Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Sapija
Djakarta : Djambatan , 1957
928 PAT s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sapija
Jakarta: LEPPENAS, 1984
959.8 SAP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maelissa, S.H.
"Perlawanan pasukan Pattimura pada tahun 1829 di Saparua merupakan kelanjutan Perang Pattimura 1817. Sebab musabab yang mendasari Perang Pattimura juga menjadi alasan bagi pasukan Pattimura untuk melakukan aksi. Semula mereka bersama Kapitan Pattimura telah minum sumpah (angkat janji setia melalui tetesan darah yang diminum bersama) untuk berjuang mengusir penjajah Belanda dari wilayahnya, di Bukit Saniri dalam suatu musyawarah besar. Janji setia kepada Kapitan yang mereka kagumi dan ketaatan pada tanah tumpah darah yang melahirkan mereka, memberikan pilihan hidup atau mati untuk perjuangannya. Mereka menyaksikan pemimpin-pemimpinnya mati digantung di depan benteng Victoria oleh penguasa untuk menakut-nakuti rakyat, karena itu mereka akan lebih berhati-hati dalam mengatur strategi.
Organisasi pemerintahan negeri sesudah perang Pattimura tidak dapat menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat karena telah diawasi secara ketat melalui Stb. 1824. No. 19. a. tentang pemerintahan negeri. Satu-satunya wadah yang dapat dijadikan sebagai kendaraan untuk menyatukan persepsi dan menyalurkan aspirasi adalah organisasi tradisional masyarakat yang disebut Kewang. Kewang adalah satu-satunya organisasi tradisional masyarakat yang lepas dari pengamatan Hindia Belanda. Pemimpinnya disebut Latukewano atau raja hutan, pengelola disebut Sina Kewano dan para anggota disebut Ana Kewano atau anak Kewang.
Para Kewang (pemuda negeri anggota Kewang) berhubungan secara rahasia antar sesama mereka dari berbagai negeri untuk saling menyampaikan dan melengkapi informasi. Untuk itu mereka sering mengadakan rapat di hutanhutan. Hasil pertemuan dilaporkan kepada para serdadu Saparua yang berada di Ambon. Para serdadu ini mempunyai sikap yang sama terhadap Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja mereka bernasib lebih baik karena tidak dicurigai.
Tatkala terdengar berita bahwa mereka akan dikirim ke luar daerah (Ambon) untuk berperang di Jawa dan Sumatera mereka memutuskan bahwa itulah saat yang tepat untuk menyerang Pemerintah Hindia Belanda. Mereka tidak mau meninggalkan tanah tumpah darah mereka dan dipisahkan dari keluarga. Karena itu mereka intensifkan komunikasi dengan para Kewang dan sisa-sisa pasukan Pattimura yang berada di Saparua. Mereka menyurat dan menyampaikan berita ini kepada pasukan Pattimura di Saparua yang dipimpin Izaak Pollatu, Marsma Sapulette dan Tourissa Tamaela. Ketiga orang itu selain sebagai pemimpin kelompok yang telah siap melawan Belanda juga adaiah kepala Kewang dari negeri-negeri Tuhaha, Ulath dan Porto di pulau Saparua.
Rapat-rapat makin diintensifkan antara lain di rumah Izaak Pollatu, kemudian di Marsma Sapulette. Mereka membahas surat dari serdadu di Ambon dan sebagian lagi siap untuk menyerang Belanda di Saparua. Salah satu surat yang ditujukan untuk raja Saparua jatuh ke tangan residen. Akhirnya rahasia perlawanan bocor dan Pemerintah Hindia Belanda mengambil langkah-langkah pengamanan dan menggagalkan usaha para Kewang yang telah bertahun-tahun mempersiapkan rencana itu. Perlawanan pasukan Pattimura di Saparua tahun 1829 yang bekerjasama dengan serdadu Saparua di Ambon itu pun gagal. Mereka ditangkap dan diajukan ke pengadilan negeri di Ambon. Pergolakan rakyat di daerah ini berakhir di sini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Karenina Sastroamidjoyo
"Kesehatan mental adalah komponen integral dari kesejahteraan yang mempengaruhi kemampuan individu dalam pengambilan keputusan, membangun hubungan, dan membentuk dunia sekitar mereka. Gangguan kesehatan mental mencakup disabilitas psikososial dan kondisi lain yang terkait dengan stres serta risiko melukai diri sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut adalah literasi kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan mengetahui asosiasi determinan sosial kesehatan dengan literasi kesehatan mental pada mahasiswa program sarjana angkatan 2018 Universitas Pattimura dan mengevaluasi karakteristik individu dan determinan yang mempengaruhi literasi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan gambaran literasi kesehatan mental pada mahasiswa universitas Pattimura adalah 55, meskipun hubungan karakteristik individu seperti usia dan jenis kelamin dengan literasi kesehatan mental tidak signifikan secara statistik, ditemukan bahwa usia ≥ 19 tahun dan perempuan cenderung memiliki literasi yang lebih tinggi. Analisis determinan sosial kesehatan juga menunjukkan bahwa ada asosiasi signifikan antara suku kedua orang tua dengan literasi kesehatan mental. Hasil multivariabel menunjukkan bahwa suku kedua orang tua merupakan faktor dominan yang mempengaruhi skor literasi kesehatan mental, sedangkan status pasangan/pacar merupakan faktor confounding. Penelitian ini menekankan pentingnya peningkatan literasi kesehatan mental melalui pendidikan dan intervensi yang tepat untuk meningkatkan perilaku mencari bantuan pada mahasiswa.

Mental health is an integral component of well-being that influences an individual's ability to make decisions, build relationships, and shape the world around them. Mental health disorders include psychosocial disabilities and other conditions related to stress and risk of self-harm. One factor that influences this behavior is mental health literacy. This research aims to determine the association of social determinants of health with mental health literacy in undergraduate students class of 2018 at Pattimura University and evaluate individual characteristics and determinants that influence this literacy. The results showed that although the relationship between individual characteristics such as age and gender and mental health literacy was not statistically significant, it was found that those aged ≥ 19 years and women tended to have higher literacy. Analysis of social determinants of health also shows that there is a significant association between the ethnicity of both parents and mental health literacy. Multivariable results show that the ethnicity of both parents is the dominant factor influencing mental health literacy scores, while partner/boyfriend status is a confounding factor. This research emphasizes the importance of increasing mental health literacy through appropriate education and intervention to increase help-seeking behavior in college students."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"Thesis ini mempelajari reformasi internal TNI AD setelah kejatuhan rezim Soeharto pada bulan Mei 1998, khususnya pembentukan kembali Kodam Pattimura di Maluku dan Kodam Iskandar Muda di Nanggroe Aceh Darussalam pasca Gerakan Mei 1998. Bagi pihak TNI (TNI AD) program tersebut merupakan jawaban atas tekanan publik politik yang menghendaki TNI kembali ke barak. Namun pokok masalahnya adalah program tersebut tetap tidak memuaskan publik politik (kubu reformasi), karena disamping program ini lahir dari inisiatif TNI sendiri juga dinilai belum mampu menghapus keseluruhan praktek `dwifungsi ABRI' termasuk melikuidasi/merestrukturisasi Koternya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa TNI AD justru menambah jumlah Kodamnya di tengah derasnya arus tuntutan likuidasi/restrukturisasi Koter TNI AD ? Bagaimana pelaksanaan fungsi sospol TNI AD dalam Koternya pasca Gerakan Mei 1998 ?
Teori yang diunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik sipil-militer, `tentara pretorian', `tentara profesional', tentara revolusioner profesional, dan perang semesta (total war). Sementara metodologi penelitian meliputi empat aspek. Pertama, strategi penelitian `metode kasus komparatif. Kedua, pendekatan penelitian dan teknis analisis kualitatif. Ketiga, tipe penelitian deskriptif-eksplanatoris. Keempat, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam yang dilengkapi dengan observasi terbatas terhadap fenomena sejenis di Kodam Jaya DKI Jakarta, serta studi dokumentasi dan kepustakaan. Secara garis besar penelitian ini memiliki dua keterbatasan. Pertama, keterbatasan dalam menjangkau pro-kontra di internal TNI (TNI AL dan TNI AU). Kedua, keterbatasan dalam komparasi praktek fungsi sospol di seluruh angkatan di TNI.
Temuan-temuan penelitian ini adalah pembentukan kembali Kodam Pattimura di Maluku dan Kodam Iskandar Muda di Aceh dilakukan atas pertimbangan khusus konflik aktual (Maluku; SARA dan Aceh; GAM) yang melanda kedua wilayah tersebut. Bagi TNI AD Kodam Bukit Barisan; meliputi Aceh dan Kodam Trikora; meliputi Maluku keduanya dinilai sudah tidak efektif dan efesien lagi dalam menangani konflik tersebut. Selain pertimbangan konflik penambahan Kodam juga didasarkan atas berbagai sebab-sebab internal dan ekternal TNI AD. Sebab-sebab internal TNI AD diidentifikasi ke dalam faktor profesionalisme, orientasi politik dan orientasi ekonomi. Sedang sebab-sebab eksternal TNI AD meliputi faktor rekomendasi kebijakan (formulasi politik dan format kebijakan) pemerintahan sipil dan faktor stabilitas politik dan keamanan dalam negeri.
Pasca Gerakan Mei 1998 tugas dan fungsi -Kodam-- Koter TNI AD masih menyentuh pelaksanaan fungsi sospol. Penyebab utamanya adalah karena dalam struktur Koter TNT AD masih terdapat fungsi non-militer; fungsi pembinaan teritorial (binter) yang dalam prakteknya dapat bermakna luas. Kebijakan TNI AD menambah Kodamnya menunjukkan kecenderungannya ke arah `pretorian populis' (mass pretorian) dan `moderator pretorian' untuk beradaptasi dengan pemerintahan sipil `model liberal' tuntutan reformasi, setelah terlebih dahulu beralih ke tipologi 'arbitrator army' untuk tetap sebagai `pasukan bedah besi' dengan sedikit berpartisipasi di pemerintahan (co-ruler).
Koter TNI AD pasca Gerakan Mei 1998 yang masih terbukti memiliki fungsi sospol menunjukkan bahwa konteslasi hubungan sipil-militer masih berlangsung. Hal ini tentu akan mempengaruhi proses pembangunan pemerintahan demokratis karena menghambat pembentukan institusi militer profesional sebagai syarat utamanya.
Kepustakaan : 74 buku, 11 dokumen, 2 makalah, 3 peraturan hukum, 35 surat kabar/majalah, dan 6 internet.

Territorial Command of Indonesian Army Post May Movement 1998: Case Studi the Reestablishment of Kodam Pattimura (Maluku) and Kodam lskandar Muda (Nanggroe Aceh Darussalam)This thesis examines the reformation of internal Indonesian Army (TNT AD) post Soeharto Rezime May 1998, especially the reestablishment of Kodam Pattimura and Kodam Iskandar Muda in post May 1998. There is public pressure for reforming the dual functions of Indonesian Military (Dwifungsi ABRI). In one hand, internal reformation is for restructuring Territorial Command of Indonesian Army. However, the qustion arises why the demand for restructuring of army brough more reestablishment of Kodam. Furthermore, then how the implementation of social and political functions of Indonesian army under the Territorial Command of Indonesian Army post May 1998.
This study use some theories on civil-military conflicts, pretorian military, professional military, professional revolutionary military and total war. The methodology of this study included 4 aspects: comparative studies, qualitative, descriptive-explanatory, using in depth interview and limited observation toward similar phenomenon in Kodam Jaya DKI Jakarta. Furthermore, this study has two fold, the limitation to achieve data on pro-contra in internal Indonesian Military (Navy and Air Forces), second, the limitation of comparative study in between Military Forces.
The result of research shows that the reason of reestablishment of Kodam Pattimura in Maluku and Kodam Iskandar Muda in Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) is because of the unresolved conflict in both areas. Thas is conflicts on religius bases in Maluku and independent movement (Gerakan Aceh Merdeka) in NAD. Kodam Bukit Barisan which has responsibility including NAD and Kodam Trikora for Maluku are not effective and efficient to solve conflicts problems in both areas. Other reason are the interest of TNI on professionalism, political and economic interest which is categorized as internal reason. Moreover, external included policy recommendations of the civilian government (as civilian supremacy in democratic state), political and security stabilities.
Post May 1998, one indicator of dual functions of Indonesian Military is the involvement of the Territorial Command of Indonesian Army (Kole. 7N/Al3) in social and political functions. The reasons are that the army still has a function in non military, such as territorial development. So, thus the reestablishment of the two Kodam shows that the military in Indonesia could be called `mass pretorian and `moderator pretorian to adapt with the civilian government which tends to used liberal model (the demand of reformation). So, there is the changing of typology of `arbitrator army' as `destroyer army' limited participations in government as coruler towards liberal model. in conclusion, this thesis on reestablishment of the Kodam shows that civil-military relation is still contested. It will influence of the development of democracy and become the obstacle of establish of professional army in Indonesia.
Refrences : 74 books, 11 documents, 2 articles, 3 legislations and 35 Newspapers/Magazines and 6 from internet"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library