Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Suprastiwi
"Carbamide peroxide as a whitening agent for teeth is very popular because the use of this agent is easy and inexpensive. There are two kinds of concentrations, i.e. 10%-15% and 35%. The methods are home bleaching and in office bleaching. For home bleaching, the duration of whitening application is 2-6 weeks, each day for 8 hours, whilst for in office leaching, two hour application will be required. Whitening efficacy might be increased up to 2-5 levels and the color may sustain for 1-3 years, and this treatment could be reapplied. There is an effect on pulp system, but the effect is reversible, i.e. sensitivity which could be treated with flouridation or application of potassium nitrate. The side affects on gingiva include inflammation which is caused by the buffer and is only temporary. Bleaching is safe to be use the result will be satisfying if proper procedure is followed."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Indria Anindita
"Pemutihan gigi dilakukan untuk gigi yang mengalami diskolorasi menggunakan hidrogen peroksida. Salah satu teknik dalam pemutihan gigi adalah at-home bleaching. Aplikasi bahan pemutih gigi juga dapat dilakukan pada gigi yang telah ditumpat dengan resin komposit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama aplikasi bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 6% terhadap kekerasan resin komposit hibrid. Penelitian ini menggunakan 30 spesimen yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 10 spesimen kontrol, 10 spesimen yang diaplikasi bahan pemutih gigi selama 4 jam dan 10 spesimen yang diaplikasi bahan pemutih gigi selama 8 jam. Aplikasi bahan pemutih gigi dilakukan selama 4 hari. Pengukuran kekerasan dilakukan per hari menggunakan Knoop Microhardness Tester.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan perbedaan penurunan kekerasan berdasarkan lama aplikasi bahan pemutih gigi. Namun tidak terdapat perbedaan penurunan kekerasan bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 6% dapat digunakan pada pasien dengan tumpatan resin komposit hibrid dengan aplikasi 4 jam selama 1 hari.

Dental bleaching is one of treatment for discoloured teeth using hydrogen peroxide. One of dental bleaching method is at-home bleaching. Application of bleaching agent is also applied on the tooth that has been restorated with dental composite resin. The purpose of this research is to analyse the effect of different time of 6% hydrogen peroxide application to the surface hardness of hybrid composite resin. In this research 30 specimens hybrid composite resin were divided into 3 groups of specimen. These are 10 specimens as control group, 10 specimens applied with bleaching agent for 4 hours and 10 specimens applied with bleaching agent for 8 hours each day for 4 days. Measurement with Knoop Hardness Tester has been done each day.
The result of this research is the surface hardness value of hybrid composite resin was decreased significantly after the application of bleaching agent 6% hydrogen peroxide according to time of application. But there?s no significantly differences compared to control group. The conclusion is bleaching agent that contain 6% hydrogen peroxide can be used for patient with hybrid composite resin in 4 hour application for one day."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gerald Alain Aditya
"Biji djenkol / Pithecellobium lobatum / Pithecellobium jiringa / Archidendron pauciflorum adalah buah dengan bau yang menyengat dan dapat dimakan. Walaupun dengan bau yang menyengat tersebut, biji djengkol ini bukan hanya sangat diminati oleh orang-orang Indonesia saja, tetapi juga diminati oleh orang-orang yang tinggal di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, dan Phillipines. Biji ini mengandung vitamin dan asam djengkol. Asam djengkol ini kaya akan sulfur sistein tioasetal formaldehid. Karena komponen tersebut, biji djengkol bisa berpotensi untuk menjadi antioksidan. Tujuan riset ini adalah untuk mengobservasi efek dari ekstrak biji djengkol dalam melindungi sel darah domba yang telah di induksi H2O2 dengan mengukur aktivitas enzim superoxide dismutase SOD . Dalam riset ini, sel darah domba diberikan lima perlakuan yang berbeda. Diantaranya adalah kontrol, H2O2, H2O2 Djenkol, Djenkol, and Djenkol H2O2. Dengan perlakuan tersebut, kami dapat melihat fungsi proteksi dan kuratif dari ekstrak biji djengkol. Hasil menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara grup kontrol dan grup H2O2 dimana aktivitas SOD lebih tinggi pada grup kontrol. Perbedaan yang signifikan juga ditemukan pada grup H2O2 dengan grup djenkol p=0.036 , dan grup djenkol H2O2 0.011 . Tetapi, perbedaan antara grup H2O2 dengan grup H2O2 Djenkol tidak signifikan p=0.059 . Hasil ini menunjukan bahwa ekstrak biji jengkol dapat menghambat perusakan sel darah merah domba karena H2O2. Sebagai kesimpulan, ekstrak biji jengkol lebih menunjukan efek proteksi dibandingkan dengan efek kuratifnya.

Djenkol bean Pithecellobium lobatum Pithecellobium jiringa Archidendron pauciflorum is a pungent smelling consumable fruit. Despite its repulsive smell, djenkol bean is quite favored by not only Indonesian, but also by the people of the Southeast Asian region, including Malaysia, Thailand, and Philippines. It contains vitamins and substance called djenkolic acid, which is a sulfur rich cysteine thioacetal of formaldehyde. Due to its components, djenkol bean has a potential to be an antioxidant. This research aims to observe the effect of djenkol bean extract in protecting sheep rsquo s red blood cells that treated by H2O2 by measuring the superoxide dismutase SOD activities. The sheep rsquo s red blood cells were given five different treatments, which include control, H2O2, H2O2 Djenkol, Djenkol, and Djenkol H2O2. Those treatments enable us to see the protective and curative effects of djenkol bean extract. The result showed that there was a significant difference between control group and H2O2 group where control group has higher SOD activity. H2O2 group was also significantly different compared to the djenkol p 0.036 , and djenkol H2O2 group p 0.011 . However, there were no significant difference between H2O2 group and H2O2 Djenkol group p 0.059 . The result indicates that djenkol bean extract were able to prevent harm caused by the H2O2. Therefore, djenkol bean extracts are more into its protective effect rather than its curative effect."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Roselita Karo Sekali
"Stress oksidatif berpengaruh kepada banyak hal, termasuk infertilitas pria. Semakin tinggi konsentrasi malondialdehida, indikator dari lipid peroxide, pada seminal plasma berpengaruh pada tingkat motilitas sperma. Namun, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa malondialdehida tidak memiliki hubungan dengan astenozoospermia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan konsentrasi malondialdehida dalam seminal plasma pada normozoospermia dan astenozoospermia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar malondialdehida pada seminal plasma dan motilitas sperma pada pria infertile. Penelitian ini adalah studi analitik observasional yang menggunakan metode kasus-kontrol. Sampel yang digunakan berasal dari 15 pria dengan astenozoospermia dan 20 pria dengan normozoospermia. Metode thiobarbituric acid digunakan untuk mengukur konsentrasi malondialdehida. Tes non-parametrik Mann-Whitney digunakan untuk mencari hubungan antara kadar malondialdehida dan astenozoospermia. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi malondialdehida pada seminal plasma dan astenozoospermia p value = 0.194. Rerata kadar malondialdehida pada seminal plasma pria normozoospermia adalah 1.1 0.5 nmol/mL, sedangkan rerata kadar malondialdehida pada seminal plasma pria astenozoospermia adalah 1.68 1.2 nmol/mL. Rerata konsentrasi malondialdehida pada kelompok astenozoospermia lebih tinggi dari konsentrasi malondialdehida pada kelompok normozoospermia. Namun, tidak ditemukan hubungan antara konsentrasi malondialdehida dengan motilitas sperma. Masih dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengkonfirmasi hasil ini.

Oxidative stress plays an important role in male infertility. Higher malondialdehyde concentration, an indicator of lipid peroxide, contributes to lower sperm motility. However, there are some studies show there is no significant correlation between malondialdehyde and asthenozoospermia. This study aimed to compare the seminal fluid malondialdehyde concentration in normozoospermia and asthenozoospermia. This study asessed the correlation between malondialdehyde concentration and sperm motility in infertile males. It was an observational and analytical study conducted using case control design that studied using human seminal plasma, 15 asthenozoospermia and 20 normozoospermia. Thiobarbituric acid assay was done to assess malondialdehyde level. Independent Samples Mann Whitney non parametric test was used to display the significance level. There was no significant relationship between the concentration of malondialdehyde in seminal fluid analysis and asthenozoospermia p value 0.194. The mean standard concentration of MDA in seminal fluid of normozoospermic males was 1.1 0.5 nmol mL. Meanwhile, the mean standard concentration of MDA in seminal fluid of asthenozoospermic males was 1.68 1.2 nmol mL. The average of malondialdehyde concentration in asthenozoospermia is higher than the average of malondialdehyde concentration in normozoospermia. This research concluded that seminal fluid malondialdehyde concentration has no correlation with asthenozoospermia. Higher sample size is required to confirm this finding. Keywords Malondialdehyde concentration, lipid peroxide, asthenozoospermia, normozoospermia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggy Puspasari
"Latar belakang: Sterilisasi merupakan proses menghancurkan mikroba yang dapat dilakukan melalui proses fisik atau kimia. Vaporized hydrogen peroxide (VHP) merupakan teknologi sterilisasi cepat dengan menggunakan hidrogen peroxida (H2O2) yang bersifat antimikroba berspektrum luas. Alat ini tidak menghasilkan produk sampingan berbahaya, relatif murah, tersedia secara luas dan mudah digunakan.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas VHP Departemen THT-KL RSCM-FKUI untuk sterilisasi instrumen medis pemeriksaan fisik THT-KL.
Metode: Penelitian eksperimental ini dilakukan di Departemen THT-KL, Departemen Mikrobiologi, dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel pada penelitian ini adalah corong telinga, spekulum hidung, dan spatel lidah yang telah digunakan di unit rawat jalan dan belum disterilisasi. Instrumen medis yang telah berkontak dengan pasien ditempelkan pada media kontak agar dan kemudian disterilisasi dengan VHP dengan durasi 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap jumlah mikroorganisme pada pasca sterilisasi. Uji statistik dilakukan untuk melihat perbandingan rerata jumlah koloni pra- dan pasca-sterilisasi, serta hubungan antara durasi sterilisasi dengan efektivitas sterilisasi
Hasil: Terdapat total 27 sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini. Pada durasi sterilisasi 30 menit, 3 dari 9 sampel (33,3%) memiliki sisa mikroorganisme pasca sterilisasi. Pada durasi sterilisasi 60 menit dan 90 menit, seluruh sampel pasca sterilisasi ditemukan steril. Dari hasil analisis statistik, ditemukan perbedaan rerata jumlah koloni yang bermakna antara sebelum dan sesudah sterilisasi pada durasi 30 menit (p=0,000), 60 menit (p=0,008) dan 90 menit (p=0,008). Sementara itu, tidak terdapat hubungan bermakna antara durasi sterilisasi dengan efektivitas sterilisasi.
Kesimpulan: Metode sterilisasi instrumen medis dengan VHP terbukti efektif pada durasi 30 menit, 60 menit, maupun 90 menit. Jenis mikroorganisme yang belum mati pada sebagian sampel durasi sterilisasi 30 menit adalah Staphylococcus epidermidis dan Bacillus sp.

Background: Sterilization is a process of destroying microbes which can be done through physical or chemical means. Vaporized hydrogen peroxide (VHP) is a rapid sterilization method which involves the use of hydrogen peroxide (H2O2) with its broad-spectrum antimicrobial property. This method does not produce harmful side products, is relatively cheap, widely available and easy to use.
Objective: This study was conducted to evaluate the effectivity of VHP for the sterilization of medical instruments in Department of ENT-HNS RSCM-FKUI.
Method: This experimental study was conducted in Department of ENT-HNS and Department of Microbiology RSCM-FKUI. Sample included ear speculum, nose speculum and tongue spatula which have been used in the outpatient clinic and have not been sterilized. Medical instruments that have been in contact with patients were affixed to agar contact medium and were sterilized with VHP in 30 minutes, 60 minutes and 90 minutes. The number of microorganisms post-sterilization was also calculated. Statistical analysis was done with the aim of finding the difference between the number of colonies before and after sterilization and the association between sterilization duration and effectivity.
Results: A total of 27 samples were involved in this research. With sterilization duration of 30 minutes, 3 out of 9 samples (33,3%) had remaining microorganisms after sterilization. With sterilization duration of 60 minutes and 90 minutes, all post-sterilization samples were sterile. From statistical analysis, there were significant differences between the number of colonies after and before sterilization in 30 minutes (p=0,000), 60 minutes (p=0,008) and 90 minutes (p=0,008) duration. Meanwhile, there was no significant association between duration of sterilization and its effectivity.
Conclusion: VHP sterilization method of medical instruments were effective in 30 minutes, 60 minutes and 90 minutes duration. The types of microorganisms remaining in several samples post 30 minutes sterilization were Staphylococcus epidermidis dan Bacillus sp.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suatma
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Kombinasi harmon steroid TE dan DMPA sedang dikembangkan untuk digunakan sebagai alat kontrasepsi bagi pria. Dari hasil penelitian, penggunaan hormon steroid khususnya progestogen pada wanita, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan radikal bebas. Didasarkan pada hasil penelitian tersebut, maka diduga penyuntikan harmon steroid pada pria, juga akan meningkatkan radikal bebas. Kalau terjadi peningkatan radikal bebas, maka pemberian vitamin C dan Vitamin E sebagai antioksidan, diharapkan dapat mencegah peningkatan radikal bebas tersebut. Untuk membuktikan hat itu, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan tikus jantan sebagai model. Konsentrasi radikal bebas ditentukan dengan mengukur konsentrasi peroksida lipid dalam plasma darah, yang ditunjang dengan pengukuran konsentrasi GSH. Konsentrasi peroksida lipid diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm, sedangkan GSH pada panjang gelombang 412 nm, Data yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya, kemudian dilakukan uji sidik ragam dengan anova dua faktorial.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : Penyuntikan kombinasi hormon TE dan DMPA pada tikus jantan (1) tidak menyebabkan meningkatnya konsentrasi peroksida lipid dalam plasma (P > 0,05), (2) tidak menurunkan konsentrasi GSH dalam plasma darah (P > 0,05). Pemberian vitamin C dan vitamin E pada tikus jantan yang disuntik kombinasi hormon TE dan DMPA (1) tidak menurunkan konsentrasi peroksida lipid datam plasma darah (P > 0,05), (2) mempertahankan konsentrasi GSH dalam plasma darah (P > 0,05). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin C dan vitamin E pada tikus jantan yang disuntik kombinasi hormon TE dan DMPA tidak berpengaruh terhadap konsentrasi peroksida lipid dan glutation."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Mudjihartini
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh minyak atsiri temulawak terhadap kadar peroksida lipid plasma pada tikus yang kaki kanan belakangnya dibuat meradang dengan cara penyuntikan formaldehid. Penelitian ini menggunakan metode eksperimentai pada 50 ekor tikus jantan galur WISTAR, yang secara acak dibagi menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor tikus. Pada semua kelompok diinduksi inflamasi dengan cara menyuntikkan 0,05 mL larutan formaldehid 10 % dalam air, subplantar pada kaki kanan belakang tikus. Kelompok I diberi minyak bunga matahari dengan dosis 1 mL per 100 g berat badan; kelompok II diberi minyak atsiri temulawak 10 % dalam minyak bunga matahari dengan dosis 1 mL per 100 g berat badan; kelompok III diberi minyak atsiri 5 % dalam minyak bunga matahari dengan dosis 1 mL per 100 g berat badan; kelompok IV diberi larutan tragakan 1 % dalam air dengan dosis 1 mL per 100 g berat badan dan kelompok V diberi sodium diklofenak dalam larutan tragakan 1 % dengan dosis 3 mg per 100 g berat badan. 30 menit sebelum penyuntikan formaldehid, semua zat tersebut di atas diberikan per os. Pemberian zat per os ini, diulang pada 2 hari berikutnya. Untuk mendai proses inflamasi sebagai akibat suntikan dengan formaldehid dipergunakan 3 parameter, yaitu A. volume kaki kanan belakang, B. jumlah lekosit plasma dan C. kadar peroksida lipid plasma. Parameter-parameter tersebut diukur 24 jam sebelum induksi inflamasi, disusul dengan 24 jam; 48 jam dan 72 jam setelah induksi inflamasi. Untuk uji statistik hasil-hasil yang diperoleh digunakan analisis varians dua arah dengan batas kemaknaan p < 0,05.
Hasil dan kesimpulan: Dari hasil penelitian ditemukan bahwa volume kaki kanan belakang tikus kelompok yang mendapat minyak atsiri temulawak 10 % dan 5 % lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dan hasil ini berbeda bermakna secara statistik (p < 0,01). Kelompok yang diberi sodium dildofenak menunjukkan hasil yang sama (p < 0,01). Jumlah lekosit plasma kelompok yang diberi minyak atsiri. 10 % dan 5 % juga lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, secara statistik berbeda bermakna (p < 0,01). Parameter ini juga lebih rendah dibandingkan dengan kontrol pada kelompok yang diberi sodium diklofenak (p < 0,01). Didapatkan pula hasil pengukuran kadar peroksida lipid plasma kelompok yang mendapatkan minyak atsiri 10 % dan 5 % lebih rendah dibanding dengan kontrol, hasil ini secara statistik berbeda bermakna (p<0,01). Selain itu pada kelompok yang mendapatkan sodium diklofenak , parameter ini juga menunjukkan hasil lebih rendah dibanding dengan kontrol dan hasil ini berbeda bermakna secara statistik (p < 0,01).

The Effect Of Temulawak's Volatile Oil On Plasma Lipid Peroxide Concentration In Rats With Induced InflammationScope and Method of Study : The effect of temulawak's (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) volatile oil on plasma lipid peroxides was determined in rats with induced inflammation. The experimental study was carried out on fifty WIST'AR rats of both sexes, wich were randomly divided into 5 groups of 10 rats each. In all rats inflammation was induced by injecting 0.05 mL of a 10 % formaldehide solution in water, subplantar on the right hind paw. To group I was given sunflower oil 1 mL/100 g Body Weight; To group 11:10 % temulawak's volatile oil in sunflower oi11 mL/100 g Body Weight; To group III : 5 % temulawal's volatile oil in sunflower oil 1 mL/100 g Body Weight; To group IV : 1 % tragacanth suspension in water 1 mL/100 g Body weight and to group V: 1 % diclofenac suspension in tragacanth 3 mg/100 g Body Weight. The drugs were administered orally 30 minutes before the injection of formaldehide and repeated on the following 2 days. Three parameters for the inflammation measured were: a. volume of the right hind paw; b. total plasma leucoytes and c. plasma lipid peroxide levels. All parameters were measured : 24 hours before the induction of inflammation and subsequently 24 hours,48 hours and 72 hours there-after. The data were statistically analyzed using Analysis of variants.
Result and conclusions : The results showed that the volume of the right hind paw; total plasma leucocytes and plasma lipid peroxide levels in groups given temulawak's volatile oil of 10 % and 5 % were lower than the control group; the differences were statistically highly significant (p < 0.01). The other group with diclofenac gave similar results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T4806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalina Tjandrawinata
"ABSTRAK
Gigi yang lebih putih sering dianggap lebih menarik dari lebih sehat. Agar lebih putih orang seringkali melakukan pemutihan gigi dengan bahan karbamid peroksida. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi karbamid peroksida 10 % dan stannous fluorida 0,4 % pada kristalit hidroksiapatit dalam email gigi dengan metode difraksi sinar-x. Sebagai pembanding digunakan bahan perendam hidrogen peroksida 10 % dan sebagai kontrol digunakan akuades. Aplikasi bahan perendam dilakukan selama 192 jam, dengan penggantian bahan setiap 8 jam dan perendaman akuades 8 jam di antara waktu penggantian bahan perendam. Perendaman dilakukan pada suhu 37°C dan kelembaban 100%, sesuai kondisi di dalam mulut. Pemeriksaan difraksi sinar-x dilakukan setelah perendarnan 96 dan 192 jam. Selain penghitungan ukuran kristalit, dilakukan juga penghitungan konstanta kisi dan regangan (strain). Dari penelitian ini diketahui bahwa penggunaan bahan perendam karbamid peroksida, stannous fluorida, kombinasi kedua bahan dan hidrogenperoksida tidak menyebabkan perubahan ukuran kristalit dan konstanta kisi kristal hidroksiapatit email gigi secara bermakna, tetapi mengubah regangan dalam butir kristal secara berarti.
Dari pemeriksaan difraksi sinar-x terlihat bahwa kristal hidroksiapatit pada bagian fasial email gigi memiliki preferred orientation pada bidang [002]. Untuk melihat keadaan permukaan sampel dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop elektron (SEM) yang menunjukkan terjadinya perubahan pada perrnukaan email gigi akibat perendaman dalam karbamid peroksida, stannous fluorida dan hidrogen peroksida. Untuk mengetahui pengaruh keasaman perendam dilakukan pemeriksaan pH dengan pH-meter digital. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH) bahan perendam tidak berpengaruh terhadap kerusakan pada email gigi.

ABSTRACT
Carbamide peroxide has recently been widely used as a vital tooth whitener. The successful result and the simple use of the material have captured the esthetic interest of the dental practitioners. On the other hand, in some cases this bleaching material can cause pulpal sensitivity that can be cured by using stannous fluoride gel.
The purpose of this experiment is to study the influence of 10 % carbamide peroxide and 0,4 % stannous fluoride application on the crystallite of hydroxyapatite in tooth enamel, by using x-ray diffraction method. Hydrogen peroxide solution and aquadest are used as control. The materials are applied for 8 hours in incubator with 37°C dan 100 % humidity, for total 192 hours.Then it can be concluded that carbamide peroxide and stannous fluoride do not influence neither the crystallite size of tooth enamel nor the lattice parameters, but they influence the strain in crystal.
The x-ray diffraction on the facial surface of enamel shows preferred orientation patern at [002]. The application of the carbamide peroxide and hydrogen peroxide materials cause damage on the tooth enamel surfaces that can be detected by scanning electron microscope. In this experiment, the acidity of the materials is detected by digital pH-meter.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parta Suhanda
"Tujuan : Tujuan penelitian ini mengetahui perbedaan kadar peroksida lipid (kadar MDA) dan kadar nitric oxide (NO) pada kultur jaringan plasenta preeklampsia dan plasenta wanita hamil normal sebagai pembanding.
Rancangan Penelitian :
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional, sampel diambil dari jaringan plasenta penderita preeklampsia (n=13) dan plasenta wanita hamil normal (n=13) dilakukan kultur dengan menggunakan metode tabung selama 72 jam. Pemeriksaan kadar peroksida lipid (kadar malondialdehida) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Pemeriksaan kadar NO menggunakan reagent griess dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Data dianalisis dengan uji t indefendent dan uji korelasi pearson dengan batas kemaknaan 0,05.
Hasil :
Rerata kadar peroksida lipid pada kultur jaringan plasenta preeklampsia dan plasenta normal 2,79 (1,36) vs 0,51 (0,28) nmol/ml sangat signifkan, sedangkan rerata kadar NO pada kultur jaringan plasenta preeklamsia dan normal 56,87 (32,96) vs 65,59 (40,73) ìmol/L tidak berbeda bermakna, dan ada korelasi negatif yang sangat lemah antara kadar peroksida lipid dengan kadar NO (r=-0,122) pada kultur jaringan placenta preeklampsia.
Kesimpulan :
Rerata kadar peroksida lipid pada kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan plasenta normal, rerata kadar NO pada kultur jaringan plasenta preeklampsia tidak berbeda secara bermakna dengan plasenta normal, dan ada korelasi yang sangat lemah antara kadar peroksida lipid dengan kadar NO pada kultur jaringan plasenta preeklampsia dan plasenta normal.

Level Of Lipid Peroxide And Nitric Oxide In Placenta Tissue Culture Of Pre Eclampsia PatientAim : The aim of this research is to acquire the difference of lipid peroxide (MDA level) and Nitric Oxide level (NO) between pre eclampsia placenta tissue culture and normal pregnant woman.
Research Design :
This research is cross-sectional study, the sample of this research was taken from placenta tissue of pre eclampsia patient (n =13) and woman whose normal placenta tissue (n=13). This research using culture and applying tube methode for 72 haurs. Checking level of lipid peroxide was done by using spectrophotometer at 530 nm length wave. Testing NO level was done by using reagent griess at 540 nm length wave. The data was analyzed by using independent t test and pearson correlation at significant level 0,05.
Result :
The average level of lipid peroxide pre eclampsia placenta and normal placenta was very significant, 2,79 (1,36) vs 0,51 (0,28) nmol/ml. Whereas, the average level of NO at pre eclampsia placenta cultur has no significant difference from normal placenta (56,87 (32,96 vs 65,59 (40,73) ìmol/L, and there is weak corelation between lipid peroxide level and NO level of pre eclampsia placenta tissue culture and normal placenta."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13657
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hikam
"The purpose of this experiment is to study the influence of 10% carbomide peroxyde and 0.4% stannous fluoride application on the crystallic of hydroxypatite in tooth enamel, by using x-ray diffraction method. Hydrogen peroxide solution and distilled water are used as control. The materials are applied for X hours in an incubator with 37"C and 100% humidity, for total 192 hours. The crystallite size and the lattice parameters are calculated from x-ray diffraction pattern, and the structure was then refined by Rieiveld analysis. lt can he concluded that carbamide pcroxyde and stannous fluoride do not influence neither the crystallic size of tooth enamel nor the lattice parameters, but they influence the micro strain in crystal. The X-ray diffraction on Ihc facial surface of enamel shows preferred orientation pattern at |002]."
2003
SAIN-8-1-2003-9
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>