Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Dimyati Natakusumah
"Penelitian ini merupakan suatu upaya untuk memahami terbentuknya sebuah kebijakan Bebas Biaya Sekolah (BBS) yang muncul sebagai kepedulian pemerintah Kabupaten Pandeglang terhadap kondisi pembangunan pendidikan di Kabupaten Pandeglang yang masih terdapat gap sebesar 2,9 dibandingkan dengan target peneapaian program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Selain itu, kebijakan BBS juga didorong atas kepedulian atas persoalan perekonomian masyarakat, yang minim dalam mengalokasikan dananya untuk biaya pendidikan.
Proses terbentuknya kebijakan tersebut menjadi menarik karena pada awal munculnya wacana terkesan bersifat top down, karena datang dari ide dan pemikiran Kepala Daerah. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat proses terbentuknya kebijakan BBS sebagai sebuah pendekatan legal formal lewat pendekatan institusional yang didalamnya melibatkan dinamika peran eksekutif, legislatif dan civil society.
Dengan menggunakan teori kebijakan publik, teori politik lokal, teori konflik dan konsensus serta teori civil society, penulis melakukan penelitian dengan metode kualitatif dan analisis melalui penggabungan dari berbagai cara (trianggulasi) serta interpretatif. Waktu penelitian yaitu bulan April-Mei 2006 dengan lokus penelitian pada Pemerintah Kabupaten Pandeglang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan BBS terbentuk melalui pentahapan proses pembentukan kebijakan mulai dari Penyusunan Agenda; Formulasi Kebijakan; Adopsi Kebijakan; Implementasi Kebijakan sampai Evaluasi Kebijakan. Dinamika juga terjadi dalam proses pembentukan kebijakan tersebut dimana adanya konflik dari para pihak yang pro dan kontra yang pada akhirnya terjadi konsensus politik berupa sebuah kompromi setelah ditempuh jalan musyawarah melalui jalan dialogis secara intens dilakukan terutama antara pihak eksekutif dan legislatif dalam proses penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pandeglang Tahun Anggaran 2005.
Teori-teori yang penulis gunakan yaitu teori kebijakan publik, teori politik lokal, teori konflik dan konsensus serta teori civil society terbukti mendukung hasil penelitian yang penulis temukan di lapangan.

This research is an effort to understand the policy development of Free Budget School that emerges as a concern of the local government of Pandeglang Regency on the condition of the education development in the regency. In Pandeglang, there is still a gap of 2.9% compare to the target of nine year compulsory education program. In addition, the policy of Free Budget School is endorsed by concern on economic condition of the people in Pandeglang to allocate their budget on school.
The process of policy making is interesting because originally the discourse of it tended to be top down because initiated by the regents. For that reason, this research tries to explore the process of policy making as a legal formal approach through institutional approach involving the role of executive, legislative, and civil society.
By using theory of public policy, theory of local politics, theory of conflict and consensus, and theory of civil society, the writer examines the research applying qualitative method and analyzing the data through combination of different techniques or triangulation and also interpretative. The research was done on April to May 2006 and the location is the government of Pandeglang Regency.
The result of the research shows that the policy is formulated through several phases start from agenda arrangement, policy formulation, policy adoption, policy implementation, policy evaluation. The dynamic activities are occurred when there is a conflict between stakeholders who agree or disagree ended by a political consensus. The consensus is achieved through intensive dialogue, especially between executive and legislative, by arranging Local Budget Plan to be a fix Local Budget on 2005.
Theories applied in the research, which are theory of public policy, theory of local politics, theory of conflict and consensus, and theory of civil society are confirmed by the result of the research.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Rizky Ramadhan
"Kabupaten Pandeglang memiliki kedekatan wilayah dengan zona subduksi dan wilayah pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di Selat Sunda. Akibatnya Kabupaten Pandeglang memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan gempa bumi, dan untuk itu wilayah rawan gempa bumi dan kerentanan terhadap gempa bumi perlu ditentukan sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi. Faktor - faktor seperti litologi, struktur geologi, lereng, dan nilai PGA (Peak Ground Acceleration) dapat digunakan untuk menentukan wilayah rawan gempa bumi dengan metode skoring. Kerentanan wilayah terhadap gempa bumi ditentukan dengan metode weighted overlay dengan pembobotan dalam aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan fisik. Kerawanan merupakan aspek lingkungan dalam penentuan kerentanan, sedangkan kepadatan penduduk, jumlah penduduk wanita, ratio ketergantungan, dan penyandang disabilitas digunakan dalam penentuan kerentanan aspek sosial. Kerentanan aspek ekonomi menggunakan indikator penduduk miskin dan kerentanan fisik menggunakan kepadatan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan wilayah rawan gempa bumi sedang mendominasi Kabupaten Pandeglang dengan luas 64,99% dan mayoritas tersebar pada bagian timur dan selatan Kabupaten Pandeglang. Dalam kerentanan, wilayah kerentanan tinggi terdapat di Kecamatan Labuan dengan luas sebesar 36,07 % dari luas Kecamatan Labuan, sedangkan Kecamatan Sindangresmi dan Kecamatan Munjul merupakan kecamatan dengan kerentanan rendah dengan luas 73.93 % dari luas Kecamatan Sindangresmi dan 61.52 % dari luas Kecamatan Munjul.

Pandeglang Regency has a proximity to the subduction zone and the meeting area of ​​the Indo-Australian Plate and the Eurasian Plate in the Sunda Strait. So that Pandeglang District has an earthquake level of vulnerability and vulnerability. Areas prone to earthquakes and vulnerability to earthquakes need to be determined as an effort to mitigate earthquakes. Factors such as lithology, geological structure, slope, and PGA (Peak Ground Acceleration) values ​​can be used to determine earthquake prone areas by the scoring method. Regional vulnerability to the earth's herds is determined by the weighted overlay method by weighting in environmental, social, economic and physical aspects. Vulnerability is an environmental aspect in determining vulnerability, while population density, female population, dependency ratio, and people with disabilities are used in determining the vulnerability of social aspects. Vulnerability in economic aspects uses indicators of poor population and physical vulnerability using building density. The results showed that earthquake-prone areas were dominating Pandeglang Regency with an area of ​​64.99% and the majority was spread in the eastern and southern parts of the Pandeglang Regency. In susceptibility, the high vulnerability area is in Labuan Subdistrict with an area of ​​36.07% of the area of ​​Labuan Subdistrict, while the Sindangresmi Subdistrict and Munjul Subdistrict are sub-district with low vulnerability with an area of ​​73.93% of the area of ​​Sindangresmi Subdistrict and 61.52% of the total area of ​​Munjul Subdistrict."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Sofyan
"Berdasarkan keputusan Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 1990, dan dalam rangka mencegah dan memperkecil terjadinya letusan kejadian luar biasa klb diare, Departemen Kesehatan telah menetapkan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan dimana didalamnya termasuk klb diare. Namun demikian letusan klb diare dari tahun ke tahun masih tetap terjadi dengan frekuensi yang cukup tinggi.
Pelaksanaan SKD-KLB Penyakit Menular ini, titik beratnya berada di tingkat Kabupaten dan Kota. Dengan demikian Pelaksanaan SKD-KLB Penyakit Menular di tingkat Kabupaten harus ditingkatkan Salah satu upaya untuk meningkatkan pelaksanaan SKD-KLB ini di tingkat Kabupaten adalah dengan Cara menyajikan data kajadian kasus diare dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya letusan klb diare. Dalam bentuk yang dapat memberikan kemudahan kepada pengambil keputusan di tingkat Kabupaten menginterprestasikan data tersebut sehingga dengan cepat dan tepat menentukan langkah-langkah mencegah meningkatnya kejadian diare menjadi KLB.
Studi ini merancang suatu metode SKD-KLB Diare berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Pandeglang dengan menggunakan program aplikasi Epi Info dan Epi Map. Dengan diterapkannya model ini, akan memudahkan petugas pemberantasan penyakit menular, dalam hal ini diare, di Kabupaten Pandeglang dalam mengamati kemungkinan terjadinya klb diare di suatu kecamatan tertentu .
Studi ini melingkupi tahapan definisi sistem yaitu penjajagan sistem yang ada serta menganalisa informasi yang di manfaatkan serta menentukan sistem yang diperlukan. Langkah berikutnya adalah desain fisik yaitu menentukan susunan file, format input, pengembangan grogram dan pengernbangan prosedur.
Studi ini telah berhasil merancang Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa Diare di Kabupaten Pandeglang. Selanjutnya di sarankan agar Sistem ini dapat di pergunakan dan di terapkan di semua Kabupaten dan Kota.

Based on the result of National Health Workshop held in 1990, Ministry of Health declared the Guidance for the implementation of Communicable Diseases and Poinsoning Outbreak early Warning System to prevent and to control the possibility of the eruption of communicable diseases and Poinsoning outbreak.
Even though, the MOH had declared the Guidance, there were still diarhoea outbreak happened all over the country. There for the implementation of the Outbreak Early Warning System should be intensified.
Since the back bone of the system is the Regency Health Service, the capability of the decision maker in Regency Health Service should be improved they should have the easiness in making interpretation on the data just by having a glance on it, whether there will be an outbreak or not. It can be done by having the picture of cases distribution by area. There for the Regencies Health Services should be accommodated with the early warring system based on Geographic Information System. The problem is how the system should be. To overcome the problem, there is a system developed based on geographic information system by using Epi Info and Epi Map application program. The system was developed through several steps. Firstly designed the system by examining the existing system, information needed and drawing the flow of the information. Secondly, designed the physical system itself by defining the files needed, format of the input and output, mechanism of system maintenance and conducting working procedure. Unfortunately, due to time limitation, there was no chance to have the system tried out.
It is suggested that the system should be tried out and it would be useful if every regency and municipality can use and operate the system in order to know whether the condition in the regency is almost close to the outbreak of diarhoea or not.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library