Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risma Oktaria
"Setiap remaja berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi sesuai dengan tumbuh kembangnya melalui pelayanan klinis, konseling dan KIE pada pendidikan formal dan non formal. Berdasarkan penelitian awal melalui wawancara dengan siswa di salah satu sekolah di Kab. Ogan Ilir, diperoleh informasi bahwa siswa belum mendapatkan pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi di sekolah maupun dari orang tua, guru menuturkan bahwa siswa terkesan malu dan merasa tabuh ketika membahas masalah pernikahan dan kesehatan reproduksi, siswa menganggap materi yang disampaikan oleh guru kurang pantas untuk disampaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap program pendidikan kesehatan reproduksi remaja tingkat SMA sederajat di Kab. Ogan Ilir pada tahun 2023. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Pengambilan data melalui wawancara mendalam pada 10 orang informan utama guru, tenaga kesehatan Puskesmas dan penyuluh KB dan 2 orang informan kunci dari Dinas Kesehatan dan Dinas P3AP2KB, Focus Group Discussion pada 4 kelompok siswa dengan total 40 orang siswa dari 4 sekolah dan telaah dokumen. Hasil penelitian ini yaitu semua sekolah telah menerapkan kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh guru di sekolah, program PKPR oleh tenaga Puskesmas dan Program PIK-R oleh penyuluh KB. SDM yang terlibat sebagian besar memiliki latar belakang yang sesuai dengan kesehatan reproduksi namun masih memerlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta telah memiliki panduan dalam pelaksanaan kegiatan namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa penyesuaian. Terdapat beberapa kendala yang menghambat proses pelaksanaan kegiatan diantaranya adalah ketersediaan anggaran, sarana dan alat pendukung yang belum memadai, serta tidak semua remaja dapat di jangkau dalam pelaksanaan kegiatan. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui pendidikan oleh guru di sekolah, program PKPR dan PIK-R sudah sesuai dengan kebutuhan dan sangat bermanfaat bagi remaja, namun masih perlu dioptimalkan lagi dalam hal pelaksanaannya.

Every teenager has the right to receive reproductive health services in accordance with their growth and development through clinical services, counseling and information in formal and non-formal education. Based on initial research through interviews with students at one of the schools inĀ  Ogan Ilir, information was obtained that students had not received good knowledge about reproductive health at school or their parents, the teacher said that students seemed embarrassed and felt timid when discussing marriage and reproductive health issues, students considered the material presented by the teacher to be inappropriate to convey. The aim of this research is to conduct an analysis of the adolescent reproductive health education program at high school and equivalent levels in Ogan Ilir in 2023. This research is qualitative research with a phenomenological approach. Data were collected through in-depth interviews with 10 main informants, teachers, health workers at the Community Health Center and family planning instructors and 2 key informants from the Health Service and P3AP2KB Service, Focus Group Discussions on 4 groups of students with a total of 40 students from 4 schools and document review. The results of this research are that all schools have implemented adolescent reproductive health education policies through adolescent reproductive health education by school teachers, the PKPR program by Community Health Center staff and the PIK-R Program by family planning counselors. Most of the human resources involved have a background that is relevant to reproductive health but still require training to increase their knowledge and skills, and already have guidelines for implementing activities, but in implementation there are several adjustments. There are several obstacles that hamper the process of implementing activities, including inadequate budget availability, supporting facilities and equipment, and not all teenagers can be reached in implementing activities. Adolescent reproductive health education through education by teachers in schools, the PKPR and PIK-R programs are in accordance with needs and are very beneficial for adolescents, but still need to be optimized further in terms of implementation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Damajanti
"Menurut WHO remaja adalah kelompok usia I0-19 tabun. Kelompok ini merupakan populasi yang besar yaitu sekitar 20% dari jumlah penduduk. Kelompok ini memberikan kontribusi bermakna dalam pencapaian MDG's 2015, yaitu AKP 5011.000 K.H, AKB 5611.000 K.H dan Prevalensi BBLR tertinggi (>8%) terjadi pada kelompok ibu < 20 tabun. (SDKl 2007). Juga ditemukan kontribusi tidak langsung pada kelompok remaja yang memberi kontribusi pada risiko kematian bayi antara lain 8,3% hipertensi mulai dijumpai pada usia muda (15-17 tabun), 16,3% anemia (15-24 tabua), dan masalah perilaku seperti kebiasaan merokok (33%} teljadi pada umur < 20 tabun, serta persentasi kumulatif tertinggi (54,76%) kasus AIDS terjadi pada kelompok umur 20-29 tabun. Kebanyakan lrelompok ini ada di sekolah formal, Informal dan non formal. Menjadi penting untuk mendidik merelre agar menjadi lebih baik dl masa datang. Departemen Kesehatan mengembangkan puskesmas sehagai Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) sebagai upaya strategik untuk menjangkau kelompok ini. Pada tabun 2008, di Kota Sukabumi ditemukan 0,78% siswa anemia, 8,2% gizi lebih dan 32% Hb < 12 gr%. Sedangkan berdasarkan pelaporan PKPR tabun 2008 di kota Bogor ditemukan 1.009 kasus gizi, 570 gangguan belajar dan 329 kasus gangguan haid. Kota Sukabumi dl kenai sebagai kola juara dalam perlomhaan lJKS dan Bogor pada tabun 2003 implementasi PKPR, pada tabun 2006 semua puskesmas sudah PKPR. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan mana yang lebih efisien. Disain penelitian dengan cross sectional dan analisis biaya minimisasi. Perhitungan biaya menggunakan ABC (Aetivity Based Costing). Hasil studi ini adatab PKPR lebih efisien.

Adolescent according to WHO is a group of teenager between 10 to 19 years old. This group is a large population (20%) of the total population in Indonesia.. This group contributes a significant influence to reach the MDG's 2015 goals, where Perinatal Mortality Rate (PMR) is 50/I ,000 KH, Infaot Mortality Rate (IMR) is 56/1,000 and the high Low Birth Weight Rate (>80%) in a group of mothers age below 20 years (IDHS 2007). It was also found indirect contribution to the risk of infant death. For example 8.3% hypertension cases were found in young ages (15 to 17 years), as well as 16.3% of anemia (IS to 24 years), and behavior problems such as smoking habit (33%). The highest cumulative percentage (54.76%) of AIDS' cases is also found in a group of adolescent ages between 20 to 29 years. Most of them are attending formal school, informal as well as non formal education. It is important educate this group for a better future. The Ministry of Health (MOH) uses the Health Centre as Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) or Adolescent Friendly health services (AFHS) as a strategic approach to reach the adolescent group by health workers. In 2008, it was found that in Sukabumi 0.78% student was having anemia, 8.2% with obesity and 32% was having Hb < 12 gr %. On the other hand, based on AFHS analysis year 2008 in Bogor, it was found 1,009 cases with obesity, 570 cases with problems in study and 329 cases related with menstruation problems. Sukabumi is known as a champion city for variety of UKS national championship, and Bogor in the year of 2003 implemented a trial on AFHS aod since 2006 all Puskemas have been transformed to AFHS. The objective of this study is to describe which intervention is more efficient. We employed a cross sectional design and Cost Minimization Analysis (CMA). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32391
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Nawawi Syujai
"Hasil program Pedal! di SMA Negeri 2 Bogor mengalami signifikansi yang sangat sedikit dalam meningkatkan literasi kesehatan mental siswa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor yang menghambat dan mendukung berjalanannya program. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan model deskriptif. Pedal! merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan literasi kesehatan mental pada siswa dengan bentuk program berupa penyuluhan, konseling, pengembangan media, dan pengoptimalan konselor sebaya di PKPR Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Pengambilan data dilakukan pada dua kelompok siswa dan satu kelompok konselor dari PKPR.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung perubahan pengetahuan dan sikap siswa seperti penyampaian materi yang sesuai dengan cara komunikasi siswa, penggunaan gawai di generasi milenial, serta penggunaan istilah yang menarik sesuai dengan kaidah marketing. Penelitian ini juga menunjukan faktor-faktor yang menghambat seperti materi yang tidak komprehensif karena kegagalan dalam proses analisis kebutuhan, adanya stigma negatif terhadap penderita gangguan mental, kekurangan pada saat mengevaluasi kader PKPR, dan penggunaan media yang tidak masif.

The result of Pedal program in SMA Negeri 2 Bogor shows a lack of mental health literacy scale signification. This research has tried to confirm the factors that supports and inhibits the program to reach its goal. This reasearch is a cualitative research that use descriptive model for the research design. Pedal is a program that aims to increase a mental health literacy scale for students. There are four forms of this program class session, counseling, media developing, and upgrading for peer counsellors in PKPR Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. The data has collected from two groups of intervention objects and a group from PKPR.
The result of this research shows that there are some factors that supports a knowledge and an attitude of student to mental health issues. That factors are a good communication that fits with students culture, a gadget using, and an interesting diction that appropiates with marketing concept. This research also shows some factors that inhibit the program goal a failure in assesment process, a strong negative stigma to someone with mental illness, imperfection in PKPR member evaluation, and a unoptimum media using.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library