Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Sekjen DPR RI, 2013
344.035 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana
"ABSTRAK
Untuk membangun lokasi apapun yang sesuai peruntukannya, termasuk penentuan bangunan lembaga kemasyarakatan (lapas), diperlukan sebuah pertimbangan geografis. Dengan pertimbangan informasi geografis/ kewilayahan tersebut kemudian dapat memilih dan memilah lokasi yang tepat bagi bangunan di lingkungan lapas. setiap wilayah mempunyai karakteristik geografis yang tidak sama. oleh karena itu kecocokan lahan untuk pembangunan Lapas dapat dicari lokasinya sesuai dengan persyaratan lapas yang hendak dibangun. karena tingkat kemampuan lahan, kesuburan, topografi dan berbagai kondisi dan potensinya yang tidak sama itu, maka dalam penentuan lahan untuk membangun sebuah lapas diperlukan pertimbangan lokasional geografis. teknologi Sistem Informasi Geografis (Geographic Information Systems) dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu informasi spasial yang terintegrasi yang siap digunakan untuk pengambilan keputusan, yakni menentukan lokasi pembangunan lapas yang ideal. makalah ini membahas pentingnya pertimbangan geografis, sebagai jawaban atas banyaknya saran masukan pejabat publik, terkait kejadian Lapas Sukamiskin yang dari sisi lokasi terlalu dekat dengan kota dan dianggap banyak memfasilitasi kemudahan dan kemewahan untuk para narapidana (napi) koruptor. Harapannya agar bagaimana napi itu ditempatkan di lokasi yang tepat, misalnya lokasinya yang jauh di pulau terluar dimaksudkan agar menyulitkan akses, dan tidak dapat menjadikan lapas maupun rumah tahanan negara (rutan) dengan fasilitas yang mewah dan berlebihan, tetapi sisi pembinaan pemasyarakatan bagi napi tetap diperlukan."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2019
321 JKLHN 37 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sukron
"ABSTRAK
Selama narapidana berada dalam Lembaga Pemasyarakatan, pemerintah wajib memberikan kebutuhan-kebutuhan hidup bagi setiap narapidana antara lain misalnya kebutuhan makan,kebutuhan pelengkapan tidur,lingkungan yang bersih dan pelayanan kesehatan yang optimal,pelayanan kesehatan bisa optimal.Oleh karena itu di dalam penelitian ini penulis berharap untuk menangani masalah tentang bagaimana pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang. Hasil dari penelitian Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang menyatakan bahwa dalam pelayanan kesehatannya mempunyai masakah terhadap kurangnya kesiapan petugas medis di Lembaga Pemasyarakatan dalam menangani dan mengantisipasi perkembangan penyakit yang ada di Lembaga Pemasyarakatan serta fasilitas yang ada di Rumah sakit Lembaga Pemasyarakatan seperti obat-obatan masih belum optimal dan belum cukup memadai. Bedasarkan pernyataan diatas penulis menyarankan perlu ditingkatkannya lagi kesiapan para petugas medis dalam menangani narapidana yang sakit dan di adakannya penambahan jumlah petugas medis di dalam Lembaga Pemasyarakatan guna pelaksanaan pelayanan kesehatan serta harus diadakannya pengkontrolan oleh petugas kesehatan dibidang fasilitas khususnya bagian obat-obatan agar tidak terjadi lagi kehabisan stok obat.

ABSTRACT
During convict stay in Institute Pemasyarakatan, governmental is obliged to give requirement live for every convict for example requirement eat, complete requirement of sleep, clean environment, and optimal health service, health service can be optimal if effectively and is efficient. Therefore in this research of writer hope to handle the problem of about how health service at Hospital Institute of Correctional class 1 Tangerang. Result of from research of Service Health At Hospital Institute of correctional class I Tangerang express that in its health service have a period of/to to lack of the readiness of medical officer in Institute of correctional in handling and anticipating disease growth exist in Institute correctional and also facility exist in Hospital Institute Pemasyarakatan like drugs still not yet optimal and not yet adequate enough. Pursuant to statement above writer suggest require to improve of again the readiness of all medical officer in handling ill convict and in performing a of addition of[is amount of medic officer in Institute correctional utilize health service execution and also have to perform a of control by officer health of facility area specially part of medics in order not to happened again running out of of drug stock."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Aranoval
[Center for Detention Studies, ], 2011
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Trah Utomo
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25416
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
S. E. G. Johannes
"
ABSTRACT
In increasing of crime and narcotic abuse, there is also an increasing in prisoner of narcotics case. To stand attention in this case, it is needed to establish Correctional Institution for Narcotics case. It is because handling prisoners or narcotics' prisoners need different handling and building than other cases' prisoners.

Narcotics Correctional Institution Jakarta is developed either to perform building toward narcotics prisoners or to disconnect narcotics distribution chain, which is more increase nowadays. It is also meant to anticipate distribution and abuse of narcotics in prisoner circles as the kind of violation about security and orderliness.

Violation of security and orderliness is meant beside distribution or abuse of narcotics in prisoners' circle, it is also in the kind of the use of prohibited material, which can disturb security and orderliness, as well as the use of other communication tools, of course, including escape. In this research, it is tried to give explanation about how security system implementation in Narcotics Correctional Institution Jakarta in order to prevent and handle violation of security and orderliness, either escape, narcotics abuse, prohibited material abuse, and other related to condition of facilities, infrastructures, security, security employee, and general conditions in Narcotics Correctional Institution Jakarta, as well as obstacles faced concerning those matters.

Therefore in order to know the effectiveness of the security system existed in Narcotics Correctional Institution Jakarta, the writer tried to analyze it by using 16 techniques of criminal acts opportunity prevention by using situational approach by Ronald V. Clarke and from the results of research indicate that there is security and orderliness disturbance in Narcotics Correctional Institution Jakarta, in which escape, narcotics abuse in prisoner circle, the ownership and use of communication tools like mobile phone and laptop, as well as the ownership of other prohibited materials. These indicate that there are deviations performed by employee and careless employee in performing their security duty as well as available security systems and facilities not run effectively at Narcotics Correctional Institution Jakarta.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S6247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Radio Fernando
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1978
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Puspa Rini Soewarno
"Konsepsi Sahardjo tentang pemasyarakatan merupakan momentum yang membedakan filosofi, proses dan tujuan pemidanaan di Indonesia dengan masa sebelumnya, yaitu sejak masa penjajahan Belanda dan masa Indonesia merdeka tahun 1945 hingga awal 1963. Secara filosofis pemasyarakatan merupakan sistem yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif, Detterence dan Resosialisasi. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi Reintegrasi sosial yang berasumsi bahwa kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi). Pemasyarakatan memperlihatkan komitmen dalam upaya merubah kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan memperlakukan dengan manusiawi melalui hak-hak terpidana.
Remisi merupakan salah satu hak narapidana yang diatur dalam Pasal 14 huruf-i Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan namun dari hasil penelitian penulis terjadi pergeseran baik dari pengertian, kriteria maupun tujuan dari remisi.Terlebih terhadap narapidana tindak pidana korupsi,penulis melihat adanya deskriminasi terhadap pemberian hak-hak terhadapnya. Hal ini tidak lagi sejalan dengan asas pemasyarakatan yaitu asas pengayoman dan asas persamaan perlakuan dan pelayanan. Ketidakjelasan aturan remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi serta lemahnya pengawasan menjadikan kurangnya perlindungan terhadap hak-hak narapidana pada umumnya serta narapidana tindak pidana korupsi pada khususnya.
Perlunya mempersoalkan hak-hak narapidana tindak pidana korupsi untuk diakui dan dilindungi oleh hukum dan penegak hukum karena narapidana tindak pidana korupsi adalah warga negara yang perlu diayomi walaupun telah melakukan pelanggaran hukum. Penghukuman bukan berarti pencabutan hak-hak yang melekat pada dirinya. Penulis melihat masih kurangnya perhatian sekaligus perlindungan hukum terhadap hak-hak narapidana, hal yang sangat berbeda dengan perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan atau terdakwa karena KUHAP dengan segala ketidaksempurnaan yang masih terkandung didalamnya, telah sangat jauh mengurangi kesewenang-wenangan yang dimungkinkan proses peradilan pidana di bawah HIR.
Demi terjaminnya perlindungan atas hak-hak narapidana tindak pidana korupsi maka menurut penulis diperlukan pemberdayaan kembali fungsi Hakim Pengawas dan Pengamat sebagaimana amanat KUHAP. Reposisi Balai Pertimbangan Pemasyarakatan untuk diarahkan sebagai cikal bakal lahirnya suatu badan baru misalnya dalam bentuk Komisi Pemasyarakatan agar fungsi check and balances dapat lebih efektif serta pemberdayaan akan pentingnya Pengawasan masyarakat. Kehadiran instrumen atau perangkat yang mengatur tentang bagaimana keterlibatan masyarakat seperti media, lembaga non pemerintahan (LSM) dan perorangan dalam melakukan kontrol atau pengawasan pada tiap UPT Pemasyarakatan sangat mendesak untuk diwujudkan sehingga proses pembinaan dan pelayanan pada tiap UPT Pemasyarakatan terhadap narapidana dapat berjalan secara optimal.

Sahardjo conceptions are the momentum that distinguishes correctional philosophy, process and purpose of punishment in Indonesia with the previous period, ie since the Dutch colonial period and the period of Indonesia's independence in 1945 until early 1963. Philosophically correctional system is already moving far left retributive philosophy, Detterence and Resocialization. Correctional facilities in line with the philosophy of the social reintegration assume that crime is a conflict between the convict with the community so that criminal prosecution is intended to restore conflict or convict reunite with his society (reintegration). Correctional show commitment in the effort to change the condition of prisoners through the coaching process and treat the human rights of prisoners through.
Remission is one of the prisoners' rights provided for in Article 14 letter-i of Act No. 12 of 1995 on Corrections, but the authors of the study there was a shift from understanding, and purpose of the remission criteria. Especially to inmates of corruption seen any discrimination against granting the rights to it. It is no longer in line with the principle of stewardship is the principle and the principle of equal treatment shelter and services. Remission to the prisoners' lack of clarity of rules of corruption and weak oversight made the lack of protection for the rights of prisoners in general and prisoners of corruption in particular.
The need to question the rights of prisoners of corruption to be recognized and protected by law and law enforcement corruption cases because inmates are citizens who need to be protected although has violated the law. Punishment does not mean deprivation of rights attached to him. The author sees is the lack of attention as well as legal protection of the rights of prisoners, it is very different from the protection of the rights of suspects or accused because of the Criminal Procedure Code and with all the imperfections that still contained in it, was very much reduces the possible arbitrariness of the criminal justice process under HIR.
For ensuring the protection of the rights of prisoners of corruption it is necessary according to the authors re-empowerment of the institution of monitoring and controlling Judges functions as mandated by the Criminal Procedure Code. Consideration repositioning Correctional Center to be directed as a forerunner to the birth of a new entity instance in the form of the Commission of Corrections for checks and balances to function more effectively as well as the empowerment of the importance of community supervision. The presence of an instrument or device that regulates how community involvement such as media, non governmental organizations and individuals in the control or supervision at each UPT Correctional very urgent to be realized so that the process of coaching and service to each of the Correctional Unit inmates to run optimally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30306
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>