Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Robbi Rodliyah
"PPATS merupakan camat yang ditunjuk dan diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Masih tergabungnya pengaturan terkait kewenangan PPAT dan PPATS menyebabkan adanya kerancuan terkait apa saja aturan yang hanya mengikat PPAT dan apa saja aturan yang juga mengikat PPATS Terdapat 6 orang PPATS di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang tersebar di 2 kabupaten yang justru memiliki jumlah PPAT yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan 5 kabupaten lainnya yang tidak lagi terdapat PPATS. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan terkait dengan tugas dan kewenangan PPATS di Indonesia menurut PP 37/1998 juga perubahannya, serta eksistensi PPATS di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian yang berbentuk evaluatif yaitu menilai dan menguji suatu hal tertentu dengan memberikan rumusan peningkatannya, serta data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung dengan data primer. Penelitian ini menyimpulkan bahwa masih tergabungnya aturan yang mengatur PPAT dan PPATS menyebabkan PPATS tidak optimal dalam menjalan kewenangannya. Eksistensi PPATS di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga dinilai tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya. Saran yang dapat disampaikan adalah perlunya evaluasi dan perubahan hukum terkait pengaturan kewenangan PPATS, serta didalaminya pertimbangan-pertimbangan penunjukkan PPATS.
......PPATS is a subdistrict head appointed and authorized to make authentic deeds in areas where there are not enough PPAT. The incorporation of regulations related to the authority of PPAT and PPATS causes confusion regarding what rules only bind PPAT and what rules also bind PPATS. There are 6 PPATS in the Province of Bangka Belitung Islands spread across 2 districts which actually have more PPATS when compared to the other 5 districts where there are no more PPATS. This research is conducted to answer questions related to the duties and authority of PPATS in Indonesia according to PP 37/1998 and its amendments, as well as the existence of PPATS in the Bangka Belitung Islands Province. The research method is normative juridical research, with an evaluative research typology, namely assessing and testing a certain thing by providing an improvement formulation, and the data used is secondary data supported by primary data. This research concludes that the incorporation of rules governing PPAT and PPATS causes PPATS not to be optimal in exercising its authority. The existence of PPATS in the Bangka Belitung Islands Province is also considered no longer in accordance with its needs and authority. The suggestion that can be conveyed is the evaluation and legal changes related to the regulation of PPATS authority, as well as deepening the considerations for the appointment of PPATS."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Garindya
"Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara atau PPATS seharusnya melakukan pembacaan dan penandatanganan Akta Hibah di hadapan para penghadap dan saksi-saksi dalam waktu yang bersamaan. Agar akta tersebut tidak menjadi cacat hukum yang dapat dibatalkan oleh pengadilan sehingga menyebabkan kerugian bagi penerima hibah. Kelalaian atau kesalahan PPAT dalam pelanggaran kewajiban dan/atau kewenangan dapat menimbulkan kerugian bagi penghadap oleh karenanya PPAT dapat dituntut pertanggungjawaban dihadapan pihak yang berwenang. Hal ini sebagaimana tercermin pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 970 K/PDT/2019. Penelitian ini membahas tentang akibat Hukum dari Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum, tanggung jawab PPATS dalam membuat Akta Hibah dengan prosedur cacat hukum yang berakibat batalnya sertipikat hak milik, dan perlindungan hukum bagi penerima hibah akibat akta hibah dengan prosedur cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Hasil penelitian ini adalah pembatalan akta hibah yang mengakibatkan pembatalan sertipikat hak milik. Tanggung jawab PPATS selain diberi sanksi juga tidak menutup kemungkinan dapat digugat oleh pihak yang dirugikan untuk mengganti rugi materil maupun non materil. Perlunya kerjasama bersinergi antara pemerintah dan PPAT termasuk IPPAT perlu untuk dapat melaksanakan pembinaan tersebut secara maksimal agar tidak terulang kasus diatas. Serta perlu prosedur khusus untuk putusan pengadilan yang sudah memutuskan bahwa PPATS telah melanggar prosedur dan kewajibannya agar otomatis diberikan sanksi langsung tanpa harus melakukan pengaduan terlebih dahulu.
......The Official Making the Temporary Land Deed or (PPATS) should read and sign the Deed of Grant in front of the appearers and witnesses at the same time. So that the deed does not become a legal defect that can be canceled by the court, causing losses to the grantee. Negligence or error of PPAT in violation of obligations and/or authority can cause harm to the appearer, therefore PPAT can be held accountable before the authorized party. This is reflected in the case in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 970 K/PDT/2019. This study discusses the legal consequences of the Grant Deed with a legally flawed procedure, the responsibility of PPATS in making the Grant Deed with a legally flawed procedure that results in the cancellation of the certificate of ownership, and legal protection for grantees due to the grant deed with a legally flawed procedure. To answer these problems, a normative juridical research method with an explanatory typology is used. The result of this research is the cancellation of the grant deed which results in the cancellation of the certificate of ownership. The responsibility of PPATS in addition to being sanctioned also does not rule out the possibility of being sued by the aggrieved party for material and non-material compensation. The need for synergistic cooperation between the government and PPAT including IPPAT needs to be able to carry out the guidance to the maximum so that the above case does not repeat itself. And special procedures are needed for court decisions that have decided that PPATS has violated its procedures and obligations so that they will automatically be given direct sanctions without having to file a complaint first. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Nurpadaniah
"Penelitian ini menganalisis tentang akibat hukum dan tanggung jawab PPATS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berdasarkan Putusan Nomor 970 K/Pdt/2019 mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPATS terhadap pembatalan akta hibah. Salah satu cara seseorang mengalihkan haknya secara hukum yaitu dengan hibah dengan dibuatkan akta hibah di hadapan PPAT dalam hal ini PPATS. Pemberian hibah dapat diberikan apabila tidak melanggar bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dimana bagian ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) dan jika dilanggar maka ahli waris dapat menuntut haknya. Dalam hal ini, PPATS tidak membacakan akta, hanya dihadiri oleh satu orang saksi, tidak ditandatangani oleh PPATS pada saat itu juga dan tidak ada persetujuan dari para ahli waris yang menyebabkan melanggar peraturan perundang-undangan jabatan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan data sekunder. Akta hibah yang dibuat PPATS yang mengalami cacat secara hukum yang menyebabkan aktanya batal demi hukum. Perbuatan PPATS ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan sanksi berupa teguran tertulis dan ganti kerugian
......This study analyzes the legal consequences and responsibilities of temporary land deeds that violate the provisions of laws and regulations and can cause parties losses. The issues raised in this study are based on Decision Number 970 K /Pdt/ 2019 regarding the legal consequences and responsibility of temporary PPAT for the cancellation of grant deeds. One of the ways a person transfers his rights legally is by a grant by making a grant deed before the PPAT in this case a temporary PPAT. Grants may be granted if they do not violate the share of heirs specified in the statute, whereby the statutory share of the heirs has an absolute share (legitime portie) and if violated then the heirs can claim their rights. In this case, the PPAT temporarily did not read out the deed, was only attended by one witness, was not signed by the temporary PPAT at that time and there was no approval from the heirs which led to the violation of the laws and regulations of the PPAT position. This research uses normative juridical research methods that are descriptive and analytical with secondary data. The legal materials used in this study are divided into three: primary legal sources consisting of civil law books, secondary legal sources consisting of legal journals, and tertiary legal sources consisting of legal dictionaries. The data analysis method used in this study is qualitative, namely data compiled in the form of narratives. A grant made by a temporary PPAT that is legally flawed causes the deed to be null and void. The actions of this temporary PPAT can be held administratively and civilly liable with sanctions in the form of written reprimands and compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reizky Samara Putra
"Penunjukan camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) ialah untuk melayani pembuatan akta tanah di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pemberian tugas dan kewenangan camat sebagai PPATS bersifat sementara karena secara ex officio, seorang camat merupakan kepala dari suatu kecamatan. Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, muncul kekaburan norma atas kedudukan camat sebagai PPATS dalam pembuatan akta autentik di bidang pertanahan. Dalam kenyataannya masih banyak PPATS dilantik meskipun di wilayah kerjanya sudah ada cukup PPAT. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah a quo yang menjelaskan tentang pengangkatan camat sebagai PPATS oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian untuk tesis ini adalah mengenai pengaturan peran PPATS menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan tanggung jawab camat sebagai PPATS terhadap akta yang dibuatnya. Penelitian doktrinal ini dilakukan melalui studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum hukum yang relevan dengan masalah penelitian. Di samping itu dilakukan pula wawancara sebagai data primer untuk mendukung data sekunder yang didapat dari studi dokumen. Dari hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pengaturan tentang peran PPATS dalam hukum di Indonesia, memunculkan ketidakpastian hukum karena ada pertentangan antara pasal a quo dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah yang sama, di mana pasal tersebut menjelaskan tentang larangan suatu profesi yang diemban oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk PPAT, sedangkan dalam Pasal 5 ayat (3) dinyatakan bahwa camat (yang dalam hal ini tentunya merupakan seorang PNS) diangkat sebagai PPATS. Adapun tanggung jawab PPATS terhadap akta yang dibuatnya adalah sama seperti tanggung jawab PPAT, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah a quo.
......The appointment of the subdistrict head as the Temporary Land Deed Making Officer (PPATS) is to serve the making of land deeds in areas where there are not enough Land Deed Making Officer (PPAT). The assignment and authority of sub-district heads as PPATS are temporary because ex officio, a sub-district head is the head of a sub-district. After the enactment of Government Regulation Number 24 of 2016 concerning Amendments to Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Regulations for the Position of Officials for Making Land Deeds, a blurring of norms emerged regarding the position of sub-district head as PPATS in making authentic deeds in the land sector. In reality, there are still many PPATS appointed even though there are already enough PPATs in their working areas. This of course contradicts the provisions of Article 5 paragraph (3) of the a quo Government Regulation which explains the appointment of sub-district heads as PPATS by the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency in making deed in areas where there are not enough PPATs. Therefore the problem raised in the research for this thesis is regarding the regulation of the role of the PPATS according to Indonesian law and the responsibility of the sub-district head as a PPATS for the deed he made. This doctrinal research was carried out through document studies to collect secondary data in the form of legal materials relevant to the research problem. In addition, interviews were also conducted as primary data to support secondary data obtained from document studies. From the results of the analysis, it can be stated that the regulation regarding the role of PPATS in Indonesian law raises legal uncertainty because it is contrary to the provisions of Article 7 paragraph (2) of the same Government Regulation, in which the article explains the prohibition of a profession carried out by a Civil Servant. (PNS) including PPAT. The responsibilities of the PPATS for the deed he made are the same as the responsibilities of the PPAT as stipulated in Article 12 of the a quo Government Regulation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stela Firman
"Pencatatan perkawinan secara resmi memberikan manfaat diantaranya adalah sebagai alat bukti yang sah dan kuat bagi suami istri kerena memiliki kepastian hukum dengan demikian suatu perkawinan haruslah dicatatkan agar memenuhi ketentuan hukum agama dan hukum Negara. Penelitian ini membahas bagaimana kedudukan dan status harta yang diperoleh sebelum penetapan isbat nikah bedasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188 K/Pdt/2021 dan bagaimana keabsahan akta jual beli yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) tanpa adanya persetujuan istri bedasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188 K/Pdt/2021. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakanmetode yuridis normatif dengan tipologi penelitian berupa ekplanatoris, jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini kedudukan dan status harta yang diperoleh sebelum penepatan isbat nikah merupakan harta bersama, karena dinyatakan sahnyaperkawinan dan memiliki kekuatan hukum berlaku sejak awal perkawinannya. Oleh karena itu, bedasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Keabsahan akta jual beli yang dibuat pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS) tanpa adanya persetujuan istri dinyatakan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat yang tercantum dalam Pasal 36 ayat (1) UUP yang menyatakan bahwa harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak sehingga setiap peralihan hak yang merupakan harta bersama harus ada persetujuan suami atau istri.
......Official marriage registration provides benefits including as a valid and strong evidence for husband and wife because they have legal certainty, thus a marriage must be registered in order to fulfill the provisions of religious law and state law. This study discusses how the position and status of assets obtained prior to the determination of the isbat marriage based on the decision of the Supreme Court Number 188 K/Pdt/2021 and how the validity of the deed of sale made by the official making the temporary land deed (PPATS) without the wife's consent based on the decision of the Supreme Court Number 188 K/Pdt/2021. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with a research typology in the form of an explanatory, the type of data used is secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. The results of this study are the position and status of assets obtained before the determination of the isbat marriage is joint property, because it is declared valid marriage and has legal force since the beginning of the marriage. Therefore, based on Article 35 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, it is explained that property acquired during marriage becomes joint property. The validity of the deed of sale and purchase made by the official making the temporary land deed (PPATS) without the wife's consent is declared null and void because it does not meet the requirements stated in Article 36 paragraph (1) of the UUUP which states that joint assets, husband or wife can act on the approval of both both parties so that any transfer of rights constituting joint property must have the consent of the husband or wife."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaika Rarasakti
"Penelitian ini membahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan bahwa “PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintahan yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat Akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT”. Peraturan tersebut seharusnya menjadi dasar untuk penunjukan seorang camat yang akan diangkat menjadi pejabat pembuat akta tanah sementara (PPATS). Dalam aturan tersebut telah dijelaskan bahwa, PPAT Sementara itu ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas sebagai PPAT apabila di suatu wilayah belum terdapat cukup PPAT. Akan tetapi fakta yang ditemukan di lapangan, seperti contoh wilayah Kota Bandar Lampung yang jumlah PPAT nya cukup banyak yaitu jumlah hampir 180 PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini adalah penunjukan camat yang akan diangkat sebagai PPAT Sementara adalah bahwa peraturan mengenai camat dapat diangkat menjadi seorang PPAT Sementara masih berlaku dan belum dicabut. Bahwa kementerian tidak dapat menolak permohonan dari camat yang ingin diangkat menjadi PPAT Sementara. Apabila camat yang bersangkutan telah menjalani pendidikan Peningkatan Kualitas dan dinyatakan lulus dalam pendidikan tersebut, maka camat tersebut tinggal menunggu Surat Keputusan penunjukan lokasi sebagai PPAT Sementara. Dan apabila semua proses penunjukan tersebut telah dilalui maka camat tersebut dapat diangkat menjadi seorang PPAT Sementara, dan apabila kementerian telah dikeluarkan Surat Keputusan penetapan lokasi sebagai PPAT Sementara maka tentu PPAT Sementara tersebut memiliki kedudukan hukum yang jelas dalam melaksanakan tugas sebagai PPAT Sementara.
......This study discusses Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Position Regulations for Land Deed Making Officials Article 1 number 2 which states that "Temporary PPAT is a Government official appointed because of his position to carry out PPAT duties by making PPAT Deeds in areas where there is not enough PPAT" . The regulation should be the basis for the appointment of a sub-district head who will be appointed as a temporary land deed official (PPATS). In the regulation it has been explained that, Temporary PPAT is appointed because of his position to carry out his duties as PPAT if there is not enough PPAT in an area. However, the facts found in the field, such as the example of the Bandar Lampung City area where the number of PPATs is quite large, namely the number of almost 180 PPATs. To answer these problems, a normative juridical legal research method is used with a descriptive analytical research typology. The result of this research is that the appointment of the sub-district head to be appointed as a Temporary PPAT is that the regulations regarding the sub-district head can be appointed as a Temporary PPAT is still valid and has not been revoked. That the ministry cannot refuse an application from the sub-district head who wants to be appointed as a Temporary PPAT. If the sub-district concerned has undergone Quality Improvement education and is declared to have passed the education, then the sub-district head is just waiting for the Decree on the designation of the location as Temporary PPAT. And if all the appointment processes have been passed, then the sub-district head can be appointed as a Temporary PPAT, and if the ministry has issued a decree determining the location as a Temporary PPAT then of course the Temporary PPAT has a clear legal position in carrying out its duties as a Temporary PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Titin Harjanti
"Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara PPATS adalah pejabat pemerintah yang diangkat di daerah yang belum cukup jumlah PPAT nya, untuk melakukan tugas pokok membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu seperti jual beli, tukar menukar, hibah dan lain-lain, terhadap hak atas tanah.Pembuatan Akta Jual Beli hak atas tanah di desa penelitian dilakukan tidak di hadapan PPATS, namun di hadapan Kepala Desa. Akta yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku baik mengenai bentuk, isi maupun syarat-syaratnya.Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan membuat akta tersebut menjadi akta di bawah tangan dan bisa menimbulkan potensi konflik serta berakibat pada pemecatan terhadap jabatan sebagai PPATS. PPATS bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata apabila merugikan orang lain dalam pembuatan akta. Negara memberikan jaminan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah yang sebenarnya, baik terhadap tanah yang belum bersertipikat maupun yang sudah bersertipikat kecuali pemilik dianggap telah melepaskan haknya oleh putusan Pengadilan. Jaminan kepastian hukum para pihak dalam rangka pendaftaran tanah belum cukup terwujud dengan baik karena: 1. belum tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten, baik oleh masyarakat, PPATS dan Kantor Pertanahan serta organisasi PPAT IPPAT; 2. penyelenggaraan pendaftaran tanah yang belum efektif.Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agraria seharusnya berkoordinasi dan bekerja sama untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai hukum pertanahan dan pembuatan akta kepada PPATS.Pemerintah seharusnya melakukan pendaftaran tanah dengan baik di seluruh wilayah Indonesia terutama di daerah penelitian.
......A Temporary Land Titles Registrar PPATS is a selected government officer to perform a deed of land's title issuer when in the region of the presence of Land Titles Registrars PPAT is inadequate. PPATS has a main task making an authentice of deed for the certain law transactions like Selling and purchase of land's title, exchange of land's title , giving land's title for other, etc.Making a Deed of Selling and Purchase of Land's title in this research area is done without authority of PPATS as a Government officials for it but with the authority of the Head Of Village. The deed are made not accordance wih the regulations either the forms, contains or the requirements about it. This research uses a normative yuridical method and the type of research is explanatory research. The method to analyze data is qualitative and the procedure to get data collectioan are interview with the informen and resources person. Making a deed of land's title which it is not accordance with the law can make the authentice's deed degrades to privately made deed private deed and can cause a potential conflict as well as the fired as the PPATS. PPATS responsible either in criminal law or in private law when cause loss to client. The State gives a law protection to the rightful land owner either the land has not been certified or not except the land owner considered had already discharge his right by court decision. Guarantee of legal certainty of the parties in order to land registration has not yet been materialized in a good condition, because 1. the written law has not yet been available completely and clearly and also held consistently by society, PPATS, Land Officer and PPAT's organization 2. the enforcement of the land registration's law has not yet been effective.Minister of Home Affairs and Minister of Agrarian should coordinate and work together to provide education and training about Land Law and making a deed of land to PPATS.The Government should do land registration in Indonesia well, especially in this reasearh area. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T49295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library