP. Saat ini, CPP-ACP dapat dikombinasikan dengan propolis yang bertujuan untuk meningkatkansifat antibakteri, tetapi penambahanpropolis diketahui mengurangi pelepasan ion kalsium dan fosfat dari CPP-ACP. Akan tetapi, belum diketahui efek pengaplikasian CPP-ACPyang dikombinasikan denganpropolis terhadap kekerasan permukaan SIK pit and fissuresealants. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh aplikasi CPP-ACP dengan dan tanpa kombinasi propolis terhadap kekerasan permukaan SIKpit and fissure sealantssetelah perendaman dalam asam laktat pH 5.5. Metode:Tiga puluh spesimenSIK pit and fissure sealantsdibuat dalam bentuk silinder dengan diameter 6 mm dan tinggi 3 mm, kemudian dibiarkan dalam inkubator selama 24 jam. Spesimen diuji kekerasan permukaan awalnya, lalu spesimen dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tanpa CPP-ACP,diaplikasikan CPP-ACP, dan diaplikasikan CPP-ACP propolis. Spesimen yang diaplikasikanCPP-ACP atau CPP-ACP propolis didiamkan selama 30 menit di dalam inkubator. Masing-masing spesimen direndam dalam asam laktat pH 5.5 selama 24 jam. Setelah itu, dilakukankembali uji kekerasan permukaan akhir. Uji kekerasan permukaan dilakukan dengan menggunakan Vickers Hardness Tester dengan indenter Knoopyang dijejaskan dengan beban 50g selama 15 detik 5 kali di 5 lokasi yang berbeda pada permukaan spesimen, kemudiandiambil nilai rata-ratanya untuk merepresentasikan seluruh permukaan spesimen. Data dianalisa menggunakan One-Way ANOVAdan Post Hoc Bonferroni. Hasil: Kekerasan awal seluruh spesimenadalah84.87±0.85 KHN dan setelah diberi perlakuan, kekerasan permukaankelompok spesimen yang tanpa CPP-ACP menjadi 37.56±0.70 KHN, spesimen diaplikasikan CPP-ACP menjadi 72.32±0.69 KHN, dan spesimen diaplikasikan CPP-ACP propolis menjadi 55.12±1.30 KHN. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kekerasan permukaan yangbermakna (p<0.05) pada kekerasan permukaan sebelum dan setelah perendaman pada setiap kelompok dan terdapat perbedaan bermakna (p<0.05) pada kekerasan permukaan antar kelompok. Kesimpulan: Pengaplikasian CPP-ACP propolis pada SIK pit and fissure sealantsmenyebabkan penurunan kekerasan yang lebih besar dibandingkan dengan yang hanya diaplikasikan CPP-ACP.
Glass ionomer cement (GIC) pit and fissure sealants may have decreasedthesurface hardnessat critical pH (5.5)conditionand can beprevented by giving calcium phosphate ionswhich werefound in CPP-ACP.Recently, CPP-ACP can be combined with propolis which aims to improve antibacterial properties, butprevious study showed that the addition of propolis canreduce the release of calcium and phosphate ions from CPP-ACP. However, the effect of CPP-ACP propolis is not yet known on the surface hardness of GIC pit and fissure sealants. Objectives: To comparethe effect of CPP ACP paste with and without propolis towards surface hardness of GIC pit and fissure sealants when immersed in lactic acid pH 5.5. Methods: A total of 30 cylindrical specimens of GIC pit and fissure sealants were set in incubator for 24hours. Initial surface hardness value of each specimen was measured, then specimens weredivided into three groups; without CPP-ACP, applied with CPP-ACP, and applied with CPP-ACP propolis. Specimens applied with CPP-ACP or CPP-ACP propolis werekeptfor30minutes in the incubator. Specimens were immersed in lactic acid pH 5.5 for 24 hours and their surface hardness were re-measured. Surface hardnesswere determined using Vickers hardness Tester with Knoopindenter with 50 g weight for 15 seconds 5 timesondifferent points and the mean value were measured to represent the entire surface of specimen. Statistical analysis of the results was then performed usingOne Way ANOVA and Post Hoc BonferroniTest. Results: Initial surface hardness of all specimens resulted in 84.87±0.85KHN.After immersion, specimens without CPP-ACP resulted in 37.56±0.70 KHN, specimensappliedwith CPP-ACPresulted in 72.32±0.69 KHN, and specimensappliedwith CPP-ACP propolisresulted in 55.12±1.30 KHN. The results showed significantdecrease in surface hardness (p<0.05) before and after immersionin each group and there were significant differences (p<0.05) on surface hardness betweengroups. Conclusions:Application of CPP-ACP propolis towards GIC pit and fissure sealants caused greater reduction in surface hardness compared with application of CPP-ACP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devie Falinda
Abstrak :
Pendahuluan. Persentase indeks karies oklusal gigi mendekati 90 % dimana area pit & fissure gigi memiliki risiko karies 8x lebih besar daripada permukaan licin lainnya pada gigi. Resin pit & fissure sealant merupakan bahan restorasi gigi yang digunakan untuk menutup pit dan fissure oklusal gigi posterior guna mencegah karies. Oleh karena lokasi restorasi tersebut berada di dalam mulut, maka resin tersebut akan berkontak dengan saliva yang kandungan utamanya adalah air. Air tersebut akan diserap oleh matriks resin pit & fissure sealant sehingga mengakibatkan perubahan pada kekerasan permukaannya. Tujuan. Untuk menganalisa pengaruh waktu perendaman resin pit & fissure sealant di dalam air terhadap kekerasan permukaan material tersebut. Metode. Spesimen resin pit & fissure sealant (diameter 15 mm & tebal 1 mm) sebanyak 24 buah dimanipulasi sesuai petunjuk pabrik dan dibuat dengan menggunakan cetakan akrilik. Jumlah tersebut dibagi dalam 4 kelompok uji, yaitu kelompok kontrol (tidak direndam dalam air), kelompok uji perendaman 1 hari, 2 hari dan 7 hari, dimana setiap kelompok uji menggunakan 6 spesimen. Spesimen direndam dalam air akuabides 40 ml dan dimasukkan ke dalam cornic tube kemudian disimpan dalam inkubator 370C. Sebelum direndam, setiap spesimen ditimbang 3 kali dengan timbangan elektronik Shimadzu hingga diperoleh massa konstan (M1). Kemudian spesimen tersebut direndam dalam air akuabides selama 1, 2, dan 7 hari, kecuali kelompok kontrol yang langsung diuji kekerasan permukaannya dengan alat uji Vicker. Setelah direndam, spesimen ditimbang 3 kali hingga didapat massa konstan (M2). Setelah itu, spesimen diuji kekerasan permukaannya dengan alat Vicker. Indentasi pada uji kekerasan permukaan dilakukan pada 5 area untuk setiap spesimen. Hasil. Spesimen kontrol memiliki nilai kekerasan permukaan yang tertinggi. Nilai kekerasan permukaan antar kelompok spesimen yang direndam tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan. Hasil penelitian ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan one-way ANOVA, p<0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna nilai kekerasan permukaan antara kelompok kontrol dengan semua kelompok perendaman. Sedangkan nilai kekerasan permukaan antar tiap kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna, dengan p>0,05. Kesimpulan. Waktu perendaman 1 hari resin pfs dalam air menyebabkan penurunan kekerasan permukaan secara signifikan. Namun, waktu perendaman selama 2 & 7 hari tidak menunjukkan penurunan kekerasan permukaan yang signifikan. ...... Introduction. Percentage of occlusal caries teeth approximately 90 % and pit & fissure tooth have caries risk about 8 times than other smooth surface of tooth. Pit and fissure sealant resin is tooth restorative material which is used to seal pit and fissure on occlusal of posterior tooth to prevent caries. Due to the location of restoration in oral cavity, it will contact with saliva which have major content is water. Water will be absorbed by resin`s matrix therefore cause changing of surface hardness. Objectives. The purpose of this research is to analyze effect of immersion time to the surface hardness of pit & fissure sealant resin. Methods. 24 specimens pit & fissure sealant resin (15 mm in diameter & 1 mm in thick) are manipulated according to factory manual in acrylic mould. The number of specimens is divided to 4 groups of specimen. These are control group (doesn`t immersed in water), specimen groups which is immersed for 1 day, 2 days and 7 days. Each of these group uses 6 specimens. The specimens are immersed in 40 ml aquabidest and inserted to cornig tube and then storage in incubator 370C. Before specimens is immersed in water, it is weighed 3 times by Shimadzu electronic balance until mass constant is regained (M1). After that, the specimens are immersed in aquabidest for 1 day, 2 days and 7 days, except control group which is surface hardness tested immediately with Vicker surface hardness tester. After the specimens are immersed in aquabidest, it is weighed 3 times until mass constant is regained. And then, the specimens is tested for Vicker surface hardness. Indentation of surface hardness test have done on 5 areas for each specimen. Results. Specimens control have the highest value of surface hardness. Surface hardness value between immersed specimen groups doesn`t show different value significantly. This result is analyzed statistically with one-way ANOVA, p<0,05. According it, there were significant difference among control group and all of immersed groups. Meanwhile no significant difference in surface hardness value among immersed groups (p>0,05). Conclusion. Immersion of pit & fissure sealant resin in water for 1 day cause significantly decreasing of surface hardness but immersion time for 2 & 7 days doesn`t significantly decreased.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmanto Budi Nugroho
Abstrak :
Penambangan batubara adalah salah satu bentuk kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Salah satu lokasi penambangan PT BHP Arutmin berada di Kecamatan Kintap, Kabupaten Kotabaru dan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Laut. Kegiatan operasi yang sudah berlangsung sekitar 10 tahun telah menimbulkan beberapa dampak dan perubahan lingkungan terutama fisik- kimia. Salah satu dampak penting yang dipantau dan dikelola adalah kuatitas udara terutama parameter debu. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas udara ambien dengan berbasis pada parameter NO2, SO2 dart Debu (TSP) sebagai akibat kegiatan penambangan batubara, menganalisis perubahan daerah penyebaran zat pencemar sebagai akibat kegiatan operasional penambangan Batubara PT Arutmin dan memperkirakan besarnya konsentrasi zat pencemar debu pada masa mendatang beserta daerah penyebarannya sesuai dengan rencana kegiatan penambangan batubara di PT Arutmin Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas didalam tesis ini seperti : deskripsi hasil kimia, lokasi kegiatan, kegiatan produksi tambang, kondisi kualitas udara ambien, penyebaran pencemar khususnya debu dari tambang terbuka ke daerah lain di sekitar lokasi penelitian. Penelitian tesis yang dilakukan merupakan jenis penelitian survey lapangan untuk memperoleh data primer kualitas udara, pengkajian data sekunder pengukuran masa lalu (expost patio) dan permodelan matematis kondisi saat ini dan masa yang akan datang. Lokasi penelitian tesis ini dilakukan di wilayah kontrak karya penambangan PT BHP Arutmin Tambang Satui, Penelitian ini hanya dibatasi pada daerah yang menjadi wilayah konsesi penambangan dan fasilitas penunjang lainnya beserta daerah sekitar lokasi penambangan yang terdekat dengan lokasi tambang dan jalan angkut (haul road). Berdasarkan hasil pengukuran untuk parameter debu masih belum melampaui baku mutu. sedangkan untuk SO2 terdapat satu lokasi melebihi baku mutu dan untuk NO2 di keseluruhan lokasi sudah melebihi baku mutu. Berdasarkan hasil uji statistik dengan membandingkan konsentrasi hasil pengukuran saat ini dan masa lalu ternyata telah terjadi perbedaan signifikan nilai rata-rata hasil pengukuran kualitas udara ambien untuk parameter SO2 dan NO, (1< 0,05), sedangkan untuk debu tidak ada perbedaan signifikan. Hasi! analisis penyebaran menunjukkan telah terjadi pergeseran penyebaran pencemar Debu dan SO2 dengan arah penyebaran berpusat di daerab sekitar tambang aktif saat ini, sedangkan untuk NO 2 lokasi penyebaran masih tetap berpusat di lokasi yang sama yaitu Simpang Empat Sumpol. Lokasi penyebaran debu Bari tahun 1996 s/d 1999 masih berpusat pada daerah sekitar jalan angkut (haul road) Berdasarkan hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa untuk lokasi yang diidentifikasi sumber emisi dominan dari tambang terdapat hubungan positif yang kuat antara kenaikan produksi tambang dan konsentrasi debu ambien (R2= 0,9), sedangkan lokasi yang cukup terbuka dengan berbagai aktifitas lain selain tambang terdapat hubungan positif namun kekuatan hubungannya sangat rendah (R.2 < 0,2). Berdasarkan hasil simulasi model matematis penyebaran pencemar menggunakan persamaan dasar Gaussian untuk tipe sumber emisi Area dan sumber Garis diperoleh angka ketelitian model (uji AME dan RMSE) dengan input emisi dari kegiatan transportasi yang melalui jalan angkut (haul road) memiliki ketelitian balk (90 % < x 95%) untuk keseluruhan lokasi pengukuran dan waktu pengukuran serta lokasi yang berada searah dengan arah angin (downwind) dan memiliki ketelitian sangat baik (> 95% ) untuk nilai rata- rata harian. Berdasarkan hasil tersebut maka dilakukan simulasi model untuk kondisi tahun 2005 dan 2010. Hasil simulasi model menunjukka bahwa untuk tahun 2010 terdapat beberapa lokasi yang akan melebihi baku mutu dan penyebaran pencemar debu masih terbatas pada daerah sekitar jalan angkut (haul road). Berdasarkan hasil pengukuran rutin, pengukuran lapangan pada saat penelitian dan hasil simulasi model, penyebaran pencemar yang hanya terbatas pada sekitar lokasi jalan angkut. Keterbatasan penyebaran dan tingginya konsentrasi debu disekitar jalan angkut dibandingkan dengan lokasi yang berjarak cukupjauh dari jalan angkut disebabkan oleh : posisi sumber emisi yang berada dipermukaan tanah mengakibatkan tinggi pencampuran pencemai relatif rendah, stabilitas atmosfer di lokasi penelitian umumnya tergolong tidak stabil sehingga selain terjadi penyebaran pencemar ke arah horisontal juga terjadi penyebaran pencemar ke arah vertikal, dan posisi lokasi terhadap sumber emisi yang sangat tergantung pada arah angin yang bertiup. Peningkatan intensitas emisi yang diperkirakan akan terjadi seiring dengan meningkatnya produksi hingga 5 juta ton/tahun cukup signifikan menyebabkan kenaikan konsentrasi terutama kontribusi dari PT Arutmin namun tidak mengubah pola penyebaran dan masih terbatas pada daerah sekitar penambangan dan jalan angkut. Berdasarkan kondisi penyebaran pencemar yang hanya terpusat disekitar jalan angkut dan lokasi tambang maka diperlukan penanganan masalah debu di jalan angkut dengan menggunakan cara sebagai berikut : 1. Pengendalian emisi dengan usaha : meningkatkan frekuensi penyiraman jalan, perkerasan dan peningkatan stabilitas jalan, pengaturan kecepatan kendaraan di lokasi tertentu yang berdekatan dengan permukiman, perencanaan alternatif pangangkutan lain selain menggunakan truk 2. Pengendalian pada media perantara dengan pembuatan zona penyanggan yaitu penanaman pohon sebagai penghalang penyebaran debu dan meninggikan tanggul di pinggirjalan angkut yang saat ini sudah ada 3. Pengendalian pada penerima yaitu dengan penanaman tanaman penghalang di sekitara rumah, meningkatkan jarak rumah dengan jalan angkut minimal 50 meter dari jalan angkut. E. Daftar Kepustakaan : 33 (1980-2000)
Ambient Air Quality Impact from Coat Mining ActivitiesCoal is a non-renewable resource that has been widely mined in Indonesia. Surface coal mines create environmental problems in the vicinity. Coal and overburden gives rise to air pollution as particulate is blown off and remains suspended in the air. In addition, the exhausts of the diesel-driven heavy machinery and vehicle that concentrate in the area also contribute to degradation of air quality. As a case study, the surface coal mining activities of PT Arutmin Indonesia at Satui Mine that has been operated for about 10 years are evaluated in the present study. The purpose of this study is to evaluate the change in the ambient air quality caused by the surface coal mining activities and subsequently their dispersions based on parameter NO2, 502, and dust (total suspended particulate). Special impedance is also given to forecast dust concentration and its dispersion area. The existing air quality data that were directly measured in the mining vicinity were compared with the air quality standard. In order to evaluate the change in the air quality, those existing data were also statistically compared to the history of air quality. Furthermore, mathematical modeling was used as a basis for forecasting of dust concentration and its dispersions. By comparing the existing air quality with the standard, it can be observed that dust and SO2 concentrations still meet the standard except in one location for SO2, whereas NO2 concentrations are exceeded the standard for all the sampling locations. Results of statistical test for parameter SO2 and NOX (i0.05) show significant differences in mean concentration between the existing and the history of air quality data. In contrast, there are no significant differences for dust. Based on the dispersion analysis on S02 and, dust, it can be observed a shift of the center of concentration isopleths to- the active mining pit. Where as the center of NOL concentration isopleths still remains in the same location, which is in Simpang Empat Sumpol, Results of linear regression suggest that the production capacity of coal is positively correlated with the ambient dust concentration (R2 = O.(?). That positive correlation, even though at very much lower degree (R2 < 0.2), still can be observed in the open area at the approximate distances from the mining pit. Gaussian equation simulation was performed using the data of all sampling locations and sampling times. As the inputs, theft was two types of emission source, which were area source and line source from the transportation activities passing through the haul road. The results show that the model accuracy index (AMIE and RMS[ tests) is good (90% f x < 95%). Even better accuracy was obtained (> 95 %) for downwind locations and daily mean concentration. Furthermore, the simulation is extended to estimate the air quality from year 2005 to 2010. Thus, it can be observed that the pollutant will exceed the standard in some locations and the dispersion pattern shows the accumulation of dust along the haul road. The accumulation of dust along the, haul road may be explained by considering that the emission source which located in ground level may limit the mixing height; lower atmospheric stability may also cause the vertical dispersion instead of horizontal dispersion alone; and variation in wind direction. The emission concentrations are expected to rise as the production capacity reaches 5 million ton per annum. However, the dispersion patterns are predicted to remain in the mining pit area and along the haul road. The following abatement strategies are proposed to minimize the air quality impact along the haul road: 1. Emission control, such as increase the frequency of spraying the haul road, vehicle speed regulation near the residential area, and seeking for alternative of less polluted type al-vehicle. 2. Buffering zone. such as planting trees, bushes and shrubs adjacent to the haul road and elevated or depressed the haul road. 3. Control in recipients, such as planting of trees in the house yard and increase the distance of the house from the haul road. E, Number of References: 33 (issued from 1980 to 2000)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David
Abstrak :
Salah satu proses yang terpenting dalam pengolahan lada adalah proses pengeringan. Para petani yang berskala kecil masih melakukan penjemuran untuk mengeringkan lada mereka. Penjemuran sangat tidak efektif dan tergantung oleh cuaca. Agar lada dapat dikeringkan dengan cepat dan hasil yang lebih baik maka dibutuhkan pengering yang dapat melakukan peke aan harus dapat dibuat dan dipakai oleh petani yang tinggalnya di daerah yang mungkin saja belum terjangkau oleh listrik. Untuk ft.u maka bahan bakar yang digunakan harus mudah diperoleh di tempat di mana pengering itu akan digunakan. Pit oil barrel dryer dirasa merupakan jenis pengering yang cocok untuk hal ini karena pembuatannya mudah dengan menggunakan bahan yang mudah didapat dan harganya murah. Tetapi pengering ini karena kapasitasnya yang besar jadi kurang efektif untuk dimiliki seorang petani yang berskala kecil. Untuk itu penulis membuat pengering yang prinsip kerjanya mirip dengan pit oil barrel dryer tetapi berukuran lebih kecil. pengering ini bentuknya juga sederhana, mudah dibuat dan biaya operasionalnya tidak besar. setelah dicoba untuk mengeringkan lada dalam jumlah yang sedikit, dapat dikatakan bahwa pengering ini dapat berfungsi dengan baik. penggunaan pengering ini bukan saja untuk lada tetapi juga untuk biji-bijian lain yang tidak digunakan sebagai bibit untuk ditanam.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S37143
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David
Abstrak :
Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia menyebabkan kebutuhan Indonesia terhadap sumber energi semakin meningkat dimana sumber energi yang murah dan mudah didapatkan ialah batu bara. Di satu sisi, kapasitas produksi tambang Indonesia cukup rendah. Namun, tingkat kapasitas produksi berbanding terbalik dengan cadangan mineral dan batu bara Indonesia yang berlimpah. Hal ini memunculkan masalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi tambang Indonesia. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kapasitas produksi tambang Indonesia adalah peningkatan variabilitas curah hujan. Penelitian ini akan membandingkan 3 model, yaitu Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), stepwise regression dan neural network untuk mendapatkan model prediktif curah hujan yang dapat digunakan untuk merencanakan kapasitas produksi batu bara di tambang terbuka. Hasil eksekusi model akan dievaluasi dengan Root Mean Squared Error (RMSE). Hasil evaluasi menunjukkan model neural network menghasilkan performa paling baik dibandingkan dengan ketiga model lainnya dimana model neural network memiliki nilai RMSE yang paling kecil.
Economic growth followed by a high population growth in Indonesia has increased the demand of energy sources which coal is the cheapest and highest availability energy sources. On the other hand, mining production capacity of Indonesia is relatively low. However, the level of production capacity is inversely proportional to abundant mineral and coal reserves of Indonesia. The ability to improve mining production capacity of Indonesia has been an important problem. One of the factors that greatly influences mining production capacity of Indonesia is variability in rainfall pattern. This study will compare three models, which are Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), stepwise regression and neural network in order to obtain a predictive rainfall model that can be used on planning coal production capacity in open pit mining. The results of the model will be evaluated with Root Means Square Error (RMSE). The evaluation results show that neural network model produces the best performance compared to other three models whose RMSE is the smallest.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>