Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fierda Milasari Rahmawati
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai usaha penghentian konflik etnis di Darfur, Sudan
melalui peacekeeping operation yang dilakukan oleh PBB selama tahun 2004
hingga 2008. Langkah-langkah yang diambil oleh PBB sebagai pihak ketiga yang
mengintervensi konflik dengan melakukan peacekeeping operation serta
bekerjasama dengan Uni Afrika. Hasil penelitian menyarankan bahwa PBB
sebaiknya menyusun mandat peacekeeping operation secara menyeluruh yang
meliputi masa terjadinya konflik serta masa paska-konflik dan melakukan
perubahan-perubahan mendasar pada badan organisasi PBB sendiri.

ABSTRACT
This thesis is focused on the attempt to stop the Darfur Conflict, Sudan through
peacekeeping operation led by the United Nations from year 2004 until 2008. The
steps taken by UN as a third-party who interfere the conflict by doing the
peacekeeping operation, and also cooperate with the African Union. The result of
this study shows that the United Nations should form mandate(s) of a
peacekeeping operation thoroughly which include the time of ongoing conflict
and post-conflict and also reconstruct the body of the organization itself."
2010
T27784
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, Vanda Dwi Septika
"Operasi pemeliharaan perdamaian (peacekeeping operation) atau PKO oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lahir pada 1948 dengan nama United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO) di Timur Tengah untuk mengawasi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan negara-negara Arab. Sejak saat itu, misi pemeliharaan perdamaian terus berkembang dari bentukan/model tradisional menjadi lebih kokoh dan multidimensional seperti sekarang. Dunia akademik kemudian menaruh perhatian pada efektivitas operasi pemeliharaan perdamaian sebagai instrumen manajemen konflik internasional. Terdapat sejumlah literatur akademik yang mengkritisi apakah mandat tersebut benar-benar memiliki dampak atau kontribusi positif dalam melindungi warga sipil, mencegah konflik berulang, menegakkan hak asasi manusia, dan tanggung jawab lain yang ditugaskan pada operasi tersebut. Kajian literatur ini berusaha memetakan ragam argumen/pendapat dari berbagai kelompok pemikiran yang mengkritisi efektivitas PKO melalui metode taksonomi dengan mengklasifikasikan perdebatan argumen ke dalam tiga kategori: (1) standar efektivitas PKO; (2) syarat keberhasilan PKO; dan (3) penyebab keberhasilan PKO dalam perspektif Hubungan Internasional. Masing-masing komponen dari tiga kategori besar tersebut merefleksikan karakter yang berbeda dikelompokkan ke tiga tingkat pemahaman: teoretis, politis, dan praktis/operasional. Berdasarkan sejumlah literatur yang sudah dikaji, tulisan ini menemukan bahwa sewajarnya PKO dapat diklaim efektif/berhasil di standar-standar tertentu, tetapi gagal di standar lainnya. Untuk memenuhi keberhasilan di satu standar, PKO dapat melanggar atau mengabaikan standar lain, dan hal ini berpengaruh pada strategi/faktor penyebab keberhasilan yang dipilih untuk memenuhi standar yang diprioritaskan. Kritik yang mengasumsikan PKO sebagai instrumen yang efektif atau tidak efektif menurut tulisan ini kurang tepat mengingat beragam standar yang disematkan pada misi tersebut.
......
United Nations Peacekeeping Operation (PKO) began in 1948 under the title of the United Nations Truce Supervision Organization (UNTSO) in the Middle East to monitor the armistice agreement between Israel and Arab countries. Since then, the peacekeeping mission has continued to transform from the traditional model to be more robust and multidimensional, in its approach, as it continues to be. In the academic domain, major attention has been given to the effectiveness of peacekeeping operation as international conflict management instrument. There is a large number of academic literatures that criticize whether the mandate, in all conscience, has a positive effect or contribution in protecting civilians, preventing conflicts, promoting human rights, and other responsibilities assigned to the operation. This study seeks to map a variety of arguments/opinions from diverse group of perspectives that criticize the effectiveness of peacekeeping operation using taxonomy by classifying those arguments into three categories: (1) standards of peacekeeping effectiveness; (2) requirements for peacekeeping success; and (3) success factors of peacekeeping through the lenses of IR perspectives. Each component of the three major categories reflects different characteristic and is grouped into three levels of understanding: theoretical, political, and practical/operational. Based on the literatures that have been carefully reviewed, this paper finds that it is fair to claim peacekeeping operation to be effective at certain standards, but ineffective at the others. To successfully complete one standard, peacekeeping could violate or ignore other standards, and consequently affecting the strategy or success factors chosen to meet the priority standards. The binary assumptions evaluating peacekeeping as simply effective or ineffective, according to this paper, is improper considering the variety of standards attached to the mission."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Namzariga Adamy
"Tesis ini menggunakan perspektif realis untuk mengkaji fenomena kebijakan peacekeeping operation Jepang di Kamboja. Perspektif ini memberikan asumsi-asumsi common sense mengenai bagaimana politik internasional dan masalah masalah strategis dapat dianalisa dan diuji. Asumsi-asumsi common sense ini mencakup konsep bahwa perusahaan tidak dimungkinkan dalam sistem internasional. Sebagai suatu teori dalam hubungan internasional dan sebagai pandangan dunia dari para pembuat kebijakan, Realisme menekankan pada kekuatan (power) dan kepentingan nasional (national interest); memberikan suatu pandangan yang pada dasarnya konservatif dan pesimis terhadap hubungan internasional; dan yang paling penting, menekankan pada agenda keamanan nasional (national security) dari negara, serta perlunya kemampuan militer (military capability) dan suatu perimbangan kekuatan (balance of power) sebagai elemen utama dalam memelihara stabilitas politik internasional. Meskipun terdapat perbedaan interpretasi dan bahkan perdebatan diantara para penganut realis, mereka akan berpendapat bahwa paradigma ini mendasarkan pada beberapa asumsi pokok, yaitu: (1) konsekuensi dari sistem internasional yang anarkhi adalah bahwa tidak adanya otoritas utama yang dapat memaksakan penggunaan kekuatan atau menjamin perlindungan dari ancaman negara lain; (2) negara merupakan aktor utama (state actor) dalam politik internasional; (3) tujuan utama negara adalah keamanan (security), dan karena itu motif utama yang mendasari perilakunya adalah mempertahankan atau mempertinggi kekuatan relatifnya terhadap negara lain; (4) kebijakan luar negerinya didasarkan pada adanya ancaman-ancaman dan kesempatan-kesempatan dari lingkungan eksternalnya. Sehingga sistem internasional merupakan faktor yang menentukan dalam perilaku suatu negara dibanding karakteristik domestiknya; dan (5) para pemimpin negara merupakan aktor rasional (rational actor).
Perspektif Realis akan digunakan dalam tesis ini untuk menganalisa perkembangan kebijakan luar negeri Jepang pasea Perang Dingin dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Jepang membuat kebijakan untuk berpartisipasi dalam peacekeeping operation PBB di Kamboja serta peran apa saja yang dilaksanakan Pasukan Bela Diri Jepang dalam misi peacekeeping operation di Kamboja.
Dengan dipicu oleh peristiwa Perang Teluk, Jepang melakukan reorientasi terhadap kebijakan luar negerinya dan mengirim Pasukan Bela Dirinya untuk berpartisipasi dalam PKO PBB di Kamboja. Peristiwa ini merupakan peristiwa yang sangat penting karena ini merupakan pertama kalinya Pasukan Bela Diri Jepang dikirim ke luar negeri sejak Perang Dunia II. Kebijakan Jepang untuk mengirim Pasukan Bela Dirinya ke luar negeri dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Perubahan lingkungan regional, pengurangan peran Amerika Serikat, tekanan Amerika Serikat, perubahan persepsi ASEAN, serta adanya dorongan ASEAN bagi Jepang untuk mereposisi kebijakan luar negerinya merupakan alasan-alasan yang terkait dengan struktur internasional. Selain itu faktor domestik juga mendorong kebijakan PKO Jepang, yang ditandai dengan adanya perubahan sikap publik Jepang pasca Perang Dingin, reinterpretasi terhadap Konstitusi khususnya Pasal 9, dan keinginan Jepang untuk mendapatkan kursi permanen dalam Dewan Kewan Keamanan PBB.
Pengesahan UU PKO memberikan kesempatan bagi Pasukan Bela Diri Jepang mengalami perluasan peran. Namun UU tersebut juga disertai dengan batasan-batasan terhadap keterlibatan Pasukan Bela Diri Jepang dalam PKO PBS. Batasan-batasan tersebut dibuat agar peran Jepang dalam PKO tidak melanggar Konstitusi Jepang. Selain itu juga untuk meyakinkan negara-negara lain bahwa keterlibatan Jepang dalam PKO di Kamboja bukan merupakan awal dari bangkitnya kembali militerisme Jepang.
Kesimpulan dari tesis ini menunjukkan bahwa kebijakan PKO Jepang merupakan salah satu keinginan Jepang untuk berupaya menghilangkan persepsi lama di Negara-negara Asia Tenggara khususnya bahwa pengiriman Pasukan Bela Dirinya bukan merupakan ancaman dan bukan awal dari. bangkitnya militerisme Jepang. Selain itu kebijakan PKO tersebut juga merupakan salah satu upaya Jepang untuk menjaga kepentingan nasionalnya di kawasan tersebut.
Daftar Pustaka: 32 buku, 34 jurnal, 10 terbitan khusus, 8 media massa, 5 website, 3 lampiran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library