Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adella Josephin
"Gangguan dan penyakit tulang merupakan hal yang mengkhawatirkan karena prevalensinya yang meningkat. Rekayasa jaringan tulang dengan pengembangan struktur melalui kombinasi perancah, sel, dan/atau faktor biologis merupakan solusi yang menjanjikan untuk regenerasi tulang. Kolagen dan hidroksiapatit termasuk bahan perancah yang paling umum digunakan untuk rekayasa jaringan tulang dan dapat diekstraksi dari sumber alam. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan produsen ikan terbesar kedua di dunia, memiliki sumber daya laut yang melimpah. Perikanan tuna yang termasuk paling besar dan paling produktif di dunia menghasilkan produk sampingan dengan jumlah yang besar. Pada penelitian ini, kolagen dan hidroksiapatit diekstraksi dari produk sampingan tuna, yaitu tulang kerangka dan kepala, menggunakan ekstraksi pelarutan asam untuk kolagen dan kalsinasi untuk hidroksiapatit. Kolagen hasil ekstraksi dikarakterisasi menggunakan UV-Vis spectrophotometry, FTIR, dan SEM-EDX, sedangkan hidroksiapatit hasil ekstraksi dikarakterisasi menggunakan FTIR, SEM-EDX, dan XRD. Berdasarkan hasil karakterisasi, kolagen hasil ekstraksi memiliki puncak absorbansi di 225 nm, memiliki struktur heliks rangkap tiga, struktur mikro lembaran berlapis, berpori, dan sedikit berkerut. Sedangkan hidroksiapatit hasil ekstraksi memiliki ukuran dan bentuk partikel bervariasi dengan ukuran kristal 16,64 nm, 15,62 nm, 16,63 nm, 4,39 nm, crystallinity index 0,643, 0,572, 0,613, 0,027, dan nilai Ca/P 1,753±0,052, 1,806±0,074, 1,792±0,021, 1,935±0,091 masing-masing untuk sampel kalsinasi 1, sampel kalsinasi 2, sampel kalsinasi 3, dan sampel ultrasonikasi. Kolagen hasil ekstraksi dapat dikembangkan sebagai bahan perancah tulang karena memliki struktur berpori yang dibutuhkan untuk penetrasi sel, nutrisi dan transfer limbah, serta angiogenesis; sedangkan hidroksiapatit sampel kalsinasi 1 memiliki nilai rasio Ca/P (1,753±0,052) yang paling mendekati rasio Ca/P pada tulang manusia (1,67). Ekstraksi kolagen dan hidroksiapatit ini diharapkan dapat memanfaatkan produk sampingan sumber daya laut dan dapat digunakan sebagai material perancah tulang untuk mengatasi gangguan dan penyakit tulang.

Bone disorders and diseases are a matter of concern because of their increasing prevalence. Bone tissue engineering with structural development through a combination of scaffolds, cells, and/or biological factors is a promising solution for bone regeneration. Collagen and hydroxyapatite are among the most commonly used scaffold materials for bone tissue engineering and can be extracted from natural sources. Indonesia is the largest archipelagic country and the second-largest fish producer in the world, has abundant marine resources. Tuna fisheries, which are among the largest and most productive in the world, produce large amounts of by-products. In this study, collagen and hydroxyapatite were extracted from tuna by-products, including skeleton and head, using acid solubilization extraction for collagen and calcination for hydroxyapatite. The extracted collagen was then characterized using UV-Vis spectrophotometry, FTIR, and SEM-EDX, while the extracted hydroxyapatite was characterized using FTIR, SEM-EDX, and XRD. Based on the characterization results, the extracted collagen has an absorbance peak at 225 nm, has a triple-helix structure, a layered sheet microstructure, is porous, and is slightly wrinkled. While the extracted hydroxyapatite has various particle sizes and shapes with crystal sizes of 16.64 nm, 15.62 nm, 16.63 nm, 4.39 nm, crystallinity index 0.643, 0.572, 0.613, 0.027, and Ca/P values were 1.753±0.052, 1.806±0.074, 1.792±0.021, 1.935±0.091 for the calcined sample 1, calcined sample 2, calcined sample 3, and ultrasonicated sample, respectively. Extracted collagen can be developed as a bone scaffold material because it has a porous structure required for cell penetration, nutrition and waste transfer, and angiogenesis; while the hydroxyapatite of calcined sample 1 has a Ca/P ratio value (1.753±0.052) which is closest to the Ca/P ratio in human bone (1.67). The extraction of collagen and hydroxyapatite is expected to be able to utilize marine by-products and can be used as bone scaffold material to treat bone disorders and diseases."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusyda Fajarani
"Kerusakan tulang adalah salah satu penyebab utama kecacatan manusia yang secara keseluruhan menyebabkan penurunan kualitas hidup. Teknologi rekayasa jaringan telah dikembangkan untuk solusi kerusakan tulang dengan menerapkan perancah berbasis biomaterial. Berbagai material polimer alami dan sintesis dapat digunakan sebagai material perancah tulang untuk membantu adhesi dan proliferasi sel. Material konduktif berbasis karbon juga dapat dikombinasikan dalam perancah tulang dan telah diteliti dapat meningkatkan kekuatan mekanis perancah serta membantu proses pertumbuhan sel. Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan perancah tulang menggunakan material kolagen, hydroxypropyl methylcellulose (HPMC), dan poly(vinyl alcohol) (PVA), dengan penambahan material multiwalled carbon nanotube (MWCNT) dan reduced graphene oxide (rGO). Material kolagen diekstraksi secara mandiri menggunakan metode deep eutectic solvent dari sumber ikan king kobia. Kolagen hasil ekstraksi dikarakterisasi secara fisika kimia dengan SEM, FTIR, XRD, dan DSC, dengan hasil karakterisasi menunjukkan kolagen mengandung gugus amida dan memiliki struktur triple helix khas kolagen. Dengan demikian kolagen king kobia hasil ekstraksi cocok untuk dilanjutkan sebagai material perancah. Fabrikasi perancah dilakukan menggunakan freeze-drying, kemudian dikarakterisasi secara fisika kimia dengan mengamati morfologi melalui SEM, identifikasi gugus fungsi melalui FTIR, sifat mekanik tekan, porositas, wettability, swelling, dan laju degradasi. Hasilnya menunjukkan perancah berpori dan struktur saling terhubung dengan kekuatan mekanik sekitar 9 MPa yang telah sesuai dengan tulang trabekular, porositas tinggi mencapai 90%, swelling tinggi mencapai 300% tetapi dapat tetap mempertahankan integritas perancah, laju degradasi yang sesuai dengan kehilangan massa perancah yang kurang dari 20% dalam 28 hari, serta sifat hidrofilik dengan sudut kontak air kurang dari 90o. Hasil ini menunjukkan perancah yang difabrikasi dapat menjadi kandidat yang potensial dalam aplikasi rekayasa jaringan tulang. Selain itu, karakteristik konduktivitas perancah dievaluasi melalui pengukuran elektrokimia menggunakan cyclic voltammetry (CV), menghasilkan perancah konduktif yang ditandai dengan pembentukan puncak redoks.

Bone damage is one of the leading causes of human disability which leads to an overall decrease in quality of life. Tissue engineering technology has been developed for bone damage solutions by applying biomaterial-based scaffolds. Various natural and synthetic polymeric materials can be used as bone scaffold materials to facilitate cell adhesion and proliferation. Carbon-based conductive materials can also be combined in bone scaffolds and have been investigated to increase the mechanical strength of the scaffold and assist the cell growth process. In this research, bone scaffolds were developed using collagen, hydroxypropyl methylcellulose (HPMC), and poly(vinyl alcohol) (PVA), with the addition of multiwalled carbon nanotube (MWCNT) and reduced graphene oxide (rGO) materials. Collagen material was extracted independently using deep eutectic solvent method from king cobia fish source. The extracted collagen was characterized physically and chemically by SEM, FTIR, XRD, and DSC, with the characterization results showing that collagen contains amide groups and has a typical triple helix structure of collagen. Thus, the extracted king cobia collagen is suitable to be continued as a scaffold material. The scaffolds were fabricated using freeze-drying and characterized physically and chemically by observing morphology through SEM, functional group identification through FTIR, compressive mechanical properties, porosity, wettability, swelling, and degradation rate. The results showed porous scaffolds and interconnected structures with mechanical strength of about 9 MPa which is compatible with trabecular bone, high porosity of up to 90%, high swelling of up to 300% but still maintaining the integrity of the scaffold, suitable degradation rate with mass loss of less than 20% in 28 days, and hydrophilic properties with water contact angle of less than 90o. These results suggest the fabricated scaffold could be a potential candidate in bone tissue engineering applications. In addition, the conductivity characteristics of the scaffolds were evaluated through electrochemical measurements using cyclic voltammetry (CV), resulting in conductive scaffolds characterized by the formation of redox peaks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rahmadiani Ayunindra
"Tulang merupakan organ penting pembentuk kerangka manusia yang mampu meregenerasi dirinya sendiri, tetapi tidak selamanya memiliki kapabilitas regenerasi yang memadai. Intervensi medis dibutuhkan untuk membantu proses penyembuhan tulang pada kasus-kasus cedera berat, salah satunya dengan melakukan rekayasa jaringan tulang menggunakan perancah. Penelitian ini melakukan fabrikasi perancah komposit berbahan dasar PCL dan hidroksiapatit dengan variasi konsentrasi propolis dan modifikasi permukaan menggunakan gelatin. Material alami PCL dan hidroksiapatit digabungkan dengan material sintetis PCL untuk membantu memperlambat proses degradasi di dalam tubuh dan mempertahankan integritas struktural hingga waktu yang dibutuhkan tulang untuk melakukan regenerasi. Penambahan propolis dilakukan untuk membantu proses penyembuhan tulang. Perancah difabrikasi menggunakan metode solvent casting/particulate leaching (SCPL) dan pelapisan (coating) untuk memodifikasi permukaan. Untuk mengetahui biokompatibilitas perancah, dilakukan uji viabilitas sel secara langsung menggunakan hemasitometer dan viabilitas tidak langsung menggunakan uji MTT. Uji viabilitas yang dilakukan menunjukkan laju proliferasi dan viabilitas yang sangat baik terutama untuk perancah yang dilapisi gelatin dibanding perancah yang tidak dilapisi gelatin. Uji viabilitas juga menunjukkan hasil yang baik untuk perancah dengan penambahan konsentrasi propolis 5% dan 7%. Proliferasi tertinggi ada pada perancah PCL/HAp + gelatin dengan kenaikan 993,02%, PCL/HAp/prop5% + gelatin dengan kenaikan 680,85%, dan PCL/HAp/prop7% + gelatin dengan kenaikan 562,32% pada hari terakhir pengujian. Viabilitas tertinggi ada pada perancah PCL/HAp + gelatin dengan nilai 90,41%, PCL/HAp/prop5% + gelatin dengan nilai 89,62%, dan PCL/HAp/prop7% + gelatin dengan nilai 87,37% pada hari terakhir pengujian. Absorbansi tertinggi ada pada perancah PCL/HAp + gelatin dengan nilai 0,731, PCL/HAp/prop5% + gelatin dengan nilai 0,6678, dan PCL/HAp/prop7% + gelatin dengan nilai 0,7135 pada hari terakhir pengujian. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa perancah dengan kombinasi material PCL, hidroksiapatit, gelatin, dan propolis yang dibuat dengan metode SCPL dan pelapisan dapat menjadi kandidat untuk aplikasi rekayasa jaringan.

Bone is an important organ forming the human skeleton which is capable of regenerating itself, but does not always have adequate regeneration capability. Medical intervention is needed to help the bone healing process in cases of severe injuries, one of which is by engineering bone tissue using a scaffold. This study fabricated composite scaffolds made from PCL and hydroxyapatite with various concentrations of propolis and surface modification using gelatin. The natural ingredients PCL and hydroxyapatite are combined with the synthetic ingredients PCL to help slow down the degradation process in the body and maintain structural integrity until the time it takes for bone to regenerate. The addition of propolis is done to help the bone healing process. Scaffolds were fabricated using solvent casting/particulate leaching (SCPL) and coating methods to modify the surface. To determine the biocompatibility of the scaffolds, direct cell viability tests were performed using a hemacytometer and indirect viability using the MTT test. Viability tests performed showed very good proliferation rates and viability, especially for gelatin-coated scaffolds compared to non-gelatin-coated scaffolds. The viability test also showed good results for the scaffolds with the addition of 5% and 7% propolis concentrations. The highest proliferation was in the PCL/HAp + gelatin scaffold with an increase of 993.02%, PCL/HAp/prop5% + gelatin with an increase of 680.85%, and PCL/HAp/prop7% + gelatin with an increase of 562.32% on the last day of testing. The highest viability was in the PCL/HAp + gelatin scaffold with a value of 90.41%, PCL/HAp/prop5% + gelatin with a value of 89.62%, and PCL/HAp/prop7% + gelatin with a value of 87.37% on the last day of testing. The highest absorbance was found in the PCL/HAp + gelatin scaffold with a value of 0.731, PCL/HAp/prop5% + gelatin with a value of 0.6678, and PCL/HAp/prop7% + gelatin with a value of 0.7135 on the last day of testing. This study concludes that scaffolds with a combination of PCL, hydroxyapatite, gelatin, and propolis made by the SCPL and coating methods can be candidates for tissue engineering applications.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library