Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
Zhang, Qingmin
Beijing China: China Intercontinental, 2010
SIN 327.09 ZHA c (1);SIN 327.09 ZHA c (2)
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Li, Chien-Nung
Princeton: D. Van Nostrand Company, Inc., 1966
951.03 LIC p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Adetya Ayu M.R.H.
"Skripsi ini membahas tentang politik pengembangan teknologi Cina khususnya pada perusahaan komputer Lenovo sebagai perusahaan komputer terbesar di negara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisa bagaimana negara mengembangkan teknologi dengan serangkaian kebijakan industrial pada perusahaan komputer Lenovo. Teori ekonomi politik khususnya Developmental State digunakan untuk menganalisa studi kasus pada skripsi ini. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa negara berperan penting dalam pengembangan teknologi melalui pemanfaatan mekanisme pasar. Kebijakan teknologi negara kemudian dirumuskan agar mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan teknologi. Hal tersebut menjadi sangat penting karena teknologi kini menjadi faktor pendukung bagi pembangunan ekonomi Cina.
This undergraduate thesis discusses the politics of technology development in China with a case study computer company Lenovo as the largest computer company in the country. This study uses qualitative method and analyzes how the state develops the technology with a series of industrial policies on computer company Lenovo. The theory of political economy, especially Developmental State is used to analyze a case study in this thesis. The results finds that the state plays an important role in the development of technology through the use of market mechanisms. The state technology policies are formulated to create a situation that is conducive to the development of technology. This becomes very important because the technology is now a supporting factor for China's economic development."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Siti Aziza Suryo
"
ABSTRAKKekuasaan wilayah Hong Kong akan beralih dari Kerajaan lnggris ke Republik Rakyat Cina mulai tanggal 1 Juli 1997. Jika segalanya berjalan dengan lancar, tanggal yang bersejarah ini akan mengakhiri suatu era bendera Inggris akan turun, dan bendera. Cina akan berkibar lagi. Diharapkan Hong Kong tetap menjalankan sistem kapitalisnya dan menjadi Special Administrative Region, sementara RRC tetap menjalankan sistemnya yang sosialistis. Hal ini merupakan suatu kerjasama politik yang unik di dalam suatu era modern, yaitu satu negara dengan dua sistem. Hambatan dan rintangan dalam peralihan ini banyak sekali ditemui, hingga diperlukan suatu kerjasama melalui berbagai proses untuk mencapai titik temu. Semua ini tergantung oleh serbagai macam faktor yang dialami oleh pengalaman sejarah, tentunya yang penuh dengan ketidakpastian ini. Sementara itu Inggris, Hong Kong dan RRC hanya dapat menggantungkan harapannya pada Perjanjian bersama sehingga dalam menghadapi masa transisi ini, segala usaha dan tenaga telah dicurahkan agar perjanjian ini dapat merupakan suatu pegangan bagi semua pihak, yang tentunya juga diharapkan dapat menguntungkan masing-masing. Keberhasilan dalam menjalankan dua sistem dalam satu negara ini pada akhirnya tergantung oleh keberhasilan bersama dalam memegang Perjanjian Bersama itu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sitepu, Agus Wibisono
"
ABSTRAKSkripsi yang berjudul Qu Qiubai dan Partai Komunis Cina (musim (gugur 1927-musim Panas 1928); serta Latar belakang yang mengawalinya, mendeskripsikan keadaan Partai Komunis Cina pada saat itu. Perjuangan yang berat disertai pemberontakan dan kerjasama dalam bentuk Front Parsatuan dengan Partai Nasionalis Cina Guomindang dimaksudkan untuk mencapai tujuan, menjadikan Cina negara Sosialis di bawah naungan Partai Komunis Cina. Perjuangan Qu Qiubai yang berat dalam periode yang begitu singkat untuk mewujudkan cita-cita Partai Komunis Cina; disertai bayang-bayang dan pengaruh Ko mintern pada saat itu menjadikan dia tokoh yang serba salah dalam mengambil keputusan murni dari dirinya sendiri.
"
1989
S12979
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adelia Syifa
"Artikel ini membahas mengenai Lao She sebagai penulis dalam polemik literasi politik Cina pada tahun 1930-an. Polemik Literasi Cina merupakan sebuah fase yang terjadi pada bidang sastra Cina yang memiliki keterkaitan erat dengan bidang politik yang terjadi sepanjang tahun 1920 hingga 1930-an. Kecenderungan kaum intelektual Cina untuk mengikutsertakan relevansi sosial dan politik dalam karya sastra mereka pada periode ini merupakan sebuah perwujudan hasil dari adaptasi zaman yang terjadi secara terus-menerus terhadap sastra Cina. Perebutan legitimasi politik yang terjadi di Cina menyebabkan kaum intelektual mencurahkan ide politik masing-masing demi mengatasi isu nasional. Hasil analisis data-data sejarah yang digunakan menunjukkan bahwa Lao She, sebagai penulis Cina periode tersebut, menunjukkan posisinya dalam polemik literasi politik Cina dengan bersikap netral tanpa sekalipun memasukkan ideologi politik tertentu dalam karya tulisannya. Di tengah maraknya promosi ideologi politik dalam sastra Cina periode 1930-an, Lao She memilih langkah yang berbeda dan menunjukkan keprihatinan terhadap keberlangsungan nasional Cina melalui sudut pandang yang lebih dekat dengan masyarakat kelas menengah ke bawah.
This article discusses Lao She as a writer in the polemic of Chinese political literacy in the 1930s. The Chinese Literacy Polemic is a phase that occurs in the Chinese literature field which has a close relationship with the political field that occurred during the 1920s to 1930s. The tendency of Chinese intellectuals to include social and political relevance in their literary works in this period is a manifestation of the result of the continuous adaptation of the Chinese literatur to different ages and time. The struggle for political legitimacy that occurred in China caused intellectuals to devote their career to promote each own political ideas to overcome the national issues. The results of the analysis of historical data used show that Lao She, as a Chinese writer during that period, demonstrated his position in the polemic of Chinese political literacy by being neutral without even including any particular political ideology in his writings. In the midst of the widespread promotion of political ideology in Chinese literature in the 1930s, Lao She took a different path and expressed concern for China's national survival through a closer perspective to the lower middle class."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Fitri Aulia Ikhsani
"
ABSTRAKPada tahun 1978 Cina memasuki era baru dengan melakukan reformasi dan keterbukaan di bawah komando Deng Xiaoping. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan dukungan dari semua pihak. Berbagai kebijakan dijalankan demi terwujudnya hal tersebut, salah satunya kebebasan untuk memberikan kritik terhadap pemerintahan. Masyarakat menggunakan kesempatan tersebut untuk menyuarakan tuntutannya mengenai kondisi yang mereka alami melalui dazibao dan petisi. Situasi yang cair tersebut juga digunakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Melalui dazibao dan kegiatan diskusi serta publikasi organisasi jurnal bawah tanah dixiakanwu, mereka mendiskusikan permasalahan politik di Cina yang menandakan lahirnya gerakan dinding demokrasi minzhu qiang yundong pada tahun 1978. Mereka menuntut reformasi politik melalui pelaksanaan minzhu atau yang sering kali diartikan sebagai demokrasi. Namun bagi masyarakat Cina dan aktifis yang terlibat dalam Gerakan Dinding Demokrasi minzhu merupakan suatu konsep yang mempunyai arti lebih dari sekedar demokrasi. Hal ini jugalah yang membuat slogan minzhu menjadi slogan utama dalam gerakan sosial lainnya dalam tuntutan pelaksanaan reformasi politik Cina yang terjadi pada tahun 1978 hingga 1989
ABSTRACTIn 1978 China entered a new era of reform and modernization under Deng Xiaopings command. In order to achieve it, support from all parties is unevitably necessary. Various policies are implemented to achieve such condition, one of which is the freedom for critism to the government. The society used the opportunity to voice out their demands regarding the conditions they faced through dazibao and petitions. Relax political atmosphere was also used by the society to convey their political aspiration. Through publication such as dazibao dan underground journals and public discussions and debates, they discuss political issues in China which marked the birth of Democratic Wall Movement in 1978. They demanded political reform through the implementation of minzhu) which often interpreted as democracy. However, for Chinese people and activists involved in Democratic Wall Movement, minzhu is a concept of democracy which has more meaning than democracy itself. This is also the reason minzhu became themain slogan during democratic wall movement in 1978-1979 and even other social movements in the demand of the implementation of Chinese political reform that took place in 1978-1989."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library